• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI HABITAT MALAKA (Phyllanthus emblica) DI DESA PAMUNTARAN KECAMATAN PADANG BOLAK JULU, KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISASI HABITAT MALAKA (Phyllanthus emblica) DI DESA PAMUNTARAN KECAMATAN PADANG BOLAK JULU, KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI HABITAT MALAKA (Phyllanthus emblica) DI DESA PAMUNTARAN KECAMATAN PADANG BOLAK JULU, KABUPATEN

PADANG LAWAS UTARA

SKRIPSI

MIFTAH FAHMI R PURBA 141201087

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(2)

KARAKTERISASI HABITAT MALAKA (Phyllanthus emblica) DI DESA PAMUNTARAN KECAMATAN PADANG BOLAK

JULU, KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

SKRIPSI

Oleh:

MIFTAH FAHMI R PURBA 141201087

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(3)

i

(4)

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Miftah Fahmi R Purba

Nim : 141201087

Judul Skripsi : Karakterisasi Habitat Malaka (Phyllanthus emblica) di Desa Pamuntaran Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, September 2019

Miftah Fahmi R Purba 141201087

(5)

iii

ABSTRACT

MIFTAH FAHMI RAMADHAN PURBA : Characterization of Malacca (Phyllanthus emblica) Habitat in Pamuntaran Village, Sub District of Padang Bolak Julu, District of Padang Lawas Utara Supervised by DENI ELFIATI and ARIDA SUSILOWATI

Malacca is a wild plant that generally grows in the tropics and subtropics including India, China, Indonesia, Thailand, Pakistan, and Sri Lanka. In Indonesia, these plants are distributed in Java, Ternate and North Sumatra.

Malacca are widely used as a traditional medicine to treat diabetes, cancer, liver, ulcers, and anemia, and as traditional food ingredients. The information on mallacca distribution and habitat in North Sumatra still limited, therefore this research aims to calculate the total microbes, fungi, bacteria, and respiration under Malacca stands and to analysis the plant diversity and association on malaka habitat in Padang Bolak Julu. Microbes population and respiration observation was conducted using a multilevel dilution method to obtain the total population and activity of microorganisms. The plant diversity was conducted through vegetation analysis using purposive technique, while the association was calculating using Ochiai, Dice, and Jackard Index. The study results show that the path not significant affected the total fungi and bacteria whereas the soil depth significantly affected total fungi and bacteria. Both of the highest average of fungi and bacteria found in 0 - 5 cm depth that were 46.03x104 CFU/ml and 222.88x106 CFU/ml. The highest respiration observations found in 0-5 cm depth with an average of 1.24 mg CO2/100g/day. Plant diversity showed that the IVI of malacca at the seedling, sapling, pole and tree stage were 150.35, 131.83, 112.04, and 102.23. Malacca plants are positively associated with atilmang and mayang at all levels.

Keywords: association, Microorganism activity, phyllanthus emblica, potential, total microorganism

(6)

iv

ABSTRAK

MIFTAH FAHMI RAMADHAN PURBA : Karakterisasi Habitat Malaka (Phyllanthus emblica) di Desa Pamuntaran, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara, dibimbing oleh DENI ELFIATI dan ARIDA SUSILOWATI

Malaka merupakan tumbuhan liar yang umumnya tumbuh di daerah tropis dan subtropis termasuk India, China, Indonesia, Thailand, Pakistan, dan Srilanka.

Di Indonesia tumbuhan ini tersebar di pulau Jawa, Ternate, dan Sumatera Utara.

Malaka banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati diabetes, kanker, liver, maag dan anemia serta dijadikan bahan makanan tradisional.

Informasi terkait distribusi dan habitat malaka di Sumatera Utara masih cukup terbatas oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk : menghitung total fungi, bakteri dan respirasi di bawah tegakan malaka dan menganalisis keragaman dan asosiasi vegetasi di habitat malaka di Padang Bolak Julu. Pengamatan total mikroba dan respirasi dilakukan melalui metode pengenceran bertingkat untuk mendapatkan total populasi dan aktivitas mikroorganisme.Sedangkan keragaman jenis tumbuhan dan asosiasi dilakukan melalui teknik analisis vegetasi secara purposive sampling dan perhitungan nilai indeks Ochiai, Dice, dan Jackard. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur berpengaruh tidak nyata nyata terhadap total fungi dan bakteri, sedangkan kedalaman tanah berpengaruh nyata terhadap total fungi dan bakteri. Hasil rataan tertinggi total fungi dan bakteri ditemukan pada kedalaman 0 – 5 cm berturut-turut 46,03 x104 SPK/ml dan 222,88 x106 SPK/ml.

Hasil pengamatan respirasi tertinggi dijumpai pada kedalaman 0 – 5 cm dengan rataan 1,24 mg CO2/100g/hari. Analisis keragaman jenis tumbuhan menunjukkan INP malaka pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon berturut-turut adalah 150,35, 131,83, 112,04, dan 102,23. Tumbuhan malaka berasosiasi positif dengan atilmang dan mayang pada semua tingkatan.

Kata Kunci : Aktivitas mikroorganisme, asosiasi, Phyllanthus emblica, potensi, total mikroorganisme

(7)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pematang Siantar, 17 Februari 1996 dari pasangan Bapak Sahwan Purba dan Ibu Sri Nuraini Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari 5 bersaudara dengan 2 adik laki – laki bernama Syaiful Amri Purba dan Hafizul Hadis Purba serta 2 adik perempuan bernama Asyifah Munawaroh Purba dan Aisyah Azahra Purba.

Penulis menempuh pendidikan formal di SD N 095144di Marjandi selesai pada tahun 2007, Mts S Al - Hurriyah di Panei Tongah selesai pada tahun 2010, dan SMA N 1 Raya selesai pada tahun 2013. Pada tahun 2014 diterima di Program Studi Kehutahanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN dan memilh minat Budidaya Hutan.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva) USU tahun 2014 – 2019, IMAS (Ikatan Mahasiswa Simalungun) USU tahun 2014 – 2019, UKM Rain Forest Kehutanan USU tahun 2014, BKM Kehutanan USU tahun 2014, KAMMI Nusantara USU tahun 2015, UKM Fotografi USU tahun 2017 – 2019, GORGA (Gerakan Observasi Rimbawan Giat Alam) USU tahun 2016 – 2019, TSA (Tanoto Scholar Association) Medan tahun 2016, PEMA (Pemerintahan Mahasiswa) Kehutanan USU Tahun 2017. Penulis diberi amanah menjadi Wakil Gubernur Fakultas Kehutanan USU pada tahun 2017 – 2018 dan merupakan penerima Beasiswa Tanoto Foundation tahun 2016 – 2018. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tanggal 1 Agustus – 10 Agustus 2016 di Kampung Nipah Sumatera Utara. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani, KPH Banyuwangi Selatan pada tanggal 25 Januari – 24 Februari 2018. Pada tahun 2019 penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Habitat Malaka (Phyllanthus emblica) di Desa Pamuntaran, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara.

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Karakterisasi Habitat Malaka (Phyllanthus emblica) di Desa Pamuntaran Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara. Skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.

Deni Elfiati, S.P., M.P dan Ibu Dr. Arida Susilowati S.Hut., M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulisserta memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga menucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, dan tim riset di lapangan yang bersedia memberikan dukungan materi dan moral untuk pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap, semoga pihak yang telah memberikan semua bentuk bantuan mendapat balasan dari Allah SWT atas amal perbuatannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2019

Penulis

(9)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PEGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Malaka (Phyllanthus emblica)... 4

Potensi Kegunaan dan Sebaran ... 5

Analisis Vegetasi ... 6

Tanah Sebagai Habitat Mikroorganisme ... 8

Mikroorganisme di dalam Tanah ... 9

Sifat Kimia Tanah ... 10

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 11

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. ... 13

Bahan dan Alat. ... 13

Prosedur Penelitian. ... 14

Pengambilan sampel tanah. ... 14

Analisis Tanah.. ... 14

Penetapan dan Perhitungan Total Mikroba Tanah. ... 14

Pengukuran Respirasi Tanah ... 15

Pengambilan Data ... 16

Pengolahan Data ... 16

Analisis Vegetasi ... 17

Analisis Data ... 18

Studi Asosiasi ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sifat Kimia Tanah ... 21

Total Mikroba Tanah ... 23

Respirasi Tanah ... 27

Analisis Vegetasi ... 28

(10)

viii

Asosiasi Tumbuhan Malaka ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 41

(11)

ix

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Keterangan Umum Phyllanthus emblica ... 5

2. Indeks Asosiasi Pada Vegetasi ... 19

3. Hasil Analisis Kimia Tanah ... 20

4. Rataan Hasil Pengamatan Fungi ... 22

5. Rataan Hasil Pengamatan Bakteri ... 24

6. Rataan Hasil Total Mikroba... 25

7. Rataan Hasil Pengamatan Respirasi Tanah ... 26

8. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Semai ... 29

9. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Pancang ... 29

10. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Tiang ... 29

11. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Pohon ... 30

12. Asosiasi Tumbuhan Malaka Tingkat Semai ... 32

13. Asosiasi Tumbuhan Malaka Tingkat Pancang ... ... 32

14. Asosiasi Tumbuhan Malaka Tingkat Tiang ... ... 32

15. Asosiasi Tumbuhan Malaka Tingkat Pohon... 33

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian. ... 12

2. Desain Kombinasi Metode Jalur dan Berpetak ... 16

3. Pertumbuhan Fungi Pada Media PDA. ... 23

4. Pertumbuhan Bakteri Pada Media NA ... 25

5. Peta Sebaran Tumbuhan Malaka ... 28

6. Lokasi Pengamatan dan Analisis Vegetasi ... 30

7. Tumbuhan Atilmang dan Herbarium Atilmang ... 34

8. Tumbuhan Mayang dan Herbarium Mayang ... 34

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Prosedur Analisis Tanah ... 41

2. Parameter Analisis Kimia Tanah ... 44

3. Sidik Ragam Pengamatan Fungi ... 45

4. Sidik Ragam Pengamatan Bakteri ... 46

5. Sidik Ragam Pengamatan Respirasi ... 47

6. Dokumentasi Penelitian ... 48

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, sedikitnya terdapat sekitar 25.000 spesies tumbuhan berbunga. Jumlah tersebut lebih banyak jika dibandingkan dengan negara tropika lainnya di dunia seperti Amerika Selatan dan Afrika Barat. Berdasarkan catatan International Union for Conversation of Nature and Natural (IUCN) dan World Wild Fund (WWF) lebih dari 20.000 spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh 80% penduduk dunia baik medis maupun tradisional (IUCN dan WWF, 1993). Kekayaan jenis yang luar biasa tersebut belum mampu dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakat banyak terutama spesies yang kurang mendapat perhatian, salah satunya adalah malaka (Phyllanthus emblica).

Malaka (Phyllanthus emblica) merupakan tumbuhan liar yang umumya tumbuh dan tersebar di daerah tropis dan subtropis termasuk India, China, Indonesia, Semenanjung Malaysia, Thailand, Pakistan, Uzbekistan, dan Srilanka.

Di Indonesia tumbuhan ini tersebar di pulau Jawa, Sunda, Ternate, dan Sumatera Utara. Sementara itu, di Sumatera Utara malaka dapat dijumpai pada daerah tandus, panas dan gersang seperti Padang Lawas, Padang Lawas Utara Dan Tapanuli Tengah (Khan, 2009).

Malaka memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan lebih lanjut mengingat hampir semua bagian dari malaka dapat dimanfaatkan baik sebagai medis maupun non medis. Buah malaka merupakan sumber vitamin C yang tinggi mencapai 200 – 900 mg/100 g. Di India malaka sering digunakan sebagai obat tradisional (Yulistyarini et al, 2000). Xiau liu et al, (2008) menyatakan bahwa malaka banyak mengandung vitamin C yang tersimpan di dalam buah. Selain itu, terdapat pula senyawa – senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat yang dapat membantu melindungi sel dari kerusakan oksidatif disebabkan oleh radikal bebas, karena adanya senyawa fenolik dan struktur hidroksil yang berkelompok yang berfungsi sebagai antioksidan dengan membersihkan anion superoksida, oksigen singlet, dan radikal peroksi lipid dan menstabilkan radikal bebas yang terlibat

(15)

dalam proses oksidatif melalui hidrogenasi. Senyawa – senyawa yang terkandung dalam buah malaka sangat bermanfaat untuk dunia medis.

Di beberapa negara seperti India dan China buah malaka banyak digunakan untuk keperluan medis. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya penelitian dan riset yang dilakukan oleh ilmuwan dan cendikiawan dari negara tersebut seperti yang dilakukan singh (2011) tentang kandungan buah malaka untuk pengobatan penyakit kanker di India dan Xiau (2008) tentang aktivitas antioksidan pada buah malaka di China. Di India Khan (2009) menyatakan bahwa buah dari malaka sudah banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati diabetes, kanker, liver, kerusakan hati, maag dan berbagai penyakit lainnya.

Namun di Indonesia khususnya di Sumatera Utara potensi tumbuhan ini belum mendapatkan perhatian sehingga kandungan, budidaya bahkan keragaman individu dari malaka ini sendiri belum diketahui. Khoiriyah (2015) menyatakan bahwa tumbuhan ini hanya dikenal sebatas campuran bumbu masakan tradisional khususnya ikan mas yang dikenal dengan nama “holat”. Hingga saat ini, belum banyak dilakukan penelitian tentang malaka di daerah Sumatera Utara khususnya di daerah Padang Lawas yang merupakan habitat dari tumbuhan malaka, padahal kondisi habitat sangat menentukan keberlangsungan suatu jenis.

Karakteristik habitat diduga dengan melakukan analisis vegetasi dan kelimpahan mikroba dibawah tegakan. Seperti diketahui bahwa keberlangsungan hidup suatu jenis ditentukan oleh kemampuan genetik suatu jenis dan lingkungan/habitat yang mendukung pertumbuhannya, apabila 2 komponen tersebut tidak bersinergi maka peluang terjadinya kepunahan jenis akan lebih besar (Brigg 2015). Organisme tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan organisme lain yang hidup di atas tanah dan sebaliknya. Tanaman dapat mempengaruhi secara kuat aktivitas dan komposisi komunitas mikroorganisme rizosfir (Rodriguez-Lionaz et al., 2008). Sebaliknya, pertumbuhan tanaman dapat dibatasi atau dipacu oleh keberadaan mikroorganisme tanah. Tumbuhan menentukan komposisi, kemelimpahan dan aktivitas pengendali biologi (biological regulator) dan perekayasa ekosistem (ecosystem engineers), sedangkan keragaman fungsional menentukan produktivitas dan komposisi

(16)

vegetasi di atasnya.Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi celah informasi terkait karakteristik habitat tumbuhan malaka di daerah Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.

Tujuan penelitian

1. Menghitung total mikroba, total fungi, total bakteri di bawah tegakan Malaka (Phyllanthus emblica) di Desa Pamuntaran, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara.

2. Menganalisis keragaman dan asosiasi jenis di habitat malaka di Desa Pamuntaran, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.

Manfaat penelitian

1. Mendapatkan informasi tentang total fungi, total bakteri dan proses respirasi di bawah tegakan malaka (Phyllanthus emblica),

2. Mendapatkan informasi mengenai karakterisasi habitat dari tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) di Desa Pamuntaran Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Malaka ( Phyllanthus emblica)

Malaka (Phyllanthus emblica) digolongkan dalam suku phyllanthaceae yang termasuk salah satu jenis buah – buahan asli Indonesia yang tumbuh liar di kebun dan di hutan. Pohon ini banyak tumbuh di Indonesia yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Nusa Tenggara. Tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) di Indonesia dikenal dengan nama kimalaka, malaka (sunda), balakka (Sumatera Utara), metengo (Ternate), atau di pulau Jawa lebih dikenal dengan sebutan kemloko (Sunarti, 2011). Negara India menyebut tumbuhan ini dengan berbagai nama misalnya aonla, nelli, amla, amlika, dhotri, emblica dan usuri (Nayaka, 2006)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malphigiales

Famili : Phyllanthaceae

Genus : Phyllanthus

Spesies : Phyllanthus emblica

Pohon malaka tergolong pohon yang ukurannya kecil menuju medium dengan tinggi berkisar 8 hingga 18 m dengan batang yang bengkok dan cabang – cabang yang menyebar. Panjang cabang dewasa berkisar 10 – 12 cm dan biasanya gugur dengan sendirinya. Daunnya sedikit menempel dan dekat dengan pertumbuhan cabang, berwarna hijau muda dan menyirip. Bunga berwarna hijau kekuningan, buahnya berwarna hijau muda kekuningan dengan bentuk yang hampir bulat, cukup lembut walaupun penampilannya terlihat keras dengan 6 garis atau alur vertikal (Singh et al, 2011).

Khan, (2009) menggambarkan secara umum karakterisitik dan sifat dari tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) yang menggambarkan ciri – ciri umum dari tumbuhan tersebut baik sebaran maupun bentuk buan dan daun dari tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) yang dapat dilihat pada Tabel 1.

(18)

Tabel 1. Keterangan umum Phyllanthus emblica

NO Hal Umum Keterangan

1 Sebaran Ditemukan di India, Pakistan, Uzbekistan, Srilanka, Asia Tenggara, China dan Malaysia

2 Bagian yang dapat digunakan

Buah kering, buah segar, biji, daun, bunga, kulit, akar

3 Buah Matang pada bulan november sampai februari.

Bentuknya hampir bulat (globular).

Memiliki lebar 18 – 25 mm dan pajang 15 – 20 mm Bagian luar lembut dengan 6 alur vertikal Mesocarp berwarna kuning dan Endocarp berwarna kuning kecoklatan ketika matang

4 Daun Panjang berkisar 8 – 10 mm dan luas 2 – 3 m.

Berwarna hijau muda tanpa bulu.

Mengandung gallic acid, ellagic acid, chebulic acid, chebulinic acid, chebulagic acid, dan phyllantine 5 Biji 4 – 6 biji , halus dan berwarna coklat tua

6 Kulit Ketebalan mencapai 12 mm.

Berwarna abu abu kecoklatan.

7 Akar Asam Ellagic dan lupeol

Sumber : Khan (2009).

Potensi Kegunaan dan sebaran Malaka (Phyllanthus emblica)

Tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) merupakan tumbuhan liar yang umumya tumbuh dan tersebar di daerah tropis dan subtropis antara lain India, China, Asia Tenggara, Semenanjung Malaysia, (Suryanarayana et al, 2007). Di Indonesia tumbuhan ini tersebar di pulau Jawa, Sunda, Ternate, dan Sumatera Utara (Khan, 2009). Malaka (Phyllanthus emblica) tersebar luas di sumatera utara bagian selatan, tumbuh pada habitat teresterial pada ketinggian 48 – 876 meter dpl dan umumnya berada di lahan yang kering.

Yulistiarini et al (2000) menyatakan bahwa umumnya tumbuhan malaka tumbuh di lahan – lahan kering. Malaka tumbuh di lahan kering dan lahan kering campuran seperti halaman rumah penduduk, tepi jalan raya dan areal perkebunan masyarakat dengan topografi berbukit – bukit. Malaka terdistribusi pada curah hujan 1500 – 5000 mm/tahun. Akan tetapi secara umum tersebar luas pada daerah curah hujan 2000 – 2500 mm/tahun. Malaka ditemukan pada pH 6,5 – 7 yang

(19)

tumbuh pada berbagai jenis tanah yang berbeda yaitu tanah Humic acrisols, Orthic acrisols, dan Plinthic acrisols. Malaka tumbuh dengan baik pada tanah Humic acrisols (Khoiriyah, 2015).

Tanah acrisols (Podsolik) adalah tanah sangat tercuci yang memiliki warna abu – abu muda hingga kekuningan pada horizon permukaan sedang, lapisan bawah berwarna merah atau kuning dengan kadar bahan organik dan kejenuhan basa yang rendah serta reaksi tanah yang masam sampai sangat masam (pH 4,2 – 4,8). Pada horizon bawah permukaan terjadi akumulasi liat dengan struktur tanah gumpal dengan permeabilitas rendah. Tanah ini dijumpai pada ketinggian 50 – 350 meter dpl dengan curah hujan 2500 – 3500 mm/tahun (FAO, 2014).

Potensi tumbuhan malaka sangatlah luar biasa, baik itu untuk dunia medis maupun non medis. Malaka sering digunakan untuk obat – obatan tradisional bagi masyarakat India. Buahnya dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, juga berperan dalam pengobatan kanker, diabetes, penyembuhan liver, kerusakan hati, maag, anemia dan berbagai penyakit lainnya (Khan, 2009). Tumbuhan malaka juga dapat diaplikasikan sebagai antioksidan, modulator imun, antipiretik (pereda panas), analgesik (pereda sakit), cytoprotective, antitusif dan gastroprotektif. Selain itu, juga berguna dalam

peningkatan daya ingat, gangguan mata dan menurunkan kolestrol (Zhang et al, 2003). Tumbuhan malaka juga dapat dan juga dimanfaatkan sebagai

salah satu tumbuhan lokal untuk menunjang ketahanan pangan di lombok (Rohyani, 2014).

Analisis Vegetasi

Vegetasi merupakan kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama – sama pada satu tempat dimana antara individu satu dan yang lainnya terdapat interaksi dan hubungan yang erat, baik antara tumbuhan dengan tumbuhan maupun tumbuhan dengan hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Vegetasi tidak hanya kumpulan tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan dimana individunya saling mempengaruhi satu sama lain (Soerianegara et al, 1978 dalam Bakri, 2009). Kehadiran vegetasi akan memberikan dampak positif bagi kesembangan ekosistem dalam skala yang lebih

(20)

luas. Vegetasi akan mengurangi laju erosi tanah, mengatur keseimbangan karbondioksida (CO2) dan oksigen di udara, pengatur tata air tanah, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Arrijani et al, 2006).

Faktor yang mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi adalah flora, habitat berupa iklim, tanah dan lainnya, waktu sehingga vegetasi di suatu tempat merupakan hasil resultante dari banyak faktor baik sekarang maupun yang lampau. Sebaliknya, vegetasi dapat dipakai sebagai indikator suatu habitat (Marsono, 1977 dalam Martono, 2012). Pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut.

Analisis vegetasi terhadap hutan perlu dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman hayati yang terdapat di suatu hutan atau tempat tertentu sehingga mempermudah dalam melakukan pemeliharaan dan pemanfaatan hutan. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan menggunakan diameter, jenis dan tinggi pohon untuk menentukan Indeks Nilai Penting (INP) (Munawaroh, 2016).

Kershaw (1964) dalam Martono (2012) menyatakan bahwa bentuk vegetasi dibatasi oleh tiga komponen pokok yaitu stratifikasi (pohon, tiang, perdu, sapihan, semai dan herba), sebaran horisontal dari jenis penyusun vegetasi dan banyaknya individu (abundance) dari jenis penyusun vegetasi tertentu.

Selanjutnya dikatakan bahwa penguasaan suatu jenis terhadap spesies lainnya ditentukan berdasarkan INP, yang merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, dominasi relatif dan frekuensi relatif.

Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Semakin merata penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensinya semakin besar sedangkan jenis yang nilai frekuensinya kecil, penyebarannya semakin tidak merata pada suatu kawasan yang diamati. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah atau banyaknya suatu jenis persatuan luas.

Dominansi suatu jenis adalah nilai yang menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain pada suatu komunitas. Semakin besar nilai dominansi suatu jenis, semakin besar pengaruh penguasaan jenis tersebut terhadap jenis lain. INP suatu jenis adalah nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis

(21)

dalam komunitas.Semakin besar INP suatu jenis semakin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas. INP dengan nilai yang tersebar merata pada banyak jenis lebih baik dari pada bertumpuk atau menonjol pada sedikit jeis karena menunjukkan terciptanya relung (niche) yang lebih banyak dan tersebar merata, spesifik dan bervariasi (Kainde et al , 2011).

Analisis vegetasi dalam melakukan klarifikasi vegetasi adalah dengan mengetahui asosiasi antara jenis – jenis penyusun vegetasi. Ada 2 macam jenis asosiasi dalam vegetasi yaitu asosiasi negatif dan asosiasi positif. Faktor – faktor yang menentukan kuat lemahnya sautu asosiasi adalah jumlah jenis yang ada, keadaan tempat tumbuh dan banyaknya kejadian bersama antara jenis – jenis yang berasosiasi. Koefisien yang menggambarkan kuat lemahnya suatu asosiasi adalah nilai antara – 1 sampai +1. Apabila nilai koefisien sama dengan +1 berarti terjadi asosiasi maksimum yang memiliki hubungan positif. Apabila nilai koefisien asosiasi sama dengan – 1 maka terjadi asosiasi negatif (Kurniawan et al, 2008).

Tanah Sebagai Habitat Mikroorganisme

Tanah merupakan tempat hidup dan sebagai penyokong kehidupan berbagai jenis mikroorganisme dari beragam tipe morfologi dan fisiologi, baik yang bersifat menguntungkan maupun yang bersifat merugikan. Di dalam tanah, keberadaan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Keadaan mikroorganisme sangat beragam baik jumlah jenis, kepadatan populasi, maupun aktifitas fungsionalnya. Keanekaragaman ini berkaitan dengan perbedaan kandungan dan jenis bahan organik, kadar air, jenis penggunaan tanah, tingkat pengelolaan tanah, dan kandungan senyawa pencemar (Saraswati et al, 2007).

Populasi mikroba tanah yang terdiri atas alga biru – hijau, fitoplankton, bakteri, cendawan, dan aktinomiset pada permukaan dan lapisan olah tanah mencapai puluhan juta setiap gram tanah, yang merupakan bagian integral dan pembentuk kesuburan tanah pertanian. Proses daur ulang secara alamiah di permukaan dan lapisan oleh tanah yang sangat penting bagi kegiatan pertanian tidak terjadi tanpa aktivitas mikroba (Saraswati dan Sumarno, 2008).

Salah satu fungsi penting tanah adalah menjadi habitat berbagai mikroorganisme tanah dan memelihara keragamannya. Dalam fungsinya,

(22)

mikroorganisme dalam tanah dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu kelompok fungsional perekayasa kimia (chemical engineers), kelompok fungsional pengendali kehidupan (biological control), dan kelompok fungsional perekayasa lingkungan (ecosystem engineers). Keragaman fungsional dan aktivitas mikrooorganisme tanah sangat dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik setempat. Faktor biotik meliputi kondisi vegetasi, sedangkan faktor abiotik meliputi kondisi iklim dan kondisi tanah. Tanah yang subur selalu mampu untuk menjadi media tumbuh ideal bagi berbagai mikroorganisme baik menguntungkan maupun merugikan (Widyati, 2013).

Mikroorganisme di dalam Tanah Fungi

Fungi merupakan organisme yang mempunyai inti sel, dapat membentuk spora, tidak berklorofil, terdapat benang-benang tunggal maupun bercabang dengan dinding selulosa atau khitin. Fungi merupakan organisme heterotrof dengan pertumbuhan awal fungi dimulai oleh terbentuknya struktur seperti serabut benang (hifa) yang disebut miselium. Penyerapan hara dari dalam tanah dan keberlangsungan kehidupan fungi dijalankan oleh misellium. Benang misellium memiliki diameter rata-rata 5 µm, sekitar 5-10 kali lebih besar dari bakteri.

Misellium dapat mengandung pigmen (Utomo, dkk. 2016).

Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fungi adalah substrat di dalam tanah, kelembapan tanah, suhu dan pH tanah. Pada umumnya fungi dapat hidup baik pada suhu 22-25 o C (suhu ruangan) dan dengan pH dibawah 7. Fungi dapat hidup ketika persediaan nutrien kurang dan lingkungan yang kurang baik.

Hal ini dikarenakan fungi dapat menghasilkan struktur-struktur humus yang tidak aktif sehingga dapat bertahan. Fungi di dalam tanah adalah dekomposer bahan- bahan organik yang sangat penting terutama dalam menguraikan senyawa- senyawa yang tidak segera digunakan oleh bakteri. Fungi dapat memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi komponen penyusun tumbuhan tingkat tinggi dan banyak terdapat di tanah (Yulipriyanto, 2010).

Bakteri

Bakteri adalah kelompok mikroorganisme bersel tunggal dengan konfigurasi selular prokariotik (tidak mempunyai selubung inti dan membran inti).

(23)

Semua bakteri berkembang biak melalui pembelahan biner (aseksual) dimana dari satu sel membelah menjadi dua sel yang identik. Bentuk DNA bakteri adalah sikuler, panjang dan biasa disebut nukleoi. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas akson. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosonal yang tergabung menjadi plasmid berbentuk kecil dan sirkuler (Jawetz et al, 2005).

Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah sumber energi yang diperlukan untuk reaksi – reaksi sintesis yang membutuhkan energi dalam pertumbuhan dan restorasi, pemeliharaan, gerak dan keseimbangan cairan.

Kemudian bakteri juga membutuhkan sumber karbon, sumber nitrogen, dan sumber garam – garam anorganik seperti folat, sulfat, potasium, sodium magnesium, kalsium, besi dan mangan (Haryani et al, 2012).

Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah adalah hal – hal yang berhubungan dengan peristiwa yang bersifat kimia yang terjadi baik di dalam ataupun di atas permukaan tanah yang akan menentukan ciri dan sifat tanah yang terbentuk. Perubahan yang terjadi terhadap sifat kimia tanah akan mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kualitas tumbuhan. Sifat kimia tanah terdiri dari pH tanah, C – Organik, N – total, P – tersedia dan KTK (kapasitas tukar kation) yang dapat menggambarkan tingkat kesuburan dari tanah (Supriyadi, 2007).

Komponen kimia di dalam tanah saling mempengaruhi, dengan pH tanah yang mengindikasikan tingkat kemasaman dan basa dari suatu tanah atau lahan.

Tingkat masam dan basa tanah mempengaruhi tingkat kesuburan tanah tersebut.

Hal ini dikarenakan pH tanah menggambarkan ketersediaan hara yang ada di tanah ( Munawar, 2011). Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang dinyatakan sebagai – log [H+]. Menurut Kusmahadi (2008) dalam Rahmah, dkk (2014) , pH yang baik berkisar antara 5,51 – 7,09.

Kandungan bahan organik tanah telah terbukti sangat berperan dalam mengendalikan kualitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. C –organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik berasal dari sisa tanaman dan hewan dari berbagai tingkat dekomposisi (Rahayu, 2008).

(24)

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial yang memiliki mobilitas yang tinggi, baik di dalam tanah maupun di dalam tanaman. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak untuk diserap tumbuhan dalam bentuk ion NH4+ dan ion NO3- (Mawardiana, 2013). Pelepasan N dari bahan organik dipengaruhi oleh pH tanah. Jika pH meningkat akan meningkatkan pelepasan N sehingga terjadi peningkatan N total tanah (Wasis, 2012).

Unsur hara fosfat merupakan unsur hara esensial bagi tumbuhan dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi di dalam tumbuhan. Ketersediaan fosfat di dalam tanah dipengaruhi oleh bahan organik melalui hasil pelapukan ( Supriyadi, 2007). Faktor yang dapat menghambat ketersediaan P adalah kegiatan organisme yang kurang maksimal, pH tanah yang cenderung asam maupun alkalis, serta dekomposisi bahan organik yang sedikit, sehingga tanah menjadi miskin hara (Hevriyanti, 2012).

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 tentang pembentukan kabupaten Padang Lawas Utara maka kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 3 kabupaten, yaitu kabupaten Padang Lawas Utara dengan jumlah daerah administrasi 8 kecamatan ditambah 10 desa dari wilayah kecamatan Padang Sidempuan Timur, dan Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Jumlah daerah administratif 11 kecamatan, serta kabupaten Padang Lawas dengan jumlah daerah administrasi 12 kecamatan (RPIJM, 2015).

Geografis

Kabupaten Padang Lawas Utara adalah salah satun kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yakni hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Ibukota kabupaten ini adalah Gunung Tua. Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan wilayah penghubung antara wilayah pantai timur yang sudah berkembang dan menjadi pintu perdagangan nasional dan regional dengan wilayah pantai barat yang kaya akan sumberdaya alam dan relatif belum maju.

Posisi tersebut menawarkan keuntungan dan peluang ekonomi bagi Kabupaten Padang Lawas Utara (BPS, 2013).

(25)

Kabupaten Padang Lawas Utara berada di bagian utara Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis terletak pada 1o13’50” -2o 2’ 32” Lintang Utara dan 99o 20’ 44” - 100o 19’ 10” Bujur Timur (BPS, 2013). Berdasarkan Undang – undang Nomor 37 tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara, batas-batas administratif Kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Pada bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Pada bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas dan pada bagian barat berbatsan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Topografi

Secara topografis wilayah Padang Lawas Utara didominasi oleh kemiringan lahan bergunung yaitu 174.719 Ha atau 44, 59 % dari luas daerah dan diikuti dengan topografi berbukit yaitu seluas 137.640 Ha atau 35,13 % serta topografi datar dan landai seluas 79.446 Ha atau 20, 28 % dari luas daerah.

Dengan demikian kondisi faktual topografi daerah Kabupaten Padang Lawas Utara 20, 28 % dengan topografi datar dan landai secara garis besar sesuai untuk pengembangan budidaya perkebunan tanaman keras dan 44, 59 % lainnya dengan topografi bergunung secara ideal pengembangannya berfungsi sebagai hutan lindung (RPIJM, 2015).

Iklim

Kabupaten Padang Lawas Utara terletak dekat garis Khatulistiwa sehingga tergolong kedalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan berada pada 0 – 1.915 meter dpl, sebagian daerahnya datar,beriklim cukup panas mencapai 34,20° C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan curam, berbukit dan bergunung, beriklim sedang yang suhu minimalnya dapat mencapai 17,6 ° C (RPIJM, 2015).

Berdasarkan data BPS kabupaten Padang Lawas Utara (2013), curah hujan bervariasi antar kecamatan, curah hujan tertinggi rata – rata mencapai 328 mm yang terjadi pada bulan Oktober, sementara curah hujan terendah rata – rata mencapai 108 mm yang terjadi pada bulan Februari.

(26)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan pengambilan data dan sampel tanah dilakukan di Desa Pamuntaran, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. Identifikasi dan pengamatan sampel tanah serta pengolahan bahan dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2018–

Januari 2019. Adapun lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah komposit yang diambil di lapangan, aquades, fenolptalin, metil oranye, KOH 0,1N, HCL 0,1N untuk pengamatan respirasi tanah. Alkohol, kayu untuk sasak dalam pembuatan herbarium untuk analisis vegetasi. Buku pengenalan spesies, tally sheet, kantong plastik besar untuk analisisi vegetasi.

Alat yang digunakan adalah cangkul, alat tulis, kertas label, pisau, Global Positioning System (GPS) untuk menentukan posisi geografis, thermometer untuk mengukur suhu dan kelembaban lapangan, tali, alat ukur (meteran, penggaris),

(27)

clinometer suunto untuk mengukur kelerengan, portable soil pH meter, gelas ukur, Erlenmeyer, timbangan, buret, digetser, tabung perkolasi, tabung destilasi, tabung reaksi, kaca pengaduk, kompor.

Prosedur Penelitian

1. Pengambilan sampel tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan di Desa Pamuntaran, Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara. Contoh tanah diambil dibawah tegakan pohon malaka (Phyllanthus emblica) yang berada di dalam areal plot analisis vegetasinya. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara acak, dengan kedalaman 0 – 5 cm dan 5 – 20 cm pada setiap lubang pengambilan sampel tanah (5 titik pengambilan) di setiap jalur dengan jarak 100 m setiap jalurnya. Contoh tanah yang diambil kemudian dikompositkan sesuai dengan kedalamannya dan diberi label. Pengambilan contoh tanah dengan komposit ditujukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang kondisi tanah disuatu areal (Saraswati dkk, 2007).

2. Analisis Tanah

Analisis tanah meliputi parameter kesuburan tanah umum yaitu kapasitas tukar kation (KTK) menggunakan metode ekstraksi NH4Oac pH 7, pH tanah menggunakan metode pH meter, C – organik menggunakan metode Walkley dan Black, N total tanah menggunakan metode Kjeldahl, dan P tersedia dengan mengunakan metode Bray – I (Mukhlis, 2014).

3. Penetapan dan Perhitungan Total Mikroba Tanah a. Pembuatan Seri Pengenceran

Menurut Saraswati, dkk (2007) yang menyatakan bahwa teknik pengenceran bertingkat pada media cawan agar (plate count) merupakan teknik tertua yang sampai saat ini masih digunakan. Penemuan agar sebagai media padat sangat bermanfaat dalam pembiakan mikroorganisme karena sifat-sifatnya yang unik, yaitu mencair pada suhu 100oC dan membeku pada suhu 40oC serta tahan perombakan oleh mikroorganisme. Metode pengenceran bertingkat ini dilakukan dengan memasukkan 10 gr tanah kedalam erlenmeyer yang telah berisi larutan fisiologis 90 ml, kemudian dikocok dengan menggunakan shaker. Siapkan tabung

(28)

reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis steril dengan menuliskan kode 10-1 pada tabung 1, 10-9 pada tabung 2 sampai pada tabung 9. Lakukan pemipetan 1 ml biakan murni dan dimasukkan ke tabung 1, lalu dihomogenkan menggunakan rotamixer. Selanjutnya dipipet 1 ml tabung 1 dan dimasukkan ke tabung 2, dihomogenkan dan dilakukan hal yang sama sampai tabung 9. Setelah itu dipipet 1 ml dari tabung 8 kemudian dibuang, maka diperoleh pengenceran 10-1 – 10-9. Lakukan secara aseptis untuk meminimalisir tingkat kontaminasi.

b. Penuangan

Metode penuangan ini sesuai dengan Anas (1989) pada pengenceran 10-5, 10-6, 10-7 dituang pada cawan petri yang berisi media Nutrien Agar (NA) yang bersuhu 40-45oC untuk penetapan total bakteri. Pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dituang pada cawan petri yang berisi media Potato Dextrose Agar (PDA) untuk penetapan total fungi.

Kemudian cawan petri digerakkan memutar kekiri dan kekanan agar suspensi mikroba dapat tersebar merata pada cawan agar. Setelah media mengental, diinkubasi biakan tersebut dengan suhu kamar selama 3 hari.

Kemudian dilakukan penghitungan manual untuk menentukan total fungi dan bakteri pada setiap cawan petri.

4. Pengukuran Respirasi Tanah

Pengukuran respirasi tanah dilakukan dengan metode modifikasi Vestraete dengan cara menimbang tanah seberat 100 g per sampel dan dimasukkan ke dalam wadah toples yang di dalamnya telah diberikan botol film yang berisi 10 ml KOH 0,1 N, dan 10 ml aquades. Kemudian sampel ditutup hingga kedap udara lalu di inkubasi ditempat gelap selama dua minggu.

Setelah inkubasi selesai, KOH hasil pengukuran dititrasi di laboratorium untuk menentukan kuantitas CO2 yang dihasilkan. Titrasi dilakukan dengan cara memindahkan KOH hasil pengukuran ke dalam gelas erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes fenolptalin, sehingga warna berubah jadi merah muda dan kemudian dititrasi dengan HCl sampai warna merah muda hilang (larutan berwarna bening), volume HCl yang diperlukan dicatat. Kemudian ke dalam laurtan ditambahkan 2 tetes metil oranye sehingga larutan berwarna kuning, dan larutan dititrasi kembali dengan HCl hingga warna kuning berubah menjadi warna

(29)

merah muda. HCl yang digunakan berhubungan langsung dengan jumlah CO2

yang difiksasi. Pada kontrol juga dilakukan hal yang sama. Jumlah CO2 dihitung dengan mengunakan formula :

r = (a-b) × t × 120 N Keterangan :

a = ml HCl untuk sampel tanah b = ml HCl untuk kontrol t = normalitas HCl n = jumlah hari inkubasi

r = jumlah C-CO2 yang dihasilkan tiap gram tanah lembab per hari (Anas, 1989 dalam Nasution dkk, 2015).

5. Pengambilan Data

Metode yang dilakukan dalam pegumpulan dan pengambilan data vegetasi tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) di kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara adalah dengan teknik observasi yaitu pengambilan data dilakukan dengan survey langsung ke lapangan dengan menganalisa dan melihat langsung ketersediaan dan potensi tumbuhan malaka di daerah tersebut dengan bantuan masyarakat setempat yang ahli dan studi pustaka menggunakan buku panduan identifikasi tumbuhan.

Data yang dikumpulkan di lapangan berupa data primer seperti titik koordinat, jumlah tumbuhan malaka, jenis vegetasi lain dan data sekunder berupa suhu lapangan, kelerengan, dan pH tanah.

6. Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah sumber tanah dan faktor kedua adalah kedalaman tanah. Faktor pertama adalah sumber tanah dari Jalur 1 (J1), Jalur 2 (J2), dan Jalur 3 (J3) dengan jarak setiap jalur 100 meter. Sedangkan faktor kedua adalah kedalaman tanah yaitu dengan kedalaman 0 – 5 cm dan kedalaman 5 – 20 cm.

(30)

Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 18 jumlah unit percobaan. Model linear Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang digunakan pengolahan ini adalah :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk Dimana :

Yijk : Respon atau nilai pengamatan keberadaan fungi dan bakteri dari sumber tanah ke-i pada kedalaman tanah ke-j ulangan ke-k µ : Rataan umum keberadaan fungi dan bakteri

αi : Pengaruh sumber tanah ke-i βj : Pengaruh kedalaman tanah ke-j

(αβ)ij : Interaksi antara sumber tanah dengan kedalaman tanah

ijk : Pengaruh galat pada keberadaan fungi dan bakteri dari sumber tanah ke-i pada kedalaman tanah ke-j ulangan ke-k

Jika data berpengaruh nyata, dilakukan uji lanjutan dengan DMRT pada taraf 5%.

7. Analisis Vegetasi

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan penentuan plot secara sengaja (purposive sampling) dengan ukuran 20 x 20 m2 untuk tingkat pohon, 10 x 10 m2 untuk tingkat tiang, 5 x 5 m2 untuk tingkat pancang, dan 2 x 2 m2 untuk tingkatsemai. Metode yang digunakan adalah kombinasi jalur dan garis berpetak dengan 3 jalur. Setiap jalur pengamatan sepanjang 100 m dengan 5 plot utama, hal ini sesuai dengan metode yang digunakan oleh Mudiana (2017) dengan beberapa penyesuaian kondisi di lapangan.

Gambar 2. Desain kombinasi metode jalur dan garis berpetak

(31)

Penjelasan untuk masing masing tingkat pertumbuhan pohon dan vegetasi yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Tumbuhan bawah adalah tumbuhan selain anakan pohon yang tumbuh sebagai vegetasi penutup lantai hutan,

2. Anakan atau semai (seedling) adalah regenerasi awal pohon dengan ukuran hingga tinggi kurang dari 1,5 m,

3. Pancang adalah regenerasi pohon dengan ukuran lebih tinggi dari 1,5 m serta dengan diameter batang kurang dari 10 cm,

4. Tiang adalah regenerasi pohon dengan diameter 10-20 cm, dan

5. Pohon adalah tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih dari 20 cm, (Fachrul, 2008 dalam Mudiana, 2017).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer berupa semua jenis vegetasi, tumbuhan malaka, serta diameter batang dan melakukan identifikasi spesimen. Data sekunder berupa lingkungan meliputi suhu, kelerengan, dan pH tanah, serta letak geografis penelitian berdasarkan koordinatnya.

8. Analisis data

Data vegetasi dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

a. Kerapatan suatu jenis (K) (ind/ha) K = Σ individu suatu jenis

Luas petak contoh

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR) (%) KR

=

K suatu jenis

× 100%

K seluruh jenis c. Frekuensi suatu jenis (F)

F = Σ Sub petak ditemukannya suatu jenis Σ Seluruh sub petak contoh

d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR) (%) FR = F suatu jenis

× 100%

F seluruh jenis

(32)

e. Dominansi suatu jenis (D) (m2/ha). D hanya dihitung untuk tingkat tiang dan pohon.

D = Luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh

Luas bidang dasar (LBDS) suatu pohon yang digunakan dalam menghitung dominansi jenis didapatkan dengan rumus:

LBDS = π * R2

Σ Seluruh sub – petak contoh

dimana R adalah jari-jari lingkaran dari diameter batang; D adalah DBH. LBDS yang didapatkan kemudian dikonversi menjadi m2

f. Dominansi relatif suatu jenis (DR) (%) DR = D suatu jenis

× 100%

D seluruh jenis g. Indeks Nilai Penting (INP) (%)

 Untuk tingkat pohon adalah INP = KR + FR + DR

 Untuk tingkat semai, pancang dan tumbuhan bawah adalah INP = KR + FR.

9. Studi Asosiasi

Studi asosiasi menggambarkan hubungan antara tumbuhan di suatu lokasi.

Studi asosiasi dilakukan untuk melihat apakah ada keterkaitan tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) dengan vegetasi tertentu dihabitatnya. Pendekatan yang digunakan menggunakan indeks Ochidai. Untuk mengetahui tingkat asosiasi malaka (Phyllanthus emblica) dengan vegetasi lainnya menggunakan indeks Ochiai, indeks Dice, dan indeks Jaccard (Ludwig and Reynolds, 1988 dalam Siregar, 2018).

a. Indeks Ochiai (Oi)

b. Indeks Dice (Di)

c. Indeks Jaccard (Ji)

(33)

Ketereangan :

a = jumlah petak ditemukannya kedua jenis yang diasiosiasikan (A dan B) b = jumlah petak ditemukannya jenis A tetapi tidak jenis B

c = jumlah petak ditemukannya jenis B tetapi tidak jenis A

Nilai asosiasi terjadi pada selang 0 sampai 1. Hubungan kedekatan asosiasi dapat diketahui dari selang indeks asosiasi seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Indeks Asosiasi pada Vegetasi

No Indeks Asosiasi Keterangan

1 1,00 – 0,75 Sangat Tinggi (ST)

2 0,74 – 0,49 Tinggi (T)

3 0,48 – 0,23 Rendah (R)

4 ≤ 0,23 Sangat Rendah (SR)

Sumber : (Ludwig and Reynolds, 1988).

Analisis asosiasi dilakukan berdasarkan ukuran kekuatan dengan menghitung indeks Ochiai, Dice, dan Jaccard. Dari ketiga indeks tersebut cenderung bernilai 0 saat tidak ada asosiasi dan bernilai 1 saat asosiasi maksimum. Indeks Ochiai (Oi) dijelaskan dalam rata rata geometrik, indeks Dice (Di) dijelaskan dalam rata – rata keseimbangan dan indeks Jaccard (Ji) adalah proporsi nilai dari plot, dimana spesies muncul sebagai nilai total dari plot saat salah satu jenis spesies ditentukan (Al amin et al, 2018).

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah sangat berhubungan erat dengan tingkat kesuburan tanah.

Sifat kimia tanah juga dapat menggambarkan kondisi, sifat dan ciri tanah yang terbentuk dan berkembang di dalamnya. Kimia tanah yang diamati atau dianalisa adalah pH tanah, C Organik, N total, P tersedia, dan KTK (Kapasaitas Tukar Kation). Hasil analisa tanah di bawah tegakan malaka disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis kimia tanah pada tegakan malaka (Phyllanthus emblica) Sumber

Tanah

Kedalaman Tanah

pH (H2O)

C - Organik (%)

N - total (%)

P - tersedia (ppm)

KTK (m.e/100g) J1 0 - 5 cm 8,2*aa 2,54 s 0,09 sr 11,92 s 22,96 s

5 -20 cm 8,5 aa 1,08 r 0,07 sr 12,73 s 20,79 s J2 0 - 5 cm 8,3 aa 1,88 r 0,10 r 14,61 s 21,78 s 5 - 20 cm 8,5 aa 0,95 sr 0,12 r 1,85 sr 21,62 s J3 0 - 5 cm 8,3 aa 2,65 s 0,16 r 13,03 s 22,33 s 5 - 20 cm 8,5 aa 1,14 r 0,06 sr <0,01 sr 20,43 s Kriteria : * Eviati dan Sulaeman (2009)

Keterangan : aa : agak alkalis s : sedang r : rendah sr : sangat rendah

Hasil analisis pH tanah pada ketiga sumber tanah dan dua kedalaman menunjukkan bahwa tanah dilokasi tersebut agak alkalis atau basa dengan nilai pH 8,2 – 8,5. Hal ini dikarenakan rendahnya pencucian basa – basa terutama tanah yang bertekstur halus. Tanah yang memiliki nilai pH diatas 7 adalah tanah yang cenderung alkalis. Tanah yang cenderung alkalis memiliki ketersediaan unsur hara mikro dan juga fosfat yang rendah karena terikat Ca 2+ . Tanah – tanah semacam ini mempunyai kadar liat yang cukup tinggi dengan, kandungan bahan organik dan nitrogen yang sangat rendah (Supriyadi, 2007). Hal ini sesuai dengan keadaan tanah di lapangan, tanah yang kering dan sangat keras serta minim vegetasi.

C organik dari tanah yang diamati berada pada kriteria sangat rendah sampai sedang dengan nilai 0,95 – 2,65 %. C organik terendah terdapat pada sampel J2 dengan kedalaman 5 – 20 cm sebesar 0,95 % (sangat rendah) dan tertinggi terdapat pada sampel tanah J3 pada kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai

(35)

sebesar 2,65 % (sedang). Nilai C organik yang didapat menggambarkan bahwa tanah tersebut memiliki kandungan bahan organik yang rendah ke sedang. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu temperatur di Desa Pamuntaran yang cenderung panas berkisar antara 29 – 320 C, serta sedikitnya vegetasi dan tutupan lahan. Akitabnya dekomposisi yang terjadi juga rendah, karena sedikitnya serasah yang ada di lahan tersebut. Begitu pula dengan tekstur yang cenderung liat bahkan ada beberapa bagian tanah di lahan tersebut sangat keras seperti batu. Menurut Supriyadi (2008), temperatur yang tinggi, dekomposisi serasah yang rendah dan tekstur tanah cenderung liat mempengaruhi kandungan bahan organik yang ada didalam tanah tersebut sehingga kandungan bahan organik yang ada menjadi rendah dikarenakan kandungan bahan organik dalam tanah sulit mencapai kondisi potensialnya.

Hasil analisis N total pada tanah menunjukkan bahwa N total berada pada kisaran sangat rendah sampai rendah dengan nilai 0,06 – 0,16 %. Nilai tertinggi berada pada sampel J3 kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai 0,16 (rendah), dan nilai terendah terdapat pada sampel J3 kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai 0,06 ( sangat rendah). Rendahnya kandungan N tanah pada lokasi penelitian mengindikasikan bahwa sedikit bahan organik dan mikroorganisme di dalam tanah. Seperti diketahui bahwa susunan jaringan bahan organik terkandung unsur nitrogen organik yang didekomposisi oleh mikroorganisme tanah menjadi nitorgen tersedia bagi tanaman (Izuddin, 2012).

P tersedia tanah mempunyai kriteria dari sangat rendah sampai sedang dengan nilai 0,01 – 14,61 ppm. P tersedia tertinggi terdapat pada sampel J2 kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai 14,61 (sedang), dan nilai terendah terdapat pada sampel J3 kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai 0,01 (sangat rendah). Hal ini menunjukkan sampel tanah cenderung memiliki ketersediaan P yang rendah yang mengindikasikan bahwa tanah atau lahan tersebut memiliki nilai pH yang tinggi.

(Supriyadi, 2007), karena semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah P tersedia. Hal ini juga menunjukkan bahwa lahan atau tanah di lokasi penelitian memiliki sedikit bahan – bahan organik hasil dekomposisi sehingga ketersediaan humus berkurang untuk menyuplai ketersediaan P. Faktor lain yang menyebabkan

(36)

rendahnya ketersediaan P adalah kegiatan organisme yang kurang maksimal, dan pH tanah yang relatif masam maupun alkalis (Hevriyanti, 2012).

Hasil analisis KTK pada sampel tanah dari 3 lokasi dan 2 kedalaman termasuk pada kriteria sedang dengan kisaran nilai 20,43 – 22,96 m.e/100g. Nilai KTK tertinggi terdapat pada sampel J1 kedalam 0 – 5 cm dengan nilai 22,96 m.e/100g (sedang), dan terendah terdapat pada sampel J3 kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai 20,43 m.e/100g (sedang). Nilai KTK pada lahan lokasi penelitian tidak terlalu tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh proses penyerapan unsur hara oleh koloid tanah tidak berlangsung baik, dan akibatnya unsur – unsur hara tersebut akan dengan mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di tanah (infiltrasi, perkolasi), dan pada gilirannya hara tidak tersedia bagi tumbuhan. Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri (Rahayu, 2008).

Total Mikroba Tanah

Tanah merupakan tempat hidup dan sebagai penyokong kehidupan berbagai jenis mikroorganisme dari beragam tipe morfologi dan fisiologi, baik yang bersifat menguntungkan maupun bersifat merugikan (Saraswati dkk, 2007).

Sifat biologi tanah mempunyai peranan penting dalam memperbaiki kualitas lahan atau tanah, karena berperan penting dalam proses transformasi hara dan proses fisika - kimia tanah (Rosliani, 2010). Sifat biologi tanah dapat diamati berupa total mikroba fungi dan bakteri. Hasil pengamatan terhadap total fungi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Hasil Pengamatan Populasi Fungi (…×104 SPK/ml) Sumber Tanah

Kedalaman Tanah

Rataan 0-5 cm 5-20 cm

Jalur I 44,32 30,95 37,64

Jalur II 42,26 23,79 33,03

Jalur III 51,53 30,21 40,87

Rataan 46,03 b 28,32 a

Keterangan : Setiap angka yang diikuti huruf yang sama tidak berpengaruh nyata.

(37)

Berdasarkan Tabel 4, populasi fungi tertinggi terdapat pada sampel tanah Jalur 3 pada kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai rataan sebesar 51,53 ×104 SPK/ml, dan rataan populasi terendah adalah pada sampel jalur 2 di kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai rataan sebesar 20,79 ×104 SPK/ml. Terdapat perbedaan jumlah populasi fungi yang tinggi disetiap kedalaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa populasi fungi lebih tinggi pada kedalaman 0 -5 cm dibandingkan pada kedalaman 5 – 20 cm.

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 3), terdapat pengaruh nyata antara faktor kedalaman tanah dengan jumlah populasi fungi. Namun sumber tanah setiap jalurnya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah populasi fungi yang diamati. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang mempengaruhi penyebaran mikroorganisme dalam tanah. Banyaknya mikroorganisme di dalam tanah dipengaruhi oleh banyaknya kandungan bahan organik, oksigen dakn karbondioksida dalam atmosfer tanah pada kedalaman yang berbeda – beda (Ni luh, 2013).

Ni luh (2013) menyatakan bahwa perbedaan lokasi dan tekstur tanah mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang ada di dalamnya, sehingga dapat mempengaruhi kesuburan tanah. Kesuburan tanah sangat berpengaruh terhadap keberadaan mikroorganisme dalam tanah, baik itu fungi maupun bakteri tergantung terhadap ketersediaan unsur – unsur yang dapat dimanfaaatkan untuk menunjang kehidupannya. Hasil pengamatan pertumbuhan fungi yang menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pertumbuhan fungi berumur 3 hari pada media Potato Dextrose Agar Pengamatan dan penghitungan fungi dilakukan setelah 3 hari. Hal ini dilakukan agar pertumbuhan fungi baik dan pertumbuhan fungi juga dapat

(38)

maksimal sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Penghitungan dilakukan secara manual dengan menghitung setiap gumpalan putih yang ada pada cawan petri.

Selain pengamatan fungi, dilakukan juga pengamatan terhadap populasi bakteri dalam tanah untuk menggambarkan sifat biologi tanah yang diteliti. Pada pengamatan jumlah bakteri di dalam tanah di bawah tegakan tumbuhan malaka (Phyllanthus emblica) didapat hasil yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Hasil Pengamatan Populasi Bakteri (…×106 SPK/ml)

Sumber Tanah Kedalaman Tanah

Rataan 0-5 cm 5-20 cm

Jalur I 181,34 194,01 187,68

Jalur II 232,32 170,26 201,29

Jalur III 254,98 153,12 204,05

Rataan 222,88 b 172,46 a

Keterangan : Setiap angka yang diikuti huruf yang sama tidak berpengaruh nyata.

Rataan populasi bakteri tertinggi terdapat pada jalur 3 kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai rataan sebesar 254,98 ×106 SPK/ml, dan terendah terdapat pada sampel tanah jalur 3 kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai rataan sebesar 153,12×106 SPK/ml (Tabel 5). Berdasarkan total rataan, populasi bakteri paling banyak ditemukan pada kedalaman 0 – 5 cm di setiap sumber tanah dengan nilai rataan total sebesar 222,88×106 SPK/ml dan pada populasi bakteri terlihat lebih sedikit di kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai rataan total sebesar 172,46 ×106 SPK/ml.

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 4), terdapat pengaruh nyata antara faktor kedalaman tanah terhadap jumlah populasi bakteri, namun sumber tanah setiap jalur berpengaruh tidak nyata terhadap populasi bakteri. Ardi (2009) mengatakan bahwa secara umum populasi mikroorganisme terbesar terdapat dilapisan horizon permukaan. Tingginya jumlah populasi bakteri di permukaan tanah atau rizosfer dibandingkan pada kedalaman 5 – 20 cm diduga karena pada permukaan tanah memiliki syarat yang cocok untuk pertumbuhan bakteri.

Menurut Mariana (2013) tingginya populasi bakteri di permukaan tanah disebabkan oleh sistem perakaran tumbuhan yang memungkinkan ketersediaan dan kandungan substrat serta suplai makanan sehingga metabolit akar tanaman

(39)

akan meningkatkan nutrisi di dalam tanah yang berpengaruh terhadap populasi bakteri di dalam tanah.

Ardi (2009) menyatakan bahwa koloni bakteri memiliki sifat – sifat khusus dalam media padat. Pada agar lempengan bentuk koloni digambarkan sebagai titik – titik, berbenang, bulat, tak teratur, serupa akar dan kumparan. Pada warna, koloni bakteri sebagian besar berwarna putih atau kekuningan, akan tetapi dapat juga berwarna kemerahan, coklat dan ungu. Hasil pengamatan pertumbuhan bakteri yang menggunakan media Nutrien Agar (NA) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil Pengamatan Populasi Bakteri Pada Media Nutrien Agar

Total mikroba didapat dari hasil penjumlahan total fungi dan total bakteri yang dihitung dengan menyetarakan pangkat tertinggi dari setiap perhitungan, kemudian dijumlahkan nilai keduanya. Hasil dari total mikroba disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Hasil Perhitungan Total Mikroba (...×106 SPK/ml) Sumber Tanah

Kedalaman Tanah

Rataan 0-5 cm 5-20 cm

Jalur I 181,78 194,31 188,05

Jalur II 232,74 170,50 201,62

Jalur III 255,50 153,42 204,46

Rataan 223,34 172,74

Total mikroba tertinggi dijumpai pada sampel tanah Jalur 3 di kedalaman 0 – 5 cm sebanyak 255,50 ×106 SPK/ml dan terendah pada sampel Jalur 3 kedalaman 5–20 cm sebanyak 153,42×106 SPK/ml (Tabel 5). Pertumbuhan mikroorganisme berkisar antara 153,42 – 225,50 ×106 SPK/ml.

(40)

Menurut Purwaningsih (2010), tanah yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Bahkan jumlah mikroba terutama bakteri di daerah peraakaran tanaman melimpah hingga 109 sel per gram tanah pada daerah perakaran. Hal ini menunjukkan bahwa tanah di bawah tegakan malaka memiliki total mikroba yang kurang baik untuk dikategorikan sebagai tanah yang subur dengan kisaran rataan antara 153,42 – 225,50 ×106 SPK/ml.

Respirasi Tanah

Respirasi tanah merupakan cerminan populasi dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Tingkat respirasi tanah sering dihubungkan dengan populasi mikroorganisme tanah. Beragamnya jenis mikroorganisme tanah hanya mungkin ditemukan pada tanah yang memungkinkan bagi mikroorganisme untuk berkembang. Semakin banyak CO2 yang dikeluarkan tanah, semakin tinggi tingkat respirasi tanah (Munawar, 2011). Hasil pengamatan respirasi tanah dibawah tegakan malaka disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Hasil Pengamatan Respirasi Tanah (mg CO2/100g/hari) Sumber Tanah (Kelerengan) Kedalaman Tanah

Rataan 0-5 cm 5-20 cm

Jalur I 2,02 0,64 1,33

Jalur II 1,08 0,34 0,71

Jalur III 0,61 0,54 0,58

Rataan 1,24 b 0,51 a

Keterangan : Setiap angka yang diikuti huruf yang sama tidak berpengaruh nyata.

Hasil pengamatan respirasi tanah di bawah tegakan malaka menunjukkan bahwa respirasi tertinggi terdapat pada jalur 1 pada kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai 2,02 mg CO2/100g/hari, dan yang terendah terdapat pada jalur 2 pada kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai 0,34 mg CO2/100g/hari (Tabel 7). Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan respirasi tanah terjadi lebih tinggi pada kedalaman 0 – 5 cm dengan nilai rataan total 1,24 mg CO2/100g/hari dibandingkan pada kedalaman 5 – 20 cm dengan nilai rataan total 0,51 mg CO2/100g/hari.

Sedangkan pada perbedaan jalur, tidak ada perbedaan nilai yang nyata.

Hasil sidik ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata antara kedalaman tanah dengan jumlah respirasi yang dihasilkan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 ditetapkan bahwa anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diperoleh, baik secara sukarela maupun secara

Semua partisipan, P1, P2, P3, P4 dan P5 mengungkapakn bahwa mereka setuju dengan selalu memakai kondom saat melayani pelanggannya karena takut dengan penyakit – penyakit yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang berarti pada pemahaman bacaan dari teks descriptive siswa kelas sepuluh MA NU Nurul Ulum

Sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Dikti bahwa lulusan S1,S2, dan S3 harus memiliki tulisan dalam jurnal lokal, nasional terakreditasi, atau internasional maka

Pengurusan BUMD dilakukan oleh suatu Direksi, jumlah anggota serta susunan Direksi diatur di dalam peraturan daerah yang merupakan peraturan

PERANCANGAN ARSITEKTUR 4.

Business and Strategic Alliances Sustainable Profit and Growth SME / Micro Financing Institutional &amp; Commercial Banking Consumer Loans Consumer Deposit Treasury and

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan hubungan pekerjaan, peran PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi terhadap ketidakteraturan