• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan

Diambil sebanyak 100 ml Dititrasi Na

2S2O3 0,0125 N

Ditambahkan 5 tetes amilum

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N

Dihitung volume Na2S2O3 0,0125 N yang terpakai (= nilai DO akhir)

Sampel Air

Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat

Larutan Sampel Berwarna Coklat

(3)

Sampel Air Sampel Air

DO akhir DO awal

Diinkubasi selama 5 hari pada temperatur 20oC

Dihitung nilai DO awal

Dihitung nilai DO akhir

Lampiran 2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5

Sampel Air

Keterangan :

a. Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan nilai DO

(4)

Lampiran 3. Bagan Kerja Pengukuran COD dengan Metode Refluks (Suin, 2002)

Dimasukan Kedalam erlemeyer

Ditambah 5 ml K2Cr2O7 dan 0,2 gr HgSO4

Dimasukan 2 batuh didih Ditambah 5 ml H2SO4 (p) Direfluks selama 45 menit

Diniarkan sampel dingin dan dilepas dari rangkaian

Ditambah 30 ml akuades Diteteskan indikatr feroin

Dititrasi dengan Ferro Amonium Sulfat 0,025

Dicatat volume paniternya

10 ml sampel air

(5)

Lampiran 4.Jenis Substrat Berdasarkan USDA

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

Lampiran 6. Data Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Air di Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

A. Data sampling ke-1 (Kamis, 03 Maret 2016)

No Parameter Satuan Baku Mutu *

B. Data sampling ke-2 (Kamis, 24 Maret 2016)

(15)

Lampiran 6. Lanjutan

C. Data sampling ke-3 (Kamis, 14 April 2016)

(16)

Lampiran 7. Waktu dan kondisi lokasi penelitian pada saat sampling

a. Data sampling ke – 1 (kamis, 03 Maret 2016)

b. Data sampling ke – 2 (kamis, 24 Maret 2016)

New moon Stasiun waktu Kondisi cuaca Kondisi perairan

surut

New moon Stasiun waktu Kondisi cuaca Kondisi perairan Surut

New moon Stasiun waktu Kondisi cuaca Kondisi perairan

(17)

* kotor : Banyak sampah penduduk - Buangan kulit kelapa - Limbah plastik

(18)

Lampiran 8. Foto Kegiatan yang digunakan dalam Penelitian

a. Pengambilan benthos b. Pengukuran suhu

(19)

Lampiran 9. Foto Alat dan Bahan

a. Pengukuran salinitas b Pengukuran salinitas

c. Kertas label d. Timba

(20)

Lampiran 9. Lanjutan

g. Tali rafia h. Botol sampel

i. Kamera j. Sterofoam

(21)

Lampiran 9. Lanjutan

m. Pipet tetes n. Plastik 5 kg

(22)
(23)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. M. P. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Asriani, W,O., Emiarti dan E. Ishak. 2013. Studi Kualitas Lingkungan Disekitar Pelabuhan Bongkar Muat Nikel (Ni) dan Hubungannya Dengan Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Desa Motui Kabupaten Konawe Utara. Jurnal Mina Laut Indonesia. Universitas Halu Oleo, Kendari. Vol, 3 (12) : 22-35 ISSN 2303-3959.

Aziz, M. F. 2007. Tipe Estuari Binuangeun (Banten) Berdasarkan Distribusi Suhu dan Salinitas Perairan. Jurnal Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Vol, 33 : 97-110, ISSN 0125-9830.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Universitas Sumatera Utara, Press, Medan.

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekotognologi. Bumi Aksara, Jakarta. Fadli, N., I, Setiawan dan N. Fadhila. 2012. Keanegaragaman Makrozoobenthos

di Perairan Kuala Gigieng Kabupaten Aceh Besar.Jurnal Kelautan dan Perikanan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Vol, 1 (1) : 45-52 ISSN 2089-7790.

Fikri, N. 2014. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobenthos di Pantai Kartika Jaya Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Program Studi Pendidikan Biologi. Universitas Muhammadiya Surakarta, Surakarta. Gosner, K. L. 1971. Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrates.

Jhon Wiley and Sons, Inc.New York.

Kamal, E dan M. L. Suardi. 2004. Potensi Estuari Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat. Jurnal Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir. Universitas Bung Hatta, Padang.

Koesoebiono. 1987. Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Matahelemual, B. 2007. Penentuan Status Mutu Air dengan Sistem Storet di Kecamatan Bantar Gebang. Jurnal Geologi Indonesi, Vol. 2 (2) :113 -118. Monoarfa, W. 2002. Dampak Pembangunan Bagi Kualitas Air Dikawasan

Dipesisir Pantai Losari, Makasar. Staf Pengajar Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanuddin. Vol 3 (3) : 37- 44. ISSN 1411-4674. Nybaken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Pt. Gramedia

(24)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.

Patty, S. I. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen terlarut di Perairan Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Universitas Sam Ratulangi, Sulawesi Utara. Vol 1 (3) ISSN 2302 – 3589.

Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Edisi Kedua. Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Penerbit Alfabet. Bandung. Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas, Padang.

Sudaryanto, A. 2007. Struktur Komunitas Makrozoobenthos dan Kondisi Fisika Kimiawi Sedeimen di Perairan Donan, Cilacap Jawa Tengah. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol 2 (2) : 119-123.

Surbakti, H. 2012. Karakteristik Pasang Surut dan Pola Arus di Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan Indonesia. Vol. 15 (1) : 15108-35.

Suryanti, N. K dan Eko, P. 2012. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Estuari Sungai Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Widyariset. Vol 15 (2).

Syamsurisal. 2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas Makrozoobenthos di Hutan Mangrove Kelurahan Coppo Kabupaten Baru. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanuddin. Makasar.

Sembel, L. 2012. Analisis Beban Pencemar dan Kapasitas Asimilasi di Estuari Sungai Belau Teluk Lampung. Jurnal Maspari. Universitas Negeri Papua, Papua. Vol, 4 (2) : 178-183, ISSN: 2087-0558.

Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro, Semarang.

Trihendradi, C. 2005. SPSS 13 Step by Step Analisis Data Statistik. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Wargadinata, E. L.1995. Makrozoobenthos Sebagai Indikator Ekologi di Sungai Percut. Tesis. Program Pasca Sarjana Ilmu Pengetahuan Sumber Daya Alam dan Lingkungan USU. Medan.

(25)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai April 2016 di Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Pengambilan sampel akan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan memperhatikan kondisi perairan pada saat normal, pasang dan surut. Analisis laboraturium dilaksanakan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan dan Laboraturium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5 liter, surber net, botol film, keping Secchi, tali plastik, lakban, kertas label, botol

sampel, Global Positioning System (GPS), kamera digital, plastik 5 kg, pipet tetes, cool box, spuit, alat tulis dan peralatan analisa kualitas air seperti termometer,

refraktometer, pH meter, seccidisk, labu Erlenmeyer 125 ml, Beaker glass dan gelas ukur.

Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya adalah KOH-KI, MnSO4, H2SO4, amilum, dan Na2S2O3, alkohol 70%, es dan akuades.

Metode Pengambilan Sampel

(26)

dengan menentukan 3 stasiun. Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan 3 kali pengulangan pada setiap stasiun dengan penejelasan sebagai berikut, yaitu stasiun 1 merupakan daerah muara dan terdapat mangrove di sekitar perairan, stasiun 2 merupakah daerah yang terdapat berbagai aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata, stasiun 3 merupakan daerah yang terdapat adanya perkebunan sawit. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Arcgis Versi 9,3

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel makrozoobenthos diambil dengan surber net, karena lokasi pengambilan sampel tidak cukup dalam. Pengambilan sampel dengan surber net dilakukan dengan cara mengeruk tanah atau substrat sebanyak tiga kali

(27)

(yang tidak bisa disortir). Benthos yang sudah berada didalam botol sampel diawetkan dengan alkohol 70% dan diberi label berisi data tentang lokasi dan waktu pengambilan kemudian didentifikasi dengan menggunakan buku acuan Gosner (1971).

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan

a. Stasiun 1

Lokasi stasiun 3 terletak di muara estuari didesa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang dengan posisi titik koordinat 3°43'22.10" LU dan 98°47'31.12" BT. Lokasi ini merupakan daerah muara estuari yang langsung berhubungan dengan laut lepas. Bagian samping kiri dan kanan muara terdapat pohon mangrove dan bagian kanan muara hanya terdapat lahan kosong. Daerah ini pula merupakan tempat warga mencari ikan dan kekerangan serta menjadi tempat alur kapal menangkap ikan dan kapal wisatawan. Foto lokasi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.

(28)

b. Stasiun 2

Lokasi stasiun 2 terletak estuari di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang dengan posisi titik koordinat 3°42'58.80" LU dan 98°47'3.79" BT. Lokasi tersebut merupakan satu aliran dengan stasiun 1. Stasiun 2 dipengaruhi oleh aktivitas wilayah yang padat pemukiman dan terdapat aktivitas jalur kapal, perbaikan kapal, tempat singgahan kapal, tempat pelelangan ikan dan aktivitas wisatawan. Jarak antara stasiun 1 dan stasiun 2 adalah 1,70 kilometer. Foto lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Foto Lokasi Stasiun II

c. Stasiun 3

(29)

Gambar 5. Foto Lokasi Stasiun III

Pengambilan Data Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval waktu 2 minggu selama 2 bulan. Pengukuran dilakukan denagn menggunakan masing-masing peralatan yang telah dipersiapkan. Beberapa parameter fisika dan kimia perairan dapat dilihat pada tabel berikut :

a. Suhu Air (oC)

Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukan kedalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada termometer tersebut. Pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan dilapangan.

b. Salinitas

(30)

c. Penetrasi Cahaya

Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan menggunakan seccidisk sehingga hasil pengukuran dapat langsung ditentukan serta pengukuran ini dilakukan setiap pengamatan dilapangan.

d. Potential Hydrogen (pH)

Niali pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukan pH meter kedalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH dilakukan setiap pengamatan dilapangan.

e. Dissolved Oxygen (DO)

Dissolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metode winkler. Pengukuran DO dilakukan setiap pengamatan di lapangan. Sampel air diambil dari permukaan perairan dan dimasukan kedalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran DO langsung dilapangan. Pengukuran Dissolved Oxygen (DO) dapat dilihat pada Lampiran 1.

f. Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

(31)

g. Tekstur Substrat

Sampel substrat di ambil dari dasar perairan dan dibawa ke Laboraturium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jenis substrat dianalisis berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu pada segitiga USDA. Segitiga USDA dapat dilihat pada Lampiran 4.

h. Chemical Oxygen Demand (COD)

Pengukuran COD di lakukan dengan menggunakan metode Refluks. Sampel air di ambil dari estuari kemudian diberi perlakuan sesuai dengan metode Refluks. COD di ukur di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (in situ) dan secara tidak langsung (ex situ). Secara keseluruhan pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi beserta satuan dan alat yang digunakan. Pengukuran Chemical Oxygenn Demand (COD) dapat dilihat pada Lampiran 3.

Parameter Kualitas Air

(32)

Tabel 1. Kreteria Mutu Air berdasarkan PP No. 82 tahun 2001

Parameter Satuan Kelas

I II III IV

Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet (Storage and Retrieval)

Secara perinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 yang di sesuaikan dengan perutukannya guna menentukan status mutu air. Penentua status mutu air dengan metode storet ini dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan kualitas air dengan tujuan untuk mengetahui mutu kualitas suatu sistem akuatik. Penentuan status mutu air ini berdasarkan pada analisis parameter fisika dan kimia. Kualitas air yang baik akan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dengan kadar (konsentrasi) maksimum yang diperbolehkan. Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh contoh air tersebut disebut baik atau tidak dinilai dengan metode Storet.

(33)

Tabel 2. Penentuan Status Mutu Air dari Indeks Pencemaran

Sumber : Center (1977) diacu oleh Matahelemual (2007)

Cara penilaian :

1. Nilai negatif (-) diberikan bila hasil analisis melampaui atau tidak memenuhi baku mutu.

2. Nilai nol (0) diberikan bila hasil analisis memehuhi syarat baku mutu. 3. Nilai parameter kimia = 2x nilai parameter fisika

4. Bila angka rata-rata parameter hasil analisis melampaui baku mutu, diberi nilai = 3x nilai yang diberikan pada parameter maksimum atau minimum yang melampaui baku mutu.

5. Jumlah percontohan dari suatu stasiun yang ≥ 10 diberi nilai = ≥ 2x dari jumlah percontohan < 10.

6. Jumlah nilai nigatif (-) seluruh parameternya dihitung dan ditentukan status mutunya dengan melihat skor yang didapat Tabel 3.

Tabel 3. Penetapan Sistem Nilai untuk menentukan Status Mutu Perairan Jumlah

(34)

Analisis Data

a. Kepadatan populasi (K) (Barus, 2004)

Kepdatan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam satu satuan luas atu volume. Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

b. Kepadatan Relatif (KR) (Barus, 2004)

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR >10.

c. Frekuensi Kehadiran (FK) (Barus, 2004)

Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan, yang dapat ditentukan menghitung dengan menggunakan rumus berikut :

Keterangan :

FK 0-25% = Kehadiran sangat jarang FK 26-50% = Kehadiran jarang FK 51-75% = Kehadiran sedang

(35)

Suatu habitatdikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai FK >25%.

d. Indeks diversitas / Keanekaragaman shannon-Wiener (H’) (Suryati dan Eko, 2012).

Keanekaragaman jenis menunjukan jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area untuk mengetahui keanekaragaman spesies yang ada dalam satu komunitas dan tingkat keanekaragaman dapat diketahui dengan modifikasi Shannon-Wiener. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

Hꞌ : Indeks diversitas

pi : Jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3...n) s : Jumlah jenis

Ln : Logaritma natural

Pi : Σ ni/N (perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

Dengan nilai H’

H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi 1 < H’ > 3 = Keanekaragaman sedang H’ < 1 = Keanekaragaman rendah

e. Indeks kemerataan jenis/indeks evenness (E) (Fachrul, 2007)

(36)

E = Hꞌ/log S

Keterangan :

E : Indeks kemerataan jenis/indeks Evenness H’ : Jenis keanekaragaman shannon – wiener S : Jumalah jenis

Nilai indeks kemerataan jensi ini berkisar antara 0-1 dengan deskripsi kondisi sebagai berikut :

E = 0, kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing masing spesies sangat berbeda.

E = 1, kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

f. Analisis Korelasi Person

Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mencari drajat keeratan hubungan dan arah antara keanekargamaan makrozoobenthos yang terdapat diperairan Estuari Percut Sei Tuan dengan sifat fisika dan kimia airnya. Semakin tinggi nilai korelasi memiliki rentang antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Analisis dilakukan dengan metode komputerisasi SPSS Versi 15.1 (Trihendradi, 2005).

Menurut Sugiyono (2005) interval korelasi dan tingkat hubungan antara parameter yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antara Parameter

No Interval Koefesien Tingkat Hubungan

1. 0,00-0,199 Sangat rendah

2. 0,20-0,399 Rendah

3. 0,40-0,599 Sedang

4. 0,60-0,799 Kuat

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Klasifikasi makrozoobenthos

Makrozobenthos yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini terdiri dari 4 kelas invertebrata yaitu : bivalvia terdiri atas 1 genus, gastropoda terdiri dari 12 genus oligachaeta yang terdiri dari 1 genus, malacostrata 2 genus seperti tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Makrozoobnethos yang didapatkan pada setiap stasiun Penelitian di Sungai Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

Kelas Ordo Famili Genus

Bivalvia Veneroida Tellinidae Tellina

Malacostraca Decapoda Geryonidae Geryon Penaidae Penaeus Gastropoda Neogastropoda Melongonidae Pugilina

Cerithioidae Bittium Epitonidae Epitonium Hydrobiidae Hydrobia Sinumidae Sinum Muricidae Murex Mesogastropoda Bursidae Bursa

(38)

Ciri Morfologi

Berdasarkan hasil identifikasi makrozoobenthos dengan menggunakan buku acuan Gosner (1971) maka dapat dijelaskan ciri morfologi berbagai makrozoobenthos sebagai berikut :

A. Tellina

Genus ini memiliki warna cangkang kecoklatan, bagian bukaan mulut memiliki garis warna hitam. Cangkang atas sedikit lunak dibanding bagian bawah dan terdapat bintik putih bagian bawah cangkang. Memiliki panjang mulai dari 2-5 cm (Gambar 6).

Gambar 6. Tellina

B. Geryon

(39)

Gambar 7. Geryon

C. Panaeus

Genus ini sering disebut dengan udang putih (Panaeus monodon) ciri-cirinya, memiliki 3 pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit. Hewan ini juga memiliki kerapas yang berkembang menutupi kepala dan dada menjadi satu (Chepalathorax) (Gambar 8).

Gambar 8. Panaeus

D. Pugilina

(40)

Gambar 9. Pugilina

E. Bittium

Genus ini memiliki cangkang yang memanjang kecil, bentuk kerucut genus ini memiliki warna bagian bawah kecoklatan dan bagian atas berwarna hitam kecoklatan. Panjang genus ini mencapai 1-3 cm, sekeliling cangkang berkerut dan berbintik. Genus ini memiliki lingkaran yang berbeda setiap ukuran, pada genus kecil biasanya ukuran lingkaran cangkang mencapai 6-7 sementara pada genus yang berukuran besar 9-10 lingkaran (Gambar 10).

Gambar 10. Bittium

F. Epitonium

(41)

memiliki lingkaran cangkang 4-6, setiap clingkaran melilit beraturan di bagian cangkang dan panjang cangkang mencapai 3-6 cm (Gambar 11).

Gambar 11. Epitonium

G. Hydrobia

Genus ini sama memiliki bnetuk tubuh kerucut bulat panjang, ukuran panjang mencapai 2-4 cm. Bentuk cangkang bergaris melingkar seperti sepiral, lingkaran berwarna abu-abu kehitaman dan warna cangkang hitam kecoklatan. Celah mulut berwarna putih keabu-abuan (Gambar 12).

Gambar 12. Hydrobia

H. Sinum

(42)

Gambar 13. Sinum

I. Spiratella

Genus ini memiliki tipis dan memiliki lingkaran, warna genus ini putih dan ada bulatan coklat bulat diseluruh cangkang Cangkang genus ini berbentuk bulat dan panjang, pada lingkaran cangkang sangat jelas terlihat dan semakin kearah puncak semakin mengecil. Memiliki lingkaran cangkang 5-6, Panjang genus tersebut mulai dari 4-7 cm (Gambar 14).

Gambar 14. Spiratella

J. Bursa

(43)

Bgian mulut sedikit runcing, cangkang dari genus ini memiliki 3-4 lingkaran. bawah dan atas bagian samping cangkang dibatasi duri yang lebih panjang dari duri atas dan bawah cangkang, terdapat garis-garis kecil pada seluruh bagian cangkang. Ukuran genus ini mulai dari 3-15 cm (Gambar 15).

Gambar 15. Bursa

K. Crepidula

Genus ini memiliki ukuran tubuh 2-7 cm, cangkang tipis berbentuk oval dengan puncak sedikit menonjol. Bagian luar cangkang memiliki warna coklat bergaris hitam. Bagian lingkaran mulut berwarna putih bergaris, dan bagian puncak berwarna krim putih (Gambar 16).

(44)

L. Nassarius

Genus ini memiliki ukuran tubuh berkisar antara 1-7 cm dengan bentuk shell yaitu segitiga dan memanjang dengan ujung sedikit runcing, genus ini berwarna abu-abu, sedikit coklat dan sedikit bergaris hitam pada bagian mulut cangkang berwarna putih keabu-abuan. Genus ini memiliki 4-6 lingkaran dan memiliki garis-garis halus yang vertikal (Gambar 17).

Gambar 17. Nassarius

M. Polinices

Genus ini memiliki ukuran tubuh 2-6 cm, cangkang tipis berbentuk oval dengan puncak sedikit menonjol, celah mulut sangat tipis. Bagian luar cangkang memiliki warna putih berbintik coklat. Bagian lingkaran mulut berwarna putih mulut (Gambar 18).

(45)

N. Murex

Genus ini memiliki cangkang oval, bagian mulut genus ini memiliki cangkang yang panjang. Seluruh bagian cangkang dipenuhi duri kecil serta panjang. Genus ini memiliki warna abu-abu coklat dan bintik hitam, ukuran cangkang 4-17 cm (Gambar 19).

Gambar 19. Murex

O. Turitella

Genus ini berwarna coklat pekat dan coklat, memiliki bentuk cangkang melingkar dan ukuran lingkaran sesuai panjang cangkang. Biasanya banyaknya lingkaran akan mengikuti panjang tubuh. Genus ini memiliki lingkaran cangkang mencapai 10-19, semakin panjang cngkang semakin banyak lingkaran. Panjang dari genus ini 6-20 cm. Bagian mulut cangkang memiliki warna coklat dan bagian bawah cangkang memiliki warna coklat pekat (Gambar 20).

(46)

P. Branchiura

Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar 38-185 mm dengan warna kuning kemerahan yang menyala. Memiliki rambut setae yang pendek sebanyak 1-3 pada bagian atas depan tubuh, 11-12 setae pada ujung yang bercabang. Biasnya memiliki satu gigi yang sempurna bahkan tidak ada. Pada bagian tubuh terdapat 10-11 setae yang bercabang (Gambar 21).

Gambar 21. Branchiura

Kepadatan Polpulsi (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos pada setiap stasiun Penelitian

(47)

Gambar 22. Nilai Kepadatan Populasi (K) makrozobenthos (ind/m2) pada setiap stasiun penelitian

(48)

Gambar 23. Nilai Kepadatan Relatif (KR) makrozoobenthos (%) pada setiap stasiun penelitian

(49)

Gambar 24. Nilai Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobenthos (%) pada setiap stasiun penelitian

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evennes (E) Makrozoobnthos

(50)

Tabel 6. Nilai Indeks Kemerataan Keanekaragaman Shannon-Winer (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evennes (E) makroozbenthos pada setiap stasiun Penelitian

Pengukuran Indikator Fisika dan Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kelima stasiun penelitian diperairan Estuari Percut Kabupaten Deli Serdang diperoleh nilai rata-rata parameter fisika kimia perairan. Nilai suhu pada perairan memiliki nilai suhu yang stabil, hampir setiap pengambilan sampel suhu hanya berbeda 2 hingga 3 angka saja. Suhu tertinggi rata-rata mencapai 29,3 sementara suhu terendah yang diperoleh mencapai 27. Nilai rata-rata salinitas di estuari Percut Sei Tuan diperoleh nilai tertinggi 4,6 dan nilai terendah 2,6. Hal ini dikarenakan pasokan air sungai lebih besar dibagian estuari dibandingkan dengan air laut yang dapat dilihat pada Tabel 7.

(51)

warga setempat sehingga nilai COD mencapai batas maksimum. Dari hasil penelitian nilai DO yang diperoleh 2,9 – 4,2. Perbedaan nilai DO yang didapat dipengaruhi proses difusi perairan tersebut dan juga waktu pengambilan sangatlah berpengaruh terhadap nilai DO dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rata-rata Faktor Fisika dan Kimia Perairan yang Diukur pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel

Parameter Kondisi Air Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Fisika

Tekstur Substrat Estuari Percut Sei Tuan

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa di stasiun 1 memiliki substrat pasir yaitu 69 %, stasiun 2 yaitu 43 %, stasiun 3 yaitu 73 %. Substrat debu di stasiun 1 yaitu 23 %, stasiun 2 yaitu 49 %, stasiun 3 yaitu 19 % dan substrat liat ketiganya memiliki nilai yang sama yaitu 8 %. Substrat bepasir biota lebih sedikit dibanding substrat lumpur. Hal ini dikarenakan substrat pasir sifatnya tidak kuat

pH Surut 6,5 6,4 6,4

Normal 6,5 6,5 6,4

Pasang 6,5 6,4 6,4

BOD5 Surut 0,8 0,7 0,4

(52)

melekat sehingga jika ada pasang surut maka substrat akan terhempas dan cadangan makanan lebih banyak di substrat berlumpur dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Substrat yang Didapat pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel

Substrat (I) Parameter Tekstur Hydrometer

Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tekstur

Llid : Lempung Liat Berdebu

Sifat Fisika dan Kimia Perairan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Storet

Sifat fisika dan kimia air yang terdapat di perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang di hubungkan dengan metode Storet diperoleh hasil yaitu tergolong kelas C dan dikategorikan tercemar sedang. Hal ini karena pengelolaan perairan tersebut tidak begitu baik, sehingga adanya dugaan pencemaran limbah-limbah dari aktivitas warga setempat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kondisi Fisika dan Kimia Air yang Terdapat di perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Storet

Metode Storet

(53)

Analisis Korelasi Pearson Antara Indikator Fisika dan Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobenthos

Berdasarkan pengukuran indikator fisika dan kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian dan dikorelasikan dengan indeks keanekaragamaan maka diperoleh nilai indeks korelasi. Pada hubungan suhu, salinitas dan pH tergolong sangat kuat. hubungan makrozoobenthos penetrasi cahaya dan DO tergolong rendah, hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan BOD5 tergolong sedang dan hubungan keanekargaman benthos dengan COD tergolong sangat rendah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Analisis Korelasi Person Antara Keanekaragaman dan Kepadatan Makrozobenthos dengan Sifat Fisika dan Kimia Perairan Percut Sei Tuan

Salinitas 0,961 Sangat kuat

Penetrasi cahaya -0,291 Rendah

pH 0,979 Sangat kuat

BOD5 0,566 Sedang

COD 0,176 Sangat rendah

(54)

Pembahasan

Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos pada Setiap Stasiun Penelitian

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 6 nilai kepadatan populasi (K), Kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) makrozoobenthos yang didapat setiap stasiun menunjukan perbedaan yang tidak merata antara genus makrozoobenthos. Kepadatan populasi (K) pada stasiun 1 dan 2 terdapat jenis makrozoobenthos yang dominan yaitu bittium dan hydrobia dengan nilai kepadatan populasi (K) bittium pada stasiun 1 yaitu 102,66 individu/m2, stasiun 2 yaitu 49,66 individu/m2, sedangkan genus hydrobia pada stasiun 1 yaitu 72,33 individu/m2, stasiun 2 yaitu 45,33 individu/m2. Sementara pada stasiun 1 didominasi makrozoobenthos hydrobia dan bursa, genus hydrobia mencapai 5,33 individu/m2 dan genus bursa yaitu 5 individu/m2.

Total nilai kepadatan populasi (K) tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan jumlah yaitu 207,33 individu/m2 sedangkan yang terendah terdapat di stasiun 3 dengan jumlah yaitu 28,66 individu/m2. Hal ini didukung oleh literatur Sudaryanto (2001) yang menyatakan bahwa struktur komunitas benthos dapat digambarkan melalui keragaman dan kelimpahannya. Asumsi utama dalam mempertimbangkan model dari nilai komunitas adalah bahwa komunitas yang seimbang/sehat dapat dicerminkan oleh tingginya biomassa, disusun oleh organisme yang hidup dalam jangka waktu yang lama, tingginya keragaman dan kelimpahan spesies penyusunnya.

(55)

pugilina, epitonium, sinum, murex, bursa, turitella, spiratella,crepidula, polinices dan nassarius hanya terdapat pada stasiun 1. Sedangkan yang mendominan di stasiun 2 dan 3 yaitu bittium dan hydrobia. Kondisi ini berpengaruh terhadap perbedaan habitat atau jenis substrat masing-masing makrozoobenthos, sesuai dengan literatur Yunitawati, dkk (2012) yang menyatakan bahwa karakteristik substrat dapat mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Jika substrat mengalami perubahan maka struktur komunitas makrozoobenthos akan mengalami perubahan pula.

Nilai kepadatan relatif (KR) makrozoobenthos yang didapat dipengaruhi oleh nilai kepadatan populasi (KP). Dalam hal ini, jenis makrozoobenthos yang perkembangannnya sesuai dengan habitat perairan estuari Percut Sei Tuan terdapat pada genus bittium dengan nilai kepadatan relatif (KR) pada stasiun 1 yaitu 49,51 %, stasiun 2 yaitu 41,50 %, genus hydrobia dengan nilai kepadatan relatif (KR) pada stasiun 1 yaitu 34,88 %, pada stasiun 2 yaitu 37,88 %, stasiun 3 yaitu 18,60 %, genus pugilina dengan nilai kepadatan relatif (KR) stasiun 3 yaitu 12,79 % genus bursa dengan nilai kepadatan relatif (KR) stasiun 3 yaitu 17,44 % . Hal ini sesuai dengan literatur Barus (2004) yang menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR > 10 %.

(56)

puglina dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 100 %, stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 33,33 % genus bittium dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 100 % stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 100 %, genus hydrobia dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 100 %, stasiun 2 yaitu 100 %, stasiun 3 yaitu 66,66 %, genus murex dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 100 %, genus tellina dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66 %, genus epitonium dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 66,66 %.

(57)

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) Makrozoobenthos

Berdasarkan yang diperoleh pada Tabel 6 nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos yang didapat pada stasiun penelitian yang berkisar 1,375-2,050. Hasil ini menunjukan bahwa kondisi perairan percut Sei Tuan memiliki Keanekaragaman makrozoobenthos sedang. Hal ini sesuai literatur Suryati dan Eko (2012) yang mengklasifikasikan nilai indeks keanekargaman (H’) sebagai berikut :

Dengan nilai H’

H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi 1 < H’ > 3 = Keanekaragaman sedang H’ < 1 = Keanekaragaman rendah

Hasil ini memungkinkan adanya indikasi pencemaran yang terjadi pada perairan Estuari Percut Sei Tuan sehingga mempengaruhi kondisi habitat dan kualitas makrozoobenthos yang terdapat dalam perairan tersebut. Hal ini sesuai literatur Sastrawijaya (2000) yang menyatakan bahwa banyaknya bahan pencemar dalam perairan dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan, yaitu dapat membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jadi bila air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah spesies yang sedikit tapi populasinya tinggi. Oleh karena itu penurunan dalam keanekargaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran.

(58)

merata. Hal ini sesuai literatur Fachrul (2007) yang mengklasifikasikan sebagai berikut :

E = 0, kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.

E = 1, kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

a. Suhu

(59)

b. Salinitas

Kadar salinitas yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisar 2,6 ‰ – 3,6 ‰. Salinitas yang diukur dari setiap stasiun tergolong sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya masuk air laut atau pasang surut di estuari kemudian juga kedalaman air juga sangat mempengaruhi kadar salinitas yang ada di estuari tersebut. Hal ini sesuai literatur Aziz (2007) yang menyatakan bahwa distribusi salinitas di perairan estuari sangat dipengaruhi oleh kedalaman, arus pasut, aliran

permukaan, penguapan dan sumbangan jumlah air tawar yang masuk ke perairan

laut

c. Penetrasi Cahaya

(60)

d. pH (Potential of Hydrogen)

Nilai pH yang didapat pada ketiga stasiun yaitu berkisar 6,4-6,5. Hasil ini menunjukan pH yang terdapat diperairan tersebut dikatakan pH yang masih normal. Sesuai baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dengan nilai pH yaitu 6-9. Kondisi perairan yang memiliki pH netral sangat bagus bagi ekosistem air dan baik untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme air termasuk makrozoobnenthos. Hal ini sesuai literatur Barus (2004) yang menyatakan bahwa organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran tolerasi antara asam lemah sampai basah lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 6-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.

e. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

(61)

f. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) yang didapat pada ketiga stasiun rata-rata berkisar 41,4-57,4 mg/l. Nilai COD yang diperoleh mencapai nilai yang sangat tinggi bagi kehidupan makrozoobenthos dan dibandingkan dengan baku mutu air golongan 1 yaitu 10 mg/l. Kadar COD yang sangat tinggi ini diduga dari buangan limbah penduduk, sisa buangan pupuk dan kegitan pelayaran disekitar perairan tersebut, sehingga menyebabkan kondisi perairan Estuari Percut Sei Tuan tampak coklat pekat dan kotor. Hasil ini sesuai literatur Sembel (2012) yang menyatakan bahwa sumber beban pencemar COD berasal dari pemukiman penduduk atau dari limbah rumah tangga ada banyak faktor yang mempengaruhi keberadaan bahan pencemar seperti pencampuran, penyebaran, konsentrasi bahan pencemar dan laju penguraian. Parameter yang sangat berbahaya yang masuk ke perairan adalah logam berat, karena logam berat sulit terdegradasi dalam air dan bersifat toksik, sedangkan untuk parameter organik dapat terdegradasi atau terurai.

g. DO (Dissolved Oxygen)

(62)

ini. Sedangkan tingginya kadar oksigen terlarut di perairan lepas pantai, dikarenakan airnya jernih sehingga dengan lancarnya oksigen yang masuk kedalam air tanpa ham-batan melalui proses difusi dan proses fotosintesi.

g. Tekstur Substrat

Berdasarkan hasil substrat yang didapat dilihat pada Tabel 8 terdapat perbedaan tekstur substrat pada beberapa stasiun penelitian. Pada stasiun 1 dan stasiun 3 memiliki jenis substrat yang sama yaitu liat serta pada stasiun 2 memiliki jenis substrat yaitu lempung liat berpasir. Tekstur jenis ini (halus) kurang begitu baik untuk kehidupan makrozoobenthos. Hal ini sesuai literatur Koesoebiono (1979) yang menyatakan bahwa dasar perairan yang berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup yang kurang baik untuk hewan benthos.

Sifat Fisika dan Kimia Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Metode Storet

(63)

tersebut maka perairan Estuari Percut Sei Tuan termasuk kedalam kelas C dengan kondisi perairan tercemar sedang.

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobenthos

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis krelasi Pearson antara beberapa faktor fisika dan kimia perairan terdapat perbedaan antara tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan indeks keanekaragaman makrozoobenthos. Nilai indeks suhu, salinitas dan pH dengan nilai masing-masing adalah 0,997, 0,961 dan 0,979 dengan tingkat hubungan sangat kuat. hal ini menunjukan bahwa suhu, salinitas dan pH memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap indeks keanekaragaman makrozbenthos sehingga peningkatan suhu, salinitas dan pH dapat mengakibatkan semakin tingginya nilai indeks keanekaragaman makrozoobenthos.

Nilai indeks korelasi antara penetrasi cahaya dan DO dengan nilai masing-masing adalah -0,291 dan -0,373 dengan tingkat hubungan rendah. Hal ini menunjukan bahwa penetrasi cahaya dan DO memiliki hubungan korelasi rendah terhadap indeks keanekaragaman makrozoobenthos sehingga peningkatan penetrasi cahaya dan DO akan mengakibatkan semakin rendahnya keanekaragaman makrozoobenthos.

(64)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

berdasarkan penilitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut :

1. Hubungan antara faktor fisika kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 dan metode Storet diperoleh hasil -20 yang menyatakan bahwa perairan Percut Sei Tuan termasuk kedalam golongan kelas C dengan kondisi tercemar sedang.

2. Nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1,375-2,050. Hal ini menunjukan bahwa kondisi perairan Estuari Percut Sei Tuan memiliki tingkat keanekragaman makrozoobenthos sedang.

3. Nilai korelasi Pearson suhu, salinitas dan pH dengan nilai masing-masing adalah 0,997, 0,961 dan 0,979 dengan tingkat hubungan sangat kuat. Nilai indeks korelasi Pearson penetrasi cahaya dan DO dengan nilai masing-masing adalah -0,291 dan -0,373 dengan tingkat hubungan rendah. Nilai indeks korelasi Person antara BOD5 dengan dengan nilai masing-masing adalah 0,566 dengan tingkat hubungan sedang.

Saran

(65)
(66)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Estuari

Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Daerah perairan yang termasuk dalam estuari ini adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang surut. Perairan estuari mempunyai beberapa sifat fisik yang penting yaitu salinitas, substrat, sirkulasi air, pasang surut dan penyimpanan zat hara. Estuari memiliki gradien salinitas yang bervariasi terutama bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat lumpur yang berasal dari sedimen yang dibawa melalui air tawar dan air laut. Sebagian besar partikel lumpur estuari bersifat organik sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini manjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme estuari (Kamal dan Suardi, 2004).

(67)

ekosistem yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat. Heterogenitas habitat menyebabkan area ini kaya sumber daya perairan dengan kom-ponen terbesarnya adalah fauna ikan (Zahid, dkk., 2007).

Keanekaragaman Makrozoobenthos

Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal dalam sedimen dasar perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani yang disebut zoobenthos. Ketika air surut, organisme akan kembali ke dasar perairan untuk mencari makan. Beberapa makrozoobenthos yang umum ditemui di kawasan mangrove Indonesia adalah makrozoobenthos dari kelas Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan Polychaeta (Arief, 2003).

(68)

tanah yang diantarannya beberapa jenis bivalvia (telinida) amphipoda, kepiting dan beberapa jenis polychaeta (Syamsurisal, 2011).

Komunitas benthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan. Selanjutnya dinyatakan bahwa epifauna adalah yang hidup di atas dasar, sedangkan infauna hidup diantara partikel sedimen. Berdasarkan ukurannya fauna benthos dibagi menjadi makrofauna (> 0,5 mm), meiofauna (10-500 μm) dan mikro-organisme (< 10 μm). Kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak terbagi dalam empat kelompok, yaitu Polychaeta, Crustacea, Echinodermata dan Mollusca. Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan pola makannya, fauna benthos dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, pemakan suspensi (suspension feeder) yang memperoleh makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel melayang di perairan. Kedua, pemakan deposit (deposit feeder) yang mencari makanan pada sedimen dan mengasimilasikan bahan organik yang dapat dicerna dari sedimen. Ketiga, pemakan detritus (detritus feeder) yang hanya makan detritus (Taqwa, 2010).

(69)

mangrove berhubungan dengan variasi salinitas dan kompleksitas substrat (Taqwa, 2010).

Makrozoobenthos Sebagai Indikator

Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup pada dasar perairan, dan merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya bergantung pada populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah. Makrozoobenthos juga merupakan sumber makanan utama bagi organisme lainnya seperti ikan demersal. Selanjutnya makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup menetap (sesile) dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Mengingat peran penting makrozoobenthos di perairan, dan belum adanya informasi serta data tentang jenis makrozoobenthos (Fadli, dkk., 2012).

Makrozoobenthos mempunyai peranan penting dalam siklus nutrient didasar perairan. Makrozoobenthos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Peran penting lainnya adalah dalam proses dekomposisi dan mineralisasi organik yang memasuki perairan, serta memasuki beberapa tingkat trofik dalam mata rantai makanan (Koesobiono, 1987).

(70)

lingkungannya. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda. Kompoonen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang tak hidup (abiotik) mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan (Fikri, 2014).

Organisme benthos telah dipertimbangkan sebagai bioindikator yang bagus untuk memonitor dampak pencemaran terhadap kualitas lingkungan, khususnya makrozoobenthos dikarenakan secara taksonomi lebih mudah untuk diidentifikasi. Pengkajian struktur komunitas makrozoobenthos sering digunakan untuk mengindikasikan kestabilan lingkungan, hal ini disebabkan oleh karena sifatnya yang menetap, mempunyai masa hidup yang relatif lama, mampu beradaptasi pada berbagai tekanan lingkungan, mempunyai peranan penting dalam peredaran nutrien dan berbagai bahan kimia diantara sedimen dan kolom air, serta secara ekonomi juga sangat penting (Sudaryanto, 2001).

(71)

Faktor – Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobenthos

a. Suhu

Parameter fisika-kimia perairan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme dalam suatu perairan. Kualitas perairan baru dapat dikatakan baik apabila organisme tersebut dapat melakukan pertumbuhan dan perkembangbiakan dengan baik. Organisme perairan dapat hidup dengan layak bila faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti fisika-kimia perairan berada dalam batas toleransi yang dikehendakinya. Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalita. Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken, 1988).

(72)

b. Salinitas

Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut,

sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang

bersalinitas rendah. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan

menghasilkan suatu komunitas yang khas dengan kondisi lingkungan yang

bervariasi. Interaksi antara air laut dan air tawar ini akan berpengaruh pada

perairan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan terutama suhu

dan salinitasnya. Suatu ciri dari interaksi antara daratan dan lautan di perairan

estuari adalah adanya percampuran dan penyebaran air tawar dari sungai ke arah

laut dan sebaliknya. Air dari sungai yang bercampur dengan air laut yang asin

akan mengakibatkan peningkatan salinitas dimana nilai salinitas akan bertambah

ke laut.

Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara horizintal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem. Gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile 16 akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama. Kisaran salinitas yang masih mampu mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya fauna makrobenthos adalah 15 - 35‰ (Taqwa, 2010).

c. Kecerahan

(73)

semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi (Nybakken, 1988).

d. Potentian of Hydrogen (pH)

pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5 (Asriani, dkk., 2014).

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut (Syamsurisal, 2011).

e. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

(74)

organik, yang diukur pada tempratur 20ᴼC. Untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat didalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuuraikan sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus,2004).

f. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam prosses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/ tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

g. Dissolved Oxygen (DO)

(75)

hidup dalam air. Banyak organisme air mati bukan diakibatkan oleh toksisitas zat pencemar langsung, tetapi dari kekurangan oksigen sebagai akibat dari penguraian oksigen untuk menguraikan zat-zat (Asriani, dkk., 2014).

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan pada kehidupan biota perairan. Penurunan okasigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga menurunkan kemampuannya untuk hidup normal. Kelarutan oksigen minimum untuk mendukung kehidupan ikan adalah sekitar 4 ppm (Monoarfa, 2003).

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut (Taqwa, 2010).

(76)

h. Substrat Dasar

Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobenthos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobenthos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan benthos dan sebagai organisme dasar, benthos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan benthos (Koesoebiono, 1979).

(77)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman makhluk hidup yang merupakan makhluk hidup yang menunjukan keseluruhan variasi gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah. Keanekaragaman hayati ditunjukan dengan adanya variasi makhluk hidup yang meliputi bentuk, penampilan, jumlah serta ciri lain. Penyebabnya adalah faktor genetik (faktor yang bersifat) relatif konstan atau stabil terhadap morfologi (fenotip) organisme. Dan faktor luar (faktor yang bersifat terhadap morfologi organisme. Keanekaragaman hayati dapat mencakup tiga tingkatan pengertian yang berbeda, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman ekosistem.

Organisme bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal didalam sedimen dasar. Organisme bentos meliputi organism nabati yang disebut fitobentos dan organisme hewani disebut zoobentos. organisme bentos dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu makrozoobentos dan mikrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme yang tersaring oleh saringan bertingkat dengan ukuran 0,5 mm (Syamsurisal, 2011).

(78)

Makrozoobentos dapat digunakan untuk menduga status suatu perairan. Penggunaan makrozoobentos sebagai penduga kualitas air dapat digunakan untuk kepentingan pendugaan pencemaran baik yang berasal dari point source pollution maupun diffuse source pollution. Point source pollution (sumber titik) dimana sumber polusi hanya berasal dari satu titik misalnya air limbah domestik dan industri, sedangkan diffuse source pollution atau non point source (sumber tersebar) dimana sumber polusi tersebar dimanamana seperti limbah pertanian (pupuk dan pestisida), perikanan atau pakan ikan, dan peternakan.

Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan, dan lumbung makanan serta jalur migrasi menjadikan estuari kaya dengan keanekaragaman hayati ikan pada berbagai tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari oleh sejumlah peneliti disebutkan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut) yang memberikan karakteristik khusus pada habitat yang terbentuk. Estuari merupakan ekosistem yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat (Zahid, dkk., 2011).

(79)

terbentuk oleh aktivitas glasier yang mengakibatkan tergenangnya lembah es dan air laut. Dan yang terakhir adalah tipe estuaria tektonik terbentuk akibat aktivitas tektonik (gempa bumi oleh letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang (Kamal dan Suardi, 2004).

Estuari Percut merupakan aliran sungai panjang yang langsung bermuara kelaut. Dibagian estuari percut desa bagan percut banyak aktivitas warga setempat, seperti adanya kegiatan wisata dan tempat pelelangan ikan. Selain itu dibagian estuari merupakan tempat alur mudik kapal nelayan dan tempat sandaran kapal nelayan. Dari aktivitas yang dilakukan dapat berpengaruh pada keanekargaman makrozoobenthos dan kualitas perairan estuari tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman makrozoobenthos dan kualitas air. Sehingga penelitian ini dapat dijdikana sebagai informasi bagi masyarakat desa bagan Percut.

Perumusan Masaalah

(80)

1. Bagaimana faktor fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan dibanding dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 dan Metode Storet ?

2. Bagaimanakah keanekaragaman makrozoobenthos pada perairan Estuari Percut Sei Tuan ?

3. Bagaimana hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan sifat fisika dan kimia di perairan Estuari Percut Sei Tuan ?

Kerangka Pemikiran

(81)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 dan metode Storet di kawasan perairan Estuari Percut Sei Tuan.

2. Untuk mengetahui Kepadatan dan Keanekaragaman makrozoobenthos pada perairan Estuari Percut Sei Tuan.

3. Untuk mengetahui hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan sifat fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan.

Ekosistem Estuari

Aktivitas Masyarakat Aktivitas Wisata

Fisika Biologi Kimia

Pengkajian Keanekaragaman Makrozoobenthos

Kondisi Kualitas Perairan Penurunan Kualitas Air

(82)

Manfaat Penelitian

(83)

CUT HANNELIDA ERIZA. Keanekaragamaan Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh YUNASFI dan RUSDI LEIDONALD.

Estuari Percut Sei Tuan memiliki panjang 3,820 meter, dipengaruhi oleh pasang surut dan merupakan alur kapal, tempat persinggahan kapal dan terdapat aktivitas wisata. Keanekaragaman makrozoobenthos dan pengukuran faktor fisika dan kimia merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui perubahan kualitas air di Estuari Percut Sei Tuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor fisika dan kimia perairan dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dengan metode Storet serta kepadatan dan keanekaragaman makrozoobenthos. Penilitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, mulai Maret sampai April 2016 di perairan Estuari Percut Sei Tuan Kecamatan Deli Serdang. Berdasarkan hasil yang didapat hubungan antara faktor fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan termasuk kedalam golongan C dengan kondisi perairan yang tercemar Sedang dan termasuk kedalam kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana rekreasi air, kegiatan tambak perikanan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut dan nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1,375 - 2,050. Hasil ini menunjukan bahwa keanekaragaman makrozoobenthos tergolong rendah. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa suhu, salinitas dan pH tergolong sangat kuat, BOD5 tergolong sedang, penetrasi cahaya dan DO tergolong rendah dan COD tergolong sangat rendah.

(84)

CUT HANNELIDA Eriza. Macrozoobenthos diversity as a bioindicator Estuary Water Quality Percut Sei Tuan, Deli Serdang regency. Under academic supervision YUNASFI and RUSDI LEIDONALD.

Percut estuary Sei Tuan has a length of 3,820 meters, is influenced by the ebb and the flow of ships, boats and there are a haven tourist activity. Macrozoobenthos diversity and the measurement of physical and chemical factors is one of the parameters used to determine changes in water quality in the estuary Percut Sei Tuan. The purpose of this study was to determine the physical and chemical waters in relation to water quality standards under PP 82 of 2001 with Storet method as well as the density and diversity of macrozoobenthos. This research was conducted over two months, from March to April 2016 in the waters of the estuary Percut Sei Tuan District of Deli Serdang. Based on the results obtained correlation between the physical and chemical waters of the estuary Percut Sei Tuan included into class C with the condition of polluted waters Medium and included into class III, water allocation can be used for the infrastructure of water recreation, the activities of pond fisheries, water to irrigate the crops or another designation similar to the usefulness and value of diversity index (H ') macrozoobenthos obtained at each station research that ranged from 1.375 to 2.050. These results indicate that the diversity of macrozoobenthos is low. Pearson correlation analysis results showed that the temperature, salinity and pH as very strong, BOD5 classified as moderate, and light penetration is low DO and COD relatively very low.

(85)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI

BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN ESTUARI PERCUT

SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

CUT HANNELIDA ERIZA 120302067

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(86)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI

BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN ESTUARI PERCUT

SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

CUT HANNELIDA ERIZA 120302067

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(87)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI

BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN ESTUARI PERCUT

SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

CUT HANNELIDA ERIZA 120302067

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(88)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Keanekaragaman Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

Nama : Cut Hannelida Eriza

NIM : 120302067

Program Studi : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Rusdi Leidonald SP, M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(89)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Cut Hannelida Eriza

NIM : 120302067

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli

Serdang”

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Medan, Juni 2016

(90)

CUT HANNELIDA ERIZA. Keanekaragamaan Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh YUNASFI dan RUSDI LEIDONALD.

Estuari Percut Sei Tuan memiliki panjang 3,820 meter, dipengaruhi oleh pasang surut dan merupakan alur kapal, tempat persinggahan kapal dan terdapat aktivitas wisata. Keanekaragaman makrozoobenthos dan pengukuran faktor fisika dan kimia merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui perubahan kualitas air di Estuari Percut Sei Tuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor fisika dan kimia perairan dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dengan metode Storet serta kepadatan dan keanekaragaman makrozoobenthos. Penilitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, mulai Maret sampai April 2016 di perairan Estuari Percut Sei Tuan Kecamatan Deli Serdang. Berdasarkan hasil yang didapat hubungan antara faktor fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan termasuk kedalam golongan C dengan kondisi perairan yang tercemar Sedang dan termasuk kedalam kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana rekreasi air, kegiatan tambak perikanan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut dan nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1,375 - 2,050. Hasil ini menunjukan bahwa keanekaragaman makrozoobenthos tergolong rendah. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa suhu, salinitas dan pH tergolong sangat kuat, BOD5 tergolong sedang, penetrasi cahaya dan DO tergolong rendah dan COD tergolong sangat rendah.

(91)

CUT HANNELIDA Eriza. Macrozoobenthos diversity as a bioindicator Estuary Water Quality Percut Sei Tuan, Deli Serdang regency. Under academic supervision YUNASFI and RUSDI LEIDONALD.

Percut estuary Sei Tuan has a length of 3,820 meters, is influenced by the ebb and the flow of ships, boats and there are a haven tourist activity. Macrozoobenthos diversity and the measurement of physical and chemical factors is one of the parameters used to determine changes in water quality in the estuary Percut Sei Tuan. The purpose of this study was to determine the physical and chemical waters in relation to water quality standards under PP 82 of 2001 with Storet method as well as the density and diversity of macrozoobenthos. This research was conducted over two months, from March to April 2016 in the waters of the estuary Percut Sei Tuan District of Deli Serdang. Based on the results obtained correlation between the physical and chemical waters of the estuary Percut Sei Tuan included into class C with the condition of polluted waters Medium and included into class III, water allocation can be used for the infrastructure of water recreation, the activities of pond fisheries, water to irrigate the crops or another designation similar to the usefulness and value of diversity index (H ') macrozoobenthos obtained at each station research that ranged from 1.375 to 2.050. These results indicate that the diversity of macrozoobenthos is low. Pearson correlation analysis results showed that the temperature, salinity and pH as very strong, BOD5 classified as moderate, and light penetration is low DO and COD relatively very low.

(92)

Penulis lahir di Kota Simeulue Tengah, Provinsi Aceh pada tanggal 18 September 1994 dari Ayahanda T. Hanafiah dan Ibunda Suarnida. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 01 Simeulue Barat pada tahun 2000 -2006, penulis meneruskan pendidikan menengah Pertama dari tahun 2006-2009 di SMP Negeri 03 Simeulue Barat. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 01 Simeulue Barat dengan jurusan IPA pada Tahun 2009-2012.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur seleksi mandiri. Penulis melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Desa Lhok Dalam, Alafan, Provinsi Aceh.

(93)

Puji dan sukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Makrozbenthos Sebagai Biindikator Kualitas Perairan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”, yang merupaka tugas akhir dalam menyeleaikan studi pada Prgram Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasi penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Yunasfi MS.i selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Bapak Ketua Jurusan Manajemen Sumbrdaya Perairan dan Bapak Rusdi Leidonald, SP, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku sekretaris program studi manajemen sumberdaya perairan dan seluruh staf pengajar serta pegawai program studi manajemen sumberdaya perairan.

Penulis mengucapkan ucapan teristimewa yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Teuku Hanafiah dan Ibunda Suarnida yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada abang Teuku Huslan Erin Simbara dan adik Cut Amelia Sophia Zahra.

(94)

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.

Medan, Mei 2016

(95)

Halaman

Keanekaragaman Makrozoobenthos ... 7

Makrozoobenthos sebagai Indikator ... 9

Faktor-faktor yang mempengaruhi Makrozoobentos ... 10

a. Suhu ... 10

Metode Pengambilan Sampel ... 17

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan ... 18

Pengambilan Data Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 20

Gambar

Gambar 2. Lokasi Penelitian
Gambar 3.
Gambar 4. Foto Lokasi Stasiun II
Gambar 5. Foto Lokasi Stasiun III
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Mata pelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang fiqih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang

Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974.. Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang.. Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara

Renstra Dinas Pasar Kabupaten Sleman 2016 – 2021 dimaksudkan sebagai arahan dan pedoman bagi seluruh personil Dinas Pasar Kabupaten Sleman dalam melaksanakan tugas

Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994. Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik

[r]

Daftar Rumah Sakit yang akan digunakan untuk tempat

Pada bulan April 2015 indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami kenaikan sebesar 0,86 persen dibandingkan bulan sebelumnya.Menaiknya nilai Ib disebabkan oleh