• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Baku

Kulit ikan tuna yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari limbah produksi fillet ikan tuna skala rumah tangga disekitar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Baru, Jakarta. Gambar 9 memperlihatkan kulit ikan tuna segar sebagai bahan baku pembuatan gelatin yang diperoleh dari industri fillet. Kulit tersebut kemudian dicuci sampai bersih, setelah itu kulit direndam dalam larutan kapur sebagai tahap awal dalam proses pembuatan gelatin kulit ikan tuna.

Gambar 9 Kulit ikan tuna.

Hasil pengujian komposisi kimia kulit ikan tuna segar dan komposisi kimia kulit ikan tuna yang telah dibersihkan (degreasing) dengan perlakuan perendaman dalam larutan kapur dan proses enzimatis ya ng telah siap untuk diekstraksi

Tabel 5 Komposisi kimia kulit ikan tuna segar dan kulit ikan tuna siap ekstraksi

Sampel KadarAir (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kulit segar 60.19 7.49 0.33 22.15

Penelitian Tahap I

Rendemen Gelatin

Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam menilai efektif tidaknya proses produksi gelatin. Efisien dan efektifnya proses ekstraksi bahan baku untuk pembuatan gelatin dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin kering yang dihasilkan dengan berat basah bahan baku atau kulit. Rendemen gelatin kulit ikan tuna yang dibuat berdasarkan lama Perendaman dalam larutan kapur, konsentrasi enzim, dan lama perendaman asam rataannya berkisar antara 5.9 sampai dengan 20.2% (Lampiran 1). Gelatin yang dapat diperoleh melalui ekstraksi kolagen secara bertingkat adalah 14% sampai 28% terhadap bahan baku (Glicksman, 1969).

Rendemen tiap ulangan untuk semua perlakuan sedikit beragam, hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses penirisan kulit yang tidak sempurna setelah pencucian yang mengakibatkan kandungan air kulit menjadi tinggi sehingga pada saat penimbangan bobot yang terhitung bukan bobot murni kulit. Kandungan air yang tinggi dari bahan dapat mempengaruhi proses perendaman bahan, karena sifat dari air dapat mengencerkan konsentrasi larutan asam yang digunakan sehingga proses perendaman menjadi kurang efektif. Efektifitas proses perendaman kulit akan semakin tinggi apabila kadar air bahan bisa dikurangi terlebih dahulu sebelum perendaman, misalnya dengan cara diperas atau dikeringkan. Selain itu pada proses produksi, yaitu pada proses pengeringan dengan oven, apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka akan mempengaruhi kadar air.

Hasil analisis ragam rendemen gelatin kulit ikan tuna (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama perendaman kapur, konsentrasi enzim dan lama perendaman asam serta interaksi antara lama perendaman kapur dengan konsentrasi enzim berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap rendemen gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan. Interaksi antar perlakuan yang diterapkan menunjukkan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rendemen, namun interaksi antara lama Perendaman dalam larutan kapur dengan lama perendaman asam dan interaksi antara konsentrasi enzim dengan lama perendaman asam tidak memberikan pengaruh terhadap rendemen gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan.

38 Kirk dan Othmer (1966) menyatakan bahwa konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh pH, jenis bahan pelarut, suhu, dan pengkonsentrasian. Peningkatan lama lama pemasakan (ekstraksi) atau pemanasan dalam air akan meningkatkan kelarutan kolagen sehingga rendemen gelatin akan meningkat, lebih lanjut dikatakan jika suhu ekstraksi melampaui 900C maka konsentrasi gelatin akan meningkat dalam ekstraknya.

John dan Courts (1970) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam dan lama perendaman akan menyebabkan semakin banyaknya pemecahan ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik yang merupakan ikatan penstabil pada triple heliks menjadi komponen a, ß, dan ? sehingga lebih mudah dan lebih banyak yang terkonversi menjadi gelatin. Namun apabila proses perendaman terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya kelarutan kolagen sehingga rendemen menurun. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hinterwaldner (1977) bahwa jika lama perendaman atau waktu perendaman tidak dilakukan dengan tepat maka akan terjadi kelarutan kolagen yang menyebabkan rendemen menjadi rendah.

0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Kombinasi Perlakuan Rendemen (%)

Gambar 10 Pengaruh lama perendaman kapur, konsentrasi enzim, dan lama perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan) terhadap rendemen (%) gelatin kulit tuna.

Berdasarkan uji lanjut (Lampiran 3) menggunakan uji beda jarak berganda Duncan (BJBD), menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman kapur 24 dan 48 jam dengan konsentrasi enzim 1dan 2% untuk semua waktu perendaman asam tidak berbeda nyata dengan rendemen gelatin yang dihasilkan. Rendemen gelatin tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman kapur 24 jam, konsentrasi enzim 3%, dan lama perendaman asam 12 jam (kombinasi perlakuan 7).

Viskositas Gelatin

Sifat fungsional hidrokoloid yang utama adalah dalam proses pengentalan dan pembentukan gel. Staisby (1977) menyatakan bahwa viskositas larutan gelatin terutama tergantung pada tingkat hidrodinamik (tingkat dispersi) antara molekul-molekul gelatin sendiri. Disamping itu juga, viskositas tergantung pada temperatur (di atas 400C viskositas menurun secara eksponensial dengan naiknya suhu), pH (viskositas terendah pada titik isoelektrik) dan konsentrasi dari larutan gelatin.

Viskositas merupakan salah satu sifat fisik gelatin yang cukup penting. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan gelatin sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas gelatin biasanya diukur pada suhu 60oC dengan konsentrasi 6.67% (b/b). Nilai rataan viskositas yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 5.15 cP sampai dengan 22.75 cP (Lampiran 1). Nilai tersebut telah memenuhi standar gelatin farmasi menurut Fish Gelatin (2003).

Hasil analisis ragam viskositas gelatin kulit ikan tuna (Lampiran 4) menunjukkan bahwa lama perendaman kapur dan lama perendaman asam serta interaksi antara konsentrasi enzim dengan lama pererendaman asam memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap viskositas gelatin ikan tuna yang dihasilkan. Konsentrasi enzim dan interaksi antar perlakuan yang diterapkan menunjukkan pengaruh nyata (P<0.05), namun interaksi lama perendaman kapur dengan konsentrasi enzim dan interaksi lama perendaman kapur dengan lama perendaman asam tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan.

Menurut Glicksman (1969) , residu mineral yang tertinggal dalam gelatin dapat mempengaruhi karakteristik gelatin tersebut. Aldehyde yang mempertahankan ikatan silang (cross-link) dalam molekul gelatin akan membentuk polyaldehyde dengan residu mineral tersebut, sehingga menurunkan kelarutan dalam air dan meningkatkan viskositasnya. Residu mineral gelatin dari kulit ikan tuna yang memiliki kecenderungan meningkat seiring dengan lama perendaman dalam larutan kapur, akan meningkatkan viskositas gelatin yang dihasilkan. Disamping residu mineral, pH dan konsentrasi larutan juga mempengaruhi viskositas gelatin, dimana semakin besar konsentrasi maka viskositas gelatin semakin tinggi (Poppe, 1992). Peningkatan nilai pH gelatin dari kulit ikan tuna berhubungan dengan meningkatnya residu mineral gelatin, khususnya residu mineral kalsium. Nilai pH yang meningkat tersebut akan

40 menyebabkan konsentrasi larutan gelatin meningkat, sehingga viskositas yang dihasilkan semakin besar.

0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Kombinasi Perlakuan Viskositas (cP)

Gambar 11 Pengaruh Konsentrasi Enzim, lama perendaman kapur, dan lama perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan) terhadap viskositas (cP) gelatin kulit tuna.

Gambar 11 menunjukkan bahwa secara umum rata-rata nilai viskositas gelatin yang tertinggi diperoleh pada lama perendaman asam 12 jam dan terendah diperoleh dari lama perendaman asam 18 jam. Hal ini menunjukkan bahwa kekentalan dari larutan gelatin yang dihasilkan dengan lama perendaman asam 12 jam cenderung lebih baik dibanding lama perendaman asam 18 dan 24 jam.

Berdasarkan konsentrasi enzim menunjukkan bahwa rata-rata nilai viskositas yang tertinggi diperoleh pada konsentrasi enzim 1% dengan lama perendaman kapur 48 jam dan cenderung menurun dengan bertambahnya konsentrasi enzim dan berkurangnya lama perendaman kapur. Hal ini menunjukkan bahwa kekentalan gelatin yang dihasilkan cenderung semakin rendah dengan bertambahnya konsentrasi enzim dan berkurangnya waktu perendaman asam.

Hasil uji lanjut (Lampiran 5) menggunakan uji beda jarak berganda Duncan (BJBD) menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman kapur 48 jam, konsentrasi enzim 1%, dan lama perendaman asam 12 jam (kombinasi perlakuan 10) berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diterapkan, dan diperoleh nilai viskositas tertinggi yaitu sekitar 22.75 centipoise. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik berdasarkan nilai viskositas adalah lama perendaman kapur 48 jam, konsentrasi enzim 1%, dan lama perendaman asam 12 jam (kombinasi 10), karena untuk pembentukan gel diperlukan viskositas yang tinggi.

pH Gelatin

Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting dilakukan, karena nilai pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin yang lainnya seperti viskositas dan kekuatan gel (Astawan et al., 2002). Menurut GMIA (2001) , nilai pH gelatin berkisar antara 5.0 – 7.5. Gelatin dengan nilai pH netral akan bersifat stabil dan penggunaannya akan lebih luas. pH gelatin berdasarkan standar mutu gelatin secara umum diharapkan mendekati pH netral (pH 7). Rataan nilai pH gelatin ikan tuna yang diperoleh berkisar 5.25 sampai dengan 7.1 (Lampiran 1).

Nilai pH gelatin berhubungan dengan proses yang digunakan untuk membuatnya. Proses asam cenderung menghasilkan nilai pH rendah, sedangkan proses basa akan memiliki kecenderungan menghasilkan nilai pH yang tinggi. Gelatin dengan nilai pH netral cenderung lebih disukai, sehingga proses penetralan memiliki peran penting untuk menetralkan sisa-sisa asam maupun sisa-sisa basa setelah dilakkan perendaman (liming) (Hinterwaldner, 1977).

Hasil analisis ragam nilai pH gelatin kulit ikan tuna (Lampiran 6) menunjukkan bahwa lama perendaman kapur, konsentrasi enzim, lama perendaman asam, dan Interaksi antara lama perendaman kapur dengan lama perendaman asam tidak berpengaruh terhadap nilai pH gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan. Sedangkan interaksi antara lama perendaman kapur dengan konsentrasi asam, interaksi antara konsentrasi enzim dengan lama perendaman asam memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai pH gelatin.

Kolagen tidak larut dalam larutan netral atau air tetapi dapat larut dalam asam kuat dan basa kuat. Winarno (1997) menyatakan bahwa kolagen dalam pH isoelektrik (kondisi netral) berada dalam ion polar atau disebut ion zwitter, sehingga dalam keadaan asam gugus amino kolagen bermuatan positif (NH3+), dan dalam keadaan basa gugus karboksil bermuatan negatif (COO-).

Proses penghilangan sisik dengan larutan kapur mengakibatkan kondisi pH kulit meningkat (di atas 7 atau basa), walaupun setelah proses tersebut dilakukan proses penghilangan kapur (deliming), dan apabila langsung ditangani dengan proses asam maka penggunaan asam akan menjadi kurang efektif sehingga kulit tersebut harus terlebih dahulu melalui proses penetralan pH dengan pencuc ian dalam air mengalir. Dengan cara ini asam yang akan digunakan dalam proses pembukaan

42 struktur kolagen melalui penggembungan (swelling) benar-benar berfungsi dengan baik dan tidak ternetralkan oleh kondisi pH kulit basa.

Gambar 12 menunjukkan bahwa pH gelatin cenderung tidak berbeda dengan semakin lamanya waktu perendaman asam. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi larutan asam yang diserap oleh kulit selama perendaman umumnya rendah. Gejala ini ditunjukkan dari hasil pengamatan, dimana larutan perendaman pH 3 berubah menjadi pH 3.5. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Kombinasi Perlakuan pH

Gambar 12 Pengaruh Konsentrasi Enzim, lama perendaman kapur, dan lama perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan) terhadap pH gelatin kulit tuna.

Berdasarkan uji lanjut (Lampiran 7) menggunakan uji beda jarak berganda Duncan (BJBD) menunjukkan bahwa nilai rata-rata pH gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diterapkan. Nilai rata-rata pH gelatin yang dihasilkan dari berbagai perlakuan umumnya cenderung netral berkisar antara 5.25 – 7.1.

Kekuatan Gel Gelatin

Gelatin merupakan hidrokoloid yang terkait fungsinya untuk meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan. Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian air untuk membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam aminonya yang unik (Fardiaz, 1989).

Kekuatan gel sangat penting dalam penentuan perlakuan yang terbaik dalam proses ekstraksi gelatin, karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu

mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan, farmasi, dan biadang-bidang lainnya. Nilai rataan kekuatan gel gelatin kulit ikan tuna yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 74.5 sampai dengan 496 bloom.

Pembentukan gel (gelasi) merupakan suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer membentuk jalinan tiga dimensi yang kontinyu, sehingga dapat menangkap air di dalamnya menjadi suatu struktur yang kompak dan kaku yang tahan terhadap aliran di bawah tekanan. Pada waktu sol dari gelatin mendingin, konsistensinya menjadi lebih kental, dan selanjutnya akan terbentuk gel. Mekanisme yang tepat tentang pembentukan gel dari sol gelatin masih belum diketahui. Molekul-molekul secara individu bergabung dalam lebih dari satu bentuk kristalin membentuk jalinan tiga dimensi yang menjerat cairan dan berikatan silang secara kuat sehingga menyebabkan terbentuknya gel (Fardiaz, 1989).

0 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Kombinasi Perlakuan

Kekuatan Gel (bloom)

Gambar 13 Pengaruh Konsentrasi Enzim, lama perendaman kapur, dan lama perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan) terhadap kekuatan gel (Bloom) gelatin kulit tuna.

Hasil analisis ragam kekuatan gel gelatin kulit ikan tuna (Lampiran 8) menunjukkan bahwa lama perendaman kapur, lama perendaman asam, inetraksi lama perendaman kapur dengan konsentrasi enzim, interaksi konsentrasi enzim dengan lama perendaman asam, serta interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kekuatan gel gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan.

44 Hasil uji lanjut (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman kapur 48 jam, konsentrasi enzim 1%, dan lama perendaman asam 12 jam berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diterapkan. Pada perlakuan ini diperoleh nilai kekuatan gel yang tertinggi yaitu 496 bloom pada kombinasi perlakuan 10.

Gambar 14 Sheet gelatin kulit ikan tuna

Penelitian Tahap II

Berdasarkan hasil penelitian tahap pertama, dimana diperoleh kombinasi perlakuan yang terbaik untuk ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna yaitu perendaman dalam larutan kapur dengan lama perendaman 48 jam, konsentrasi enzim 1%, dan perendaman dalam larutan asam sitrat selama 12 jam. Maka pada penelitian tahap kedua ini dilakukan pembuatan gelatin dengan kombinasi perlakuan tersebut dan diulang sebanyak 3 kali. Hasil ekstraksi gelatin dari perlakuan ini kemudian dibandingkan dengan gelatin standar laboratorium produk sigma (gelatin dari kulit ikan cod), gelatin komersial (gelatin dari tulang sapi), dan gelatin standar farmasi berdasarkan indikator mutu gelatin.

Kadar Air

Kadar air adalah kandungan air bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air merupakan parameter penting dari suatu produk pangan, karena kandungan air dalam bahan makanan ikut

menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, 1997). Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi, yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. (Syarief dan Halid, 1993).

Hasil pengukuran kadar air gelatin (Tabel 6) menunjukkan bahwa kadar air gelatin kulit ikan tuna lebih rendah dari gelatin standar laboratorium dan gelatin komersial. Kadar air ya ng diperoleh berkisar antara 9.25% - 11.66% sehingga masih memenuhi kisaran standar mutu gelatin yaitu maksimum 16% (SNI 06-3735, 1995), dan kisaran standar mutu gelatin farmasi yaitu maksimu 14% (Fish Gelatin, 2003).

Rendahnya kadar air gelatin dari kulit ikan tuna diduga disebabkan oleh singkatnya waktu perendaman asam yaitu selama 12 jam, dimana jumlah air yang diserap sangat sedikit, apabila perendaman mencapai taraf maksimal, gelatin yang terkonversi mengikat air sehingga meningkatkan kadar air bahan dan kehilangan air selama proses pengeringan,. Gelatin yang dihasilkan dari kulit ikan tuna terbentuk setelah dikeringkan pada suhu 55oC selama 48 jam.

Kadar Abu

Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik dan biasanya komponen-komponen tersebut terdiri dari kalsium, natrium, besi, magnesium, dan mangan. Abu yang terbentuk berwarna putih abu-abu, berpartikel halus dan mudah dilarutkan. Tujuan dari analisa kadar abu adalah untuk mengetahui secara umum kandungan mineral yang terdapat dalam bahan. Menurut Apriyantono et al., (1989) menyatakan bahwa nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut.

Hasil analisa kadar abu gelatin (Tabel 6) menunjukkan bahwa gelatin dari kulit ikan tuna kadarnya sama dengan gelatin standar laboratorium dan kadar abu gelatin komersial lebih tinggi dibanding kedua genis gelatin tersebut. Tingginya kandungan mineral dari gelatin komersial dibandingkan kedua jenis gelatin tersebut disebabkan karena gelatin komersial bahan bakunya dari tulang sapi, dimana kandungan mineral pada tulang umumnya lebih banyak dibandingkan pada kulit.

Nilai kadar abu dari ketiga jenis gelatin yang dianalisa berkisar antara 0.52% - 1.66% termasuk dalam kisaran standar kadar abu gelatin yaitu tidak lebih dari 3% (Food Chemical Codex, 1996), standar mutu kadar abu gelatin farmasi yaitu 1% - 2%

46 (Fish Gelatin, 2003) dan standar SNI 06-3735, 1995 yaitu sebesar maksimum 3.25%. Dengan demikian berdasarkan kadar abu, gelatin dari kulit ikan tuna telah memenuhi standar mutu gelatin farmasi.

Kadar Lemak

Analisis terhadap kadar lemak bertujuan untuk mengetahui kemungkinan daya simpan produk, karena lemak berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan. Lemak berhubungan dengan mutu dimana kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau (Winarno, 1997). Dimana gelatin yang bermutu tinggi diharapkan memiliki kandungan lemak yang rendah bahkan diharapkan tidak mengandung lemak. Jobling dan Jobling (1983) menyatakan bahwa kadar lemak yang tidak melebihi batas 5% merupakan salah satu persyaratan mutu penting gelatin. Rendahnya kadar lemak ini memungkinkan tepung gelatin dapat disimpan dalam waktu relatif lama tanpa menimbulkan bau dan rasa tengik.

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil analisa kadar lemak ketiga jenis gelatin relatif hampir sama dan rata-rata rendah yaitu berkisar antara 0.23% - 0.25%, dimana gelatin dari kulit ikan tuna cenderung memiliki kadar lemak yang terendah dibanding kedua jenis gelatin lainnya. Kadar lemak gelatin yang rendah ini memungkinkan untuk menyimpan gelatin dalam waktu relatif lama tanpa menimbulkan perubahan mutu yang berarti.

Kadar lemak pada gelatin sangat bergantung pada perlakuan (treatment) selama proses pembuatan gelatin baik pada tahap pembersihan kulit (degreasing) hingga pada tahap penyaringan filtrat hasil ekstraksi, dimana setiap perlakuan yang baik akan mengurangi kandungan lemak yang ada dalam bahan baku sehingga produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah. Rendahnya kadar lemak gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan menunjukkan bahwa perlakuan yang diterapkan selama proses pembuatan gelatin sangat efisien.

Kadar Protein

Gelatin sebagai salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis kolagen, pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi. Gelatin merupakan suatu bahan makanan tambahan berupa protein murni, yang diperoleh dari penguraian kolagen dengan menggunakan panas.

Tingginya kadar protein gelatin kulit ikan tuna mengindikasikan bahwa gelatin tersebut memiliki mutu yang baik. Berdasarkan berat keringnya, gelatin terdiri dari 98% - 99% protein.

Tabel 6 Sifat kimia gelatin kulit ikan tuna, gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium.

Gelatin Parameter

Gelatin Kulit Tuna Gelatin Komersial Gelatin Standar lab.

Kadar Air (%) 9.25 11.66 11.45

Kadar Abu (%) 0.52 1.66 0.52

Kadar lemak (%) 0.23 0.23 0.25

Kadar protein (%) 90.00 85.99 87.26

Nilai pH 7.10 5.90 5.00

Hasil pengukuran kadar protein ketiga jenis gelatin berkisar antara 85.99% – 90.00% (Tabel 6), dimana kadar protein tertinggi diperoleh dari gelatin kulit ikan tuna dan terendah diperoleh dari gelatin komersial. Tingginya nilai kadar protein gelatin kulit ikan tuna dibanding gelatin standar laboratorium , namun nilainya tidak jauh berbeda , kecenderungan kadar protein yang hampir sama antara gelatin kulit ikan tuna dengan gelatin standar laboratorium ini disebabkan karena bahan baku keduanya sama-sama dari kulit ikan. Hal ini menunjukkan bahwa gelatin dari kulit ikan memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibanding gelatin tulang sapi.

Nilai pH

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman dari suatu bahan dan merupakan salah satu sifat kimia gelatin yang penting, karena mempengaruhi sifat-sifat yang lainnya. Mengetahui pH dari gelatin akan memudahkan dalam aplikasi gelatin tersebut, misalnya gelatin dengan pH netral akan sangat baik bila digunakan untuk produk farmasi, daging, fotografi, cat, dan sebagainya. Sedangkan gelatin dengan pH rendah akan sangat baik digunakan dalam produk juice, jelly, sirop, dan sebagainya.

Daya mengikat air, viskositas, dan kapasitas emulsi bahan kolagen yang diekstrak dari jaringan pengikat otot dan kulit ikan sangat dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi NaCl (Montero dan Bonderias, 1991; Montero et al., 1991). Meyer (1982) menyatakan bahwa dalam penggunaan gelatin pada berbagai jenis industri

48 terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fungsi gelatin yang harus diperhatikan yaitu konsentrasi, berat molekul, suhu, pH, dan penambahan senyawa lain.

Hasil pengukuran nilai pH gelatin kulit ikan tuna menunjukkan pH netral (Tabel 6) dan nilainya lebih tinggi dibanding nilai pH gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium. Nilai pH gelatin kulit ikan tuna ini menunjukkan bahwa perlakuan selama proses sangat efektif , seperti perendaman kapur pada saat deagreasing dan kurangnya larutan asam sitrat yang terperangkap dalam kulit selama proses swelling sehingga dengan mudah hilang pada saat pencucian sebelum kulit diekstrak. Dengan demikian gelatin kulit ikan tuna hasil penelitian memiliki pH yang cukup baik untuk pembentukan gel dan telah memenuhi standar mutu gelatin farmasi yang berkisar antara 5 – 7.

Komposisi Asam Amino

Gelatin sebagai protein hasil ekstraksi dari kolagen memiliki komposisi asam amino yang mirip dengan asam amino yang dikandung kolagen. Menurut Eastoe dan Leach (1977) bahwa molekul kolagen tersusun dari kurang lebih dua puluh asam amino yang memiliki bentuk berbeda-beda tergantung pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin, prolin dan hidroksi prolin merupakan asam amino utama kolagen. Asam-asam amino aromatik dan sulfur terdapat dalam jumlah sedikit.

Berdasarkan hasil pengujian komposisi asam amino (Tabel 7) menunjukkan bahwa komposisi masing-masing asam amino gelatin kulit ikan tuna umumnya lebih rendah dibanding gelatin standar dan gelatin komersial, namun nilainya tidak jauh

Dokumen terkait