• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pelaku Usaha Industri Rumahan

Responden pada penelitian ini adalah perempuan pelaku industri rumahan yang tergabung dalam kelompok usaha industri rumahan. Jumlah responden terdiri atas 33 perempuan dari Kecamatan Kaliwungu yang juga berstatus sebagai istri dan ibu rumahtangga. Karakteristik pelaku usaha industri rumahan pada Kecamatan Kaliwungu dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik pelaku usaha industri rumahan

No Karakteristik Pelaku Usaha Industri Rumahan Jumlah (n=33)

N %

1 Umur pelaku usaha 1) <30 tahun 2) 30-40 tahun 3) >40- 50 tahun 4) >50 tahun 3 13 10 7 9.1 39.4 30.3 21.2 2 Pendidikan Formal 1)Tidak Bersekolah 2) SD/MI 3) SMP/MTs 4) SMA/SMK/MA 5) Perguruan Tinggi 0 10 11 10 2 0.0 30.3 33.3 30.3 9.1 3 Alasan berusaha

1) Mengikuti jejak orang tua 2) Diajak teman/tetangga 3) Tidak punya pilihan lain

4) Usaha ini ada harapan (menguntungkan)

5 1 6 21 15.2 3.0 18.2 63.6 4 Pekerjaan sebelumnya 1) Petani 2) Peternak 3) Karyawan swasta 4) Guru/PNS 5) TNI

6) Ibu rumah tangga

1 0 5 1 0 26 3.0 0.0 15.2 3.0 0.0 78.8

5 Apa pekerjaan tersebut masih berlangsung? 1) Ya 2) Tidak 32 1 97.0 3.0 6 Awal mula menjalankan usaha

1) Dari awal sampai sekarang ikut keluarga; 2) Awalnya ikut keluarga, setelah usahanya jalan, lalu mengelola sendiri;

3) Ikut keluarga kurang dari enam bulan; 4) Memulai usaha sendiri.

4 6 0 23 12.1 18.2 0.0 69.7

Sumber: Penelitian KPPPA dan PKGA IPB (data diolah 2015)

Seperti yang terlihat pada Tabel 8, pada dasarnya pelaku usaha industri rumahan di Kecamatan Kaliwungu memiliki usia yang beragam, namun persentase terbesar berada pada rentang umur 30 tahun sampai 40 tahun dengan jumlah 39.4%. Hal tersebut menunjukan mayoritas pelaku usaha berada pada usia produktif dalam bekerja dimana kondisi kesehatan masih terjaga dan mendukung.

15 Sebagian besar pelaku usaha industri rumahan di Kecamatan Kaliwungu merupakan lulusan SMP/MTs, yaitu sebesar 33.3%. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata lama bersekolah pelaku usaha industri rumahan yang mencapai 9 tahun. Selain itu, lulusan SD/MI dan lulusan SMA/SMK/MA memiliki jumlah persentase yang berimbang yaitu masing-masing sebesar 30.3%. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan formal yang dimiliki pelaku usaha industri rumahan di Kecamatan Kaliwungu masih rendah.

Mayoritas pelaku usaha industri rumahan memiliki alasan bahwa usaha yang dijalani memiliki harapan yang bagus (63.6%). Hal tersebut menggambarkan bahwa ada kesadaran yang tinggi dari pelaku usaha bahwa berbisnis dapat menciptakan berbagai peluang untuk sukses dan memberikan keuntungan. Dalam arti lain bahwa pelaku usaha industri rumahan menjalankan bisnis atas kemauan dan kesadaran sendiri bukan dari paksaan keluarga ataupun teman. Pernyataan tersebut didukung oleh data penelitian yang menyatakan bahwa 69.7% pelaku usaha menjalankan usahanya sendiri dan tidak mengikuti orang tua ataupun keluarga lainnya.

Karakteristik Usaha Industri Rumahan

Berdasarkan karakteristik lama usaha yang dijalankan, data yang diperoleh menunjukan bahwa usaha industri rumahan memiliki lama usaha yang cukup beragam. Mayoritas lamanya usaha yang dijalankan berada pada rentang 1-3 tahun, yaitu 30.3%. Hal tersebut menunjukan bahwa mayoritas usaha industri rumahan yang ada saat ini merupakan pelaku baru yang belum lama ini merintis usahanya. Mayoritas pelaku usaha mendapatkan omset rata-rata kurang dari 2 juta perbulan (33.3%). Meskipun mayoritas tergolong pada omset yang cukup kecil, mayoritas pelaku usaha mengaku bahwa usaha yang dijalankan dapat memenuhi kebutuhan keluarganya hingga 50% dari keseluruhan (45.5%). Karakteristik usaha industri rumahan di Kecamatan Kaliwungu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik usaha industri rumahan

No Karakteristik Usaha Industri Rumahan Saat Ini

Kec. Kaliwungu (n=33) N % 1 Lama Usaha 1) <1 tahun 2) 1-3 tahun 3) 3-6 tahun 4) 6-9 tahun 5) 9-12 tahun 6) >12 tahun 0 10 4 6 5 8 0.0 30.3 12.1 18.2 15.2 24.2 2 Omset rata-rata perbulan (Rp)

1) <2 000 000 2) 2 000 001-4 000 000 3) 4 000 001-6 000 000 4) 6 000 001-8 000 000 5) 8 000 001-10 000 000 6) >10 000 000 11 10 3 3 3 3 33.3 30.3 9.1 9.1 9.1 9.1 3 Berapa kali Ibu bepergian ke luar desa/daerah untuk

menjalankan usaha ini ?

16

No Karakteristik Usaha Industri Rumahan Saat Ini

Kec. Kaliwungu (n=33)

N %

2) 1-5 kali/per bulan 3) 6-10 kali/per bulan 4) Diatas 11 kali/per bulan

3 2 3 23.1 15.4 23.1 4 Apakah usaha ini menjadi sumber pendapatan utama keluarga ?

1) Tidak menjadi sumber utama 2) Sebagai tambahan pendapatan keluaga 3) Menjadi sumber utama 4) Sangat menjadi sumber utama

0 15 12 6 0.0 45.5 36.4 18.2 5 Dengan usaha ini kebutuhan keluarga terpenuhi berapa persen ?

1) 0 -25 % 2) 26 – 50 % 3) 51 – 75 % 4) 76 – 100 % 6 15 8 4 18.2 45.5 24.2 12.1 6 Selain usaha ini apakah Ibu punya usaha lain?

1) Tidak punya 2) Punya satu lagi 3) Punya dua lagi 4) Punya tiga lagi

23 8 2 0 69.7 24.2 6.1 0.0 Sumber: Penelitian KPPPA dan PKGA IPB (data diolah 2015)

Berdasarkan tipologi industri rumahan pada Tabel 4, industri rumahan di Kecamatan Kaliwungu dapat dikategorikan secara mayoritas berada pada tahap pemula. Hal tersebut dapat tergambarkan melalui modal awal, modal yang dimiliki saat ini, produksi yang tidak kontinu, jual lepas, serta jumlah tenaga kerja. Dari sisi modal awal, 78.8% pelaku usaha industri rumahan menggunakan modal kurang dari Rp1 000 000, sedangkan modal saat ini yang dikelola mayoritas (65.5% dari pelaku usaha) masih berada dibawah Rp 2 000 000. Kedua hal tersebut menggambarkan bahwa rendahnya tingkat perputaran uang yang berada pada usaha yang dijalankan. Produksi yang tidak kontinu sering terjadi akibat tidak stabilnya permintaan serta keterbatasan sumber daya produksi, baik itu bahan baku maupun tenaga kerja.

Pelaku usaha 5 : “Salah satu kendala yaitu karyawan lambat, nanti ada kebutuhan

lain atau anaknya lagi sakit, sehingga kerjaan ketunda dan gak lancar”

Sistem jual lepas mayoritas terjadi pada sentra produksi batik serta kerajinan tangan. Hal tersebut dikarenakan pelaku usaha tidak memiliki kios sendiri dalam memasarkan produksinya. Sedangkan pada usaha sentra makanan mayoritas sudah bekerja sama dengan pedagang di pasar maupun kios oleh-oleh, sehingga sudah terdapat pesanan pada periode tertentu. Dari sisi kepemilikan tenaga kerja, sebesar 42.9% memiliki 3-4 orang tenaga kerja, 32.1% memiliki 1-2 orang tenaga kerja, 17.9% tidak menggunakan tenaga kerja, dan 7.1% memiliki 5-7 tenaga kerja. Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa tenaga kerja yang digunakan masih berjumlah sedikit bahkan beberapa usaha tidak menggunakan tenaga kerja. Sehingga dapat disimpulkan mayoritas usaha di Kecamatan Kaliwungu masih berada pada tahap pemula.

17

Analisis Transformasi Indeks

Kemampuan Entrepreneurial Marketing

Berdasarkan analisis transformasi indeks yang telah dilakukan, kemampuan entrepreneurial marketing pelaku usaha industri rumahan secara keseluruhan mencapai angka 62 %. Hal tersebut mengindikasikan para pelaku usaha memiliki kemampuan entrepreneurial marketing yang cukup baik sehingga terdapat peluang yang besar agar usaha yang dijalankan dapat berkembang secara mandiri dan berkelanjutan. Kemampuan entrepreneurial marketing pada masing-masing indikator ditunjukan pada Gambar 3.

Gambar 3 Indeks entrepreneurial marketing (%) Sumber: Penelitian KPPPA dan PKGA IPB (data diolah 2015)

Kemampuan entrepreneurial marketing yang terbesar ditunjukan oleh kemampuan methods, yaitu sebesar 73%. Hal tersebut menunjukan bahwa pelaku industri rumahan mampu melakukan pendekatan pemasaran secara interaktif atau dengan kata lain mampu untuk berkontak langsung dengan pelanggan dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan. Pendekatan pada kemampuan methods ini tidak hanya terletak pada kemampuan berkontak langsung dengan pelanggan, namun juga bagaimana pelaku usaha mampu menjaga hubungan baik dengan pelanggan, baik itu pelanggan baru maupun pelanggan lama.

Pelaku usaha 5 : “Permasalahan utama adalah pemasaran. Sudah bikin batik, belum tentu kita bisa pasarkan. Kalau bukan sistem kerja sama pasti sulit terjual,

karna harga dipasar lebih murah”

Selanjutnya, kemampuan yang juga cukup besar diperlihatkan oleh kemampuan concept dan strategy yang masing-masing memperoleh nilai indeks sebesar 65%. Hal tersebut menunjukan para pelaku usaha cukup baik dalam melakukan inovasi produk, menciptakan produk yang beragam, serta intuitif terhadap kebutuhan pasar. Selain itu pelaku usaha juga cukup baik dalam menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pelanggan sesuai dengan strategi bottom up.

Kemampuan pelaku usaha pada tingkat market intelligence adalah sebesar 55%. Meskipun dapat dikatakan kemampuan pada level tersebut sudah cukup baik, namun pelaku usaha masih mengalami kendala pada pengumpulan informasi dan

65 65 73 55 0 10 20 30 40 50 60 70 80

18

menjalin hubungan yang baik dengan pihak luar. Kendala terbesar pada kemampuan ini adalah kemampuan untuk mencari modal usaha dari kebijakan pemerintah. Hal tersebut mengindikasikan perlunya sosialisasi yang menyeluruh mengenai berbagai kebijakan terkait modal usaha kepada pelaku usaha industri rumahan.

Kemampuan Pengembangan Usaha

Secara keseluruhan, kemampuan pengembangan usaha para pelaku industri rumahan sudah cukup baik. Analisis indeks menunjukan bahwa pengembangan usaha sudah mencapai 62%. Nilai indeks pada masing-masing indikator variabel pengembangan usaha dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Indeks Pengembangan Usaha (%)

Sumber: Penelitian KPPPA dan PKGA IPB (data diolah 2015)

Gambar 4 menunjukan bahwa kemampuan bersaing dengan usaha sejenis merupakan kemampuan terbesar dengan tingkat implementasi sebesar 68%. Indikator keberagaman pasar dan kemampuan penambahan modal dari keuntungan usaha juga diimplementasikan dengan cukup baik, dengan masing masing nilai indeks sebesar 66% dan 64%. Hal tersebut menggambarkan bahwa pelaku usaha mampu menjual produknya diberbagai pasar yang berbeda dan juga mampu menyisihkan keuntungannya untuk penambahan pada modal usaha.

Nilai terendah dari kemampuan pengembangan usaha terlihat pada kemampuan memperoleh dana (44%). Hal tersebut menggambarkan pelaku usaha industri rumahan mengalami kendala pada perolehan dana baik dari pihak bank maupun pemerintah. Beberapa pelaku usaha merasa pihak dinas masih lambat dalam merespon kendala yang dihadapi pelaku usaha.

Pelaku usaha 1 : “pak, tolong difasilitasi penyempurnaan tempat kami. Bila ada lampu hijau, akan dibuat proposal.” “Setelah dilaporkan tidak ada respon.” Kemampuan Keberlanjutan Usaha

Transformasi indeks juga dilakukan terhadap indikator-indikator variabel keberlanjutan usaha. Secara keseluruhan kemampuan keberlanjutan usaha industri rumahan mencapai 62%. Nilai indeks pada masing-masing indikator keberlanjutan usaha dapat dilihat pada Gambar 5.

65 64 66 68 44 0 20 40 60 80

Kemampuan Memperoleh Bahan Baku Penambahan Modal Usaha Keberagaman Pasar Kemampuan Bersaing Kemampuan Memperoleh Dana

19

Gambar 5 Indeks Keberlanjutan Usaha (%)

Sumber: Penelitian KPPPA dan PKGA IPB (data diolah 2015)

Kemampuan terbesar ditunjukan oleh indikator pemasaran di berbagai daerah, yaitu sebesar 71%. Hal tersebut menunjukan bahwa pelaku usaha memiliki wilayah pemasaran yang cukup luas untuk menempatkan produk-produknya.

Pelaku usaha 2: “Dulu saya bingung jualnya, kalau sekarang sudah masuk ke tiga

kios oleh-oleh. Udah dikirim juga ke semarang”

Dari indikator kepuasan pekerja memiliki pencapaian yang cukup baik dengan nilai indeks 66%. Hal tersebut berarti karyawan yang bekerja untuk industri rumahan merasa puas dalam bekerja sehingga keberlanjutan usaha diharapkan dapat berkembang dari loyalitas dan motivasi kerja yang tinggi dari karyawan. Di sisi lain, pencapaian yang cukup rendah dicapai oleh kemampuan meningkatkan jumlah pelanggan dan kemampuan meningkatkan pendapatan secara kuantitas yang masing-masing memperoleh nilai indeks 56% dan 57%. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah pelanggan dan pendapatan industri rumahan tidak melonjak secara signifikan setiap tahunnya. Meskipun pelanggan dan pendapatan bertambah namun pertambahan tersebut dirasa tidak terlalu besar.

Analisis SEM PLS

Analisis Structural Equation Modelling dengan pendekatan Partial Least Square (SEM with PLS) digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel laten dan juga hubungan antara variabel laten dengan indikator konstruknya. Terdapat tiga buah variabel laten pada penelitian kali ini, yaitu entrepreneurial marketing (EM), pengembangan usaha (PU), dan keberlanjutan usaha (KU). Masing-masing variabel laten memiliki beberapa variabel manifest (indikator) yang diperoleh melalui kajian pustaka. Model awal SEM PLS pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Model evaluasi PLS dilakukan dengan menilai outer model atau biasa disebut model pengukuran dan inner model atau sering disebut model struktural. 56 58 71 57 66 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Jumlah Pelanggan Perpindahan Pelanggan Pemasaran di Berbagai Daerah Pendapatan Secara Kuantitas Kepuasan Pekerja

20

Model pengukuran (outer model) adalah model yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Evaluasi model pengukuran atau outer model dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas model. Outer model dengan indikator reflektif dievaluasi melalui validitas convergent dan discriminant dari indikator pembentuk konstruk laten dan composite reliability untuk blok indikatornya (Ghozali 2015). Sedangkan evaluasi model struktural (inner model) bertujuan untuk memprediksi hubungan antar variabel laten. Analisis inner model akan menjawab hipotesis-hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Proses dalam inner model menggunakan teknik bootstrapping yang bertujuan untuk menghasilkan T-statistik. Dari T-statistik yang diperoleh dapat diketahui hubungan antar variabel yang diukur.

Analisis Outer Model

Pada evaluasi model pengukuran (outer model) terlebih dahulu dilakukan evaluasi convergent validity yang meliputi pengukuran loading faktor dan nilai Average Variance Extracted (AVE). Ghozali (2015) menyatakan bahwa Konstruk dapat memiliki nilai validity yang baik ketika nilai loading faktor lebih dari 0.7 dan nilai AVE lebih dari 0.5. Tahap selanjutnya adalah evaluasi diskriminan validity yang dapat dilakukan dalam dua cara yaitu melihat nilai cross loading atau dengan membandingkan korelasi antar konstruk dengan akar AVE. Selain uji validitas, pengukuran model juga dilakukan untuk menguji reliabilitas suatu konstruk. Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi, dan ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Pada uji ini, Reliabilitas dikatakan baik apabila nilai composite reliability lebih besar dari 0.7.

Hasil penilaian kriteria dan standar nilai mode reflektif pada penelitian kali ini terangkum dalam Tabel 10. Dari Tabel 10 diketahui bahwa model ini telah memenuhi nilai standar pada kriteria outer model. Hal tersebut mengindikasikan bahwa model ini memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Hasil kriteria outer model secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 10 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai mode reflektif

No Kriteria Standar Hasil Penilaiana Kesimpulan

1 Loading Factor ≥ 0.7 EM K1 = 0.811 EM I2 = 0.889 PU 3 = 0.872 PU 4 = 0.871 KU 1 = 0.761 KU 3 = 0.796 KU 4 = 0.718 Memenuhi 2 Composite Reliability ≥ 0.7 EM = 0.840 PU = 0.863 KU = 0.803 Memenuhi 3 Average Variance Extracted (AVE) ≥ 0.5 EM = 0.724 PU = 0.760 KU = 0.576 Memenuhi 4 Akar Kuadrat AVE

Lebih besar dari nilai korelasi antar variabel

Semua nilai akar kuadrat AVE dari peubah laten lebih besar dari korelasi

21

No Kriteria Standar Hasil Penilaiana Kesimpulan peubah laten

lainnya.

5 Cross Loading Setiap indikator

memilliki loading factor lebih tinggi untuk setiap laten yang diukur dibandingkan dengan indikator untuk laten lainnya

Semua indikator EM,PU,KU memiliki korelasi yang lebih besar pada latem sendiri daripada korelasi ke laten lainnya

Memenuhi

Sumber : Penelitian KPPPA dan PKGA IPB (data diolah 2015)

aVariabel dan indikator; EM: entrepreneurial marketing, PU: pengembangan usaha, KU: keberlanjutan usaha; K1: kemampuan melakukan diversifikasi produk, I2: kemampuan menjalin hubungan dengan instansi pemerintah, PU3: kemampuan penjualan di berbagai wilayah pasar, PU4: kemampuan bersaing dengan usaha sejenis,KU1: peningkatan jumlah pelanggan setiap tahun,KU3:wilayah pemasaran di berbagai daerah,KU4 :pendapatan meningkat secara kuantitas.

Berdasarkan model akhir pada Gambar 6, variabel laten EM dicerminkan oleh dua indikator utama, yaitu EM K1 (Kemampuan melakukan diversifikasi produk) dan EM I2 (kemampuan menjalin hubungan dengan instansi pemerintah). Hal ini berarti bahwa, berdasarkan persepsi pelaku usaha, kemampuan entrepreneurial marketing yang baik adalah ketika setidaknya dua indikator utama reflektif tersebut dapat terlaksana dengan optimal.

Gambar 6 Model akhir penelitian pada analisis SEM PLS

Kemampuan menjalin hubungan dengan instansi pemerintah merupakan indikator dengan loading factor terbesar yaitu 0.889. Upaya pelaku usaha dalam menjalin hubungan baik dengan instansi pemerintah merupakan bagian dari pembentukan jaringan informal demi tercapainya intelegensi pemasaran yang baik. Menjalin hubungan yang baik dengan instansi terkait dapat dilakukan pelaku usaha

22

dengan menghadiri berbagai kegiatan yang dilaksanakan seperti pelatihan, pameran ataupun pembentukan kelompok usaha.

Di sisi lain, kemampuan melakukan diversifikasi produk merupakan indikator penting yang mencerminkan kemampuan EM. Pada industri rumahan, pembuatan model baru dilakukan berdasarkan permintaan konsumen dan trend yang sedang berkembang dipasaran. Dapat dikatakan bahwa tidak ada waktu yang pasti untuk melakukan diversifikasi produk. Kemampuan menyesuaikan produk dengan permintaan pelanggan merupakan hal terpenting untuk memuaskan pelanggan dan menjaga hubungan yang berkelanjutan.

Selanjutnya, variabel laten PU dicerminkan oleh dua indikator utama, yaitu: PU 3 (kemampuan penjualan di berbagai wilayah pasar) dan PU 4 (kemampuan bersaing dengan usaha sejenis). Dilihat dari indikator kemampuan penjualan di berbagai wilayah pasar, pelaku usaha merasa produknya cukup mampu terjual dengan baik. Hal tersebut berhubungan dengan karakteristik produk industri rumahan yang unik dan padat karya sehingga pelanggan mudah tertarik dengan produk yang memiliki karakteristik yang unik Sedangkan pada indikator kemampuan bersaing, terimpilikasi bahwa usaha akan berkembang jika usaha mampu untuk bersaing dengan usaha sejenis lainnya. Munculnya persaingan yang ketat, akan meningkatkan kinerja industri rumahan kearah efisiensi dan tingkat produktivitas yang tinggi. Sehingga kemampuan bersaing akan mengarah kepada pengembangan usaha yang baik.

Variabel terakhir adalah keberlanjutan usaha. Variabel laten KU dicerminkan oleh tiga indikator utama yaitu KU 1 (peningkatan jumlah pelanggan setiap tahun), KU 3 (wilayah pemasaran di berbagai daerah), KU 4 (pendapatan meningkat secara kuantitas). Pelanggan merupakan ukuran yang berkontribusi besar dalam mengukur keberlanjutan usaha. Pada indikator peningkatan jumlah pelanggan setiap tahun sangat berkaitan erat dengan kemampuan pelaku usaha memperoleh pelanggan baru serta tingkat penerimaan konsumen baru terhadap produk yang ditawarkan. Peningkatan jumlah pelanggan akan meningkatkan jumlah pendapatan secara kuantitas yang akhirnya dapat mendorong keberlanjutan usaha.

Analisis Inner Model

Evaluasi model struktural (inner model) merupakan analisis yang menggambarkan hubungan antara variabel, apakah terdapat pengaruh positif atau negatif. Pada inner model, pengujian dilakukan terhadap 2 kriteria yaitu: R² dari peubah laten endogen dan estimasi koefisien jalur (Ghozali 2008). Pengamatan R² dari peubah laten endogen dilakukan untuk melihat seberapa besar variabilitas konstruk endogen dapat dijelaskan oleh variabilitas konstruk eksogen sedangkan estimasi koefisien jalur meliputi pengaruh positif langsung suatu konstruk laten dengan konstruk laten lainnya. Hasil penilaian kriteria dan standar nilai inner model penelitian kali ini dapat dilihat pada Tabel 11. Secara lebih lengkap hasil penilaian inner model dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 11 Hasil penilaian kriteria Inner Model dan standar nilai Inner Model

No Kriteria Standar Hasil Penilaiana Kesimpulan 1 �2 dari peubah laten endogen Chin (1998) mengelompokan nilai �2 sebesar 0.67 sebagai substansial; �2 untuk PU = 0.289 �2 untuk KU = 0.146 �2 moderat �2 lemah

23

No Kriteria Standar Hasil Penilaiana Kesimpulan 0.33 sebagai moderat; dan 0.19 sebagai lemah 2 Estimasi koefisien jalur

Pengaruh nyata jika T-statistik > T-tabel. Pada alpha 5%, nilai T-tabel adalah 1.96 Nilai T-statistik EM → PU = 4.068 EM → KU = 0.973 PU → KU = 0.127 Nilai Koefisien EM → PU = 0.537 EM → KU = 0.352 PU → KU = 0.051 EM berpengaruh terhadap PU

Sumber: Penelitian KPPPA dan PKGA IPB (data diolah 2015)

aVariabel laten; EM: entrepreneurial marketing, PU: pengembangan usaha, KU: keberlanjutan usaha Berdasarkan kriteria R² pada Tabel 11, hasil dari R² untuk variabel PU adalah sebesar 0.289 sedangkan R² untuk variabel KU adalah sebesar 0.146. Hal tersebut mengindikasikan variabilitas laten PU dapat dijelaskan oleh variabilitas laten EM sebesar 28.9% sedangkan variabilitas laten KU dapat dijelaskan oleh variabilitas laten EM dan PU sebesar 14.6%.

Selanjutnya dilakukan uji estimasi koefisien jalur yang melihat Nilai T-statistik sebagai dasar dalam menilai pengaruh signifikan suatu konstruk dan melihat nilai Original Sample sebagai dasar dalam menilai seberapa besar pengaruhnya. Inner model dapat dilihat berdasarkan hasil bootstraping seperti pada Gambar 7.

Gambar 7 Hasil pengolahan bootstrapping model entrepreneurial marketing terhadap pengembangan dan keberlanjutan usaha

Berdasarkan hasil bootstraping, diketahui bahwa dari tiga path yang ada, hanya ada satu path yang memiliki pengaruh yang signifikan (lebih besar dari T-tabel). Hasilnya menunjukkan bahwa variabel EM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel PU, dengan nilai T-statistik sebesar 4.068 (lebih besar

24

dari T-tabel). Berdasarkan nilai koefisien, EM mempunyai pengaruh positif terhadap PU dengan nilai sebesar 0.537. Hal tersebut dapat diintrepretasikan bahwa ketika terjadi peningkatan dalam kemampuan entrepreneurial marketing maka akan meningkatkan pengembangan usaha sebesar 53.7%. Sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis 1 diterima (tolak �01).

Di sisi lain, tidak terdapat pengaruh signifikan pada 2 path lainnya. Pada penelitian kali ini ditemukan bahwa variabel PU tidak mempunyai pengaruh signifikan terdapat variabel KU, dengan nilai T-statistik sebesar 0.127 (lebih kecil dari T-tabel), hal ini berarti hipotesis 2 tidak dapat diterima (terima �02). Begitu juga dengan variabel EM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap KU, dengan nilai T-statistik sebesar 0.973. Sehingga dapat dikatakan juga hipotesis 3 tidak dapat diterima (terima �03).

Implikasi Manajerial

Serangkaian tindakan manajerial perlu dilakukan untuk pengembangan dan keberlanjutan usaha industri rumahan Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Sesuai dengan karakteristik dan keterbatasan industri rumahan yang ada, tindakan manajerial tersebut dapat diimplementasikan melalui entrepreneurial marketing dengan berfokus kepada empat prinsip utama yaitu konsep, strategi, metode, dan intelegensi pasar. Implikasi manajerial pada prinsip entrepreneurial marketing terangkum pada Tabel 12.

Tabel 12 Implikasi manajerial pada prinsip entrepreneurial marketing.

Konsep Strategi Metode Intelegensi pasar

1. Berorientasi kepada inovasi, inovasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menciptakan model baru, menciptakan produk unik, serta menciptakan proses produksi yang berbeda. 2. Kunjungan ke

pelaku usaha lain di berbagai daerah yang diharapkan terjadinya proses tukar pikiran 1. Mampu menyediak an produk sesuai dengan permintaan pelanggan 2. Mengikuti perkemban gan pada kebutuhan dan selera pelanggan 1. Penjualan personal dilakukan secara interaktif 2. Menepati komitmen yang diberikan seperti memberikan produk yang berkualitas, tepat waktu, serta berpedoman pada kejujuran. 1. Pelaku usaha harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diadakan oleh pemerintah 2. Sikap fleksibel perlu ditingkatkan pelaku usaha agar pelaku usaha dapat menerima kritik, saran, dan berbagai informasi baru

25

Dokumen terkait