• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Klasifikasi makrozoobenthos

Makrozobenthos yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini terdiri dari 4 kelas invertebrata yaitu : bivalvia terdiri atas 1 genus, gastropoda terdiri dari 12 genus oligachaeta yang terdiri dari 1 genus, malacostrata 2 genus seperti tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Makrozoobnethos yang didapatkan pada setiap stasiun Penelitian di Sungai Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

Kelas Ordo Famili Genus

Bivalvia Veneroida Tellinidae Tellina

Malacostraca Decapoda Geryonidae Geryon Penaidae Penaeus Gastropoda Neogastropoda Melongonidae Pugilina

Cerithioidae Bittium Epitonidae Epitonium Hydrobiidae Hydrobia Sinumidae Sinum Muricidae Murex Mesogastropoda Bursidae Bursa

Turitellidae Turitella Spiratenidae Spiratella Hypsogastropoda Calyptraeidae Crepidula Niticidae Polinices Nassariidae Nassarius Oligochaeta Haplotaxida Tubificidae Branchiura

Ciri Morfologi

Berdasarkan hasil identifikasi makrozoobenthos dengan menggunakan buku acuan Gosner (1971) maka dapat dijelaskan ciri morfologi berbagai makrozoobenthos sebagai berikut :

A. Tellina

Genus ini memiliki warna cangkang kecoklatan, bagian bukaan mulut memiliki garis warna hitam. Cangkang atas sedikit lunak dibanding bagian bawah dan terdapat bintik putih bagian bawah cangkang. Memiliki panjang mulai dari 2-5 cm (Gambar 6).

Gambar 6. Tellina

B. Geryon

Genus ini memilik tubuh berwarnah merah, memiliki sepasang capit yang berukuran besar dan 3 pasang kaki jalan, di bagian kaki jalan kepiting tersebut terdapat bulu-bulu halus. Bagian perut berwarna putih kemerahanan serta terdapat garis hitam kecoklatan, kepiting ini memiliki panjang tubuh 3-28 cm. Kebanyakan kepiting tersebut hidup dibagian mangrove yang berlumpur. (Gambar 7).

Gambar 7. Geryon

C. Panaeus

Genus ini sering disebut dengan udang putih (Panaeus monodon) ciri-cirinya, memiliki 3 pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit. Hewan ini juga memiliki kerapas yang berkembang menutupi kepala dan dada menjadi satu (Chepalathorax) (Gambar 8).

Gambar 8. Panaeus

D. Pugilina

Genus ini memiliki bentuk cangkang yang unik, bagian bawah cangkang berputar 3-4 putaran dan bagian atas cangkang panjang, bagian putaran terdapat benjolan-benjolan kecil berwarna coklat terang. Bukaan mulut cangkang setengah dari badan dari genus tersebut. Genus ini memiliki ukuran 5-8 cm dan warna cangkang tidak beraturan, sebagian coklat terang dan sebagian coklat gelap serta terdapat garis-garis hitam (Gambar 9).

Gambar 9. Pugilina

E. Bittium

Genus ini memiliki cangkang yang memanjang kecil, bentuk kerucut genus ini memiliki warna bagian bawah kecoklatan dan bagian atas berwarna hitam kecoklatan. Panjang genus ini mencapai 1-3 cm, sekeliling cangkang berkerut dan berbintik. Genus ini memiliki lingkaran yang berbeda setiap ukuran, pada genus kecil biasanya ukuran lingkaran cangkang mencapai 6-7 sementara pada genus yang berukuran besar 9-10 lingkaran (Gambar 10).

Gambar 10. Bittium

F. Epitonium

Genus ini memiliki cangkang yang seperti berputar, warna genus ini mulai dari bawah abu kecoklatan dan sedikit garis hitam dan putih. Pada bagian mulut cangkang berwarna putih dan bagian dalam berwarna coklat gelap. Genus ini

memiliki lingkaran cangkang 4-6, setiap clingkaran melilit beraturan di bagian cangkang dan panjang cangkang mencapai 3-6 cm (Gambar 11).

Gambar 11. Epitonium

G. Hydrobia

Genus ini sama memiliki bnetuk tubuh kerucut bulat panjang, ukuran panjang mencapai 2-4 cm. Bentuk cangkang bergaris melingkar seperti sepiral, lingkaran berwarna abu-abu kehitaman dan warna cangkang hitam kecoklatan. Celah mulut berwarna putih keabu-abuan (Gambar 12).

Gambar 12. Hydrobia

H. Sinum

Genus ini memilki ukuran tubuh berkisar antara 10-26 mm. Cangkang kuat dan berbentuk oval dengan puncak sedikit menonjol dan bagian dekat mulut terdapat putaran melilit. Bagian luar cangkang berwarna abu-abu kecoklatan dan hitam (Gambar 13).

Gambar 13. Sinum

I. Spiratella

Genus ini memiliki tipis dan memiliki lingkaran, warna genus ini putih dan ada bulatan coklat bulat diseluruh cangkang Cangkang genus ini berbentuk bulat dan panjang, pada lingkaran cangkang sangat jelas terlihat dan semakin kearah puncak semakin mengecil. Memiliki lingkaran cangkang 5-6, Panjang genus tersebut mulai dari 4-7 cm (Gambar 14).

Gambar 14. Spiratella

J. Bursa

Genus ini memiliki bentuk shell yaitu segitiga dan memanjang, cangkangnya memiliki duri-duri dan dasar cangkang yang keras serta runcing.

Bgian mulut sedikit runcing, cangkang dari genus ini memiliki 3-4 lingkaran. bawah dan atas bagian samping cangkang dibatasi duri yang lebih panjang dari duri atas dan bawah cangkang, terdapat garis-garis kecil pada seluruh bagian cangkang. Ukuran genus ini mulai dari 3-15 cm (Gambar 15).

Gambar 15. Bursa

K. Crepidula

Genus ini memiliki ukuran tubuh 2-7 cm, cangkang tipis berbentuk oval dengan puncak sedikit menonjol. Bagian luar cangkang memiliki warna coklat bergaris hitam. Bagian lingkaran mulut berwarna putih bergaris, dan bagian puncak berwarna krim putih (Gambar 16).

L. Nassarius

Genus ini memiliki ukuran tubuh berkisar antara 1-7 cm dengan bentuk shell yaitu segitiga dan memanjang dengan ujung sedikit runcing, genus ini berwarna abu-abu, sedikit coklat dan sedikit bergaris hitam pada bagian mulut cangkang berwarna putih keabu-abuan. Genus ini memiliki 4-6 lingkaran dan memiliki garis-garis halus yang vertikal (Gambar 17).

Gambar 17. Nassarius

M. Polinices

Genus ini memiliki ukuran tubuh 2-6 cm, cangkang tipis berbentuk oval dengan puncak sedikit menonjol, celah mulut sangat tipis. Bagian luar cangkang memiliki warna putih berbintik coklat. Bagian lingkaran mulut berwarna putih mulut (Gambar 18).

N. Murex

Genus ini memiliki cangkang oval, bagian mulut genus ini memiliki cangkang yang panjang. Seluruh bagian cangkang dipenuhi duri kecil serta panjang. Genus ini memiliki warna abu-abu coklat dan bintik hitam, ukuran cangkang 4-17 cm (Gambar 19).

Gambar 19. Murex

O. Turitella

Genus ini berwarna coklat pekat dan coklat, memiliki bentuk cangkang melingkar dan ukuran lingkaran sesuai panjang cangkang. Biasanya banyaknya lingkaran akan mengikuti panjang tubuh. Genus ini memiliki lingkaran cangkang mencapai 10-19, semakin panjang cngkang semakin banyak lingkaran. Panjang dari genus ini 6-20 cm. Bagian mulut cangkang memiliki warna coklat dan bagian bawah cangkang memiliki warna coklat pekat (Gambar 20).

P. Branchiura

Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar 38-185 mm dengan warna kuning kemerahan yang menyala. Memiliki rambut setae yang pendek sebanyak 1-3 pada bagian atas depan tubuh, 11-12 setae pada ujung yang bercabang. Biasnya memiliki satu gigi yang sempurna bahkan tidak ada. Pada bagian tubuh terdapat 10-11 setae yang bercabang (Gambar 21).

Gambar 21. Branchiura

Kepadatan Polpulsi (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos pada setiap stasiun Penelitian

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai kepadatan populasi (K) yang tertinggi di stasiun 1 dengan jenis makrozoobenthos bittium 105 % dan hydrobia 70%, dan nilai kepadatan populasi (K) yang paling terendah di stasiun 3 yang rata-rata hanya mencapai 1 %. Pada stasiun 1 lebih tinggi nilai kepadatan populasi dandiikuti stasiun 2 dan yang terakir stasiun 3. Nilai kepadatan populasi yang berbeda dipengaruhi oleh perbedaan stasiun selain itu faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap kepadatan populasi di Estuari Percut Sei Tuan dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Nilai Kepadatan Populasi (K) makrozobenthos (ind/m2) pada setiap stasiun penelitian

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai kepadatan relatif (KR) yang tertiinggi di stasiun 1 hingga mencapai 49 % dan dan nilai kepadatan relatif (KR) yang paling terendah di stasiun 3 yang rata-rata hanya mencapai 15 %. Nilai kepadatan relatif yang diperoleh dikatakan cocok, rendahnya makrozoobenthos yang ditemukan di stasiun 2 dan 3 disebabkan tempat habitat yang kurang sesuai bagi perkembangan biota. Sementara di stasiun 1 adanya pohon mangrove sebagai habitat dan merupakan estuari sehingga maknan lebih banyak ditemukan dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Nilai Kepadatan Relatif (KR) makrozoobenthos (%) pada setiap stasiun penelitian

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai kepadatan frekuensi (FK) nilai rata-rata tertinggi mencapai 100 %, di stasiun 1 memiliki nilai genus yang tertinggi hal ini disebabkan karena di stasiun 1 memiliki habitat yang cocok bagi kehidupan biota, pohon mangrove menjadi pertahanan bagi biota benthos sebagai perlindungan dan stasiun 2 dan 3 hanya 2 genus yang mencapai 100 %. Rendahnya di stasiun 2 dan 3 hal ini dikarenakan tempat biota tidak begitu cocok sehingga dominan biota lebih banyak di stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 24

Gambar 24. Nilai Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobenthos (%) pada setiap stasiun penelitian

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evennes (E) Makrozoobnthos

Berdasarkan analisis data yang diperoleh nilai indeks keanekaragaman Shannon-Winner (H’) dan indeks Kemerataan jenis/indeks Evenness (E) makrozoobenthos pada setiap stasiun penelitian. Keanekaragaman Shannon-Wiener distasiun 1 yaitu 1,375 stasiun 2 yaitu 1,444 dan stasiun 3 yaitu 2,050 sehingga makrozoobenthos tersebut dikategorikan 1 > H’< 3 kedalam keanekaragaman sedang. Nilai kemerataan jenis/Evennes stasiun 1 yaitu 0,496, stasiun 2 yaitu 0,627 dan stasiun 3 yaitu 0,933 sehingga kemerataan jenis/ Evennes tergolong kedalam keanekaragamannya tidak merata. sperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Indeks Kemerataan Keanekaragaman Shannon-Winer (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evennes (E) makroozbenthos pada setiap stasiun Penelitian

Indeks Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) 1,375 1,444 2,050 Kemerataan Jenis/Evennes 0,496 0,627 0,933

Pengukuran Indikator Fisika dan Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kelima stasiun penelitian diperairan Estuari Percut Kabupaten Deli Serdang diperoleh nilai rata-rata parameter fisika kimia perairan. Nilai suhu pada perairan memiliki nilai suhu yang stabil, hampir setiap pengambilan sampel suhu hanya berbeda 2 hingga 3 angka saja. Suhu tertinggi rata-rata mencapai 29,3 sementara suhu terendah yang diperoleh mencapai 27. Nilai rata-rata salinitas di estuari Percut Sei Tuan diperoleh nilai tertinggi 4,6 dan nilai terendah 2,6. Hal ini dikarenakan pasokan air sungai lebih besar dibagian estuari dibandingkan dengan air laut yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan penelitian nilai penetrasi cahaya yang diperoleh sangat rendah. Hal ini dikarenakan tingkat kekeruhan air sangat tinggi sehingga tingkat kecerahan air tergolong rendah. Nilai tertinggi rata-rata pH yang diperoleh mencapai 6,5 sementara nilai terndah 6,4. Nilai tersebut tidak begitu jauh berbeda dan merupakan pH yang dapat dikatogorikan cocok untuk kehidupan makrozoobenthos. Nilai BOD5 tertinggi mencapai 0,8 dan yang terendah 0,4, perbedaan nilai BOD5 disebabkan waktu pengambilan sampel dan faktor cuaca. Nilai rata-rata COD 42,7 – 57,4 dikategorikan sangat tinggi, penyebab tingginya nilai COD adalah diduga adanya buangan limbah penduduk dan limbah kapal dari

warga setempat sehingga nilai COD mencapai batas maksimum. Dari hasil penelitian nilai DO yang diperoleh 2,9 – 4,2. Perbedaan nilai DO yang didapat dipengaruhi proses difusi perairan tersebut dan juga waktu pengambilan sangatlah berpengaruh terhadap nilai DO dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rata-rata Faktor Fisika dan Kimia Perairan yang Diukur pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel

Parameter Kondisi Air Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Fisika Suhu (ᴼC) Surut 29 28 27 Normal 29 28,3 27,6 Pasang 29,3 29,3 29 Salinitas (‰) Surut 3,6 4 2,6 Normal 4 3,6 2,6 Pasang 4,6 3,6 3 Penetrasi Surut 20,3 20,3 21,3 Cahaya (cm) Normal 20,3 21,6 21,3 Pasang 22 15,6 22 Kimia

Tekstur Substrat Estuari Percut Sei Tuan

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa di stasiun 1 memiliki substrat pasir yaitu 69 %, stasiun 2 yaitu 43 %, stasiun 3 yaitu 73 %. Substrat debu di stasiun 1 yaitu 23 %, stasiun 2 yaitu 49 %, stasiun 3 yaitu 19 % dan substrat liat ketiganya memiliki nilai yang sama yaitu 8 %. Substrat bepasir biota lebih sedikit dibanding substrat lumpur. Hal ini dikarenakan substrat pasir sifatnya tidak kuat

pH Surut 6,5 6,4 6,4 Normal 6,5 6,5 6,4 Pasang 6,5 6,4 6,4 BOD5 Surut 0,8 0,7 0,4 Normal 0,4 0,6 0,6 Pasang 0,5 0,6 0,5 COD Surut 42,7 54,3 40,9 Normal 42,9 54,2 41,4 Pasang 48,1 57,4 44,96 DO Surut 3,2 4,0 3,5 Normal 2,7 4,2 3,3 Pasang 2,9 3,9 3,3

melekat sehingga jika ada pasang surut maka substrat akan terhempas dan cadangan makanan lebih banyak di substrat berlumpur dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Substrat yang Didapat pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel

Substrat (I) Parameter Tekstur Hydrometer

Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tekstur

Stasiun 1 69 23 8 Li

Stasiun 2 43 49 8 Llid

Stasiun 3 73 19 8 Li

Keterangan : Li : Liat

Llid : Lempung Liat Berdebu

Sifat Fisika dan Kimia Perairan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Storet

Sifat fisika dan kimia air yang terdapat di perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang di hubungkan dengan metode Storet diperoleh hasil yaitu tergolong kelas C dan dikategorikan tercemar sedang. Hal ini karena pengelolaan perairan tersebut tidak begitu baik, sehingga adanya dugaan pencemaran limbah-limbah dari aktivitas warga setempat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kondisi Fisika dan Kimia Air yang Terdapat di perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Storet

Metode Storet No Parameter Satuan Baku mutu St 1 St 2 St 3

Air gol. III* Skor Skor Skor

1 Suhu ᴼC Deviasi 3 0 0 0 2 pH 6-9 0 0 0 3 BOD mg/l 6 -10 -10 -10 4 COD mg/l 50 -10 -10 -10 5 DO mg/l 3 0 0 0 Jumlah -20 -20 -20

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.

Analisis Korelasi Pearson Antara Indikator Fisika dan Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobenthos

Berdasarkan pengukuran indikator fisika dan kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian dan dikorelasikan dengan indeks keanekaragamaan maka diperoleh nilai indeks korelasi. Pada hubungan suhu, salinitas dan pH tergolong sangat kuat. hubungan makrozoobenthos penetrasi cahaya dan DO tergolong rendah, hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan BOD5 tergolong sedang dan hubungan keanekargaman benthos dengan COD tergolong sangat rendah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Analisis Korelasi Person Antara Keanekaragaman dan Kepadatan Makrozobenthos dengan Sifat Fisika dan Kimia Perairan Percut Sei Tuan Keanekaragamaan Makrozoobenthos (H’) Analisis Korelasi Pearson (r) Kreteria/Tingkat Hubungan Korelasi

Suhu 0,997 Sangat kuat

Salinitas 0,961 Sangat kuat

Penetrasi cahaya -0,291 Rendah

pH 0,979 Sangat kuat

BOD5 0,566 Sedang

COD 0,176 Sangat rendah

Pembahasan

Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos pada Setiap Stasiun Penelitian

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 6 nilai kepadatan populasi (K), Kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) makrozoobenthos yang didapat setiap stasiun menunjukan perbedaan yang tidak merata antara genus makrozoobenthos. Kepadatan populasi (K) pada stasiun 1 dan 2 terdapat jenis makrozoobenthos yang dominan yaitu bittium dan hydrobia dengan nilai kepadatan populasi (K) bittium pada stasiun 1 yaitu 102,66 individu/m2, stasiun 2 yaitu 49,66 individu/m2, sedangkan genus hydrobia pada stasiun 1 yaitu 72,33 individu/m2, stasiun 2 yaitu 45,33 individu/m2. Sementara pada stasiun 1 didominasi makrozoobenthos hydrobia dan bursa, genus hydrobia mencapai 5,33 individu/m2 dan genus bursa yaitu 5 individu/m2.

Total nilai kepadatan populasi (K) tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan jumlah yaitu 207,33 individu/m2 sedangkan yang terendah terdapat di stasiun 3 dengan jumlah yaitu 28,66 individu/m2. Hal ini didukung oleh literatur Sudaryanto (2001) yang menyatakan bahwa struktur komunitas benthos dapat digambarkan melalui keragaman dan kelimpahannya. Asumsi utama dalam mempertimbangkan model dari nilai komunitas adalah bahwa komunitas yang seimbang/sehat dapat dicerminkan oleh tingginya biomassa, disusun oleh organisme yang hidup dalam jangka waktu yang lama, tingginya keragaman dan kelimpahan spesies penyusunnya.

Kepadatan populasi (K) pada genus lainnya mengalami perbedaan yang jauh pada jumlah masing-masing jenis. Pada jenis geryon, tellina, panaeus

pugilina, epitonium, sinum, murex, bursa, turitella, spiratella,crepidula, polinices dan nassarius hanya terdapat pada stasiun 1. Sedangkan yang mendominan di stasiun 2 dan 3 yaitu bittium dan hydrobia. Kondisi ini berpengaruh terhadap perbedaan habitat atau jenis substrat masing-masing makrozoobenthos, sesuai dengan literatur Yunitawati, dkk (2012) yang menyatakan bahwa karakteristik substrat dapat mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Jika substrat mengalami perubahan maka struktur komunitas makrozoobenthos akan mengalami perubahan pula.

Nilai kepadatan relatif (KR) makrozoobenthos yang didapat dipengaruhi oleh nilai kepadatan populasi (KP). Dalam hal ini, jenis makrozoobenthos yang perkembangannnya sesuai dengan habitat perairan estuari Percut Sei Tuan terdapat pada genus bittium dengan nilai kepadatan relatif (KR) pada stasiun 1 yaitu 49,51 %, stasiun 2 yaitu 41,50 %, genus hydrobia dengan nilai kepadatan relatif (KR) pada stasiun 1 yaitu 34,88 %, pada stasiun 2 yaitu 37,88 %, stasiun 3 yaitu 18,60 %, genus pugilina dengan nilai kepadatan relatif (KR) stasiun 3 yaitu 12,79 % genus bursa dengan nilai kepadatan relatif (KR) stasiun 3 yaitu 17,44 % . Hal ini sesuai dengan literatur Barus (2004) yang menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR > 10 %.

Nilai frekuensi kehadiran (FK) makrozoobenthos yang diperoleh berpengaruh terhadap jumlah kehadiran suatu jenis dalam tempat pengambilan sampel yang telah ditentukan dengan habitat yang sesuai atau tidaknya bagi perkembangan nakrzoobenthos tersebut. Jenis makrozoobenthos yang dapat dikategorikan kedalam kehadiran sering atau absolut hanya terdapat pada genus

puglina dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 100 %, stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 33,33 % genus bittium dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 100 % stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 100 %, genus hydrobia dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 100 %, stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 66,66 %, genus murex dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 100 %, genus tellina dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, genus epitonium dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66 %.

Stasiun 2 yaitu 66,66 %, genus sinium dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, genus turitella dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66%, genus spiratella dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, genus crepidulla dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, genus polinices dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66%, genus nassarius dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66%, genus geryon dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 33,33 %, genus panaeus dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 33,33 %, genus bursa dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 33,33 %, genus branchiura dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 33,33 %. Hal ini sesuai dengan literatur Barus (2004) yang menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai FK > 25 %.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) Makrozoobenthos

Berdasarkan yang diperoleh pada Tabel 6 nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos yang didapat pada stasiun penelitian yang berkisar 1,375-2,050. Hasil ini menunjukan bahwa kondisi perairan percut Sei Tuan memiliki Keanekaragaman makrozoobenthos sedang. Hal ini sesuai literatur Suryati dan Eko (2012) yang mengklasifikasikan nilai indeks keanekargaman (H’) sebagai berikut :

Dengan nilai H’

H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi 1 < H’ > 3 = Keanekaragaman sedang H’ < 1 = Keanekaragaman rendah

Hasil ini memungkinkan adanya indikasi pencemaran yang terjadi pada perairan Estuari Percut Sei Tuan sehingga mempengaruhi kondisi habitat dan kualitas makrozoobenthos yang terdapat dalam perairan tersebut. Hal ini sesuai literatur Sastrawijaya (2000) yang menyatakan bahwa banyaknya bahan pencemar dalam perairan dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan, yaitu dapat membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jadi bila air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah spesies yang sedikit tapi populasinya tinggi. Oleh karena itu penurunan dalam keanekargaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran.

Hasil indeks kemerataan jenis/indeks Evenness (E) pada stasiun penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 6 yaitu berkisar 0,496-0,955. Hasil ini menunjukan bahwa genus makrozoobenthos yang didapat pada setiap stasiun penelitian memiliki jumlah masing-masing individu yang sangat jauh berbeda atau tidak

merata. Hal ini sesuai literatur Fachrul (2007) yang mengklasifikasikan sebagai berikut :

E = 0, kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.

E = 1, kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan a. Suhu

Pengukuran suhu dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa suhu air pada tiga stasiun penelitian berkisar antara 27-29,3 ᴼC. Suhu pada ketiga stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuasi, karena adanya cuaca pada saat pengukuran suhu relatif sama, sehingga suhu tidak mengalami perubahan yang signifikan. Secara umum kisaran suhu tersebut merupakan kisaran yang tidak normal bagi laju pertumbuhan makrozoobenthos. Hal ini sesuai literatur Barus (2004) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan pada benthos umumnya akan berlangsung selama 3 minggu pada suhu 15ᴼC, sedangkan pada suhu 24ᴼC berlangsung hanya waktu 1 minggu saja. Kenaikan suhu air dengan demikian akan berakibat pada percepatan masa perkembangan benthos sampai 3 kali lipat, sesuai dengan hukum Van’t Hoffs. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, nilai suhu diperairan Estuari Percut Sei Tuan termasuk kedalam kelas dua yaitu air yang peruntukanya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, peternakan dan layak untuk digunakan sebagai kegiatan perikanan tambak karena masih mencakup batas tolerir.

b. Salinitas

Kadar salinitas yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisar 2,6 ‰ – 3,6 ‰. Salinitas yang diukur dari setiap stasiun tergolong sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya masuk air laut atau pasang surut di estuari kemudian juga kedalaman air juga sangat mempengaruhi kadar salinitas yang ada di estuari tersebut. Hal ini sesuai literatur Aziz (2007) yang menyatakan bahwa distribusi salinitas di perairan estuari sangat dipengaruhi oleh kedalaman, arus pasut, aliran permukaan, penguapan dan sumbangan jumlah air tawar yang masuk ke perairan laut

c. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya atau kecerahan yang didapat pada ketiga stasiun yang berkisar 15,6-22 cm. Hal ini dikarenakan perairan tersebut dipengaruhi oleh partikel yang tersuspensi secara tidak langsung kedalaman kemudian tingkat kecerahan perairan tersebut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya hal ini dikarenakan berkurangnya proses fotosintesis di perairan tersebut. Sesuai literatur Nybakken (1988) yang menyatakan bahwa kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi.

d. pH (Potential of Hydrogen)

Nilai pH yang didapat pada ketiga stasiun yaitu berkisar 6,4-6,5. Hasil ini menunjukan pH yang terdapat diperairan tersebut dikatakan pH yang masih normal. Sesuai baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dengan nilai pH yaitu 6-9. Kondisi perairan yang memiliki pH netral sangat bagus bagi ekosistem

Dokumen terkait