• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Jumlah Mimi Tertangkap

Sebanyak 216 ekor mimi dianalisis selama penelitian. Jumlah mimi yang diperoleh adalah jumlah yang tertangkap saat pengambilan sampel dengan rincian jantan dan betina. T. gigas ditemukan sebanyak 6 ekor jantan pada daerah Banten, 19 ekor betina pada daerah Subang, 1 ekor jantan dan 2 ekor betina pada daerah Semarang, 10 ekor jantan dan 13 betina pada daerah Demak, 7 ekor jantan dan 4 betina pada daerah Surabaya, sedangkan daerah Rembang dan Gresik tidak ditemukan spesies ini. T. tridentatus ditemukan 11 ekor betina pada daerah Banten, 17 ekor betina pada daerah Subang, 2 ekor betina pada daerah Semarang, 3 ekor betina pada daerah Gresik, sedangkan pada daerah Demak, Rembang, dan Surabaya tidak ditemukan. Sedangkan C. rotundicauda adalah spesies yang paling sering ditemukan hampir disemua lokasi, kecuali pada daerah Banten. C. rotundicauda ditemukan sebanyak 4 ekor jantan dan 18 ekor betina pada daerah Subang, 2 ekor betina di daerah Semarang, 2 ekor jantan dan 4 ekor betina di daerah Demak, 18 ekor jantan dan 3 ekor betina di daerah Rembang, 9 ekor jantan dan 20 ekor betina di daerah Gresik, 37 ekor jantan dan 4 ekor betina di daerah Surabaya (Gambar 11 & Tabel 1).

12

Gambar 11 Sebaran spesies Tachypleus gigas, T. tridentatus, dan Carcinoscorpius rotundicauda di pesisir Banten, Subang, Semarang, Demak, Rembang, Gresik, dan Surabaya

Tabel 1 Rincian jumlah mimi yang tertangkap selama penelitian Lokasi

sampling T. gigas T. tridentatus C. rotundicauda Total (ekor) Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

Banten 6 - - 11 - - 17 Subang - 19 - 17 4 18 58 Semarang 1 2 - 2 - 2 7 Demak 10 13 - - 2 4 29 Rembang - - - - 18 3 21 Gresik - - - 3 9 20 32 Surabaya 7 4 - - 37 4 52 Total 216

Mimi memiliki ukuran yang bervariasi berdasarkan letak geografis, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh suparta (1992). Sebanyak 28 karakter morfologi yang diukur, 3 diantaranya lebar maksimal prosoma, panjang badan (panjang prosoma dan ophistoma) merupakan parameter yang dapat dijadikan pembeda spesies mimi. Berdasarkan lebar maksimal prosoma dan panjang badan ketiga spesies, secara keseluruhan diperoleh spesies yang memiliki ukuran paling besar hingga kecil secara berurutan yaitu T. gigas, T. tridentatus, dan C. rotundicauda (Gambar 12 & 13). T. gigas Semarang memiliki ukuran lebar maksimal prosoma dan panjang badan paling besar dan hampir sama dengan T.

13 gigas yang berasal dari Demak memiliki ukuran hampir sama untuk daerah Banten, Subang, dan Surabaya. T. tridentatus pada daerah Semarang memiliki ukuran lebar maksimal prosoma dan badan paling besar, sedangkan Banten, Subang, dan Gresik memiliki ukuran yang hampir sama. C. rotundicauda Semarang, Subang, dan Demak memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan Gresik, Rembang, dan Surabaya.

Gambar 12 Variasi geografis ukuran tubuh mimi, diukur pada lebar maksimal prosoma ke tiga spesies

Gambar 13 Variasi geografis ukuran tubuh mimi, diukur pada panjang badan ke tiga spesies

Dendrogram yang terbentuk berdasarkan kemiripan dan perbedaan 14 sifat fenotip mimi (warna badan, bentuk frontal prosoma, bentuk duri prosoma, duri ophistoma dan prosoma, ukuran sudut anal, bentuk sudut anal, bentuk telson, duri

0 50 100 150 200 250 Le ba r M aks im al P ros om a (c m )

C. rotundicauda T. tridentatus T. gigas

0 50 100 150 200 250 Pa nj ang B ada n (c m )

14

marginal, gerigi pada telson, bagian depan operculum, pedipalp 1, pedipalp 2, ukuran duri marginal, dan tebal lapis cangkang) didapatkan informasi bahwa T. gigas dan T. tridentatus memiliki karakter yang hampir sama, sedangkan C. rotundicauda memiliki karakter tersendiri.

Gambar 14 Konstruksi pohon fenetik spesies Tachypleus gigas, T. tridentatus, dan

iCarcinoscorpius rotundicauda berdasarkan 14 karakter morfologi Carcinoscorpius rotundicauda

Hasil uji Kruskal Wallis berdasarkan 27 karakter morfometrik C. rotundicauda yang telah dirasiokan secara keseluruhan diperoleh hasil sebanyak 1 karakter yang tidak berbeda nyata (p>0,05) pada lokasi Semarang, Demak, Surabaya, Subang, dan Banten. Namun, pada uji ini tidak dapat diketahui secara spesifik karakter mana yang memiliki beda nyata antar lokasi, sehingga dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui karakter yang berbeda nyata (p<0,05) antar lokasi. Berikut merupakan hasil uji Mann-Whitney perbandingan karakter morfometrik yang telah dirasiokan (Tabel 2).

Karakter morfometrik C. rotundicauda dari ke-6 lokasi tersebut memiliki hubungan sifat beda nyata (p<0,05) antar lokasi, Subang memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan daerah Semarang, Demak, Rembang, Gresik, dan Surabaya. C. rotundicauda Rembang memiliki ukuran rata-rata lebar maksimal prosoma lebih besar dibandingkan dengan daerah Subang, Semarang, Demak, Gresik, dan Surabaya. Gresik memiliki 7 ukuran tubuh (X1-X4, X8, X9, X12-X13) dan 5 anggota tubuh (X18-X22) lebih besar, dan Surabaya memiliki 6 ukuran tubuh (X5, X7, X11, X14-X16) serta 6 anggota ukuran tubuh (X23-X28) lebih besar.

15 Tabel 2 Perbandingan karakter morfometrik Carcinoscorpius rotundicauda pada

lokasi Semarang, Demak, Rembang, Gresik, Surabaya, dan Subang

Karakter

(rata-rata±SD) Semarang Demak Rembang Lokasi Gresik Surabaya Subang

XX1 (mm) X1/X3 2,0544 2,0544±0,1388 2,1327±0,1534 ab 2,1512±0,2716b 2,1338±0,1998cab 1,9859±0,1204d X2/X3 1,0544 1,0544±0,1336ae 1,1464±0,0867 e 1,2148±0,2162 bc 1,2136±0,1397 c 1,0139±0,1072 da X4/X3 0,5646 0,5472±0,0209 0,5435±0,0202 a 0,5688±0,0636 b 0,5376±0,0506 ac 0,5223±,0465 ad X5/X3 0,2857 0,3028±0,0117 ab 0,3024±0,0439 a 0,3165±0,0439 ac 0,3233±0,0318de 0,2935±0,0189 be X6/X3 0,2789 0,2461±0,0099eb 0,4565±0,0204 ea 0,2498±0,0377 abc 0,2251±0,0258 d 0,2397±0,0465 e X7/X3 0,4354 0,4205±0,0910eb 0,4565±0,0202 ea 0,4771±0,0581 abc 0,4914±0,0519 d 0,4674±0,0506 e X8/X3 0,2041 0,2011±0,0166 0,1846±0,0192 ac 0,2048±0,0264 b 0,1860±0,0262 c 0,1940±0,0197 X9/X3 0,9592 0,9906±0,0259 abe 1,0093±0,0325 be 0,9795±0,1237 ac 0,9921±0,0923 e 0,9613±0,0575 d X10/X3 0,4626 0,4694±0,0146 bd 0,4542±0,0167 a 0,4824±0,0589 bc 0,4772±0,0469 bd 0,4408±0,0266 ae X11/X3 0,6463 0,6475±0,0296 ab 0,6494±0,0215 a 0,6955±0,0817 c 0,6961±0,0723 d 0,6011±0,1285 be X12/X3 0,6803 0,7242±0,0248 abc 0,7139±0,0273 be 0,7694±0,0874 cd 0,7652±0,0777 d 0,7063±0,0461 ea X13/X3 0,8503 0,8839±0,0291 abc 0,8410±0,0750 b 0,9100±0,1170 cd 0,9026±0,0846 ad 0,8167±0,0512 e X14/X3 0,2721 0,2771±0,0303 0,2790±0,0207 ab 0,2927±0,0600 b 0,2982±0,0332 cd 0,2809±0,0273 ac X15/X3 0,0328 0,0400±0,0066ac 0,0434±0,0049 bc 0,0420±0,0080 c 0,0473±0,0062 d 0,0354±0,0064 ae X16/X3 0,0307 0,0395±0,0068 abc 0,0433±0,0046 b 0,0433±0,0075 bc 0,0474±0,0065 d 0,0359±0,0064 a XX2 (mm) X17/X3 0,0748 0,0614±0,0126 ab 0,0594±0,0093 b 0,0767±0,0161 c 0,0706±0,0227 ad 0,0769±0,0248 ae X18/X3 0,0884 0,0757±0,0106 ab 0,0742±0,0130 b 0,0944±0,0179 c 0,0826±0,0199 a 0,0829±0,0114 abe X19/X3 0,0884 0,0731±0,0100 ab 0,0712±0,0112 b 0,0941±0,0167 c 0,0826±0,0159 ad 0,0803±0,0121 ea X20/X3 0,0136 0,0578±0,0154 ab 0,0575±0,0125 b 0,0771±0,0186 c 0,0690±0,0179 ad 0,0646±0,0183 abe X21/X3 0,0408 0,0362±0,0154 ab 0,0444±0,0096 be 0,0656±0,0219 c 0,0555±0,0189 cd 0,0525±0,0171 e X22/X3 0,0136 0,0272±0,0159 0,0318±0,0097 0,0452±0,0219 0,0381±0,0209 0,0374±0,0209 X23/X3 0,0228 0,0224±0,0021 ac 0,0220±0,0025 bc 0,0213±0,0048 c 0,0268±0,0041 d 0,0180±0,0042 e X24/X3 0,0344 0,0431±0,0157 abc 0,0517±0,0125 b 0,0424±0,0146 c 0,0593±0,0103 d 0,0298±0,0107 e X25/X3 0,0325 0,0413±0,0153 abc 0,0500±0,0102 b 0,0416±0,0155 c 0,0593±0,0108 d 0,0282±0,0072 e X26/X3 0,0315 0,0325±0,0024 abc 0,0329±0,0022 bc 0,0326±0,0053 c 0,0352±0,0050 ad 0,0249±0,0039 e X27/X3 0,0326 0,0329±0,0017 abc 0,0330±0,0031 a 0,0329±0,0052 ac 0,0341±0,0051 ad 0,0262±0,0034 e X28/X3 0,0416 0,0446±0,0049 abc 0,0358±0,0091 ae 0,0445±0,0060 c 0,0487±0,0058 bd 0,0352±0,0054 e Keterangan: Huruf pada superskrip yang berbeda menunjukkan sifat beda nyata berdasarkan hasil

uji Mann-Whitney (p<0,05), sedangkan superskrip yang sama menunjukkan adanya

sifat sama (p>0,05), dan tidak bersuperskrip menunjukkan adanya sifat tidak beda

nyata dengan semua lokasi. Keterangan XX1, XX2, dan X1-X28 pada Gambar 2.

Analisis Kluster Morfometrik Carcinoscorpius rotundicauda

Berikut merupakan dendrogram yang terbentuk dari analisis kluster berdasarkan 27 karakter morfometrik C. rotundicaudayang telah dirasiokan, pada tingkat kesamaan 60% diperoleh hasil bahwa daerah Semarang dan Demak membentuk satu kelompok dengan tingkat kesamaan sebesar 67,24%. Kedua lokasi tersebut memiliki tingkat kesamaan dengan Rembang sebesar 64,68%. Gresik dan Surabaya membentuk satu kelompok dengan tingkat kesamaan sebesar 79,53%. Sedangkan lokasi Subang membentuk kelompok tersendiri.

C. rotundicauda Subang membentuk kelompok terpisah berdasarkan karakter morfometrik karena memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan daerah lainnya. Sedangkan Rembang memiliki ukuran lebar maksimal prosoma yang lebih besar, Semarang dan Demak memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh relatif sama sehingga keduanya membentuk satu kelompok, begitu juga dengan Gresik dan Surabaya (Gambar 15).

16

Gambar 15 Dendrogram karakter morfometrik Carcinoscorpius rotundicauda pada daerah Semarang, Demak, Rembang, Gresik, Surabaya, dan Subang

Pengelompokan Carcinoscorpius rotundicauda

Hasil pengklasifikasian C. rotundicauda dengan menggunakan analisis logistik berdasarkan 27 karakter yang telah dirasiokan ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3 Konektivitas antar lokasi Carcinoscorpius rotundicauda berdasarkan 27

karakter yang telah dirasiokan Observed

Predicted

Semarang Demak Rembang Gresik Surabaya Subang PercentCorrect

Semarang 1 100,0% Demak 0 6 100,0% Rembang 0 0 21 100,0% Gresik 0 0 0 28 100,0% Surabaya 0 0 0 0 38 100,0% Subang 0 0 0 0 0 21 100,0% Overall Percentage 0,9% 5,2% 18,3% 24,3% 33,0% 18,3% 100,0%

Berdasarkan tabel Pseudo R-Square diperoleh R2 sebesar 95,3%. Hal ini berarti variable independen dapat menjelaskan perbedaan morfometrik antar tiap daerah dan 4,7% dijelaskan oleh variable di luar model. Berdasarkan tabel classification, model memiliki kemampuan untuk membedakan antar kelompok populasi sebesar 100% yaitu individu diklasifikasikan sebagai individu asli yang berasal dari Semarang (n=1), Demak (n=6), Rembang (n=21), Gresik (n=28), Surabaya (n=38), dan Subang (21). Percent correct dapat mencapai hingga 100% diduga karena jumlah individu yang ditemukan sedikit di setiap daerahnya.

17 Tachypleus gigas

Hasil uji Kruskal Wallis berdasarkan 27 karakter morfometrik T. gigas yang telah dirasiokan secara keseluruhan diperoleh hasil sebanyak 13 karakter yang tidak berbeda nyata (p>0,05) pada lokasi Semarang, Demak, Surabaya, Subang, dan Banten. Uji ini tidak dapat diketahui secara spesifik karakter mana yang memiliki beda nyata antar lokasi, sehingga dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui karakter yang berbeda nyata (p<0,05) antar lokasi. Berikut merupakan hasil uji Mann-Whitney (Tabel 4).

Tabel 4 Perbandingan karakter morfometrik Tachypleus gigas pada lokasi Semarang, Demak, Surabaya, Subang, dan Banten

Karakter

(rata-rata±SD) Semarang Demak Surabaya Lokasi Subang Banten

XX1 (mm) X1/X3 1,9974±0,0299 1,9589±0,1597 2,1519±0,3688 1,9685±0,1287 1,9362±0,1920 X2/X3 0,9974±0,0299 0,9561±0,2616a 1,1546±0,2311b 0,9955±0,1438 1,0003±0,2036 X4/X3 0,5751±0,0051 0,5504±0,0636 0,5984±0,0945 0,5590±0,0519 0,5664±0,0080 X5/X3 0,3168±0,0103 0,2973±0,0154b 0,3379±0,0477a 0,3171±0,0232ac 0,3216±0,0276ad X6/X3 0,2606±0,0019 0,2589±0,0229 0,2715±0,0516 0,2546±0,0220 0,2547±0,0141 X7/X3 0,4249±0,0051bd 0,3554±0,1144b 0,4922±0,0757c 0,4479±0,0233ad 0,4420±0,0199de X8/X3 0,2137±0,0076 0,2065±0,0144 0,2149±0,0345 0,2072±0,0109 0,2071±0,0053 X9/X3 0,9370±0,0353 0,9440±0,1330 1,0267±0,1536 0,9721±0,0736 0,9898±0,0307 X10/X3 0,5142±0,0136 0,4913±0,0300 0,5430±0,1123 0,4954±0,0233 0,4974±0,0283 X11/X3 0,5329±0,0007 0,5303±0,0230 0,5972±0,1318 0,5399±0,0313 0,5620±0,0477 X12/X3 0,6152±0,0189 0,6047±0,0386a 0,6876±0,1374b 0,6134±0,0384 0,6508±0,0437db X13/X3 0,7862±0,0142 0,7767±0,0704a 0,8594±0,1460 0,8184±0,0368b 0,8191±0,0358 X14/X3 0,2606±0,0019 0,2537±0,0316a 0,2892±0,0624 0,2777±0,0143b 0,2798±0,0200 X15/X3 0,0429±0,0035abd 0,0421±0,0070b 0,0581±0,0123ce 0,0471±0,0043d 0,0508±0,0034ed X16/X3 0,0381±0,0011abd 0,0388±0,0055b 0,0516±0,0115ce 0,0432±0,0053d 0,0456±0,0017ed XX2 (mm) X17/X3 0,1106±0,0254 0,1092±0,0189 0,1200±0,0341 0,1201±0,0093 0,1269±0,0145 X18/X3 0,1085±0,0486 0,1160±0,0263a 0,1291±0,0292 0,1366±0,0152b 0,1349±0,0198 X19/X3 0,0990±0,0418ab 0,1023±0,0385b 0,1247±0,0512 0,1447±0,0128c 0,1504±0,0295 X20/X3 0,0308±0,0239abc 0,0780±0,0560b 0,1114±0,0637cd 0,1436±0,0118d 0,1519±0,0251ade X21/X3 0,0378±0,0207ab 0,0718±0,0578b 0,1068±0,0651 0,1456±0,0158cd 0,1475±0,0184ad X22/X3 0,0308±0,0239abc 0,0700±0,053b 0,1388±0,0134bc 0,1388±0,0134d 0,1322±0,0152cde X23/X3 0,0249±0,0019 0,0233±0,0026ac 0,0274±0,0062b 0,0226±0,0042c 0,0247±0,0043 X24/X3 0,0357±0,0001abc 0,0443±0,0100b 0,0569±0,0178cd 0,0529±0,0059d 0,0584±0,0033ade X25/X3 0,0250±0,0133ab 0,0425±0,0103b 0,0561±0,0167cd 0,0522±0,0057d 0,0568±0,0027ade X26/X3 0,0337±0,0017 0,0328±0,0021ac 0,0376±0,0064bd 0,0317±0,0032c 0,0350±0,0010d X27/X3 0,0337±0,0018 0,0329±0,0020abc 0,0358±0,0066bd 0,0314±0,0030c 0,0356±0,0015d X28/X3 0,0456±0,0080 0,0440±0,0028ad 0,0517±0,0114b 0,0388±0,0044c 0,0388±0,0023cd

Keterangan: Huruf pada superskrip yang berbeda menunjukkan sifat beda nyata berdasarkan hasil

uji Mann-Whitney (p<0,05), sedangkan superskrip yang sama menunjukkan adanya

sifat sama (p>0,05), dan tidak bersuperskrip menunjukkan adanya sifat tidak beda nyata

dengan semua lokasi. Keterangan XX1, XX2, dan X1-X28 pada Gambar 2.

Sebanyak 14 karakter morfometrik T. gigas dari ke-5 lokasi tersebut memiliki hubungan sifat beda nyata (p<0,05) antar lokasi. Sebanyak 15 karakter tubuh, T. gigas Surabaya memiliki ukuran tubuh (X1-X2 dan X4-X16) lebih besar dan 5 anggota tubuh (panjang marginal spine VI (X22), diameter capit chelicera (X23), diameter capit kaki jalan II (X26), diameter capit kaki jalan III (X27), diameter capit kaki jalan IV (X28)) yang relatif lebih besar dibandingkan daerah Semarang, Demak, Subang, dan Banten (memiliki 6 anggota tubuh yaitu X17-X21 dan X24-X25), sedangkan T. gigas Semarang dan Demak memiliki ukuran relatif sama, begitu juga dengan Subang dan Banten.

Analisis Kluster Morfometrik Tachypleus gigas

Gambar 16 merupakan dendrogram yang terbentuk dari analisis kluster berdasarkan 27 karakter morfometrik T. gigas yang telah dirasiokan, pada tingkat

18

kesamaan 60% diperoleh hasil bahwa daerah Semarang dan Demak membentuk satu kelompok dengan tingkat kesamaan sebesar 66,11%. Begitu juga dengan Subang dan Banten memiliki tingkat kesamaan sebesar 79,66%. Sedangkan Surabaya membentuk populasi tersendiri.

Gambar 16 Dendrogram karakter morfometrik Tachypleus gigas pada daerah Semarang, Demak, Subang, Banten, Surabaya

T. gigas Surabaya membentuk kelompok terpisah berdasarkan karakter morfometrik karena pada daerah ini memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan daerah lainnya. T. gigas Semarang dan Demak memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh relatif sama sehingga keduanya membentuk satu kelompok, begitu juga dengan Subang dan Banten.

Pengelompokan Tachypleus gigas

Hasil pengklasifikasian T. gigas dengan menggunakan analisis logistik berdasarkan 27 karakter yang telah dirasiokan pada Table 5.

Tabel 5 Konektivitas antar lokasi Tachypleus gigas berdasarkan 27 karakter yang telah dirasiokan

Observed Predicted

Semarang Demak Surabaya Subang Banten PercentCorrect

Semarang 2 100,0% Demak 0 21 100,0% Surabaya 0 0 11 100,0% Subang 0 0 0 18 100,0% Banten 0 0 0 0 5 100,0% Overall Percentage 3,5% 36,8% 19,3% 31,6% 8,8% 100,0%

19 Berdasarkan tabel Pseudo R-Square diperoleh R2 sebesar 93,8%. Hal ini berarti variable independen dapat menjelaskan perbedaan morfometrik antar tiap daerah dan 6,2% dijelaskan oleh variabel di luar model. Berdasarkan tabel classification, model memiliki kemampuan untuk membedakan antar kelompok populasi sebesar 100% yaitu individu diklasifikasikan sebagai individu asli yang berasal dari Semarang (n=2), Demak (n=21), Surabaya (n=11), Subang (18), dan Banten (n=5). Percent correct dapat mencapai hingga 100% diduga karena jumlah individu yang ditemukan sangat sedikit disetiap daerahnya.

Tachypleus tridentatus

Hasil uji Kruskal Wallis berdasarkan 27 karakter morfometrik T. tridentatus yang telah dirasiokan secara keseluruhan diperoleh hasil sebanyak 12 karakter yang tidak berbeda nyata (p>0,05) pada lokasi Semarang, Gresik, Subang, dan Banten. Namun, pada uji ini tidak dapat diketahui secara spesifik karakter mana yang memiliki beda nyata antar lokasi, sehingga dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui karakter yang berbeda nyata (p<0,05) antar lokasi. Berikut merupakan hasil uji Mann-Whitney (Tabel 6).

Tabel 6 Perbandingan karakter morfometrik Tachypleus tridentatus pada lokasi

iSemarang, Gresik, Subang, dan Banten

Karakter

(rata-rata±SD) Semarang Gresik Lokasi Subang Banten

XX1 (mm) X1/X3 2,1407±0,0455 2,0521±0,0538 2,0852±0,2747 2,0755±0,1365 X2/X3 1,1407±0,0455 1,1715±0,0498ac 1,0479±0,1007b 1,1588±0,1370c X4/X3 0,5770±0,0391 0,5538±0,0017ab 0,5382±0,0357b 0,5840±0,0139c X5/X3 0,3210±0,0175 0,3144±0,0385a 0,3144±0,0385b 0,3191±0,0120c X6/X3 0,2560±0,0216 0,2237±0,0498 0,2605±0,0278 0,2627±0,0143 X7/X3 0,4230±0,0391 0,4444±0,0173a 0,3750±0,1003b 0,4655±0,0258 X8/X3 0,2243±0,0117 0,2215±0,0204 0,2192±0,0161 0,2161±0,0128 X9/X3 1,0017±0,0634 0,9566±0,0272a 0,8699±0,2946b 1,0117±0,0443 X10/X3 0,5275±0,0214 0,4910±0,0089ab 0,4962±0,0216b 0,5186±0,0180c X11/X3 0,5716±0,0139 0,5931±0,0356 0,5604±0,0333 0,5808±0,0172 X12/X3 0,6535±0,0076 0,7158±0,0625a 0,6571±0,0415b 0,6991±0,0442 X13/X3 0,8276±0,0355 0,8292±0,0210a 0,8135±0,0428b 0,8892±0,0594 X14/X3 0,3124±0,0033 0,2697±0,0729 0,3042±0,0216 0,3162±0,0169 X15/X3 0,0582±0,0087 0,0564±0,0091 0,0517±0,0052 0,0554±0,0047 X16/X3 0,0515±0,0086 0,0564±0,0091a 0,0444±0,0060b 0,0482±0,0065 XX2 (mm) X17/X3 0,1237±0,0004 0,1263±0,0253a 0,1091±0,0164b 0,1419±0,0310 X18/X3 0,1385±0,0125 0,1341±0,0319a 0,1283±0,0226b 0,1571±0,0406 X19/X3 0,1477±0,0006 0,1636±0,0073ac 0,1430±0,0187b 0,1660±0,0376c X20/X3 0,1508±0,0050 0,1532±0,0174a 0,1449±0,0173b 0,1728±0,0342 X21/X3 0,1346±0,0070ab 0,1549±0,0091 0,1483±0,0126b 0,1682±0,0348c X22/X3 0,1385±0,0125 0,1410±0,0173 0,1423±0,0104 0,1494±0,0360 X23/X3 0,0256±0,0037 0,0215±0,0034ab 0,0186±0,0049b 0,0263±0,0057c X24/X3 0,0393±0,0015ab 0,0353±0,0018b 0,0275±0,0059c 0,0353±0,0097bd X25/X3 0,0378±0,0004ab 0,0390±0,0048b 0,0289±0,0050c 0,0366±0,0025bd X26/X3 0,0389±0,0012ab 0,0390±0,0048b 0,0285±0,0052c 0,0362±0,0037bd X27/X3 0,0343±0,0013ac 0,0332±0,0025 0,0277±0,0055b 0,0358±0,0014c X28/X3 0,0420±0,0031 0,0440±0,0009a 0,0377±0,0054b 0,0410±0,0038

Keterangan: Huruf pada superskrip yang berbeda menunjukkan sifat beda nyata berdasarkan hasil uji Mann-Whitney (p<0,05), sedangkan superskrip yang sama menunjukkan adanya sifat sama (p>0,05), dan tidak bersuperskrip menunjukkan adanya sifat tidak beda nyata dengan semua lokasi. Keterangan XX1, XX2, dan X1-X28 pada Gambar 2.

20

Sebanyak 15 karakter morfometrik T. tridentatus dari ke-4 lokasi memiliki hubungan sifat beda nyata (p<0,05) antar lokasi, Subang memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan daerah Semarang, Gresik, dan Banten. T. tridentatus Semarang memiliki 5 ukuran tubuh (X1, X5, X8, X10, X15) dan 1 anggota tubuh (X24) lebih besar. Sedangkan T. tridentatus Gresik memiliki 4 ukuran tubuh (X2, X11, X12, X16) dan 3 anggota tubuh (X25, X26, X28) lebih besar. Banten memiliki 6 ukuran tubuh (X4, X6, X7, X9, X13, X14) dan 8 ukuran anggota tubuh (X17-X23, X27) lebih besar.

Analisis Kluster Morfometrik Tachypleus tridentatus

Gambar 17 merupakan dendrogram yang terbentuk dari analisis kluster berdasarkan 27 karakter morfometrik T. tridentatus yang telah dirasiokan, pada tingkat kesamaan 60% diperoleh hasil bahwa daerah Semarang, Banten, Gresik, dan Subang membentuk kelompok tersendiri.

Gambar 17 Dendrogram karakter morfometrik Tachypleus tridentatus pada daerah

iSemarang, Banten, Gresik, dan Surabaya

T. tridentatus Subang membentuk kelompok terpisah berdasarkan karakter morfometrik karena pada daerah ini memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan daerah lainnya. T. tridentatus Semarang dan Banten memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh relatif sama sehingga keduanya membentuk satu kelompok, sedangkan Gresik memiliki ukuran tubuh dan anggota tubuh lebih besar dari Subang, Semarang, dan Banten. Namun tingkat kesamaan karakter Gresik lebih dekat dengan Semarang dan Banten.

Pengelompokan Tachypleus tridentatus

Hasil pengklasifikasian T. tridentatus dengan menggunakan analisis logistik berdasarkan 27 karakter yang telah dirasiokan diperoleh hasil pada Tabel 7. Berdasarkan tabel Pseudo R-Square diperoleh R2 sebesar 88,8% hal ini berarti variable independen dapat menjelaskan perbedaan morfometrik antar tiap daerah

21 dan 12.2% dijelaskan oleh variable di luar model. Berdasarkan tabel classification, model memiliki kemampuan untuk membedakan antar kelompok populasi sebesar 100% yaitu individu diklasifikasikan sebagai individu asli yang berasal dari Semarang (n=2), Gresik (n=3), Subang (n=17), dan Banten (n=10). Percent correct dapat mencapai hingga 100% diduga karena jumlah individu yang ditemukan sangat sedikit disetiap daerahnya.

Tabel 7 Konektivitas antar lokasi Tachypleus tridentatus berdasarkan 27 karakter yang telah dirasiokan

Observed Predicted

Semarang Gresik Subang Banten Percent Correct

Semarang 2 100,0% Gresik 0 3 100,0% Subang 0 0 17 100,0% Banten 0 0 0 10 100,0% Overall Percentage 6,3% 9,4% 53,1% 31,3% 100,0% Pembahasan

Sebanyak 7 lokasi penelitian diperoleh jumlah jantan dan betina masing-masing spesies berbeda. Terjadi ketidakseimbangan antara spesies jantan dan betina pada T. gigas, betina lebih banyak ditemukan. T. tridentatus jantan tidak ditemukan sama sekali pada semua lokasi, sedangkan C. rotundicauda jantan lebih banyak ditemukan, khususnya pada daerah Surabaya dari 41 total C. rotundicauda hanya ditemukan 4 betina. Menurut Johnson & Brockmann (2010) perbedaan perbandingan komposisi jantan dan betina disebabkan adanya masa dimana mimi jantan yang tidak memiliki pasangan berkumpul di pantai dan bertindak sebagai satelit untuk menunggu giliran memijah.

C. rotundicauda adalah spesies yang paling sering ditemukan hampir di semua lokasi, kecuali pada daerah Banten. Umumnya perairan Banten memiliki kedalaman tidak lebih dari 13 meter, dan berlumpur yang bercampur dengan pasir. C. rotundicauda hidup di air payau dengan substrat berlumpur, biasanya pada daerah mangrove (Li 2008; Shin & Cheung 2009; Cartwright-Taylor et al. 2011; Rubiyanto 2012). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Rubiyanto (2012) di Perairan Kuala Tungkal mimi ini memiliki kepadatan lebih tinggi (62 ind/100m2, n=246) dibandingkan dengan T. gigas (2 ind/100m2, n=8). Daerah Singapura telah ditemukan sebanyak 172 individu C. rotundicauda lebih banyak dibandingkan dengan T. gigas sebanyak 6 individu pada daerah dengan substrat berlumpur (Carthwright-Taylor et al. 2011). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Mishra (2009) C. rotundicauda banyak ditemukan pada perairan dengan salinitas rendah. Pola sebaran C. rotundicauda adalah acak (Rubiyanto 2012), hal ini menunjukkan kemampuan toleransi suatu individu terhadap ketersediaan sumberdaya lingkungan (Cartwright-Taylor et al. 2009).

Daerah Ujung Kulon ditemukan dua jenis mimi yaitu T. gigas dan T. tridentatus dikarenakan Ujung Kulon merupakan daerah karang sedikit berlumpur. Berdasarkan hasil survei, daerah Teluk Banten saat ini jarang sekali ditemukan mimi akibat adanya penambangan pasir. Keberadaan T. gigas di Hong Kong akibat

22

adanya reklamasi pantai dan degradasi habitat telah menghilang sejak tahun 1990 (Shin et al. 2009). Akibat adanya sarana rekreasi dan pembangunan pelabuhan mimi di Singapura tidak terdapat aktivitas pemijahan di tepi pantai (Cartwright et al. 2011).

Daerah Rembang C. rotundicauda memiliki ukuran lebar maksimal prosoma paling besar dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini dikarenakan pada daerah Rembang merupakan daerah mangrove dengan substrat berlumpur tebal. Mangrove dengan substrat berlumpur merupakan habitat dengan sumber makanan yang disukai oleh mimi jenis C. rotundicauda. Lingkungan dengan sumber makanan yang banyak mengandung Ca (bivalvia, polycaeta, moluska) akan membantu pertumbuhan karapas dengan baik. Ukuran tubuh mimi dipengaruhi oleh kepadatan populasi, ketersediaan pangan, dan pengaruh kondisi lingkungan (Chatterji et al. 2000; Zadeh et al. 2011). Penelitian yang telah dilakukan oleh Chatterji et al. (2000) diperoleh hasil bahwa pertambahan panjang dan lebar karapas dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kepadatan populasi. Mimi memiliki ukuran karapas yang berbeda pada habitat yang berbeda seperti karapas populasi mimi yang ada di Malaysia memiliki karapas yang lebih besar dibandingkan dengan karapas yang ada di India dan Thailand (Chatterji 1999; Srijaya et al. 2010).

C. rotundicauda dan T. tridentatus pada daerah Subang memiliki rata-rata ukuran tubuh dan anggota tubuh paling kecil jika dibandingkan dengan dearah lainnya. Perairan Mayangan Subang berhadapan langsung dengan Laut Jawa disebelah utara sehingga suhu dan salinitas sangat dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Rataan suhu yang bervariasi antara 27,5-28,7oC dengan salinitas 30-33 ppt, kedalaman 20 m. Perairan Mayangan Subang memiliki kekeruhan tinggi akibat pengaruh dari karakteristik Laut Jawa. Pada penelitian ini, Subang merupakan lokasi dengan jumlah tangkapan mimi terbanyak, dalam sehari sebanyak 45 ekor mimi telah tertangkap. Sebanyak 378 ekor mimi tertangkap selama 10 bulan Maret-Desember 2003 penelitian yang telah dilakukan oleh Muslihah (2004) di Mayangan Subang. Kepadatan populasi, umur, ketersediaan pangan, dan pengaruh kondisi lingkungan mempunyai hubungan yang signifikan dengan perubahan dimensi tubuh mimi (Chatterji et al. 2000; Zadeh et al. 2011). Di Balramgari, Orissa pertambahan panjang dan lebar karapak T. gigas dipengaruhi oleh kepadatan dan ketersediaan pakannya. Makanan mimi tersedia dibanyak tempat, jenis makanan mimi diantaranya ikan mati, polycaeta, bivalvia, moluska, serta alga (Chatterji et al. 2000).

Dokumen terkait