• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Lampung"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DESAIN TAMAN RUMAH TINGGAL

TRADISIONAL LAMPUNG

RIAN ADETIYA PRATIWI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

RIAN ADETIYA PRATIWI. Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Lampung. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN.

Taman rumah tinggal tradisional dapat menjadi identitas dari suatu budaya. Guna memperoleh gambaran yang nyata perlu dilakukan kajian mengenai desain taman rumah tinggal tradisional berbasis budaya Lampung. Penelitian ini mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk taman rumah, tata letak, dan maknanya serta menyusunnya kedalam konsep desain taman rumah tinggal tradisional berbasis budaya Lampung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui penelusuran informasi sejarah-kebudayaan dan diverifikasi melalui survei lapang. Observasi lapang dilakukan di beberapa wilayah Provinsi Lampung sebagai referensi, yakni Permukiman Tradisional Kampung Wana dan Sukadana Darat, Pekon Kenali, dan Negara Tulang Bawang. Halaman pada rumah tinggal tradisional Lampung dibagi menjadi tiga bagian, yang terdiri dari halaman depan atau tengahbah/terambah/beruan, halaman samping atau kebik/kakebik, serta halaman belakang atau kudan/juyu/kebon. Elemen-elemen pembentuk taman rumah tinggal tradisional adalah gakhang hadap, walai, lokasi dapur terbuka, tempat kayu bakar, dapur luar, kandang ternak, serta tanaman.

Kata kunci: taman tradisional, budaya Lampung, taman rumah, konsep taman, tata ruang

ABSTRACT

RIAN ADETIYA PRATIWI. Study on Design of Lampungnese Traditional Home Garden. Supervised by ANDI GUNAWAN

Traditional home garden is one of cultural identities. In order to obtain a real picture the study of traditional Lampungnese home garden have to be conducted. Objectives of this study are to identify elements, layout, and interpretation and composed them into a traditional Lampungnese home garden design concept. This study was conducted by using descriptive analysis through historical-cultural information retrieval and verified through field surveys. Study location consists of Lampung Province as a reference, namenly Wana Village and Sukadana Darat, Kenali Village, and Negara Tulang Bawang. The yard of Lampungnese house is divided into three parts, a front yard or tengahbah/terambah/beruan, side yard or kebik/kakebik/gelikhan, and backyard or kudan/juyu. The dominant open space is an expanse of land or grass. The prominent elements of traditional Lampungnese garden were walai, outdoor kitchen, livestock barns, gakhang and gakhang hadap, and plants.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2014 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arstitektur Lanskap

KAJIAN DESAIN TAMAN RUMAH TINGGAL

TRADISIONAL LAMPUNG

RIAN ADETIYA PRATIWI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Kajian Desain Taman Rumah Tinggal Tradisional Lampung“ disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dengan Mayor Arsitektur Lanskap dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai dan seluruh keluarga yang telah memberikan kasih sayang, doa, bimbingan, kepercayaan serta dukungan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

2. Dr Ir Andi Gunawan, MAgr.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikannya.

3. Ir Qodarian Pramukanto, MSi. dan Fitriyah Nurul H Utami, ST.MT selaku penguji pada ujian sidang yang telah memberikan masukan-masukan guna memperbaiki sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

Pada akhirnya, harapan penulis semoga studi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dan berguna sebagai referensi bagi penelitian di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

Kerangka Pikir Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Taman 3

Budaya dan Kebudayaan Lampung 4

Jenis-Jenis Arsitektur Tradisional Lampung 6

Syarat-Syarat Mendirikan Rumah Tinggal 10

Ragam Hias Arsitektur Bangunan Tradisional 12

Syarat-Syarat Dapur yang Baik 13

Kegiatan dalam Dapur Tradisional 14

METODE 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Metode Penelitian 16

Kerangka Kerja 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Hasil Studi Literatur 19

Hasil Wawancara 24

Hasil Observasi Lapang 29

Elemen Penyusun Taman Rumah Tinggal 36

Konseptualisasi Taman Rumah Tinggal Tradisional Lampung 38

SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

(12)

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 45

(13)

DAFTAR TABEL

1 Lokasi, jumlah, dan pemilik rumah objek penelitian 17

2 Daftar narasumber 18

3 Rincian jenis, bentuk dan sumber data penelitian 18 4 Komponen tata ruang rumah tradisional Lampung berdasarkan hasil

studi literatur 20

5 Perbandingan komponen tata ruang rumah tinggal tradisional Lampung

berdasarkan hasil wawancara 25

6 Perbandingan komponen tata ruang rumah tinggal tradisional Lampung 29 7 Perbandingan elemen penyusun taman rumah tinggal 37

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir Penelitian 3

2 Rumah tinggal mewah dan sederhana beserta denah 8

3 Walai 10

4 Sketsa ragam hias bangunan 12

5 Gambaran rumah tinggal dengan lingkungan 15

6 Lokasi penelitian 15

7 Tahapan penelitian 16

8 Pembagian halaman rumah tinggal tradisional Lampung 26 9 Sirkulasi di sekitar rumah tinggal tradisional Lampung 27

10 Pola permukiman memanjang 30

11 Rumah tanpa gerbang di Kampung Wana 30

12 Batas antar rumah tidak terlihat 31

13 Sirkulasi di sekitar rumah tinggal tradisional Lampung 31

14 Hiasan di tepas 32

15 Rumah tradisional tipe gajah mekhem di Sukadana darat 32

16 Bah lamban sebagai tempat penyimpanan 33

17 Dapur dan gakhang 34

18 Halaman rumah tinggal tradisional Lampung 35

19 Tanaman pada halaman rumah tinggal 35

20 Antar rumah yang berjarak dekat 36

21 Pembagian ruang menurut Booth (1988) 39

22 Rencana konsep taman rumah tinggal tradisional berbasis budaya

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

23 Arsitektur Rumah Tinggal Tradisional Lampung 45 24 Tata Ruang Rumah Tinggal Tradisional Lampung 46 25 Elemen Pembentuk Rumah Tinggal Tradisional Lampung 47

26 Glosarium 48

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya dan berbagai suku bangsa yang tersebar di seluruh tanah air. Kondisi geografis Indonesia dengan bentang alam yang terbentuk secara alami membentuk ragam pola dan perilaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau suku. Keberadaan setiap suku ini memiliki karakter budaya yang khas yang tergambar dalam tradisi kedaerahan, aktivitas sosial, serta tata letak hunian yang digunakan untuk mendukung kehidupan dalam bermasyarakat. Salah satu suku di Indonesia yang memiliki budaya yang khas adalah Suku Lampung yang tersebar di Provinsi Lampung dan sebagian Provinsi Sumatera Selatan.

Masyarakat suku Lampung masih memegang teguh ajaran dari leluhurnya dengan masih mengikuti falsafah hidup ulun Lampung, yaitu Piil Pesenggiri. Piil pesenggiri merupakan pedoman hidup masyarakat yang berupa perilaku pantang menyerah dan perbuatan menjaga atau menegakkan nama baik serta martabat baik secara perorangan maupun dalam kelompok kerabat (Kemenbudpar 2011).

Berdasarkan sejarah, kata Lampung berasal dari kata anjak lambung, yang berarti berasal dari atas. Hal ini dimaksudkan bahwa Suku Lampung berasal dari daerah yang tinggi atau dari daerah pegunungan. Daerah tinggi yang dimaksud adalah daerah sekitar Sekala Bekhak yang terletak di sekitar kaki Gunung Pesagi yang sekarang menjadi Kecamatan Belalau. Namun dalam perkembangannya, masyarakat adat Lampung terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu masyarakat adat Lampung Saibatin dan masyarakat adat Lampung Pepadun .

Dalam dua kelompok tersebut, masih terdapat pembagian kelompok berdasarkan wilayah adat yang didiami oleh masing-masing kelompok. Kebudayaan daerah yang terbentuk dalam wilayah atau daerah tertentu akan diwariskan secara turun temurun ke generasi selanjutnya (Sulasman dan Gumilar 2013). Keragaman wilayah adat inilah yang memberikan ciri tersendiri bagi hunian tradisional pada masing-masing wilayah.

Arsitektur vernakular dibangun untuk memenuhi kebutuhan spesifik penghuninya dalam mengakomodasi nilai-nilai dan cara hidup berdasarkan kebudayaan (Suharjanto 2011). Pada kehidupan masyarakat Lampung, rumah tradisional dipandang sebagai salah satu bentuk adaptasi terhadap alam jika ditinjau kondisi geografis dimana Provinsi Lampung merupakan salah satu kawasan yang rawan bencana gempa bumi (Rostiyati 2013b).

(16)

2

mengenai taman rumah tinggal tradisional Lampung, agar tetap dapat dilestarikan dan dapat diaplikasikan oleh masyarakat Lampung.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji desain taman rumah tinggal tradisional berbasis budaya Lampung melalui:

1) identifikasi elemen-elemen pembentuk taman, tata letak, filosofi dalam pengaturan tata letak elemen lanskap pada taman rumah tinggal tradisional Lampung, dan

2) penyusunan konsep desain taman rumah tinggal tradisional Lampung.

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. memberi gambaran tentang desain taman pada rumah tinggal tradisional Lampung bagi pemerintah dan masyarakat pada umumnya sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk mengangkat dan memperkuat nilai-nilai budaya Lampung, dan

2. memberikan arahan bagi perencana dalam mengembangkan lanskap taman rumah tinggal tradisional Lampung.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada area taman rumah tinggal tradisional Lampung. Rumah yang dipilih sebagai objek penelitian adalah yang terletak di kampung-kampung tua di beberapa kabupaten di Provinsi Lampung. Pemilihan rumah didasari kepada potensi karakter kampung adat, sejarah Lampung, serta masyarakat yang masih menjalankan aktivitas sesuai dengan kebudayaan Lampung. Hasil akhir dari penelitian ini adalah laporan deskriptif serta usulan konsep taman rumah tinggal tradisional berbasis budaya Lampung. Kajian difokuskan pada taman yang seharusnya ada berdasarkan budaya Lampung.

Kerangka Pikir Penelitian

(17)

3 masyarakat setempat. Dari semua informasi yang terkumpul, akan diformulasikan menjadi konsep desain taman rumah tinggal tradisional berbasis budaya Lampung. Berikut adalah kerangka pikir penelitian (Gambar 1).

TINJAUAN PUSTAKA

Taman

Menurut Crowe (1981), taman adalah penghubung antara manusia dengan dunia tempat mereka hidup dan tinggal. Semua manusia dengan beragam jenis umur merasa memiliki kebutuhan untuk berdamai dengan lingkungan sekitarnya, dan telah menciptakan taman untuk memuaskan keinginan dan aspirasinya. Salah satu taman yang dapat mendukung fungsi rumah yang mengakomodasi kegiatan penghuni rumah adalah taman rumah atau halaman. Menurut Depdikbud (1989) halaman rumah merupakan tanah di sekitar rumah yang juga biasa disebut sebagai pekarangan. Taman rumah merupakan bagian penting yang menjadi pelengkap dalam kehidupan rumah tangga pemilik rumah. Dalam taman rumah atau halaman terdapat hubungan timbal balik antara pemilik rumah dengan lingkungannya.

Suatu taman rumah dapat memberikan dua kesenangan kepada pemiliknya. Pertama adalah kesenangan dalam memelihara tanaman sebagai sesuatu yang memiliki nilai keindahan, dan yang kedua adalah kesenangan terhadap taman itu sendiri secara keseluruhan sebagai bagian dari tempat tinggal dan juga memiliki keindahan untuk dipandang (Crowe 1981). Taman rumah tinggal harus sesuai dengan kebutuhan dan cara hidup pemilik rumah. Taman rumah tinggal harus mampu mendukung, mengakomodasi dan memenuhi kebutuhan dari pemilik rumah (Erler dan Fell 1991). Taman rumah memiliki bentuk dan fungsi yang

(18)

4

spesifik yang sangat erat hubungannya dengan keinginan serta pemanfaatan oleh pemiliknya. Nilai keindahan dari sebuah taman rumah ditentukan oleh pemiliknya (Ingels 1997)

Untuk dapat menciptakan taman dengan tanaman yang baik, diperlukan pemahaman terhadap tanaman dan juga harus memiliki sensitivitas terhadap warna dan bentuk dari tanaman tersebut. Sementara untuk menciptakan taman yang indah secara keseluruhan, diperlukan adanya pemahaman mengenai hukum keselarasan dan komposisi antara elemen lunak dan elemen keras untuk menciptakan keseimbangan dalam taman. Selain kedua hal tersebut, yang perlu diperhatikan dalam merencanakan taman adalah faktor keindahan, privasi, kenikmatan, kemanan, serta kenyamanan.

Taman rumah tinggal atau juga disebut sebagai pekarangan merupakan sebidang lahan dengan batas tertentu, ada bangunan tempat tinggal di atasnya dan umumnya ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan. Pekarangan memiliki fungsi ganda yang merupakan integrasi antara fungsi alami dengan fungsi untuk memenuhi kebutuhan sosial-budaya-ekonomi manusia. Fungsi tersebut antara lain adalah fungsi hidroorologi, pemeliharaan sumberdaya genetik tanaman, memberi kenyamanan bagi rumah, produksi, dan estetika. Fungsi sosial dari pekarangan terutama dapat diliat di perdesaan. Biasanya pekarangan merupakan simbol status. (Soemarwoto 1987).

Budaya dan Kebudayaan Lampung

Secara etimologis, kata kebudayaan berasal dari bahasan Sanskerta, buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akal atau budi. Menurut Koentjaraningrat (1984), kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya sendiri dengan cara belajar. Menurut Depdikbud (1989), kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan menjadi pedoman tingkah lakunya; serta hasil penciptaan akal budi dari lingkungan sekitarnya dan dipergunakan untuk kesejahteraan hidupnya. Manusia dibekali dengan kemampuan beradaptasi secara kultural, yang memungkinkan manusia memperoleh penghidupan dari memanfaatkan lingkungannya. Kemampuan adaptasi secara kultural juga terdiri dari ideologi. Budaya merupakan satu set ide yang dipelajari dari pengalaman, terpola, dan diteruskan dari generasi ke generasi (Selby dalam Kottak 1975).

(19)

5 yang mengatur kehidupan masyarakat. Hidup manusia mengejar nilai, dan nilai yang dikejar dipengaruhi oleh pandangan hidup atau cita-cita hidup (Hadikusuma 1989). Menurut Vansina (2014) masyarakat dalam suatu komunitas tertentu akan memiliki ciri yang berbeda dari komunitas lain. Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat Lampung yang mempunyai seperangkat nilai budaya yang terbentuk dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sosialnya.

Sikap serta tingkah laku masyarakat Lampung tercermin dari falsafah piil pesenggiri. Secara harfiah piil pesenggiri merupakan landasan dan pedoman tata hidup atau perilaku manusia yang agung dan luhur yang memiliki nilai dan makna serta harus dipelajari dan pantang untuk dilanggar (Irianto dan Margaretha 2011). Falsafah piil pesenggiri mengandung empat unsur, yaitu sakai sambaian, nemui nyimah, nengah nyappur, dan bejuluk beadek. Sakai sambaian berarti bersedia untuk saling tolong menolong dengan sesama. Unsur kedua adalah nemui nyimah yang berarti mau membuka diri terhadap orang lain (tamu) dengan sikap yang ramah, bermurah hati, dan penuh sopan santun. Unsur ketiga adalah nengah nyappur yakni memiliki sikap terbuka, berpengetahuan luas, dan memiliki keinginan untuk berpartisipasi dalam semua hal yang baik. Serta unsur yang terakhir yakni bejuluk beadek berarti menjaga nama baik (gelar) dan menghormati orang lain atas jasa dan peranannya dalam masyarakat yang diatur secara adat dan dilaksanakan turun-temurun.

Ada beberapa teori mengenai asal muasal dari masyarakat suku Lampung. Menurut Broesma dalam Dekdikbud (1998) residen Lampung pertama pernah membaca buku yang berjudul Sejarah Majapahit yang menceritakan bahwa kata Lampung berarti op het water drijven yang artinya terapung di atas air. Buku tersebut menceritakan bahwa Tuhan menurunkan empat orang ke bumi yang salah satunya adalah Si Lampung atau ratu Balau. Teori asal mula suku Lampung berasal dari legenda yang menyatakan bahwa masyarakat Lampung berasal dari daerah Tapanuli. Ketika Danau Toba terbentuk, terjadi ledakan gunung besar yang mengakibatkan masyarakat Tapanuli pergi menyelamatkan diri. Salah satu keturunan dari Tapanuli tersebut tiba dan hidup di daerah Lampung bagian barat (Depdikbud 1998).

Teori terakhir adalah teori Hadikusuma (1976), yang mengemukakan bahwa asal-usul masyarakat Lampung erat hubungannya dengan kata to-lang-po-hwang yang jika dieja atas kata to yang berarti dalam bahasa Toraja, dan lang-po-hwang yang merupakan kepanjangan dari kata Lampung. Sehingga menurutnya kata to-lang-po-hwang berarti orang Lampung. Selain itu, Hadikusuma (1976) menyatakan bahwa masyarakat Lampung berasal dari pendatang dari Pagaruyung ke daerah Sekala Bekhak yang sudah ada dari abad 14 M.

(20)

6

golongan, yakni golongan buay asal dan golongan pendatang. Masyarakat adat saibatin kental dengan nilai aristokrasinya, sementara masyarakat adat pepadun memiliki nilai-nilai demokrasinya. Adanya dua golongan adat ini pula yang menjadi semboyan dari Provinsi Lampung, yaitu “Lampung sai bumi ruwa jurai” yang artinya adalah Lampung satu bumi dua keturunan.

Bila ditinjau dari segi bahasanya, masyarakat Lampung terbagi menjadi dua golongan pula, yaitu masyarakat Lampung Belalau atau masyarakat yang berdialek api atau A, dan masyarakat Lampung Abung atau masyarakat yang berdialek nyow atau O (Depdikbud, 1998). Bahasa dialek A dipakai oleh sebagian besar masyarakat Lampung saibatin dan sebagian kecil masyarakat pepadun, sementara bahasa dialek O dipakai hanya oleh masyarakat pepadun. Lampung juga memiliki aksara tersendiri yang dikenal dengan aksara Lampung atau had Lampung. Had Lampung terdiri dari huruf induk yang berjumlah 20, anak huruf, dan anak huruf ganda serta gugus konsonan, juga terdapat lambang, angka, dan tanda baca (Depdikbud 1998).

Jenis-Jenis Arsitektur Tradisional Lampung

Arsitektur dalam bahasa Latin architektura berarti gaya bangunan dan seni bangunan. Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk, fungsi, dan ragam hiasnya serta cara pembuatannya diwariskan secara turun-temurun serta dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan oleh masyarakat (Depdikbud 1978). Bagi masyarakat Lampung, jenis-jenis bangunan tersebut dibedakan menurut sifat pemakaiannya. Menurut sifatnya, ada lima jenis bangunan yaitu arsitektur tradisional tempat tinggal, arsitektur tradisional untuk upacara keagamaan, arsitektur tradisional untuk kegiatan komunal, arsitektur tradisional tempat penyimpanan, dan arsitektur tradisional untuk keamanan. Dalam konteks bahasan taman rumah tinggal tradisional Lampung, yang akan dibahas hanyalah arsitektur tradisional tempat tinggal dan arsitektur tradisional tempat penyimpanan.

(21)

7 Arsitektur Tradisional Tempat Tinggal

Tempat tinggal atau rumah biasa disebut lamban,nuwou, atau lambahan oleh masyarakat Lampung. Pada umumnya bangunan rumah tradisional Lampung berbentuk segi empat dan persegi panjang yang oleh masyarakat Lampung disebut sebagai pesagi atau mahanyuk’an untuk yang berbentuk persegi panjang. Bagian rumah yang pendek atau lebar biasanya menghadap ke jalan raya. Sedangkan bagian panjangnya membujur ke belakang (ijung kudan/juyu/buri) (Depdikbud 1978). Rumah tradisional Lampung umumnya dibangun dari kayu-kayu yang dihubungkan dengan tali rotan. Rumah tradisional dibangun dengan kayu yang saling diikat merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan yang rawan gempa. Tangga masuk dan keluar umumnya dapat dinaik-turunkan. Atap rumah dibuat dengan memanfaatkan bahan alami seperti ijuk atau rumbia. Bentuk atap biasanya disebut limas giccing. Perbedaan bentuk dari rumah tinggal sederhana dan mewah dapat dilihat pada Gambar 2.

Pembagian ruang di dalam rumah tradisional Lampung dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan atau nilai-nilai tradisi yang berlaku antar anggota keluarga atau kerabat. Di dalam rumah terdapat ruang-ruang tertentu yang hanya boleh dimasuki oleh penghuni tertentu saja. Namun setiap rumah umumnya memiliki tempat yang dapat dimanfaatkan secara bersama untuk para tamu, kerabat, serta anggota keluarga. Ruang yang dapat dimanfaatkan bersama ini biasanya terletak di bagian depan atau tengah rumah. Pada suatu rumah tradisional biasanya hanya terdapat dua kamar tidur utama.

Pada rumah tradisional Lampung pepadun ruang-ruang yang dapat dijumpai di dalam rumah antara lain adalah ruang tepas, agung, kebik temen, kebik tengah, kebik changkebik temen, kebik changek, gakhang, dapur dan ganyang besi. Penamaan ruang dapat berbeda di daerah yang berbeda, namun secara garis besar kegunaan dan fungsi ruang relatif sama.

a) Tepas

Tepas merupakan ruang serambi atau beranda terbuka pada bagian depan rumah yang berhubungan langsung dengan ijan/jan (tangga) naik ke rumah tradisional Lampung. Ruang ini berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau tempat anggota keluarga bersantai melepas lelah. Serambi ini juga memiliki fungsi sebagai tempat pemuda untuk melakukan mufakat (merwatin). Lantai pada ruang ini biasanya pada rumah mewah menggunakan lantai papan kayu, sedangkan pada rumah yang sederhana biasanya menggunakan bilah bambu. Tepas dibuat seolah-olah mengundang tamu untuk mampir. Keberadaan tepas merupakan cerminan dari sikap nemui nyimah yang dianut oleh masyarakat Lampung yaitu terbuka terhadap tamu dan suka memberi.

b) Ruang Agung

(22)

8

c) Kebik Pates, Kebik Temen, Kebik Tengah, dan Kebik Changek

Pada rumah masyarakat Lampung Melinting, tepat di sebelah ruang agung terdapat kamar tidur (pates). Ruang lapang lom dengan pates dipisahkan oleh dinding atau penyekat. Ruang tidur ini biasa digunakan sebagai tempat tidur istri atau ibu rumah tangga beserta anak balita. Pates bersebelahan dengan lambe pates. Ruang ini berfungsi untuk penghuni yang sakit atau sudah manula atau untuk tempat memandikan jenazah. Sementara pada masyarakat adat di desa Blambangan Pagar Lampung Utara selain ruang untuk ibu, ruang atau kamar lainnya dibagi untuk anak lelaki tertua, wanita, serta untuk anak laki-laki kedua. d) Gakhang

Gakhang merupakan tempat untuk mencuci peralatan rumah tangga. Biasanya gakhang berada di bagian belakang rumah, bersebelahan dengan dapur.

(23)

9 e) Dapur

Posisi dapur di dalam rumah adalah tepat setelah melewati lapang lom. Lantai dapur dan gakhang biasanya lebih rendah dibanding lantai pada ruang sebelumnya. Pada tipe rumah mewah dan tipe rumah sederhana, antara lapang lom dan dapur serta gakhang dihubungkan oleh semacam koridor penghubung yang disebut geragal/jembat/jerambah. Bagian geragal diberi atap yang sama tingginya dengan atap dapur. Selain sebagai tempat memasak dan tempat tungku, ruang dapur juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan peralatan, baik peralatan memasak maupun peralatan makan, dan pertanian.

f) Ganyang Besi

Ruang ini biasa dipergunakan oleh anggota keluarga yang belum berkeluarga sebagai tempat untuk beristirahat. Ruang ini biasanya dibatasi dengan lidung suluh merah ati.

Ruang yang berhubungan langsung terhadap ruang luar rumah adalah tepas. Selain karena terletak di bagian depan rumah, tepas juga merupakan tempat pemilik rumah menerima tamu dan bersosialisasi. Pandangan dari atas tepas ke depan rumah tidak terhalang apapun sehingga pemilik rumah bisa melihat jauh ke depan rumah. Selain tepas, ruang lain yang memiliki hubungan terhadap ruang luar adalah dapur dan gakhang. Rumah tradisional biasanya memiliki pintu keluar lain di bagian belakang rumah yakni di dapur. Serupa dengan tepas, dapur juga merupakan tempat bersosialisasi pemilik rumah. Selain itu, karena hierarki ruang dapur yang lebih rendah, dapur dapat dilalui siapa saja baik keluar ataupun masuk ke rumah. Dapur biasanya langsung terhubung dengan halaman samping atau halaman belakang (Depdikbud 1996).

Arsitektur Tradisional Tempat Penyimpanan

Arsitektur tradisional Lampung yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dinamakan walai atau balai (Gambar 3). Walai atau balai merupakan lumbung padi yang berbentuk segi empat, bertiang panggung, dan berfungsi untuk menyimpan padi hasil panen. Walai atau balai biasanya dibangun berkumpul pada tanah ulayat desa yang letaknya jauh di luar kampung berdekatan dengan areal persawahan. Hal ini dimaksudkan agar kotoran dari proses pengolahan padi tidak mengotori permukiman (Kemenbudpar 2011).

Walai atau balai hanya terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan (lepau) dan bagian dalam (lom walai). Walai memiliki dua jenis tiang yaitu thiang kelindang dan thiang panggung (Kemenbudpar 2011). Tangga pada walai tidak dipasang permanen, namun bisa dilepas dan digantung di lepau atau diletakkan dibawah walai. Untuk naik ke walai dapat digunakan dua cara, bagi walai yang tiangnya rendah dapat langsung dinaiki tanpa menggunakan jan, sementara untuk walai yang bertiang tinggi dinaiki dengan menggunakan jan. Jan yang digunakan untuk naik ke walai terbuat dari kayu yang ditakik pada salah satu sisinya sebagai tempat panjatan (Kemenbudpar 2011).

(24)

10

bulir padi dari tangkainya. Kegiatan ini bisa dilakukan baik oleh lelaki maupun oleh perempuan. Kegiatan mengilik ini sekarang hanya digunakan untuk daerah yang menanam padi sejeghuk. Selain itu, lepau juga digunakan untuk meletakkan padi yang baru dipanen dan masih disengol atau diikat pada daun padi.

Ruang utama yang merupakan bagian dalam dari walai disebut sebagai lom walai. Ruang ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Lom walai juga disebut sebagai hamejong yang berarti duduk. Apabila dalam satu keluarga adik dari anak laki-laki pertama belum memiliki walai sendiri, hasil panennya bisa dititipkan pada walai kakak tertuanya.

Lantai dan dinding walai terbuat dari bambu dan ijuk. Bilah bambu tua dibelah dan kemudian dipukul-pukul hingga mejadi lentur. Bilah yang telah lentur ini kemudian dilapisi dengan ijuk dan ditutup lagi dengan lapisan bilah lentur lain. Lapisan-lapisan ini disusun sehingga membentuk dinding dan lantai walai. Lapisan yang tebal ini aman dari serangan hama tikus. Atap walai dahulu biasa menggunakan ijuk, namun sekarang karena keterbatasan bahan sudah banyak yang beralih menggunakan seng. Umumnya walai hanya dimanfaatkan untuk menyimpan padi, namun terkadang juga bisa dijadikan tempat untuk menyimpan kopi atau lada. Biasanya jika dipakai untuk menyimpan kopi atau lada, walai tidak dibangun berkumpul tetapi diletakkan dibelakang rumah atau di tengah kebun yang selalu ditunggu oleh pemiliknya (Kemenbudpar 2011).

Syarat-Syarat Mendirikan Rumah Tinggal

Mendirikan rumah tinggal atau betegi nuwou dalam budaya Lampung memerlukan syarat-syarat tertentu. Persiapan pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan penyimbang-penyimbang adat atau warei menyanak untuk bermusyawarah menentukan hari baik. Dahulu, orang yang akan melaksanakan

(25)

11 betegi nuwou harus menyediakan kerbau, kambing, atau ayam. Penyediaan hewan potong ini disesuaikan dengan kemampuan pemilik hajat (Depdikbud 1992).

Sebelum hari pembangunan rumah, malam harinya pemilik hajat harus melaksanakan upacara nyebut. Upacara ini dilakukan untuk memohon pada yang ghaib di tanah tempat rumah akan dibangun. Ghaib maksudnya adalah para penghuni bumi dan tanah tempat rumah akan didirikan. Inti dari upacara ini adalah penghuni rumah berdoa dan memohon agar saat rumah telah dibangun tidak ada makhluk jahat yang mengganggu. Pelengkap yang diperlukan dalam upacara ini adalah bubur merah, bubur putih, rokok, sirih, dan kemenyan yang dibakar. Bersamaan dengan proses ini, orang-orang tua yang dipercaya memiliki kekuatan melakukan upacara nyebut dengan mengikrarkan mantra-mantra tertentu.

Setelah upacara nyebut dilaksanakan, peserta upacara tidak boleh tidur sampai tiba hari upacara betegi nuwou dilaksanakan. Hal ini dipercaya oleh masyarakat perlu dilakukan untuk mengawasi supaya tanah yang akan dipergunakan untuk pembangunan tidak diganggu oleh makhluk jahat. Dini hari keesokan harinya, diistilahkan saat masyarakat belum melihat ada lalat yang terbang, ari tengah atau tiang tengah dari rumah harus sudah didirikan (Depdikbud 1992). Sesajian yang telah disiapkan sebelumnya akan ditanam bersamaan dengan pemasangan tiang pertama rumah. Sesajian itu antara lain berupa baning atau kura-kura air tawar, anak burung puyuh, lipan, ayam hitam, air dari tujuh sungai, serta tujuh buat batu (Dinas Pendidikan Provinsi Lampung 2002).

Sesajian ditanam bersamaan dengan tiang rumah memiliki maksud tertentu. Baning atau kura-kura air tawar melambangkan harapan agar atap rumah dapat berdiri kokoh atau sekuat punggung baning. Anak burung puyuh menggambarkan harapan agar penghuni rumah dapat hidup mandiri seperti anak puyuh yang baru menetas dari telur. Lipan atau kelabang melambangkan harapan agar penghuni rumah selalu sehat. Ayam sering mengorek tanah sehingga meninggalkan bekas, sehingga sesaji ayam dimaksudkan agar rumah meninggalkan kesan yang membekas bagi mereka yang melihatnya. Air dari tujuh sungai merupakan harapan agar suasana rumah selalu sejuk dan nyaman. Sementara batu tujuh buah melambangkan harapan agar kehidupan rumah tangga dapat menjadi sekuat batu (Dinas Pendidikan Provinsi Lampung 2002).

(26)

12

Ragam Hias Arsitektur Bangunan Tradisional

Bangunan rumah tinggal tradisional merupakan bentuk kebanggaan dari pemiliknya sehingga kerap kali diperindah dengan ukiran-ukiran dan ragam hias tertentu. Beragam motif hias dapat dijumpai di bagian luar rumah tradisional Lampung. Ragam hias yang umum dipakai antara lain motif flora, fauna, alam, dan ukiran-ukiran kaligrafi. Umumnya ragam hias yang terletak di bagian luar rumah tidak diberi warna khusus namun menyesuaikan dengan warna dinding rumah, yakni warna kayu alami. Ragam hias tidak dipolakan, melainkan langsung diukir pada bagian rumah yang ingin diberi ragam hias tertentu. Ragam hias yang sering dipakai antara lain motif malai pinang, kembang melur, daun buluh, dan kembang kacang. Ragam hias motif bunga biasanya diletakkan pada bagian atas pintu, jendela, dan diatas jendela (Gambar 4 (1)) (Depdikbud 1987).

Ragam hias fauna yang umum digunakan antara lain berupa gambar burung dan ulai laga atau ular berkelahi (Gambar 4 (2) dan 4 (3)). Jenis burung yang sering digambarkan adalah burung merak (kuau) pada rumah tinggal dan burung garuda pada bangunan komunal. Sementara jenis ular yang sering digambarkan adalah ulai sinduk (ular sendok)dan ular piton. Selain hiasan ukiran, tanduk kerbau, tanduk kambing, tanduk menjangan (uncal), dan tanduk sapi juga seringkali dipasang di depan rumah sebagai hiasan (Gambar 4 (6)).

Pemakaian ragam hias burung merak melambangkan keindahan dan kejujuran, ukiran bulu burung merak dipercaya dapat menangkal masuknya makhluk halus ke rumah. Ular melambangkan sifat manusia, yaitu akan membela dirinya jika sedang dalam masalah dan tidak akan mengganggu jika tidak diusik. Sementara itu tanduk hewan yang diawetkan melambangkan kebanggaan dari pemilik rumah. Berbeda dengan ukiran yang biasanya dipasang di atas pintu atau jendela, tanduk hewan biasanya dipasang di tiang rumah.

Selain flora dan fauna, ragam hias pada bangunan juga terkadang meniru bentuk alam seperti bentuk matahari, bulan, dan bukit. Bentuk matahari terkadang

(27)

13 dibuat sekaligus berupa lubang angin atau lubang penghawaan bagi rumah (Gambar 4 (2)). Pada lamban pesagi di Kenali dijumpai pula ragam hias berbentuk ujung perahu (paguk) yang dipasang pada ujung-ujung rumah (Gambar 4 (5)). Rumah dengan hiasan paguk ini menandakan bahwa rumah adalah milik penyimbang.

Masuknya agama Islam yang mempengaruhi pola ragam hias pada arsitektur tradisional Lampung terlihat dari pemakaian kaligrafi sebagai ragam hias bangunan. Ukiran kaligrafi biasanya dipasang di atas pintu masuk rumah. Ukiran yang sering dipakai adalah lafaz basmallah serta ukiran nama Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Tujuan dari dihiasnya rumah dengan ukiran kaligrafi adalah agar penghuni ingat pada agamanya serta agar dilindungi dari musibah (Depdikbud 1987).

Syarat-Syarat Dapur yang Baik

Pembangunan rumah dilakukan bersamaan dengan pembangunan dapur (Depdikbud 1992). Beberapa prinsip dalam pembangunan dapur antara lain adalah sebagai berikut:

a. Dapur harus berada di sisi kiri bagian belakang rumah. Pandangan ini didasari kepercayaan masyarakat bahwa sisi kanan rumah hierarkinya lebih tinggi dibandingkan sisi kiri rumah. Posisi dapur di belakang karena ruangan depan rumah diperuntukkan untuk kaum lelaki sementara bagian belakang diperuntukkan bagi perempuan. Peletakkan dapur di bagian belakang rumah dirasa sudah tepat karena jarak dapur dan tempat perempuan berkumpul dekat dan tidak perlu melalui banyak ruangan untuk mencapainya.

b. Air untuk memasak tidak boleh dibawa ke dapur melalui ruangan lain dalam rumah, sehingga ada ungkapan “way mak ngasi kukhuk lamban”. Artinya harus diusahakan bahwa dapur memiliki pintu sendiri untuk langsung terhubung dengan pekarangan di luar rumah.

c. Asap dapur dari tungku harus diupayakan tidak memasuki ruangan dalam rumah. Atas dasar inilah pada dapur masyarakat Lampung selalu ditemui jendela, sedangkan dinding diatas tungku selalu dibuatkan kisi-kisi atau ventilasi.

d. Tungku dapur tidak diperkenankan berada dalam posisi lurus dengan pintu depan rumah atau dikenal dengan istilah “nyani tukku mak ngasi lukhus

khangok depan / ngeguai tekkou mak ngasi lukhus jamo belangan.” Hal ini didasari oleh kesadaran jika posisi tungku lurus dengan pintu utama rumah, maka saat pemilik rumah sedang membelakangi pintu akan langsung terlihat oleh tamu.

(28)

14

Kegiatan dalam Dapur Tradisional

Bagi masyarakat Lampung membangun rumah berarti membangun dapur, karena dapur keluarga khususnya merupakan bagian langsung dari organisasi rumah tinggal. Pengetahuan tentang syarat mendirikan rumah ternyata sekaligus merupakan syarat untuk mendirikan dapur. Hal ini dikarenakan ruang dapur menyatu dengan organisasi ruang rumah tinggal secara keseluruhan. Kegiatan dalam dapur tidak terlepas dari kegiatan sehari-hari serta kegiatan pada upacara tertentu yang dilaksanakan oleh pemilik rumah (Depdikbud 1992).

Pola makan masyarakat Lampung banyak mempengaruhi dan mendasari kegiatan di dapur. Selain itu, konsep masyarakat Lampung mengenai bertandang gadis atau manjau juga mempengaruhi kegiatan di dapur. Anak gadis dalam suatu rumah bertugas untuk memasak dan bekerja di dapur. Kegiatan di dapur rumah akan terhenti sejak pukul 18.00 hingga pukul 20.00. Kegiatan di dapur akan dimulai kembali selepas sholat isya sampai pukul 24.00 malam. Sambil melakukan kewajibannya di dapur ini akan gadis akan didatangi oleh bujang yang menyapa dari luar rumah (Depdikbud 1992). Oleh sebab itu dapur merupakan tempat terjadinya interaksi antara pemilik rumah dengan orang lain.

Selain kegiatan memasak utama dan kegiatan lainnya yang dilakukan oleh gadis di dapur rumah, ada pula kegiatan tertentu yang sewaktu-waktu biasa dilakukan di dapur. Berdasarkan hal ini, maka ada jenis dapur lain selain dapur utama di dalam rumah yang dimanfaatkan dalam kegiatan masyarakat Lampung. Kegiatan ini umumnya berkaitan dengan industri rumah tangga baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri ataupun untuk menambah penghasilan keluarga. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah membuat minyak kelapa (nanok), membuat kecap, membuat kopra, membuat garam, membuat gula merah, mengasapkan ikan (napa iwa), membuat kerupuk ikan, membuat wadah anyaman, membuat gerabah, dan membuat arang serta kapur. Dapur untuk kegiatan seperti ini biasanya dibangun di belakang rumah utama. Meskipun tidak selalu dipakai, namun bangunan untuk dapur ini sudah dibangun semi permanen.

(29)

15

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi di wilayah Provinsi Lampung sebagai referensi, seperti Permukiman Tradisional Desa Wana dan Sukadana Darat di Kabupaten Lampung Timur, Pekon Kenali di Kabupaten Lampung Barat, dan Negara Tulang Bawang di Kabupaten Lampung Utara (Gambar 6). Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yaitu dimulai dari minggu keempat bulan Januari 2014 hingga minggu keempat bulan Maret 2014.

Gambar 5 Gambaran rumah tinggal dengan lingkungan Sumber: Depdikbud 1987

(30)

16

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui penelusuran informasi sejarah-kebudayaan dan observasi lapang. Informasi diperoleh melalui penelusuran sejarah dan budaya dengan pendekatan komparatif untuk membandingkan fenomena pada periode lampau dengan yang ada saat ini (Sulasman 2014). Informasi mengenai sejarah dan budaya diperoleh melalui sumber tertulis serta wawancara. Perbandingan dilakukan dengan mengidentifikasi elemen dan tata letak yang seharusnya ada sesuai informasi budaya dan memverifikasinya dengan kondisi saat ini di lapangan.

Kerangka Kerja

Kerangka kerja sebagai rincian dari tahapan penelitian dilatarbelakangi oleh terbatasnya informasi mengenai taman rumah tinggal tradisional Lampung dapat dilihat pada Gambar 7. Penelitian dilakukan dengan langkah awal yang meliputi kegiatan studi pendahuluan dimana dilakukan pencarian data sekunder terlebih dahulu untuk mendapatkan bayangan data seperti apa yang ingin didapat dari penelusuran secara langsung di lapang. Langkah selanjutnya dalam penelitian ini antara lain adalah proses studi literatur, wawancara kepada narasumber ahli, serta observasi lapang.

Dari langkah penelitian melalui studi literatur akan diperoleh informasi terkait secara teori mengenai elemen taman dan karakter arsitektur rumah tinggal tradisional berbasis budaya Lampung berdasarkan penelusuran dokumen dan literatur. Melalui tahapan wawancara dapat diperoleh suatu pengetahuan dan

(31)

17 pendapat dari narasumber mengenai informasi terkait. Baik dari studi literatur dan wawancara dilakukan penelusuran sejarah dan budaya yang terkait dengan taman rumah tinggal tradisional berbasis budaya Lampung. Dari keseluruhan data tersebut kemudian dilakukan proses verifikasi dengan kondisi aktual di lapang melalui observasi secara langsung untuk mendapatkan elemen-elemen, tata letak, pola/batas taman rumah tinggal yang sesuai dengan latar belakang budaya dan tradisi masyarakat Lampung. Hasil akhir dari penelitian berupa hasil sintesis yang berbentuk rekomendasi konsep desain taman rumah tinggal tradisional Lampung. Tahapan Persiapan

Persiapan awal meliputi perumusan masalah dan penetapan tujuan kajian desain taman rumah tinggal tradisional Lampung, dilanjutkan dengan dilakukannya studi pendahuluan untuk mengumpulkan data-data sekunder mengenai sejarah dan kebudayaan budaya yang berkaitan dengan taman rumah tinggal tradisional Lampung.

Tahapan Pengumpulan Data

Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai taman rumah tinggal tradisional Lampung yang diperoleh melalui studi literatur, wawancara tokoh, dan observasi lapang. Informasi yang diambil pada tahap pengumpulan data ini disajikan dalam Tabel 1.

a) Studi literatur. Cara ini dilakukan untuk menelusuri sumber-sumber tertulis yang dapat berupa arsip penting dan literatur pustaka. Pustaka diperoleh dari buku-buku yang direkomendasikan oleh narasumber, jurnal, serta Perpustakaan Daerah Lampung.

b)Wawancara. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi langsung mengenai informasi budaya dan sejarah Lampung. Informasi ini diperoleh dari tokoh-tokoh di kampung adat serta sejarawan yang paham mengenai budaya dan sejarah Lampung (tabel 2). Wawancara dilakukan dengan metode indepth interview secara langsung dan mendalam kepada narasumber terkait mengenai karakter dan budaya masyarakat Lampung, tata ruang tempat tinggal, elemen-elemen pembentuk, tanaman khas yang ditanam di sekitar tempat tinggal, pengaruh, dan aktivitas kebudayaan yang masih dilakukan oleh masyarakat Lampung.

Tabel 1 Rincian Jenis, Bentuk dan Sumber Data Penelitian

Jenis Data Bentuk Data Sumber Data

Elemen pembentuk taman

rumah tinggal Deskriptif

Studi literatur dan wawancara

Tata letak elemen dalam taman

rumah tinggal Deskriptif dan spasial

Observasi lapang, studi literatur dan wawancara

Filosofi Deskriptif Studi literatur dan

(32)

18

c)Observasi lapang. Cara ini dilakukan untuk mengetahui susunan elemen-elemen arsitektural dan elemen taman rumah tinggal tradisional Lampung. Pada tahap ini dilakukan checklist terhadap elemen-elemen yang seharusnya ada berdasarkan budaya dari hasil studi literatur dan wawancara. Observasi lapang dilakukan di lima daerah yaitu di Pekon Kenali; Permukiman Tradisional Kampung Wana; Sukadana Darat; dan Negara Tulang Bawang. Berikut daftar tabel sumber rumah tinggal yang dijadikan sample penelitian (Tabel 3).

Pemilihan kampung didasarkan kepada potensi karakter kampung yang masyarakatnya masih menjalani aktivitas budaya Lampung. Rumah yang dijadikan sample penelitian dalam kampung dipilih berdasarkan keaslian rumah tradisional.

Analisis Data

Pada tahap ini, informasi yang telah didapat dari hasil studi literatur, wawancara, dan observasi lapang diperiksa dan dievaluasi. Pada tahap ini akan dilakukan verifikasi terhadap keberadaan elemen-elemen penyusun taman rumah tinggal dari observasi lapang dengan hasil studi literatur dan wawancara.

Tabel 3 Lokasi, jumlah, dan pemilik rumah objek penelitian

No Lokasi Rumah

No. Nama Bidang Pekerjaan

1 Budi Supriyanto, S.SOS, M.Hum Kabid Pelayanan Museum Lampung 2 Mad Sa'ari Glr. Batin Setia Pemangku Adat, pemilik Rumah Kenali 3 Habiburrakhman Pensiunan Pesirah

4 Iskandar Zulkarnain LPM, Seksi Pengembangan Nilai Seni dan Tradisi

5 Hj.Uzunuhir, S.Pd Glr. Suttan Lepus

Ketua Rumah Informasi dan Sanggar Seni Budaya Lampung Kencana Lepus

6 Fasykinar Bahari Glr. Dalom Putra Wiranegara

Pemangku Adat Negeri Olok Gading

(33)

19 Sintesis dan Konsep

Pada tahap ini akan diuraikan hasil analisis untuk mengetahui kekhasan pola tata ruang, serta makna dari tata letak dan posisi elemen-elemen penting pembentuk taman rumah tinggal tradisional Lampung. Aspek-aspek tersebut disusun menjadi suatu konsep yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendesain taman rumah tinggal tradisional berbasis budaya Lampung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Studi Literatur

Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa tata ruang baik dalam maupun luar rumah tinggal tradisional Lampung dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan atau nilai-nilai tradisi yang berlaku antar anggota keluarga dan kerabat. Hasil studi literatur dari bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan tata ruang, elemen, serta simbol-simbol yang terdapat pada taman serta rumah tinggal tradisional Lampung dapat dilihat pada tabel 4.

Halaman merupakan tempat bagi penghuni rumah untuk melakukan aktivitas luar ruangan. Pada halaman dapat dijumpai elemen-elemen pembentuk taman rumah tinggal tradisional Lampung. Elemen-elemen tersebut ada untuk mendukung dan memenuhi kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan sehari-hari maupun untuk kepentingan tertentu seperti pada saat dilaksanakannya upacara adat. Peletakan dan posisi elemen penyusun taman rumah tinggal tradisional Lampung ini memiliki makna dan filosofi kebudayaan yang terkait dengan fungsi dan kepercayaan serta kebiasaan masyarakat setempat.

Orientasi Arah Hadap

Sungai merupakan sumber air utama dalam kehidupan masyarakat tradisional Lampung (Depdikbud 1992). Rumah-rumah dibangun mengikuti sungai karena adanya sistem pangkalan ragah dan pangkalan sebai sebagai tempat pemandian umum. Antar rumah dibangun saling berhadapan dan rapat, nyaris tanpa pembatas antara satu rumah dengan rumah lainnya (Depdikbud 1987). Batas Tapak

(34)

20

Tabel 4 Komponen tata ruang rumah tradisional Lampung berdasarkan hasil studi literatur

Komponen Rumah tinggal tradisional

Batas tapak lahan di sekitar rumah dibiarkan terbuka, tanpa pagar karena masyarakat memiliki hubungan yang erat. Jika ada hanya pagar sederhana2,3,9

Tata ruang bangunan

masing-masing rumah memiliki beranda atau teras (tepas) dan (tadah embun)3 di ujung tangga naik ada gakhang hadap3,4,5

di bagian samping atau di belakang dapur terdapat pula gakhang dapur/kudan3

tanduk kerbau dan hiasan ukiran merupakan lambang kebanggaan pemilik rumah5

rumah tradisional Lampung selalu berupa rumah panggung, karena air sungai dapat meluap sewaktu-waktu5

rumah terdiri dari bagian bawah, bagian tengah tempat kegiatan manusia, dan bagian atas tempat para dewa6

tata ruang dalam rumah tradisional Lampung dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan3

Bah lamban bah lamban awalnya tidak bermanfaat banyak, merupakan bentuk adaptasi2 Dapur dan

gakhang

dapur yang terpisah dari rumah dihubungkan oleh geragal/jembat, dan untuk kepentingan tertentu dapur dibangun di luar rumah6,7

Halaman halaman depan rumah (tengahbah/terambah) biasa dimanfaatkan untuk menjemur

hasil bumi dan tempat membuat teratak3,4 halaman di belakang dapur disebut kudan/juyu5 halaman kiri dan kanan rumah disebut kebik/kakebik5

Orientasi arah bangunan selalu menghadap atau membelakangi sungai5

Aktivitas upacara daur hidup8

Simbol lamban melambangkan keharmonisan sebagai tempat tinggal keluarga, harmonis

dengan alam, harmonis dengan lingkungan hidup manusia6 rumah merupakan perlambangan status dan nilai sosial pemiliknya5

tangga terletak di sisi kiri rumah, ketika memasuki rumah akan berbelok kearah

kanan, masyarakat menyebutnya dengan menganankan rumah6

Komponen Perkampungan Tradisional

Batas tapak di dalam kampung tidak ada batas-batas pekarangan rumah1

Tata ruang bangunan

rumah berbentuk segi empat memanjang , berpanggung tinggi yang ditopang oleh kayu bulat setinggi dua meter1

rumah di pegunungan memakai atap yang berbahan ringan1

rumah merupakan lambang status dan ukuran nilai budaya5

Halaman semua kegiatan dilakukan di ladang, tidak di halaman1,2

kediaman di dalam kampung mengelompok rapat dan hampir tidak memiliki halaman2,5

Walai di dalam kampung tidak terdapat bangunan khusus untuk lumbung padi, karena padi dan hasil bumi lainnya biasanya disimpan di gudang atau di bawah rumah2,7 walai ramik terletak di luar kampung5,6,7

Orientasi permukiman tradisional Lampung terletak di tepi sungai atau di dekat sungai1,2,7 perkampungan penduduk Lampung pada umumnya memanjang, dengan deretan rumah yang berhadapan3,5

kampung lama akan memanjang tanpa lapisan di belakangnya akibat adanya pangkalan mandi4

Aktivitas kampung adalah tempat beristirahat dan tempat berkumpul anggota kerabat untuk

upacara adat1

Simbol konsep rumah tradisional Lampung merefleksikan semangat keterbukaan,

kekuatan, kenyamanan, keindahan, dan hierarki ruang dengan baik2 Sumber :

1

Depdikbud (1978), 2Depdikbud (1997), 3Dinas Pendidikan Provinsi Lampung (2002),

4

(35)

21 Rumah (Lamban/Nuwou) dan Bah Lamban

Bangunan tempat tinggal oleh masyarakat Lampung biasa disebut sebagai lamban atau nuwou. Pada umumnya bangunan rumah tinggal tradisional Lampung berupa rumah panggung yang berbentuk persegi atau persegi panjang. Rumah panggung biasanya memiliki tiang yang berbentuk kayu bulat dengan tinggi sekitar dua meter dari tanah. Bangunan rumah memiliki nilai tersendiri dan merupakan perlambang dari ukuran status dan nilai budaya.

Pada lamban pesagi, rumah dibedakan menjadi tiga bagian yaitu bagian bawah rumah (bah lamban), bagian tengah (khesi), dan bagian atas (hemugungan). Bagian bawah rumah dipercaya merupakan bagian kotor atau perlambang alam bawah yang dihuni oleh ular raksasa. Sehingga ketika pembangunan rumah dilaksanakan, sesajian akan diletakkan di bagian bawah rumah untuk meminta keselamatan. Bagian tengah rumah atau khesi merupakan pusat dari aktivitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu segala kegiatan yang berhubungan dengan budaya dan tradisi akan dilakukan di dalam rumah. Sedangkan bagian atas rumah (hemugungan) dipercaya sebagai tempat suci atau puncak kekuatan dari keseluruhan rumah. Oleh sebab itu di bagian ini terdapat panggakh sebagai tempat menyimpan pamanohan (Kemenbudpar 2011).

Pembagian ruang dalam rumah tradisional Lampung dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan atau nilai-nilai tradisi yang berlaku antar anggota keluarga dan kerabat. Sehingga di dalam rumah, ada ruang-ruang tertentu yang hanya boleh dimasuki oleh penghuni rumah atau kerabat tertentu saja. Setiap rumah tradisional Lampung pasti menyediakan tempat yang dapat dimanfaatkan oleh tamu, anggota keluarga, serta para kerabat. Ruang tersebut dapat diakses dengan mudah dan terbuka, sehingga letaknya berada di bagian depan rumah. Serambi atau tepas dan ruang tamu merupakan tempat yang bisa dipakai bersama oleh tamu, anggota keluarga, serta para kerabat (Dinas Pendidikan Provinsi Lampung 2002). Keberadaan ruang bersama ini merupakan bentuk dari sikap nemui nyimah yang dianut oleh masyarakat tradisional Lampung (Depdikbud 1998b).

Rumah tradisional Lampung merupakan bentuk hasil dari kebutuhan ruang dan fungsi yang terbentuk dari teknologi dan kondisi lingkungan sekitarnya. Sejak dahulu masyarakat tradisional Lampung telah memahami keunggulan material kayu dan menjadikannya sebagai bahan utama dalam membangun rumah. Memahami lingkungan yang rawan gempa bumi, rumah tradisional merupakan bentuk adaptasi yang sangat sesuai. Rumah tradisional Lampung menggunakan sistem sambungan untuk masing-masing balok yang menopang rumah. Sehingga ketika terjadi gempa, rumah akan bertahan (Dinas Pendidikan Provinsi Lampung 2002).

(36)

22

adaptasi terhadap lingkungan sungai yang sewaktu-waktu bisa meluap (Depdikbud 1997). Bagi rumah yang memiliki lesung umumnya lesung diletakkan di bah lamban di bagian bawah dapur. Demikian pula kayu bakar juga diletakkan di bah lamban di bagian bawah dapur (Depdikbud 1992).

Dapur dan Gakhang

Meskipun umumnya dapur dan gakhang menjadi satu dengan rumah, terkadang untuk keperluan tertentu tetap diperlukan dapur yang terpisah dari rumah. Dapur yang menjadi satu dengan rumah dibedakan menjadi dua jenis yaitu dapur panggung dan dapur tanah. Dapur panggung tingginya hampir sama dengan rumah keseluruhan sementara dapur tanah posisinya sejajar dengan tanah. Bagi masyarakat Lampung, dapur selalu diusahakan berada di belakang rumah. Hal ini merupakan konsepsi dasar dalam membangun rumah dan dapur. Jika ditinjau dari segi tata ruang, dapur memiliki hierarki yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ruangan lain dalam rumah. Oleh karena itu dapur selalu dibangun di bagian belakang rumah sebelah kiri.

Dahulu halaman dimanfaatkan untuk kegiatan dapur untuk upacara tertentu. Ketika sedang ada kegiatan tertentu, pada halaman samping rumah yang dekat dengan dapur permanen biasanya dibangun sudung. Sudung merupakan bangunan beratap dengan dinding setengah untuk tempat meletakkan tungku memasak (Depdikbud 1992).

Selain memasak untuk kepentingan sehari-hari, terkadang masyarakat Lampung juga memasak untuk kepentingan lain. Hal ini yang mengakibatkan perlunya ada dapur yang terpisah dari rumah. Dapur juga difungsikan untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti kebutuhan akan minyak, kecap, dan gula kelapa. Sehingga tidak jarang halaman rumah, terutama halaman belakang dimanfaatkan menjadi dapur luar untuk usaha keluarga. Dapur yang umumnya ada di belakang rumah adalah dapur kopra dan dapur gula aren, dan juga dapur lain sesuai dengan kebutuhan pemilik rumah (Depdikbud 1992).

Selain gakhang yang berada dekat dengan dapur, pada rumah tradisional Lampung juga terdapat gakhang hadap di bagian depan rumah sebelah kanan rumah bagian depan tempat mula-mula sampai setelah menaiki tangga. Kegunaan gakhang hadap ini adalah untuk tempat membersihkan diri sebelum memasuki rumah (Depdikbud 1987).

Halaman

Masyarakat tradisional Lampung dahulu tidak terlalu banyak memanfaatkan halaman di sekitar rumahnya. Hal ini dikarenakan dahulu semua kebutuhan masyarakat telah terpenuhi dari usaha yang dilakukan di ladang. Selain itu, jarak rumah yang saling berdekatan juga mengakibatkan penggunaan lahan kosong di sekitar rumah lebih untuk fungsi sosial (Depdikbud 1987).

(37)

23 umumnya lebih luas karena langsung menyatu dengan kebun di belakangnya. Halaman belakang bisa dikategorikan sebagai ruang semi privat karena biasanya kegiatan yang dilakukan di belakang hanya oleh pemilik rumah. Halaman belakang biasanya dimanfaatkan untuk memelihara ternak dan tempat didirikannya dapur luar (Depdikbud 1992).

Walai

Walai merupakan bangunan tradisional yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Walai atau balai adalah lumbung padi yang berbentuk persegi dengan tiang panggung. Walai atau balai biasanya dibangun berkumpul di tanah ulayat yang berlokasi jauh di luar kampung dekat dengan areal persawahan dan disebut walai ramik. Tujuannya adalah agar kotoran sewaktu mengolah padi tidak mengotori permukiman.

Ada dua jenis walai yaitu walai dengan thiang kelindang, dan walai dengan thiang panggung. Walai dengan thiang kelindang lebih rendah dibanding dengan walai yang memiliki thiang panggung. Oleh karena itu untuk menaiki walai dengan thiang panggung diperlukan jan atau tangga. Jan dibuat dari batang kayu yang telah ditakik salah satu sisinya untuk dijadikan sebagai tempat pijakan. Biasanya jan tidak dipasang permanen, namun bisa dilepas lalu disimpan di lepau. Ruang pertama setelah menaiki jan adalah lepau atau teras walai. Lepau seperti menggantung keluar karena tidak ditopang oleh tiang tertentu. Lepau hanya memiliki dinding setengah. Fungsi lepau adalah sebagai tempat mengilik padi yang telah dipanen sebelum disimpan ke walai. Ruang selanjutnya adalah lom walai atau bagian dalam walai yang juga biasa disebut sebagai hamejong.

Lom walai merupakan satu-satunya ruang yang ada dalam walai dan berfungsi sebagai tempat menyimpan padi. Jika dalam satu keluarga besar adik-adik belum memiliki walai sendiri, mereka bisa menyimpan padi pada walai milik kakak tertua. Dinding dan lantai walai dibuat dari bambu yang telah dibelah dan dipukul-pukul dan dilapis dengan ijuk. Lapisan ini dipercaya oleh masyarakat aman dari serangan hama tikus. Sedangkan atap walai dahulu biasanya dibuat dari ijuk (Kemenbudpar 2011).

Aktivitas

Upacara yang biasa dilakukan di lingkungan rumah biasanya berupa upacara daur hidup. Upacara daur hidup merupakan upacara-upacara adat yang memiliki nilai budaya karena menyangkut perubahan dalam fase hidup seseorang. Upacara ini meliputi upacara kelahiran, upacara sebelum dewasa, upacara muda-mudi, upacara perkawinan, hingga upacara kematian.

(38)

24

Ketika melakukan manjau terang, mekhanai akan datang dengan diketahui oleh orangtua dari muli. Mekhanai datang membawa sirih dan masuk melalui pintu belakang dan dipersilahkan masuk ke serambi dapur. Hal ini menjelaskan bahwa posisi dapur dalam rumah tradisional Lampung sebagai tempat terjadinya sosialisasi. Selain dengan kedua cara tersebut, ada juga yang disebut sebagai manjau damau namun aktivitas ini tidak dilakukan di rumah. Aktivitas budaya lain yang juga dilakukan di rumah adalah upacara perkawinan atau biasa disebut begawi bagi masyarakat adat Pepadun. Pada upacara begawi ini halaman depan rumah biasanya dimanfaatkan sebagai tempat didirikannya teratak (Depdikbud 1996).

Aktivitas budaya lain yang dilakukan di lingkup rumah tinggal adalah upacara menyangkut kematian. Jika dalam suatu rumah ada bayi yang meninggal, acara yang biasa dilakukan adalah menguburkan tembuni. Biasanya tembuni akan dikuburkan di bawah pohon yang ada di halaman rumah. Jika dalam suatu rumah yang meninggal adalah anak yang telah berumur lebih dari lima tahun, maka akan dilakukan upacara pemecahan kelapa muda di bawah tangga rumah. Hal ini dilakukan karena untuk mencegah orangtua merasa rindu kepada anaknya yang telah meninggal (Depdikbud 1978).

Simbol

Rumah merupakan gambaran kebanggaan dari pemiliknya. Oleh sebab itu tak jarang pada rumah tradisional Lampung ditemui berbagai jenis ragam hias. Ragam hias yang biasa diterapkan pada bagian rumah umumnya bermotif flora, fauna, alam, atau kaligrafi. Ragam hias umumnya diukir pada bagian atas pintu atau jendela rumah. Keberadaan ragam hias juga memiliki filosofi dan nilai tertentu bagi pemilik rumahnya. Tak jarang ragam hias merupakan bentuk dari pengharapan dan keinginan dari pemilik rumah. Selain berupa pola ukir-ukiran, ragam hias juga dapat berupa pajangan tanduk hewan seperti kerbau, kambing, dan rusa. Keberadaan ragam hias pada bagian depan rumah melambangkan tingkat dan status sosial dari pemilik rumah (Depdikbud 1987).

Hasil Wawancara

Keseluruhan komponen rumah tinggal tradisional Lampung memiliki karakter yang menjadi simbol yang mengandung arti khusus. Hasil wawancara dengan narasumber ahli berkaitan dengan tata ruang dan elemen taman rumah tinggal tradisional Lampung dapat dilihat pada tabel 5.

Tata Ruang dan Elemen Rumah Tinggal Tradisional Lampung

(39)

25 Tabel 5 Perbandingan komponen tata ruang rumah tinggal tradisional Lampung

berdasarkan hasil wawancara Komponen Rumah

Tinggal Uraian Pendapat Narasumber

Batas tapak rumah tradisional Lampung tidak memiliki batas yang nyata dengan

rumah tinggal tetangga, terkadang dibatasi oleh pagar hidup3

batas rumah tradisional (langen) biasanya berupa tanaman jarak kuto (jarak pagar)5

penanda batas ujung rumah bisa menggunakan kayu labeu (pohon

maja)4

Arsitektur bangunan merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan1,2,7

Ruang pembagian ruang di dalam rumah tradisional Lampung dipengaruhi oleh

faktor hubungan kekerabatan atau nilai-nilai tradisi yang berlaku antar anggota keluarga atau kerabat4

Bah lamban

Dapur dan gakhang

difungsikan sebagai tempat penyimpanan2,4,6,7

dapur berada di bagian belakang rumah sebelah kiri, berdekatan dengan gakhang6

Halaman rumah tradisional memiliki halaman depan (beruan) yang dibiarkan

kosong untuk menjemur hasil panen, serta halaman samping dan belakang (kebon)4

halaman tidak terlalu penting karena semua kegiatan penanaman dilakukan di ladang5

halaman depan rumah dibiarkan kosong sehingga menunjukkan

kemegahan rumah8

Orientasi pada Pekon Kenali rumah tradisional dahulu menghadap ke Gunung

Pesagi (arah selatan)2

rumah tradisional dahulu menghadap atau membelakangi sungai karena adanya pangkalan mandi5, 7

Tanaman tanaman yang ditanam di halaman rumah memiliki manfaat bagi

penghuninya3,4

tanaman tidak ditanam di sekitar rumah, melainkan di kebon5,6

Sirkulasi lurus4, menuju sisi kanan rumah 2, menghadap rumah kepala adat6

Aktivitas upacara pernikahan adat5,8

Simbol rumah tradisional Lampung dibagi atas bagian bawah rumah, bagian

tengah untuk tempat tinggal manusia, dan bagian atas sebagai dunia para dewa 1

perbedaan level lantai rumah tinggal tradisional menggambarkan tingkat

kesucian yang berbeda 4

bagian atas rumah tempat suci untuk menyimpan benda pusaka3

Keterangan:

1. Budi Supriyanto

2. Mad Sa'ari Glr. Batin Setia

3. Habiburrakhman

4. Iskandar Zulkarnain

5. Hj.Uzunuhir, S.Pd Glr. Suttan Lepus

6. Fasykinar Bahari Glr. Dalom Putra Wiranegara

7. Arsyad Glr. Suntan Ratu Putra

(40)

26

Orientasi Arah Hadap

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa rumah tinggal tradisional Lampung dahulu umumnya menghadap atau membelakangi sungai. Meskipun berorientasi kepada sungai tergolong umum, beberapa perkampungan tradisional Lampung menganut orientasi yang berbeda.

Pada Pekon Kenali, orientasi arah hadap rumah mengarah ke Gunung Pesagi. Hal ini terkait dengan kepercayaan masyarakat asli bahwa Gunung Pesagi merupakan asal mula kehidupan mereka. Sementara itu pada Negeri Olok Gading orientasi rumah menghadap ke rumah pemimpin adat. Namun pada saat ini sebagian rumah masyarakat tidak lagi berorientasi kepada sungai, gunung, maupun rumah pemimpin kampung, melainkan menghadap jalan di depannya. Kondisi ini terjadi karena masuknya akses ke desa yang mempermudah mobilitas masyarakat.

Batas Tapak

Penanda kepemilikan berupa pagar pembatas tidak dianggap penting karena biasanya masyarakat dalam satu lingkungan tinggal saling berkerabat. Rumah tinggal umumnya tidak memiliki batas yang nyata dengan rumah tetangga, atau jika ada hanya dibatasi oleh pagar hidup berupa tanaman seperti jarak pagar (jarak kuto). Tanaman lain yang biasa digunakan sebagai penanda batas tanah rumah adalah kayu labeu atau pohon maja. Pohon ini biasa ditanam di ujung-ujung petak tanah halaman sebagai penanda batas. Tanaman ini sering digunakan karena buahnya bisa digunakan dalam pelaksanaan upacara adat.

Sirkulasi

Sirkulasi di sekitar rumah tinggal yang ditemui di beberapa kampung menunjukkan beberapa pola. Pola yang umum adalah sirkulasi lurus mengarah ke tangga menuju tepas. Selain itu, biasanya juga terdapat sirkulasi lain yang menuju pintu belakang atau samping rumah (Gambar 9 B dan C). Meskipun memiliki dua pintu, namun tamu umumnya memasuki rumah melalui pintu utama yang terletak

(41)

27 di depan rumah. Sementara pintu belakang hanya untuk keluarga dan kerabat dekat. Pada gambar sirkulasi dibedakan menjadi dua, yaitu jalur sirkulasi utama menuju rumah (garis merah) dan sirkulasi sekunder (garis biru). Hanya pada Pekon Kenali saja ditemui perbedaan yaitu sirkulasi langsung mengarah ke samping karena pintu utama berada di bagian sisi belakang rumah (Gambar 9 A).

Rumah (Lamban/Nuwou) dan Bah Lamban

Bah lamban selain merupakan ruang dibawah rumah, biasanya juga dimanfaatkan oleh pemilik untuk tempat penyimpanan. Bah lamban yang terletak di bawah dapur biasanya dijadikan tempat menumpuk kayu bakar serta tempat menyimpan lesung dan alat pertanian lainnya. Selain itu, saat diadakan acara-acara tertentu bah lamban bisa dijadikan tempat berkumpul kaum wanita.

Ruang dalam rumah menggambarkan tingkat kesucian tertentu. Dimulai dari depan rumah level lantai akan meningkat ketika menaiki tangga. Ketika memasuki rumah, level tepas akan berbeda dengan ruang pertama, kedua, dan seterusnya. Ketika memasuki dapur, level lantai akan berkurang lagi hingga menuju pintu keluar dari belakang rumah. Perbedaan level ini menunjukkan tingkat kesucian berbeda yang artinya hierarki ruang tersebut lebih tinggi. Sehingga ketika memasuki rumah baik tamu maupun pemilik rumah harus bersih. Dengan adanya keharusan ini, maka terkadang di depan rumah terdapat tempat air untuk mencuci kaki, karena dahulu masyarakat belum menggunakan alas kaki.

Rumah merupakan pusat aktivitas penghuninya. Sebagian besar kegiatan dilakukan di dalam rumah, terutama untuk kaum lelaki. Biasanya musyawarah (merwatin) untuk mengambil keputusan suatu masalah dilakukan di ruang agung atau di pengidangan ragah. Rumah juga biasa dipakai sebagai tempat melakukan upacara daur hidup. Dimulai dari upacara pertemuan kedua keluarga untuk menyepakati pernikahan, upacara pernikahan secara adat, upacara kehamilan, upacara kelahiran, hingga upacara kematian biasa diselenggarakan dirumah. Meskipun penyebutan nama ruang bisa berbeda antar daerah, namun tetap memiliki makna yang sama.

Gambar 9 Sirkulasi di sekitar rumah tinggal tradisional Lampung

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2 Rumah tinggal mewah dan sederhana beserta denah
Gambar 3 Walai
Gambar 4 Sketsa ragam hias bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang

Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan pada hari kamis tanggal 31 Agustus 2017 di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kota

Pembinaan Pegawai ini merupakan variabel yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapai pada Badan Kepegawaian,

PT SPT merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa, sehingga perusahaan sangat menyadari akan pentingnya pelayanan terhadap setiap konsumen, untuk memberikan layanan yang

a) System Quality dapat mengukur karakteristik dalam e-commerce seperti kegunaan, keandalan, ketersediaan waktu respon, serta adaptasi produk. b) Information

▪ Melaksanakan penilaian dan refleksi dengan mengajukan pertanyaan atau tanggapan peserta didik dari kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai bahan masukan untuk perbaikan

Keunggulan inoveasi alarm reminder adalah dapat mengingatkan ibu hamil waktu kelas ibu hamil, kader dan bidan terkait jadwal kunjungan serta menjadi evaluasi dalam

Rincian Luas Lahan Sawah di Kecamatan Labuan Amas Utara Sawah Tadah Hujan Sawah Irigasi Lebak Lebak Dalam Total II.1. Peta sebaran lahan baku sawah di Kecamatan Labuan