• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah sangat berhubungan erat dengan tingkat kesuburan tanah.

Sifat kimia tanah juga dapat menggambarkan kondisi, sifat dan ciri tanah yang terbentuk dan berkembang di dalamnya. Kimia tanah yang diamati atau dianalisa adalah pH tanah, C Organik, N total, P tersedia, dan KTK (Kapasaitas Tukar Kation). Hasil analisa tanah di bawah tegakan malaka disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis kimia tanah pada tegakan malaka (Phyllanthus emblica) Sumber Kriteria : * Eviati dan Sulaeman (2009)

Keterangan : menunjukkan bahwa tanah dilokasi tersebut agak alkalis atau basa dengan nilai pH 8,2 – 8,5. Hal ini dikarenakan rendahnya pencucian basa – basa terutama tanah yang bertekstur halus. Tanah yang memiliki nilai pH diatas 7 adalah tanah yang cenderung alkalis. Tanah yang cenderung alkalis memiliki ketersediaan unsur hara mikro dan juga fosfat yang rendah karena terikat Ca 2+ . Tanah – tanah semacam ini mempunyai kadar liat yang cukup tinggi dengan, kandungan bahan organik dan nitrogen yang sangat rendah (Supriyadi, 2007). Hal ini sesuai dengan keadaan tanah di lapangan, tanah yang kering dan sangat keras serta minim vegetasi.

C organik dari tanah yang diamati berada pada kriteria sangat rendah sampai sedang dengan nilai 0,95 – 2,65 %. C organik terendah terdapat pada sampel J2 dengan kedalaman 5 – 20 cm sebesar 0,95 % (sangat rendah) dan tertinggi terdapat pada sampel tanah J3 pada kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai

sebesar 2,65 % (sedang). Nilai C organik yang didapat menggambarkan bahwa tanah tersebut memiliki kandungan bahan organik yang rendah ke sedang. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu temperatur di Desa Pamuntaran yang cenderung panas berkisar antara 29 – 320 C, serta sedikitnya vegetasi dan tutupan lahan. Akitabnya dekomposisi yang terjadi juga rendah, karena sedikitnya serasah yang ada di lahan tersebut. Begitu pula dengan tekstur yang cenderung liat bahkan ada beberapa bagian tanah di lahan tersebut sangat keras seperti batu. Menurut Supriyadi (2008), temperatur yang tinggi, dekomposisi serasah yang rendah dan tekstur tanah cenderung liat mempengaruhi kandungan bahan organik yang ada didalam tanah tersebut sehingga kandungan bahan organik yang ada menjadi rendah dikarenakan kandungan bahan organik dalam tanah sulit mencapai kondisi potensialnya.

Hasil analisis N total pada tanah menunjukkan bahwa N total berada pada kisaran sangat rendah sampai rendah dengan nilai 0,06 – 0,16 %. Nilai tertinggi berada pada sampel J3 kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai 0,16 (rendah), dan nilai terendah terdapat pada sampel J3 kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai 0,06 ( sangat rendah). Rendahnya kandungan N tanah pada lokasi penelitian mengindikasikan bahwa sedikit bahan organik dan mikroorganisme di dalam tanah. Seperti diketahui bahwa susunan jaringan bahan organik terkandung unsur nitrogen organik yang didekomposisi oleh mikroorganisme tanah menjadi nitorgen tersedia bagi tanaman (Izuddin, 2012).

P tersedia tanah mempunyai kriteria dari sangat rendah sampai sedang dengan nilai 0,01 – 14,61 ppm. P tersedia tertinggi terdapat pada sampel J2 kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai 14,61 (sedang), dan nilai terendah terdapat pada sampel J3 kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai 0,01 (sangat rendah). Hal ini menunjukkan sampel tanah cenderung memiliki ketersediaan P yang rendah yang mengindikasikan bahwa tanah atau lahan tersebut memiliki nilai pH yang tinggi.

(Supriyadi, 2007), karena semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah P tersedia. Hal ini juga menunjukkan bahwa lahan atau tanah di lokasi penelitian memiliki sedikit bahan – bahan organik hasil dekomposisi sehingga ketersediaan humus berkurang untuk menyuplai ketersediaan P. Faktor lain yang menyebabkan

rendahnya ketersediaan P adalah kegiatan organisme yang kurang maksimal, dan pH tanah yang relatif masam maupun alkalis (Hevriyanti, 2012).

Hasil analisis KTK pada sampel tanah dari 3 lokasi dan 2 kedalaman termasuk pada kriteria sedang dengan kisaran nilai 20,43 – 22,96 m.e/100g. Nilai KTK tertinggi terdapat pada sampel J1 kedalam 0 – 5 cm dengan nilai 22,96 (infiltrasi, perkolasi), dan pada gilirannya hara tidak tersedia bagi tumbuhan. Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri (Rahayu, 2008).

Total Mikroba Tanah

Tanah merupakan tempat hidup dan sebagai penyokong kehidupan berbagai jenis mikroorganisme dari beragam tipe morfologi dan fisiologi, baik yang bersifat menguntungkan maupun bersifat merugikan (Saraswati dkk, 2007).

Sifat biologi tanah mempunyai peranan penting dalam memperbaiki kualitas lahan atau tanah, karena berperan penting dalam proses transformasi hara dan proses fisika - kimia tanah (Rosliani, 2010). Sifat biologi tanah dapat diamati berupa total mikroba fungi dan bakteri. Hasil pengamatan terhadap total fungi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Hasil Pengamatan Populasi Fungi (…×104 SPK/ml) Sumber Tanah

Keterangan : Setiap angka yang diikuti huruf yang sama tidak berpengaruh nyata.

Berdasarkan Tabel 4, populasi fungi tertinggi terdapat pada sampel tanah Jalur 3 pada kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai rataan sebesar 51,53 ×104 SPK/ml, dan rataan populasi terendah adalah pada sampel jalur 2 di kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai rataan sebesar 20,79 ×104 SPK/ml. Terdapat perbedaan jumlah populasi fungi yang tinggi disetiap kedalaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa populasi fungi lebih tinggi pada kedalaman 0 -5 cm dibandingkan pada kedalaman 5 – 20 cm.

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 3), terdapat pengaruh nyata antara faktor kedalaman tanah dengan jumlah populasi fungi. Namun sumber tanah setiap jalurnya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah populasi fungi yang diamati. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang mempengaruhi penyebaran mikroorganisme dalam tanah. Banyaknya mikroorganisme di dalam tanah dipengaruhi oleh banyaknya kandungan bahan organik, oksigen dakn karbondioksida dalam atmosfer tanah pada kedalaman yang berbeda – beda (Ni luh, 2013).

Ni luh (2013) menyatakan bahwa perbedaan lokasi dan tekstur tanah mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang ada di dalamnya, sehingga dapat mempengaruhi kesuburan tanah. Kesuburan tanah sangat berpengaruh terhadap keberadaan mikroorganisme dalam tanah, baik itu fungi maupun bakteri tergantung terhadap ketersediaan unsur – unsur yang dapat dimanfaaatkan untuk menunjang kehidupannya. Hasil pengamatan pertumbuhan fungi yang menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pertumbuhan fungi berumur 3 hari pada media Potato Dextrose Agar Pengamatan dan penghitungan fungi dilakukan setelah 3 hari. Hal ini dilakukan agar pertumbuhan fungi baik dan pertumbuhan fungi juga dapat

maksimal sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Penghitungan dilakukan secara manual dengan menghitung setiap gumpalan putih yang ada pada cawan petri.

Selain pengamatan fungi, dilakukan juga pengamatan terhadap populasi bakteri dalam tanah untuk menggambarkan sifat biologi tanah yang diteliti. Pada pengamatan jumlah bakteri di dalam tanah di bawah tegakan tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) didapat hasil yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Hasil Pengamatan Populasi Bakteri (…×106 SPK/ml)

Sumber Tanah Kedalaman Tanah

Rataan

Keterangan : Setiap angka yang diikuti huruf yang sama tidak berpengaruh nyata.

Rataan populasi bakteri tertinggi terdapat pada jalur 3 kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai rataan sebesar 254,98 ×106 SPK/ml, dan terendah terdapat pada sampel tanah jalur 3 kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai rataan sebesar 153,12×106 SPK/ml (Tabel 5). Berdasarkan total rataan, populasi bakteri paling banyak ditemukan pada kedalaman 0 – 5 cm di setiap sumber tanah dengan nilai rataan total sebesar 222,88×106 SPK/ml dan pada populasi bakteri terlihat lebih sedikit di kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai rataan total sebesar 172,46 ×106 SPK/ml.

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 4), terdapat pengaruh nyata antara faktor kedalaman tanah terhadap jumlah populasi bakteri, namun sumber tanah setiap jalur berpengaruh tidak nyata terhadap populasi bakteri. Ardi (2009) mengatakan bahwa secara umum populasi mikroorganisme terbesar terdapat dilapisan horizon permukaan. Tingginya jumlah populasi bakteri di permukaan tanah atau rizosfer dibandingkan pada kedalaman 5 – 20 cm diduga karena pada permukaan tanah memiliki syarat yang cocok untuk pertumbuhan bakteri.

Menurut Mariana (2013) tingginya populasi bakteri di permukaan tanah disebabkan oleh sistem perakaran tumbuhan yang memungkinkan ketersediaan dan kandungan substrat serta suplai makanan sehingga metabolit akar tanaman

akan meningkatkan nutrisi di dalam tanah yang berpengaruh terhadap populasi bakteri di dalam tanah.

Ardi (2009) menyatakan bahwa koloni bakteri memiliki sifat – sifat khusus dalam media padat. Pada agar lempengan bentuk koloni digambarkan sebagai titik – titik, berbenang, bulat, tak teratur, serupa akar dan kumparan. Pada warna, koloni bakteri sebagian besar berwarna putih atau kekuningan, akan tetapi dapat juga berwarna kemerahan, coklat dan ungu. Hasil pengamatan pertumbuhan bakteri yang menggunakan media Nutrien Agar (NA) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil Pengamatan Populasi Bakteri Pada Media Nutrien Agar

Total mikroba didapat dari hasil penjumlahan total fungi dan total bakteri yang dihitung dengan menyetarakan pangkat tertinggi dari setiap perhitungan, kemudian dijumlahkan nilai keduanya. Hasil dari total mikroba disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Hasil Perhitungan Total Mikroba (...×106 SPK/ml) Sumber Tanah

Kedalaman Tanah

Rataan 0-5 cm 5-20 cm

Jalur I 181,78 194,31 188,05

Jalur II 232,74 170,50 201,62

Jalur III 255,50 153,42 204,46

Rataan 223,34 172,74

Total mikroba tertinggi dijumpai pada sampel tanah Jalur 3 di kedalaman 0 – 5 cm sebanyak 255,50 ×106 SPK/ml dan terendah pada sampel Jalur 3 kedalaman 5–20 cm sebanyak 153,42×106 SPK/ml (Tabel 5). Pertumbuhan mikroorganisme berkisar antara 153,42 – 225,50 ×106 SPK/ml.

Menurut Purwaningsih (2010), tanah yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Bahkan jumlah mikroba terutama bakteri di daerah peraakaran tanaman melimpah hingga 109 sel per gram tanah pada daerah perakaran. Hal ini menunjukkan bahwa tanah di bawah tegakan malaka memiliki total mikroba yang kurang baik untuk dikategorikan sebagai tanah yang subur dengan kisaran rataan antara 153,42 – 225,50 ×106 SPK/ml.

Respirasi Tanah

Respirasi tanah merupakan cerminan populasi dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Tingkat respirasi tanah sering dihubungkan dengan populasi mikroorganisme tanah. Beragamnya jenis mikroorganisme tanah hanya mungkin ditemukan pada tanah yang memungkinkan bagi mikroorganisme untuk berkembang. Semakin banyak CO2 yang dikeluarkan tanah, semakin tinggi tingkat respirasi tanah (Munawar, 2011). Hasil pengamatan respirasi tanah dibawah tegakan malaka disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Hasil Pengamatan Respirasi Tanah (mg CO2/100g/hari) Sumber Tanah (Kelerengan) Kedalaman Tanah

Rataan

Keterangan : Setiap angka yang diikuti huruf yang sama tidak berpengaruh nyata.

Hasil pengamatan respirasi tanah di bawah tegakan malaka menunjukkan bahwa respirasi tertinggi terdapat pada jalur 1 pada kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai 2,02 mg CO2/100g/hari, dan yang terendah terdapat pada jalur 2 pada kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai 0,34 mg CO2/100g/hari (Tabel 7). Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan respirasi tanah terjadi lebih tinggi pada kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai rataan total 1,24 mg CO2/100g/hari dibandingkan pada kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai rataan total 0,51 mg CO2/100g/hari.

Sedangkan pada perbedaan jalur, tidak ada perbedaan nilai yang nyata.

Hasil sidik ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata antara kedalaman tanah dengan jumlah respirasi yang dihasilkan.

Sedangkan pada perbedaan jalur, berpengaruh tidak nyata nyata terhadap jumlah respirasi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan aktifitas mikroorganisme yang cukup signifikan pada setiap kedalaman tanah. Hasil yang didapat menggambarkan bahwa aktifitas mikroorganisme lebih banyak terjadi di daerah permukaan tanah (0 – 5 cm) dibandingkan pada kedalaman 5 - 20 cm.

Hal ini menunjukkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah berbanding lurus dengan hasil populasi fungi dan bakteri yang didapat, dimana jumlah populasi fungi maupun bakteri lebih tinggi pada kedalaman 0 – 5 cm dibandingkan kedalaman 5 – 20 cm. Begitu pula dengan jumlah C Organik di dalam tanah lebih besar pada kedalaman 0 – 5 cm dibandingkan dengan kedalaman 5 – 20 cm dimana C Organik merupakan syarat hidup bakteri di dalam tanah, semakin banyak C Organik maka tumbuh bakteri dan fungi akan semakin baik (Supriyadi, 2008).

Margolang (2015) menyatakan bahwa jumlah produksi CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas mikroorganisme tanah berbanding lurus dengan jumlah mikroorganisme tanah, dimana aktifitas mikroorganisme tinggi maka produksi CO2 juga tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh bahan organik, karena semakin banyak kandungan bahan organik tanah maka jumlah mikroorganisme akan meningkat, dan aktifitas mikroorganisme juga akan meningkat.

Analisis Vegetasi di Desa Pamuntaran

Lahan kering potensial Kabupaten Padang Lawas Utara tersebar di sebagian wilayah Kecamatan Batang Onang, Hulu Sipahas, Padang Bolak, Padang Bolak Julu, Portibi, Halongonan dan Simangabat. Umumnya tumbuhan malaka tumbuh di lahan - lahan kering seperti halaman rumah penduduk, tepi jalan raya dan areal perkebunan masyarakat dengan kontur yang berbukit (Yulistriani dkk, 2000). Malaka tersebar di lahan kering di daerah Padang Bolak, dan Padang Bolak Julu dengan sebaran yang sedikit.

Malaka tumbuh secara liar di areal perbukitan yang memiliki tekstur tanah yang keras dengan sedikit vegetasi di sekitar tumbuhnya malaka. Malaka tersebar di areal perbukitan di sekitaran Desa Pamuntaran, Kecamatan Padang Bolak Julu.

Peta Lokasi dan Persebaran Tumbuhan Malaka disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Sebaran Tumbuhan Malaka (Phyllanthus emblica)

Hasil analisis vegetasi menunjukkan cukup rendahnya keragaman jenis tumbuhan di lokasi penelitian. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti iklim, tanah dan lainnya yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi dan habitat suatu tempat (Martono, 2012).

Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisis jenis dan struktur suatu hutan. Data analisis vegetasi berguna untuk mengetahui kondisi keseimbangan komunitas hutan, menjelaskan interaksi di dalam dan antar spesies, dan memprediksi kecenderungan komposisi tegakan dimasa mendatang karena hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya (Ismaini, 2015).

Analisis vegetasi dan studi kuantitatif vegetasi memberikan deskripsi tentang vegetasi, prediksi dan klasifikasi polanya serta mengetahui kegunaan dan nilai dari spesies. Analisis ini mengindikasikan diversitas spesies yang menggambarkan distribusi individu spesies dalam habitat (Win, 2011). Hal ini dapat diketahui berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) suatu jenis yang merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, dominasi relatif, dan frekuensi relatifnya (Martono, 2012).

Pada tingkat semai, ditemukan 3 jenis tumbuhan di lokasi penelitian.

Malaka (Phyllanthus emblica) menempati posisi tertinggi dengan INP sebesar

150,35 (Tabel 8). Angka tersebut menunjukkan pada tingkat malaka (Phyllanthus emblica) mendominasi lokasi penelitian, kemudian diikuti oleh jenis Atilmang (40,97) dan jenis Mayang (8,48).

Tabel 8. Hasil analisis vegetasi pada tingkat semai

No Nama Lokal Nama Latin KR FR INP (Phyllanthus emblica) memiliki INP tertinggi yaitu sebesar 131,82 diikuti oleh Petai cina (Leucaena leucocephala) sebesar 21,59. Sedangkan dengan INP terendah adalah Aloban sebesar 5,40.

Tabel 9. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang

No Nama Lokal Nama Latin KR FR INP

1 Malaka Phyllanthus emblica 76,27 55,56 131,83

2 Pote potean Leucaena leucocephala 6,78 14,81 21,59

3 Atilmang - 6,78 11,11 17,89

4 Dadap Gliricidia sepium 5,08 7,41 12,49

5 Mayang Palaquium abovatum 3,39 7,41 10,80

6 Aloban Vitex pubescens 1,69 3,70 5,40

Total 100 100 200

Pada tingkat tiang (Tabel 10), ditemukan 7 jenis tumbuhan. Malaka masih mendominasi vegetasi yang ada di lokasi pengamatan. Hal ini dapat dilihat dari INP malaka (Phyllanthus emblica) yang tinggi sebesar 112,04 kemudian diikuti oleh mayang dengan INP sebesar 57,86. Sedangkan INP terendah adalah Sapot dan Jambu biji (Psidium guajava) sebesar 18,07.

Tabel 10. Hasil analisis vegetasi pada tingkat tiang

No Nama Lokal Nama Latin KR FR DR INP

Pada tingkat pohon (Tabel 11), ditemukan 8 jenis tumbuhan. INP tertinggi diperoleh malaka sebesar 102,23, kemudian diikuti oleh mayang sebesar 57,49.

Sedangkan untuk INP terendah adalah sapot sebesar 13,52.

Tabel 11. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pohon

Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang telah dilakukan, malaka memiliki INP tertinggi disemua tingkatan baik itu semai, pancang, tiang maupun pohon.

Walaupun demikian, pertumbuhan dan penyebaran tumbuhan malaka masih sangat sedikit. Hal ini dibuktikan dengan pengamatan yang dilakukan, walaupun mendapat INP tertinggi di setiap tingkatan namun jumlah jenis ini masih cenderung sedikit. Kejadian ini disebabkan oleh tempat tumbuh pohon malaka yang cenderung tumbuh di tempat yang kering, dan tanah yang keras dan topografi berbukit (Khoiriyah, 2015).

Usaha dan kesadaran masyarakat dalam pengembangan tumbuhan malaka masih rendah. Hali ini dikarenakan belum adanya pasar yang dapat menampung hasil panen buah dari malaka tersebut. Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kegunaan dan manfaat dari buah malaka itu sendiri. Dalam pengamatan yang dilakukan di Desa pamuntaran, kecamatan padang bolak julu malaka digunakan masyarakat hanya sebagai bahan tambahan untuk masakan tradisional. Oleh karena itu, tumbuhan yang seharusnya potensial untuk mensejahterakan ekonomi masyarakat desa pamuntaran malah dibiarkan dan tidak dilakukan pengembangan baik dari segi budidaya maupun olahan lanjutan.

Lokasi tempat tumbuh malaka (Gambar 7) merupakan lokasi yang kering, dengan kontur berbukit dan sangat sedikit vegetasi dikarenakan struktur tanah yang keras. Hal ini sejalan dengan penelitian Khoiriyah (2015) yang menyatakan bahwa malaka tumbuh di tempat kering, dengan kontur berbukit.

Selain dari kurangnya perhatian masyarakat, malaka dapat mengalami penurunan

karena tempat tumbuh dan kondisi lingkungan yang merupakan habitat mereka sulit untuk dilakukan pembudidayaan.

Gambar 7. Lokasi Pengamatan dan Analisis Vegetasi

Asosiasi Tumbuhan Malaka (Phyllanthus emblica) di Desa Pamuntaran Tumbuhan malaka tersebar luas di Sumatera Utara bagian selatan, tumbuh pada habitat teresterial pada ketinggian antara 48 – 876 mdpl, umumnya tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) tumbuh di lahan – lahan kering (Yulistriani dkk, 2000). Karena habitatnya di lahan yang kering dan berbukit, juga tanah yang keras maka hanya sedikit vegetasi jenis tumbuhan lain yang mampu hidup di habitat malaka. Kondisi lahan tempat tumbuh malaka merupakan lahan kering yang didominasi oleh rumput teki (Cyperus rotundus) dan alang – alang (Imperata cylindrica), namun malaka (Phyllanthus emblica) dan beberapa tumbuhan lainnya yang mampu hidup di lokasi tersebut.

Faktor lain yang menyebabkan sedikitnya vegetasi yang hidup dan tumbuh di lokasi yang diamati di sekitar malaka adalah kegiatan pembakaran yang pernah dilakukan penduduk sekitar dalam rangka pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Namun dikarenakan tidak adanya tanaman pertanian dan perkebunan yang dapat tumbuh di sekitar lokasi pengamatan, lahan itun pun dibiarkan hingga adanya suksesi baru, namun tumbuhan malaka tetap dapat tumbuh baik di lahan tersebut baik sebelum pembakaran maupun setelah terjadi pembakaran yang dilakukan masyarakat sekitar.

Malaka tumbuh liar di lahan tersebut dan membentuk asosiasi dengan tumbuhan lain yang mampu hidup di lahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan terdapat beberapa tumbuhan yang berasosiasi dengan

malaka baik pada tingkat semai, pancang, tiang ataupun pohon. Pada tingkat semai terdapat 2 jenis pohon yang berasosiasi dengan malaka (Tabel 12). Pada tingkat semai, sangat sulit jumpai jenis lain yang tumbuh di sekitar malaka. Hal ini dikarenakan lantai kawasan ditumbuhi dan didominasi oleh rumput teki dan alang – alang. Pada tingkat semai, asosiasi tertinggi adalah tumbuhan atilmang yang kemudian diikuti oleh mayang.

Tabel 12. Asosiasi tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) tingkat semai

No Nama Lokal Nama Latin Oi Di Ji

1 Atilmang - 0,52 0,21 0,31

2 Mayang Palaquium abovatum 0,26 0,06 0,06

Pada tingkat pancang, asosiasi mulai beragam dengan ditemukannya beberapa tumbuhan yang hidup di sekitar malaka tersebut. Asosiasi yang paling tinggi untuk tumbuhan malaka adalah tumbuhan atilmang diikuti oleh tumbuhan Leucaena leucocephala.

Tabel 13. Asosiasi tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) tingkat pancang

No Nama Lokal Nama Latin Oi Di Ji

Asosiasi malaka (Phyllanthus emblica) pada tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 14. Asosiasi malaka tertinggi pada tingkat tiang adalah tumbuhan mayang diikuti oleh Leucaena leucocephala. Pada tingkat tiang keberagaman jenis mulai bervariasi dibanding dengan tingkat semai dan pancang. Namun jumlah setiap jenisnya sangatlah sedikit disetiap plot di lokasi pengamatan.

Tabel 14. Asosiasi tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) tingkat tiang

No Nama Lokal Nama Latin Oi Di Ji

Pada tingkat pohon, asosiasi tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) disajikan dalam Tabel 15. Asosiasi tertinggi tumbuhan malaka pada tingkat pohon adalah dengan mayang diikuti oleh petai petaian (Leucaena leucocephala).

Tabel 15. Asosiasi tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) tingkat pohon

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, malaka berasosiasi kuat dengan tumbuhan atilmang pada tingkat semai dan pancang dengan nilai Oi (0,52), Di (0,21), Ji (0,31) pada tingkat semai. Angka ini menunjukkan bahwa pada tingkat semai sesuai dengan indeks asosiasi tergolong rendah sampai tinggi.

Pada tingkat Pancang Atilmang juga menjadi asosiasi tertinggi dengan malaka dengan nilai Oi (0,56), Di (0,19) dan Ji (0,21) yang menunjukkan indeks asosiasinya tergolong rendah sampai sangat tinggi.

Sementara itu, pada tingkat tiang dan pohon, asosiasi tertinggi adalah tumbuhan mayang dengan nilai Oi (0,64), Di (0,32) dan Ji (0,70) pada tingkat tiang dan Oi (0,77), Di (0,38) dan Ji (1,00) pada tingkat pohon. Angka ini menggambarkan bahwa indeks asosiasi mayang terhadap malaka pada tingkat tiang dan pohon sangat tinggi sesuai dengan Tabel 1. Indeks asosiasi. Semakin menuju angka 1, maka tingkat asosiasi digambarkan semakin tinggi dengan pendekatan 3 rumus berbeda yaitu Ochiai (Oi), Dice (Di) dan Jackard (Ji) (Ludwig and Reynolds, 1998 dalam Siregar, 2018).

Berdasarkan hasil yang didapat, dapat dilihat bahwa keragaman vegetasi di lokasi penelitian sangatlah sedikit. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya spesies yang ditemukan dalam analisis vegetasi. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi iklim dan tanah pada lokasi penelitian yang mungkin kurang mendukung pertumbuhan tumbuhan lainnya. Dengan pH tanah yang berkisar 8,2 – 8,5 dan rendahnya C – organik yang menggambarkan rendahnya kandungan bahan organik di lahan tersebut menyebabkan sedikitnya tumbuhan yang mampu tumbuh dan berkembang di lahan tersebut. Martono (2012) menyatakan bahwa tempat tumbuh yang baik bagi tumbuhan adalah yang tersedia unsur hara yang baik, air dan nutrisi yang cukup, kandungan bahan organik yang banyak serta pH

yang menuju netral (6 – 7) yang merupakan kondisi terbaik untuk tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Berdasarkan Kurniawan (2008), asosiasi sama dengan +1 maka dikategorikan berasosiasi positif dan jika nilai koefisien asosiasi sama dengan – 1 maka asosiasi dikatakan negatif. Maka hasil dari asosiasi tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) terhadap tumbuhan lainnya di Desa Pamuntaran dikatakan berasosiasi positif.

Sedikitnya spesies yang ditemukan menggambarkan bahwa lahan tersebut kurang ideal untuk pertumbuhan tumbuhan lain pada umumnya. Sehingga asosiasi

Sedikitnya spesies yang ditemukan menggambarkan bahwa lahan tersebut kurang ideal untuk pertumbuhan tumbuhan lain pada umumnya. Sehingga asosiasi

Dokumen terkait