• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 6-68 diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 2 MST dan tinggi tanaman pada 3 MST, jumlah daun 2 MST, jumlah daun 4 MST, parameter jumlah daun diatas tongkol, parameter umur berbunga betina, parameter umur panen, parameter jumlah biji pertongkol dan berat biji pertongkol. Dan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4 MST, tinggi tanaman 5 MST, tinggi tanaman 6 MST, tinggi tanaman 7 MST, parameter jumlah daun 3 MST, jumlah daun 5 MST, jumlah daun 6 MST dan jumlah daun 7 MST, parameter kelengkungan daun, parameter laju pengisian biji, parameter umur berbunga jantan dan jumlah baris pertongkol dan pupuk berbeda nyata hanya terhadapjumlah daun 5 MST, parameter umur panen dan berat biji pertongkol sedangkan interaksi antara varietas dan pupuk berpengaruh nyata terhadap parameter umur berbunga betina, parameter jumlah biji pertongkol dan berat biji pertongkol.

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman pada Lampiran 6-23 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata pada 2 MST dan 3 MST sedangkan pupuk dan interaksi antara varietas dan pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.

Perbedaan tinggi tanaman dari varietas dan pupuk dari 2 MST sampai 7 MST dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) dari varietas dan pupuk

Perlakuan Minggu Setelah Tanam

2 3 4 5 6 7 V1 = P-12 37.71a 77.19a 97.93 146.56 156.10 228.64 V2 = BISI -2 34.99b 65.89b 93.11 12.,75 148.83 203.33 V3 = JAYA -1 26.15c 59.46c 87.74 123.00 147.58 218.38 BNJ.05 10.24 16.06 - - - - P0 = Pupuk Dasar 31.87 67.00 92.62 140.25 148.60 225.83 P1 = 50 %P.Dasar dan 34.55 68.28 94.36 129.78 154.52 214.02 Pupuk hayati P2= Pupuk hayati 32.43 67.26 91.81 124.28 149.39 210.96 BNJ.05 - - - -

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 1 Dapat dilihat bahwa varietas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST dan 3 MST. Rataan tinggi tanaman tertinggi pada varietas P-12 (228.64 cm) dan terendah pada varietas Bisi-2 (203.33 cm).

Rataan tinggi tanaman pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk dasar (225.38 cm) dan yang terendah adalah pada pupuk hayati (210.96 cm).

Jumlah Daun (helai)

Dari hasil sidik ragam jumlah daun pada Lampiran 24-41 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun pada 2 MST dan 4 MST sedangkan pupuk berbeda nyata terhadap jumlah daun 5 MST dan interaksi antara varietas dan pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Perbedaan jumlah daun dari varietas dan pupuk dari 2 MST sampai 7 MST dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Jumlah Daun (helai) dari varietas dan Pupuk

Perlakuan Minggu Setelah Tanam

2 3 4 5 6 7

V1 = P-12 5.67b 8.06 9.06b 10.22 10.22 13.56

V2 = BISI -2 6.06a 8.44 9.94a 10.44 10.44 14.28

V3 = JAYA- 1 5.00c 7.06 8.28c 9.28 9.28 13.39 BNJ.05 3.12 - 3.57 - - - P0 = Pupuk Dasar 5.89 8.39 9.11 10.33 10.33 13.89 P1 = 50 %P.Dasar dan 5.39 7.78 9.56 10.28 10.28 13.89 Pupuk hayati P2= Pupuk hayati 5.44 7.39 8.61 9.33 9.33 13.44 BNJ.05

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa varietas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun pada 2 MST dan 4 MST. Rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada varietas Bisi-2 (14.28 helai) dan yang terendah terdapat pada varietas Jaya-1 (13.39 helai).

Rataan jumlah daun terbesar pada perlakuan pupuk adalah pada pemberian pupuk dasar (13.89 helai) dan yang terkecil terdapat pada pemberian pupuk hayati (13.44 helai).

Kelengkungan Daun

Dari analisis sidik ragam kelengkungan daun pada Lampiran 42-45 diketahui bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap kelengkungan daun, pupuk tidak berbeda nyata terhadap kelengkungan daun dan interaksi antara varietas dan pupuk tidak berbeda nyata terhadap kelengkungan daun.

Tabel 3. Rataan Kelengkungan Daun dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar + P. Hayati P. Hayati Rata-rata

V1 (Pioneer-12) 0.52 0.58 0.56 0.55

V2 (Bisi-2) 0.46 0.57 0.46 0.50

V3 (Jaya-1) 0.55 0.47 0.40 0.47

Rata-rata 0.51 0.54 0.47

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan kelengkungan daun terbesar pada varietas terdapat pada varietas Pioneer-12 (0.55) dan rataan kelengkungan daun terendah terdapat pada varietas Jaya-1 (0.47).

Rataan kelengkungan daun terbesar pada perlakuan pupuk terdapat pada 50 % pupuk dasar + pupuk hayati (0.54) sedangkan yang terkecil terdapat pada pemberian pupuk hayati (0.47).

Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai)

Dari hasil analisis sidik ragam jumlah daun di atas tongkol Lampiran 45-47 dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol sedangkan pupuk maupun interaksi antara varietas dengan pupuk tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun diatas tongkol.

Rataan jumlah daun di atas tongkol dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Rataan Jumlah daun di Atas Tongkol (helai) dari varietas dan Pupuk

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar +

P. Hayati P. Hayati Rata-rata

BNJ.05= 0.65 V1 (Pioneer-12) 5.330 6.000 6.170 5.830b V2 (Bisi-2) 5.500 5.330 5.830 5.500c V3 (Jaya-1) 6.170 6.170 5.830 6.060a Rata-rata 5.670 5.830 5.94

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rataan jumlah daun di atas tongkol tertinggi terdapat pada varietas JAYA-1 (6,06) sedangkan yang terendah terdapat pada varietas BISI-2 (5,50).

Rataan jumlah daun diatas tongkol yang terbesar terdapat pada pemberian pupuk hayati (5.94 helai) dan yang terendah terdapat pada pemberian pupuk dasar (5.67 helai).

Umur Berbunga Jantan (hari)

Hasil analisis sidik ragam umur berbunga jantan pada Lampiran 48-50 dapat dilihat bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap umur berbunga jantan, pupuk tidak berbeda nyata terhadap umur berbunga jantan dan interaksi antara varietas dan pupuk juga tidak berbeda nyata terhadap umur berbunga jantan.

Rataan umur berbunga jantan dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Umur Berbunga Jantan (hari) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar + P. Hayati P. Hayati Rata-rata

V1 (Pioneer-12) 56.33 56.50 56.17 56.33

V2 (Bisi-2) 56.33 56.67 55.83 56.28

V3 (Jaya-1) 56.33 56.17 56.67 56.39

Rata-rata 56.33 56.45 56.22

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan umur berbunga jantan tercepat terdapat pada varietas Bisi-2 (56.28 hari) dan rataan umur berbunga jantan terlama terdapat pada varietas Jaya-1 (56.39 hari).

Rataan umur berbunga jantan tercepat pada perlakuan pupuk terdapat pada pemberian pupuk hayati (56.22 hari) dan yang terlama pada pemberian 50 % pupuk dasar + pupuk hayati (56.45 hari).

Umur Berbunga Betina (hari)

Dari hasil analisis sidik ragam umur berbunga betina pada Lampiran 51-53 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur berbunga betina, pupuk berbeda nyata terhadap umur berbunga betina dan interaksi antara varietas dan pupuk tidak berbeda nyata terhadap umur berbunga betina.

Rataan umur berbunga betina dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Umur Berbunga Betina (hari) pada Varietas dan Pupuk

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar +

P. Hayati P. Hayati Rata-rata

BNJ.05= 0.65 V1 (Pioneer-12) 58.67a 59.17c 59.00b 58.95

V2 (Bisi-2) 60.17a 59.83ab 58.67c 59.56

V3 (Jaya-1) 59.17a 59.17ab 59.33bc 59.22

Rata-rata 59.34 59.39 59.00

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan umur berbunga betina yang tercepat terdapat pada perlakuan varietas terdapat pada varietas Pioneer-12 (58.95 hari) dan yang terlama terdapat pada varietas Bisi-2 (59.56 hari)

Rataan umur berbunga betina yang tercepat terdapat pada perlakuan pupuk adalah pada pemberian pupuk hayati (59.00 hari) dan yang terlama pada pemberian pupuk dasar + pupuk hayati (59.34 hari).

Untuk parameter umur berbunga betina yang paling responsif terhadap pemberian pupuk dasar adalah varietas Bisi-2 (60.17 hari), varietas Bisi-2 pada pemberian 50 % pupuk dasar + pupuk hayati (59.83) sedangkan varietas Jaya-1 (59.33) pada pemberian pupuk hayati.

Diagram pengaruh interaksi antara varietas dan pupuk pada umur berbunga betina dapat dilihat pada Gambar 1.

57,50 58,00 58,50 59,00 59,50 60,00 60,50 1 2 3 Varietas P u p u k Pioneer-12 Bisi-2 Jaya-1

Gambar 1. Diagram Umur Berbunga Betina dari Varietas dan Pupuk Umur Panen (hari)

Dari hasil analisis data sidik ragam umur panen pada Lampiran 54-56 dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur panen, pupuk berbeda nyata terhadap umur panen sedangkan interaksi antara varietas dan pupuk belum berbeda nyata terhadap umur panen.

Rataan umur panen dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Umur Panen (hari) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar

+ P. Hayati P. Hayati Rata-rata BNJ.05=1.05

V1 (Pioneer-12) 97.17 95.00 96.00 96.05a

V2 (Bisi-2) 97.17 96.17 97.17 96.84b

V3 (Jaya-1) 96.00 97.17 98.17 97.11c

Rata-rata 94.78a 96.11ab 97.17bc

BNJ.05=1.05

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan umur panen tercepat pada perlakuan varietas adalah pada varietas Pioneer-12 (96.05 hari) dan yang terlama pada varietas Bisi-2 (97.11 hari).

Rataan umur panen tercepat pada perlakuan pupuk adalah pada pemberian pupuk dasar (94.78 hari) dan yang terlama pada pemberian pupuk hayati (97.17 hari).

Laju Pengisian Biji (gram/hari)

Dari hasil analisis sidik ragam laju pengisian biji pada Lampiran 57-59 dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol sedangkan pupuk maupun interaksi antara varietas dengan pupuk tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun diatas tongkol.

Rataan laju pengisian biji (gram/hari) pada varietas dan pupun dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Laju Pengisian Biji (gram/hari)

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar + P. Hayati P. Hayati Rata-rata

V1 (Pioneer-12) 3.68 4.31 3.53 3.84

V2 (Bisi-2) 3.79 3.25 3.34 3.46

V3 (Jaya-1) 3.87 3.29 2.84 3.33

Rata-rata 3.78 3.62 3.24

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa rataan laju pengisian biji terbesar pada perlakuan varietas adalah terdapat pada varietas Pioneer-12 (3.84 gr/hari) dan yang terkecil terdapat pada varietas Jaya-1 (3,33 gr/hari).

Rataan laju pengisian biji pada perlakuan pupuk yang terbesar adalah pada pemberian pupuk dasar (3.78 gr/hari), dan yang terkecil terdapat pada pemberian pupuk hayati (3.24 gr/hari).

Jumlah Baris Pertongkol (baris)

Dari hasil analisis sidik ragam jumlah baris pertongkol pada Lampiran 60-62 diketahui bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap jumlah baris pertongkol, pupuk tidak berbeda nyata terhadap jumlah baris pertongkol dan interaksi antara varietas dan pupuk tidak berbeda nyata terhadap jumlah baris pertongkol.

Rataan jumlah baris pertongkol pada varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Jumlah Baris Pertongkol (baris)

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar + P. Hayati P. Hayati Rata-rata

V1 (Pioneer-12) 13.50 12.67 13.83 13.33

V2 (Bisi-2) 12.25 14.75 13.83 13.61

V3 (Jaya-1) 13.30 14.00 13.83 13.71

Rata-rata 13.02 13.81 13.83

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa rataan jumlah baris pertongkol terbanyak pada perlakuan varietas terdapat pada varietas Jaya-1 (13.71 baris) dan yang terendah terdapat pada varietas Pioneer-12 (13.33 baris).

Rataan jumlah baris tertinggi pada perlakuan pupuk terdapat pada pemberian pupuk hayati (13.83 hari) sedangkan yang terendah pada pemberian pupuk dasar (13.02 baris).

Jumlah Biji Pertongkol (biji)

Dari hasil analisis sidik ragam jumlah biji pertongkol pada Lampiran 63-65 dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah biji pertongkol, pupuk berbeda tidak nyata terhadap jumlah biji pertongkol sedangkan interaksi antara varietas dan pupuk berbeda nyata terhadap jumlah biji pertongkol.

Rataan jumlah biji pertongkol dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Jumlah Biji Pertongkol (biji) pada Varietas dan Pupuk

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar

+ P. Hayati P. Hayati Rata-rata BNJ.05=18.51 V1 (Pioneer-12) 265.33a 271.50a 279.83b 272.22a

V2 (Bisi-2) 304.83c 303.83c 344.00c 317.55c

V3 (Jaya-1) 291.83b 290.67b 254.50a 279.00b

Rata-rata 287.33 288.67 208.78

BNJ.05=32.05

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa rataan jumlah biji pertongkol pada perlakuan varietas terdapat pada varietas Bisi-2 (317.55 biji) dan yang terendah terdapat pada Pioneer-12 (288.67 biji).

Rataan jumlah biji pertongkol tertinggi pada perlakuan pupuk terdapat pada pemberian pupuk 50 % pupuk dasar + pupuk hayati (288.67 biji) dan yang terendah pada pupuk hayati (272.22 biji).

Diagram pengaruh interaksi antara varietas dan pupuk pada jumlah biji pertongkol dapat dilihat pda Gambar 2.

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00 1 2 3 Varietas P u p u k Pioneer-12 Bisi-2 Jaya-1

Gambar 2. Diagram Jumlah Biji Pertongkol dari Varietas dan Pupuk Berat Biji Pertongkol (gram)

Dari hasil analisis sidik ragam berat biji pertongkol pada Lampiran 66-68 dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap berat biji pertongkol, pupuk berbeda nyata terhadap berat biji pertongkolan interaksi antara varietas dan pupuk juga berbeda nyata terhadap berat biji pertongkol.

Rataan berat biji pertongkol dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Berat Biji Pertongkol dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan Pupuk Dasar 50 % P. Dasar

+ P. Hayati P. Hayati Rata-rata BNJ.05=18.51

V1 (Pioneer-12) 61.39c 59.66c 63.41c 61.49c

V2 (Bisi-2) 97.03a 91.12a 87.03a 91.73a

V3 (Jaya-1) 89.07b 85.59b 86.01b 86.89b

Rata-rata 82.50a 78.79b 78.82c

BNJ.05=32.05

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa rataan terbesar berat biji pertongkol pada perlakuan varietas adalah pada varietas Bisi-2 (91.73 gram) dan yang terkecil pada varietas Pioneer-12 (61.49 gram).

Rataan berat biji pertongkol terbesar pada perlakuan pupuk adalah pada pemberian pupuk dasar (82.50 gram) dan yang terkecil adalah pada pemberian 50 % pupuk dasar + pupuk hayati (78.79 gram).

Untuk parameter berat biji pertongkol yang paling responsif pada pemberian pupuk dasar adalah pada varietas Bisi-2 (91.12 gram), varietas Bisi-2 pada pemberian 50% pupuk dasar + pupuk hayati dan pada varietas Bisi-2 (87.03 gram) pada pemberian pupuk hayati. Dari sembilan kombinasi perlakuan yang terbaik adalah pada V2P0 (97.03 gram) yaitu Bisi-2 pada pemberian pupuk dasar.

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 1 2 3 Varietas P u p u k Pioneer-12 Bisi-2 Jaya-1

Gambar 3. Diagram Berat Biji Pertongkol dari Varietas dan Pupuk Heritabilitas

Nilai heritabilitas (h2) untuk masing-masing parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai heritabilitas pada masing-masing parameter

Parameter Nilai heritabilitas Kriteria

Tinggi Tanaman 0.02 Rendah

Jumlah Daun 0.28 Sedang

Kelengkungan daun 0.00 Rendah

Jumlah Daun di Atas Tongkol 0.33 Sedang

Umur Berbunga Jantan 0.14 Rendah

Umur Berbunga Betina 0.56 Tinggi

Umur Panen 0.69 Tinggi

Laju Pengisian Biji 0.14 Rendah

Jumlah Baris Pertongkol 0.18 Rendah

Jumlah Biji Pertongkol 0.85 Tinggi

Bobot Biji Pertongkol 0.31 Sedang

Pembahasan Karakter Vegetatif

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST dan 3 MST, jumlah daun 2 MST dan 4 MST, jumlah daun di atas tongkol tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 4 MST, 5 MST, 6 MST dan 7 MST, jumlah daum pada 3 MST, 5 MST, 6 MST dan 7 MS, jumlah daun pada 4 MST, 5MST, 6 MST dan 7 MST serta kelengkungan daun, sedangkan interaksi antara varietas dan pupuk tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, kelengkungan daun dan jumlah daun di atas tongkol.

Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST dan 3 MST sedangkan pada 4 MST s/d 7 MST tidak berpengaruh nyata dimana dilihat bahwa terjadi keragaman tanaman jagung pada 2 MST dan 3 MST yaitu pertumbuhan yang berbeda-beda setiap individu tanaman walaupun memiliki kesamaan akan varietas. Hal ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi fase-fase pertumbuhan. Hal ini didukung oleh Sutoro dkk (1988) yang menyatakan bahwa keragaman tanaman jagung pada tingkat umur yang berbeda akan memperlihatkan pertumbuhan yang berbeda karena selain faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Varietas menunjukan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada 2 MST dana 4 MST sedangkan pada 3 MST, 5 MST s/d 7 MST varietas tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tinggi tanaman dimana tinggi tanaman tertinggi adalah varietas Pioneer-12 (14.28 helai) sedangkan yang terendah adalah varietas Bisi-2 (13.39 helai). Setiap varietas memiliki bentuk, jumlah dan ukuran daun yang berbeda. Hal ini sesuai dengan Warisno (1998) jumlah daun tiap tanaman bervariasi antara 8-40 helai. Menurut Najiyati dan Danarti (1999) karateristik jumlah daun untuk kebanyakan kultivar jagung berjumlah antara 14-21 helai, tinggi dan kedewasaan jagung sangat erat hubungannya dengan jumlah daun.

Varietas menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol. Jumlah daun di atas tongkol tertinggi terdapat pada varietas Jaya-1 (6.06 helai) dan tidak berbeda dengan varietas Bisi-2 (5.83 helai) yang berpengaruh nyata pada bobot biji pertongkol yang tinggi. Hal ini berarti jumlah daun di atas tongkol mempunyai peranan penting dalam peningkatan produksi yang dihubungkan dengan translokasi hasil fotosintesis. Menurut Muhadjir (1988) pola distribusi daun yang

mengekspresikan bentuk kanopi, selanjutnya akan menentukan banyaknya intersepsi cahaya yang terkait dengan laju fotosintesis tanaman. Pola distribusi daun dapat berupa sudut daun, kelengkungan daun dan jumlah daun terutama jumlah daun di atas tongkol.

Varietas menunjukan pengaruh yang tidak nyata pada kelengkungan daun. Kelengkungan daun merupakan nisbah antara panjang daun dengan jarak antara pelepah daun dan ujung daun dalam posisi melengkung. Diperoleh bahwa adanya keseragaman pertumbuhan pada masing-masing tanaman, hal ini diduga karena karakter diduga memiliki genetik yang seragam terhadap karakter tersebut sehingga yang menyebabkan perbedaan adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh yaitu kesuburan tanah dan cahaya matahari. Hal ini didukung Iriany et al (2008) yang menyatakan bahwa produksi jagung dapat berbeda antar daerah, terutama disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah dan ketersediaan air.

Pupuk maupun interaksi antara varietas dan pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan vegetatif. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Dimana lingkungan tumbuh jagung dalam penelitian ini berada pada lahan pasang surut tipe C yaitu lahan yang tidak terluapi oleh air pasang, baik pasang besar maupun pasang kecil dan kedalaman air tanahnya kurang dari 50 cm dari permukaan tanah. Lahan pasang surut memiliki banyak kendala yaitu tingkat kesuburan yang rendah dan tingkat kelarutan mineral Al dan Fe yang masih tinggi sehingga mempengaruhi ketersediaan fosfat dalam tanah. Pemberian pupuk hayati Tiens Golden Harvest belum dapat mengatasi masalah tersebut pada pertumbuhan vegetatif karena karena pada dasarnya pemberian pupuk hayati memberikan respon yang lambat. Hal ini didukung oleh Damanik dkk (2009) yang menyatakan pupuk hayati mempunyai

perbedaan yang besar dibandingkan dengan pupuk kimia yaitu respon tanaman yang lambat terhadap pemberian serta ketersediaan hara yang tidak secara langsung.

Pertumbuhan Generatif

Varietas menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap umur berbunga betina, umur panen, jumlah biji pertongkol dan tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga jantan. Pupuk menujukan pengaruh yang nyata terhadap umur panen dan berat biji pertongkol sedangkan interaksi antara varietas dan pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur berbunga betina, jumlah biji pertongkol, berat biji pertongkol.

Varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur berbunga betina. Umur berbunga betina tercepat terdapat pada varietas Pioneer-12 (58.95 hari) sedangkan yang terlama terdapat pada varietas Bisi-2 (59.56 hari). Ini menunjukan bahwa terjadinya keragaman padahal pada deskripsi tanaman varietas Pioneer-12 maupun varietas Bisi-2 memiliki umur berbunga betina yang tidak jauh berbeda namun pada hasil penelitian memberikan perbedaan yang nyata hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan susunan genetik yang berada pada masing-masing varietas. Hal ini didukung Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman.

Varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur panen. Panen tercepat terdapat pada varietas Pioneer-12 (96 hari) sedangkan yang terlama terdapat pada Jaya-1 (98.Jaya-17 hari). Pada deskripsi Pioneer-Jaya-12 memiliki umur panen + 92 hari sedangkan pada Jaya-1 memiliki umur panen +104 hari. Hal ini menunjukan bahwa perbedaan ini

diduga oleh adanya perbedaan susunan genetik pada setiap varietas walaupun dalam satu varietas yang sama namun memberikan penampilan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul dan Guritno (1995) bahwa keragaman penampilan tanaman akibat susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanam yang digunakan berasal dari jenis yang sama.

Varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah biji pertongkol dan berat biji pertongkol. Jumlah biji tertinggi terdapat pada varietas Bisi-2 (317.55 biji) sedangkan yang terendah terdapat pada varietas Pioneer-12 (272.22 biji), sedangkan berat biji terbesar terdapat pada varietas Bisi-2 (91.73 gram) dan yang terendah terdapat pada varietas Pioneer-12 (61.49 gram). Hal ini menujukkan bahwa terdapat perbedaan yang besar antara kedua varietas. Dari kedua pengamatan tersebut dapat dilihat adanya perbedaan, perbedaan ini disebabkan oleh sifat genetic dan karateristik dari masing-masing varietas yang ditanam. Perbedaan yang timbul juga dapat disebabkan oleh kemampuan adaptasi dari masing-masing varietas berbeda terhadap lingkungannya. Menurut Djafar at all (1990) yang menyatakan bahwa adanya bentuk-bentuk yang berbeda dari suatu jenis tanaman terjadi akibat tanggapan tanaman tersebut terhadap lingkungan tempat tumbuhnya.

Dari analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan pupuk berbeda nyata terhadap umur panen, berat biji pertongkol. Pada umur panen dapat dilihat bahwa pemberian

pupuk dasar (Po) lebih cepat panen dibandingkan dengan pemberian 50 % pupuk dasar + pupuk hayati maupun hanya pemberian pupuk hayati saja yaitu pada

94.78 hari demikian juga dengan berat biji pertongkol yang paling besar yaitu pada perlakuan pupuk dasar (Po) yaitu 82.50 gram. Hal ini diduga bahwa pemberian pupuk

hayati belum optimal. Damanik dkk (2009) menyatakan bahwa pupuk hayati mempunyai perbedaan yang besar dibandingkan dengan pupuk kimia baik ditinjau dari respon terhadap tanaman, penyediaan hara maupun dampak terhadap lingkungan. Pupuk hayati memiliki ciri yaitu respon tanaman terhadap pemberian pupuk lambat, tanaman targetnya luas, penyediaan hara secara tidak langsung karena harus bersimbiosis dengan tanaman inang dan proses dengan tanaman secara biologi. Sedangkan pemberian pupuk dasar merupakan syarat utama dalam budidaya jagung yaitu pupuk Urea, TSP dan KCL sesuai dengan dosis anjuran pemakaian pupuk untuk tanaman jagung.

Dokumen terkait