• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada saat dilakukan nekropsi tidak tampak adanya perubahan patologi anatomi yang menciri dari hasil penelitian pengaruh pemberian minyak obat luka Rantau terhadap organ imun mencit, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut secara mikroskopis. Aktivitas sistem organ imun diamati melalui karakteristik mikroskopis terhadap organ imun yaitu timus, limfonodus, dan limpa serta aktivitas limfosit darah.

Organ limfoid (timus, limpa, dan limfonodus) dan sumsum tulang pembentuk leukosit yang merupakan komponen penting dari sistem pertahanan tubuh. Perkembangan sel darah putih terutama sel polimorfonuklear (granulosit) dan monosit banyak dihasilkan di dalam organ limfogenik termasuk kelenjar limfe, timus, tonsil, dan berbagai limfoid yang terletak di dalam usus dan tempat lain (Sturkie & Griminger 1976).

Masing-masing dari organ limfoid akan menunjukan aktivitas yang berbeda sesuai cara antigen diproses dalam organ tersebut. Pemrosesan antigen merupakan proses yang penting dalam tubuh untuk stimulasi limfosit selanjutnya karena reseptor limfosit akan mengenal antigen berdasarkan susunan asam amino dalam rantai peptida dan bukan bentuk proteinnya.

Sel limfosit akan menyebar ke seluruh tubuh untuk mencari antigen yang kemudian akan membentuk antigen-antibodi kompleks dan untuk membawa respon imun.

Pengaruh Pemberian Minyak Obat Luka Rantau terhadap Aktivitas Timus Mencit

Dari hasil pengamatan secara kualitatif terlihat bahwa secara umum di timus terlihat adanya bintik-bintik (starry sky) yang menandakan adanya makrofag yang bekerja fagositosis dan mendegradasi antigen di permukaan sedangkan secara kuantitatif aktivitas timus diamati dengan membandingkan ketebalan korteks dan medula pada kelompok kontrol positif, negatif, dan perlakuan (Gambar 11). Bagian korteks diinfiltrasi padat oleh limfosit sedangkan pada medula, sel epitelial lebih jelas terlihat (Tizard 1988).

25   

Gambar 11 Gambaran mikroskopis organ timus mencit. Pewarnaan HE. Skala 10 µm.

Sel T dalam timus dilatih untuk mengenali/membedakan antara zat yang berasal dari tubuh dan zat asing bagi tubuh. Sel-sel yang berpotensi untuk menolak antigen yang berasal dari tubuhakan dimusnahkan sehingga sel-sel yang keluar dari timus hanya sel yang akan menolak zat asing bagi tubuh.

Hasil pengukuran ketebalan korteks dan medula yang diuji dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan ketebalan korteks dan medula timus mencit (µm)

Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Korteks per medula

Minyak obat luka 1.8708±0.882a

Kontrol positif 2 1.4925±0.3996b

Kontrol negatif 1.3020±0.0815ab

Minyak obat luka 1.7765±0.4364a

Kontrol positif 4 1.0730±0.1775a

Kontrol negatif 1.5391±0.5219a

Minyak obat luka 1.5087±0.5978a

Kontrol positif 6 1.4282±0.2681a

Kontrol negatif 1.3384±0.0923a

Minyak obat luka 1.8589±0.4392a

Kontrol positif 13 1.2645±0.2613a

Kontrol negatif 1.5209±0.2669a

Minyak obat luka 1.8174±0.4228a

Kontrol positif 20 1.3104±0.1268a

Kontrol negatif 1.6977±0.5504a

26  Pada hari ke-2 pasca pengobatan (pp), perbandingan korteks dan medula antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif berbeda nyata (P<0.05) sedangkan antara kontrol positif dan kontrol negatif serta kelompok minyak obat luka dan kontrol negatif tidak berbeda nyata (P>0.05). Selanjutnya pada hari ke-4 hingga hari ke-20 pp tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) antara ketiga kelompok perlakuan (Tabel 4). Perbedaan yang nyata pada minyak obat luka dapat disebabkan oleh aktivitas sel timosit (sel hasil proliferasi dari sel induk pluripoten yang merupakan cikal bakal sel T di dalam timus) pada korteks timus. Aktivitas timosit ini dapat menyebabkan peningkatan ketebalan pada daerah korteks (Dellmann dan Brown 1989). Perbedaan tersebut dapat pula disebabkan oleh adanya respon imun terhadap efek toksisitas dari kedua perlakuan (minyak obat luka dan antibiotik). Respon imun yang terjadi dapat berupa mitogen sel B (sel B yang menjalani mitosis) yang merangsang sel B untuk melepaskan limfosit. Hasil penelitian tentang toksikopatologi organ hati dan ginjal menggunakan perlakuan yang sama menunjukan bahwa antibiotik dan minyak obat luka sama-sama toksisitas ringan pada hati dan ginjal walaupun pada ginjal antibiotik memberikan presentase lesio lebih tinggi (Febrianti 2007). Perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) antara ketiga kelompok perlakuan (hari ke-4 hingga hari ke-20 pp) dapat disebabkan oleh efek obat yang sudah berangsur hilang dan luka operasi sudah mengalami persembuhan yang hampir sempurna (Tabel 4).

Analisis data dapat pula dilakukan dengan grafik seperti yang disajikan pada Gambar 12.

27   

Begitu halnya dengan Gambar 12, hari ke-6 terlihat adanya penurunan grafik dan hari ke-13 terjadi peningkatan kembali. Hal itu dapat disebabkan oleh menurunnya jumlah sel korteks setelah kerja dari starry sky yang kemudian mengalami regenerasi sel kembali sehingga jumlah sel meningkat. Kemungkinan masuknya antigen baru dapat pula meningkatkan jumlah sel korteks.

Senyawa yang terdapat dalam minyak obat luka Rantau diduga dapat meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel T dalam timus. Salah satu senyawa dalam minyak obat luka Rantau yaitu asam laurat yang banyak ditemukan dalam minyak kelapa murni (48-50%). Asam laurat sangat bermanfaat menangkal virus, bakteri dan patogen lain serta membangun sistem kekebalan tubuh seperti halnya air susu ibu yang juga mengandung asam laurat (Anonimous 2005).

Pengaruh Pemberian Minyak Obat Luka Rantau terhadap Aktivitas Folikel Limfonodus

Secara umum dengan pengamatan kualitatif dari ketiga kelompok perlakuan terlihat adanya starry sky (menandakan terjadinya makrofag yang bekerja fagositosis yang mendegradasi antigen di permukaan), hiperplasia folikel limfoid dan germinal center pada folikel limfoid sekunder sedangkan secara kuantitatif aktifitas limfonodus diamati dengan menghitung rataan diameter folikel yang terdapat dalam setiap sediaan organ limfonodus (Gambar 13).

Gambar 13 Organ limfonodus mencit (folikel limfoid). Pewarnaan HE. Skala 10 µm.

28  Adanya starry sky, hiperplasia folikel limfoid atau pun germinal center

menunjukan adanya aktivitas sel-sel limfoid terhadap antigen di limfonodus. Hiperplasia biasanya telihat pada perlakuan pengobatan yang menimbulkan adanya proliferasi makrofag sinusoid dan proliferasi limfosit yang terjadi primer di parakorteks (Elwell et al. 1990). Kemampuan sistem imun memberi respon aktif pada limfonodus ditandai dengan adanya germinal center (Banks 1986).

Analisis adanya aktivitas sel-sel fagosit pada limfonodus secara statistik dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan terhadap perbandingan jumlah germinal center dan jumlah folikel limfonodus disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah folikel limfonodus mencit

Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Germinal center per olikel

Minyak obat luka 1.1139 ±0.6033a

Kontrol positif 2 0.6444±0.0385 a

Kontrol negatif 0.7111±0.4439a

Minyak obat luka 0.4545±0.2621a

Kontrol positif 4 0.8121±0.5227a

Kontrol negatif 0.2698±0.3510a

Minyak obat luka 0.3676±0.0436a

Kontrol positif 6 0.7593±0.2851b

Kontrol negatif 0.4286±0.1429ab

Minyak obat luka 0.3385±0.2356a

Kontrol positif 13 0.4349±0.1228a

Kontrol negatif 1.2399±1.0916a

Minyak obat luka 0.5972±0.4646a

Kontrol positif 20 0.6667±0.2887a

Kontrol negatif 1.4000±0.5292a

Keterangan: Huruf (superskrip) yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05).

Secara umum dari Tabel 5 terlihat tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) dari ketiga kelompok perlakuan, perbedaan hanya ditemukan pada hari ke-6 pp. Hal itu menujukkan bahwa respon aktif pada limfonodus yang ditandai dengan adanya germinal center dari ketiga kelompok perlakuan tidak signifikan perbedaannya.

Analisis data dapat pula disajikan dengan grafik seperti yang disajikan pada Gambar 14 sebagai berikut:

29   

Gambar 14 Grafik perbandingan jumlah germinal center dan folikel limfoid mencit.

Dari Gambar 14 terlihat bahwa pada hari ke-2 pp, minyak obat luka memberi respon pembentukan limfoid sekunder dengan germinal center lebih banyak dari kontrol positif dan negatif sedangkan kontrol positif terjadi pada hari ke-6 pp dan hari ke-20 pp untuk kotrol negatif. Sel yang sedang membelah biasanya relatif besar dan berwarna pucat serta memadatkan limfosit disekitarnya menjadi suatu mantel padat yang mengelilingi pusat germinal (Tizard 1988).

Berdasarkan hasil pengukuran diameter folikel limfonodus pada ketiga kelompok perlakuan yang diuji dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan diperoleh hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Hasil pengukuran diameter folikel limfoid mencit (µm)

Kelompok Hari ke- (pp) Diameter folikel

Minyak obat luka 12.209±0.848a

Kontrol positif 2 9.862±1.698a

Kontrol negatif 9.509±2.227a

Minyak obat luka 11.727±1.546a

Kontrol positif 4 9.573±1.677b

Kontrol negatif 8.449±1.127b

Minyak obat luka 11.178±1.464a

Kontrol positif 6 10.451±0.875a

Kontrol negatif 11.275±1.496a

Minyak obat luka 11.207±0.510a

Kontrol positif 13 10.483±3.014a

Kontrol negatif 10.434±1.393a

Minyak obat luka 11.765±0.922a

Kontrol positif 20 10.829±2.786a

Kontrol negatif 12.218±1.429a

30  Analisis data dengan grafik disajikan dalam Gambar 15 sebagai berikut:

Gambar 15 Grafik diameter folikel limfonodus mencit (µm).

Secara umum dari data diatas (Tabel 6) terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dari ketiga kelompok perlakuan (P>0.05). Perbedaan yang nyata (P<0.05) hanya ditemukan pada hari ke-4 pp yaitu antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif serta minyak obat luka dan kontrol negatif sedangkan dari grafik (Gambar 15) tampak bahwa pemberian minyak obat luka Rantau menyebabkan diameter folikel limfonodus lebih besar dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif walaupun dari data harian yang didapatkan tidak stabil. Variasi tersebut dapat disebabkan oleh adanya hiperplasia folikel akibat respon imun. Diduga minyak obat luka memberi respon lebih terhadap hiperplasia dan mampu meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel T pada limfonodus mencit.

Pengaruh Pemberian Minyak Obat Luka Rantau terhadap Aktivitas Pulpa Putih Limpa

Dari hasil pengamatan secara kualitatif terlihat adanya germinal center di pulpa putih, starry sky dan hiperplasia pulpa putih sedangkan aktivitas limpa diamati secara kuantitatif dengan mengukur rataan diameter pulpa putih (Gambar 16). Pulpa putih limpa terdiri dari jaringan limfoid dan sangat erat berhubungan dengan pembuluh darah. Pulpa putih banyak dikelilingi arteriol pada bagian perifer dan kaya dengan sel T (Tizard 1988).

31   

Gambar 16 Organ limpa mencit

.

Pewarnaan HE. Skala 10 µm.

Jika antigen memasuki tubuh melalui saluran darah, antigen tersebut kemungkinan besar diangkut ke limpa dan berinteraksi dengan Antigen Presenting Cell (APC) seperti sel dendrit dan makrofag sehingga terjadi peningkatan jumlah sel-sel limfoid pada awal persembuhan luka. Interaksi antara APC dan sel T kemudian akan mengaktifkan sel B serta sel T dan merangsang imun. Selanjutnya antibodi dihasilkan dan memasuki aliran darah.

Hasil perbandingan jumlah germinal center dan pulpa putih limpa yang diuji dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Tabel 7).

Tabel 7 Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah pulpa putih limpa mencit

Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Germinal center per pulpa putih

Minyak obat luka 0.3896±0.0909a

Kontrol positif 2 0.4233±0.3751a

Kontrol negatif 0.1923±0.0999a

Minyak obat luka 0.2948±0.0942a

Kontrol positif 4 0.3813±0.2474a

Kontrol negatif 0.3485±0.3027a

Minyak obat luka 0.3148±0.0740a

Kontrol positif 6 0.2851±0.1997a

Kontrol negatif 0.7667±0.4041a

Minyak obat luka 0.4710±0.0983a

Kontrol positif 13 0.5940±0.0854a

Kontrol negatif 0.5333±0.4509a

Minyak obat luka 0.4848±0.0525a

Kontrol positif 20 0.2226±0.1366a

Kontrol negatif 0.9513±0.9484a

32  Dari Tabel 7 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) dari ketiga kelompok perlakuan. Hal itu menunjukkan bahwa respon aktif pada limpa yang ditandai dengan adanya germinal center dari ketiga kelompok perlakuan tidak signifikan perbedaannya.

Analisis data dapat pula dilakukan dengan grafik seperti yang disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17 Grafik perbandingan jumlah germinal center dan pulpa putih mencit.

Pada hari ke-2 pp kontrol positif dan minyak obat luka memperlihatkan adanya respon yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol negatif sedangkan pada hari ke-6 pp tampak adanya peningkatan yang sangat signifikan pada kontrol negatif. Selanjutnya antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif menunjukkan adanya suatu pola grafik yang tidak begitu signifikan (Gambar 17). Adanya germinal center menunjukkan adanya respon imun terhadap antigen. Folikel primer yang terpapar antigen akan membentuk folikel sekunder dengan

germinal center.

Berikut adalah hasil pengukuran diameter pulpa putih limpa yang dianalisis dengan uji statistik ANOVA dan duncan (Tabel 8).

33   

Tabel 8 Hasil pengukuran diameter pulpa putih limpa mencit (µm).

Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Diameter pulpa putih

Minyak obat luka 15.114±2.128a

Kontrol positif 2 8.676±1.209b

Kontrol negatif 10.965±1.322b

Minyak obat luka 10.290±0.883a

Kontrol positif 4 9.126±0.802b

Kontrol negatif 8.316±0.702ab

Minyak obat luka 10.821±0.685a

Kontrol positif 6 10.306±0.942a

Kontrol negatif 10.212±3.148a

Minyak obat luka 12.730±0.624a

Kontrol positif 13 12.592±2.220a

Kontrol negatif 10.279±1.114a

Minyak obat luka 16.438±2.906a

Kontrol positif 20 14.709±3.006a

Kontrol negatif 13.684±1.923a

Keterangan: Huruf (superskrip) yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) .

Pada hari ke-2 dan ke-4 pp, antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif terlihat perbedaan yang nyata (P<0.05) sedangkan antara kelompok positif dan negatif tidak terlihat perbedaan yang nyata (P>0.05). Perbedaan yang nyata juga ditemukan antara kelompok minyak obat luka dan kontrol negatif (hari ke-2 pp). Perbedaan ini menunjukan bahwa antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif serta antara kelompok minyak obat luka dan kelompok negatif memberi respon imun yang berbeda. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemberian minyak luka telah memulai respon imun dengan menstimuli perbanyakan sel-sel limfoid di pulpa putih. Pemberian minyak luka memberi respon imun yang lebih baik pada proses persembuhan luka pasca operasi terutama terlihat pada hari ke-2 pp (Tabel 8).

Analisis data dapat pula dilakukan dengan grafik berikut (Gambar 18):

34  Dari grafik di atas tampak bahwa pemberian minyak obat luka Rantau menyebabkan diameter lebih besar dari kontrol positif dan negatif. Hal ini dapat disebabkan oleh aktivitas sel T dan sel B yang meningkat. Pada hari ke-4 pp (minyak obat luka dan antibiotik) tampak penurunan grafik yang begitu nyata. Penurunan ini dapat disebabkan oleh menurunnya aktivitas imunosit. Aktivitas imunosit diatur oleh jumlah antigen dan adanya reaksi umpan balik negatif dari antibodi yang dihasilkannya

Pengaruh Pemberian Minyak Obat Luka Rantau terhadap Aktivitas Limfosit Darah

Fungsi utama limfosit adalah responnya terhadap antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah serta dalam pengembangan imunitas (kekebalan) seluler (Frandson 1992).

Limfosit dapat membentuk beratus-ratus jenis antibodi dan limfosit sensitif yang berbeda-beda, masing-masing jenis sifatnya spesifik untuk suatu antigen yang khusus, dan tiap jenisnya dapat berganda mencapai jumlah yang sangat besar (yang disebut clone), apabila digertak oleh antigen spesifik yang jumlahnya cukup (Frandson 1992). Berikut adalah gambar leukosit darah mencit (Gambar 19).

Gambar 19 Gambaran mikroskopis limfosit mencit (ulas darah) . Pewarnaan giemsa. Skala 10 µm.

35   

Limfosit T yang berkaitan dengan antigen akan teraktifasi dan membentuk limfokin. Limfokin inilah yang akan mengaktifasi monosit menjadi makrofag di jaringan. Apabila limfosit T mengalami ekspose terhadap antigen maka limfosit T akan di rangsang untuk berganda dengan cepat dan menghasilkan lebih banyak lagi limfosit T yang bekerja langsung melawan antigen yang spesifik. Organisme asing akan lebih awal difagositosis oleh makrofag dan antigennya akan dilepaskan ke dalam sitosol kemudian antigen tersebut akan berkontak dengan limfosit sehingga limfosit akan memperbanyak diri (Guyton & Hall 1997).

Analisis data dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan terhadap jumlah limfosit ulas darah disajikan dalam Tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9 Penghitungan jumlah limfosit ulas darah mencit

Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Jumlah limfosit

Minyak obat luka 10.333±0.577a

Kontrol positif 2 10.333±1.528a

Kontrol negatif 7.000±1.732b

Minyak obat luka 10.667±0.577a

Kontrol positif 4 10.333±0.577a

Kontrol negatif 9.667±0.577a

Minyak obat luka 10.000±0.000a

Kontrol positif 6 9.667±0.577a

Kontrol negatif 9.000±1.000a

Minyak obat luka 10.333±0.577a

Kontrol positif 13 8.000±1.732a

Kontrol negatif 9.667±1.155a

Minyak obat luka 10.000±0.000a

Kontrol positif 20 10.000±0.000a

Kontrol negatif 10.000±0.000a

Keterangan: Huruf (superskrip)yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P<0.05).

Ketiga kelompok perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0.05). Perbedaan nyata (P<0.05) hanya ditemukan pada hari ke-2 pp, yaitu antara kelompok minyak obat luka dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif dengan kontrol negatif (Tabel 9).

36  Analisis data dapat pula dilakukan dengan grafik seperti yang disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Jumlah limfosit ulas darah mencit.

Begitu halnya dengan Gambar 20, kelompok kontrol negatif dengan jumlah limfosit yang relatif sedikit dibandingkan kedua kelompok perlakuan lainnya dapat disebabkan oleh adanya inflamasi akut. Inflamasi dapat terjadi akibat infeksi oleh bakteri. Bakteri, neutrofil atau makrofag yang telah lebih dahulu ada di tempat infeksi akan mengeluarkan sinyal faktor kemotaktik yang akan menarik sel-sel PMN sebagai sel pertama yang tiba di tempat infeksi. Pada kejadian inflamasi akut sel-sel polimorfonuklear (PMN) bergerak menuju lokasi masuknya antigen serta meningkatkan permeabilitas dinding vaskular yang mengakibatkan eksudasi protein plasma dan cairan. Pergerakan tersebut dirangsang oleh mediator-mediator yang dilepaskan basofil, mastosit dan trombosit (Boedina 2000).

Pemberian minyak obat luka Rantau memberi respon imun yang lebih baik dari antibiotik dan tanpa pemberian obat. Peningkatan jumlah limfosit pada mencit kemungkinan disebabkan oleh aktivasi senyawa dari minyak obat luka Rantau yang menyebabkan peningkatan pelepasan sel limfosit dari organ limfoid primer dan sekunder. Jika pada daerah luka terdapat banyak antigen, maka tubuh akan merespon limfosit keluar dan untuk dapat menghasilkan antibodi (Guyton & Hall 1997).

Dokumen terkait