• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekosistem Estuari

Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Daerah perairan yang termasuk dalam estuari ini adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang surut. Perairan estuari mempunyai beberapa sifat fisik yang penting yaitu salinitas, substrat, sirkulasi air, pasang surut dan penyimpanan zat hara. Estuari memiliki gradien salinitas yang bervariasi terutama bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat lumpur yang berasal dari sedimen yang dibawa melalui air tawar dan air laut. Sebagian besar partikel lumpur estuari bersifat organik sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini manjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme estuari (Kamal dan Suardi, 2004).

Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan, dan lumbung makanan serta jalur migrasi menjadikan estuari kaya dengan keanekaragaman hayati ikan pada berbagai tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari oleh sejumlah peneliti disebutkan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut) yang memberikan karakteristik khusus pada habitat yang terbentuk. Estuari merupakan

ekosistem yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat. Heterogenitas habitat menyebabkan area ini kaya sumber daya perairan dengan kom-ponen terbesarnya adalah fauna ikan (Zahid, dkk., 2007).

Keanekaragaman Makrozoobenthos

Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal dalam sedimen dasar perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani yang disebut zoobenthos. Ketika air surut, organisme akan kembali ke dasar perairan untuk mencari makan. Beberapa makrozoobenthos yang umum ditemui di kawasan mangrove Indonesia adalah makrozoobenthos dari kelas Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan Polychaeta (Arief, 2003).

Makrozoobenthos berdasarkan cara makannya kedalam lima kelompok yaitu hewan pemangsa, hewan penggali, hewan pemakan detritus yang mengendap dipermukaan, hewan yang menelan makanan pada dasar, hewan yang sumber bahan makannya dari atas permukaan. Kelompok pertama dan kedua sangat khusus (tidak umum) dan jumlahnya hanya sebahagian kecil dari makrozoobentos yang ada. Jenis yang jumlahnya banyak pada daerah estuari/mangrove adalah hewan yang makanannya dari atas permukaan. Organisme penyaring makanan menyaring partikel kedalam air yang ada di permukaan tanah contohnya bivalvia, polychaeta, sponge dan ascidians yang terdiri dari organisme epifauna seperti amphioda, isopoda dan gastropoda yang bergerak bebas dipermukaan memakan bahan organik yang kaya dengan partikel detritalnya pada permukaan tanah. Jenis lain dari organisme seperti diatas adalah organisme yang hidup didalam tanah tetapi makanannya berasal dari permukaan

tanah yang diantarannya beberapa jenis bivalvia (telinida) amphipoda, kepiting dan beberapa jenis polychaeta (Syamsurisal, 2011).

Komunitas benthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan. Selanjutnya dinyatakan bahwa epifauna adalah yang hidup di atas dasar, sedangkan infauna hidup diantara partikel sedimen. Berdasarkan ukurannya fauna benthos dibagi menjadi makrofauna (> 0,5 mm), meiofauna (10-500 μm) dan mikro-organisme (< 10 μm). Kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak terbagi dalam empat kelompok, yaitu Polychaeta, Crustacea, Echinodermata dan Mollusca. Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan pola makannya, fauna benthos dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, pemakan suspensi (suspension feeder) yang memperoleh makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel melayang di perairan. Kedua, pemakan deposit (deposit feeder) yang mencari makanan pada sedimen dan mengasimilasikan bahan organik yang dapat dicerna dari sedimen. Ketiga, pemakan detritus (detritus feeder) yang hanya makan detritus (Taqwa, 2010).

Nybakken (1988) menjelaskan bahwa substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrobenthos. Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat. Makrobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat dasar atau tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan benthos. Komposisi dan kelimpahan fauna invertebrata yang berasosiasi dengan

mangrove berhubungan dengan variasi salinitas dan kompleksitas substrat (Taqwa, 2010).

Makrozoobenthos Sebagai Indikator

Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup pada dasar perairan, dan merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya bergantung pada populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah. Makrozoobenthos juga merupakan sumber makanan utama bagi organisme lainnya seperti ikan demersal. Selanjutnya makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup menetap (sesile) dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Mengingat peran penting makrozoobenthos di perairan, dan belum adanya informasi serta data tentang jenis makrozoobenthos (Fadli, dkk., 2012).

Makrozoobenthos mempunyai peranan penting dalam siklus nutrient didasar perairan. Makrozoobenthos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Peran penting lainnya adalah dalam proses dekomposisi dan mineralisasi organik yang memasuki perairan, serta memasuki beberapa tingkat trofik dalam mata rantai makanan (Koesobiono, 1987).

Makrozoobentos baik digunakan sebagai bioindikator disuatu perairan karena habitat hidupnya yang relatif tetap. Perubahan kualitas air, ketersediaan serasah dan substrat hidupnya sangat mempengaruhikelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Kelimpahan dan keanekaragaman sangat bergantung pada toleransi dan tingkat sensitivnya terhadap kondisi

lingkungannya. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda. Kompoonen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang tak hidup (abiotik) mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan (Fikri, 2014).

Organisme benthos telah dipertimbangkan sebagai bioindikator yang bagus untuk memonitor dampak pencemaran terhadap kualitas lingkungan, khususnya makrozoobenthos dikarenakan secara taksonomi lebih mudah untuk diidentifikasi. Pengkajian struktur komunitas makrozoobenthos sering digunakan untuk mengindikasikan kestabilan lingkungan, hal ini disebabkan oleh karena sifatnya yang menetap, mempunyai masa hidup yang relatif lama, mampu beradaptasi pada berbagai tekanan lingkungan, mempunyai peranan penting dalam peredaran nutrien dan berbagai bahan kimia diantara sedimen dan kolom air, serta secara ekonomi juga sangat penting (Sudaryanto, 2001).

Dalam stuktur komunitas terdapat 5 karakteristik yang dapat diukur, yaitu keanekaragaman, keseragaman, dominansi, kelimpahan, relative dan pola pertumbuhan. Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi selain merupakan kekayaa jenis, juga keseimbangan pembagianjumlah individu tiap jenis. Pengertian keanekaraman jenis bukan hanya sinonim dari banyaknya jenis, melainkan sifat komunitas yang ditentukan oleh banyaknya jenis serta kemerataan hidup individu tiap jenis (Syamsurisal, 2011).

Faktor – Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobenthos

a. Suhu

Parameter fisika-kimia perairan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme dalam suatu perairan. Kualitas perairan baru dapat dikatakan baik apabila organisme tersebut dapat melakukan pertumbuhan dan perkembangbiakan dengan baik. Organisme perairan dapat hidup dengan layak bila faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti fisika-kimia perairan berada dalam batas toleransi yang dikehendakinya. Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalita. Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken, 1988).

Kisaran suhu di lingkunagn perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan pabrik misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berbeda (Suin, 2012).

b. Salinitas

Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang bersalinitas rendah. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas dengan kondisi lingkungan yang bervariasi. Interaksi antara air laut dan air tawar ini akan berpengaruh pada perairan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan terutama suhu dan salinitasnya. Suatu ciri dari interaksi antara daratan dan lautan di perairan estuari adalah adanya percampuran dan penyebaran air tawar dari sungai ke arah laut dan sebaliknya. Air dari sungai yang bercampur dengan air laut yang asin akan mengakibatkan peningkatan salinitas dimana nilai salinitas akan bertambah ke laut.

Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara horizintal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem. Gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile 16 akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama. Kisaran salinitas yang masih mampu mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya fauna makrobenthos adalah 15 - 35‰ (Taqwa, 2010).

c. Kecerahan

Kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan

semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi (Nybakken, 1988).

d. Potentian of Hydrogen (pH)

pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5 (Asriani, dkk., 2014).

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut (Syamsurisal, 2011).

e. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi dalam peroses penguraian senyawa

organik, yang diukur pada tempratur 20ᴼC. Untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat didalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuuraikan sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus,2004).

f. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam prosses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/ tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

g. Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Oksigen terlarut digunakan dalam degradasi bahan-bahan organik dalam air. Tanpa adanya oksigen terlarut pada tingkat konsentrasi tertentu, banyak organisme akuatik tidak bisa

hidup dalam air. Banyak organisme air mati bukan diakibatkan oleh toksisitas zat pencemar langsung, tetapi dari kekurangan oksigen sebagai akibat dari penguraian oksigen untuk menguraikan zat-zat (Asriani, dkk., 2014).

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan pada kehidupan biota perairan. Penurunan okasigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga menurunkan kemampuannya untuk hidup normal. Kelarutan oksigen minimum untuk mendukung kehidupan ikan adalah sekitar 4 ppm (Monoarfa, 2003).

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut (Taqwa, 2010).

Secara horizontal diketahui oksi-gen terlarut semakin ke arah laut maka kadar oksigen terlarut akan semakin menurun juga. Namun hal ini tidak men-jadi suatu patokan (ketentuan), tergan-tung pada perairan itu sendiri kaitannya terhadap kandungan oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut di dalam massa air nilainya adalah relatif dan bervariasi, biasanya berkisar antara 6-14 ppm (Patty, 2013).

h. Substrat Dasar

Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobenthos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobenthos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan benthos dan sebagai organisme dasar, benthos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan benthos (Koesoebiono, 1979).

Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, juga digunakan oelh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan dari predator. Substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu krikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobenthos sehingga bisa mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar (Sinaga, 2009).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman makhluk hidup yang merupakan makhluk hidup yang menunjukan keseluruhan variasi gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah. Keanekaragaman hayati ditunjukan dengan adanya variasi makhluk hidup yang meliputi bentuk, penampilan, jumlah serta ciri lain. Penyebabnya adalah faktor genetik (faktor yang bersifat) relatif konstan atau stabil terhadap morfologi (fenotip) organisme. Dan faktor luar (faktor yang bersifat terhadap morfologi organisme. Keanekaragaman hayati dapat mencakup tiga tingkatan pengertian yang berbeda, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman ekosistem.

Organisme bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal didalam sedimen dasar. Organisme bentos meliputi organism nabati yang disebut fitobentos dan organisme hewani disebut zoobentos. organisme bentos dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu makrozoobentos dan mikrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme yang tersaring oleh saringan bertingkat dengan ukuran 0,5 mm (Syamsurisal, 2011).

Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga sempit. Makrozoobenthos yang memiliki toleran lebih tinggi maka tingkat kelangsungan hidupnya akan semakin tinggi. Tingkat pencemaran terhadap perairan dapat di lihat dengan identifikasi makrozoobenthos yang terdapat di wilayah tersebut

Makrozoobentos dapat digunakan untuk menduga status suatu perairan. Penggunaan makrozoobentos sebagai penduga kualitas air dapat digunakan untuk kepentingan pendugaan pencemaran baik yang berasal dari point source pollution maupun diffuse source pollution. Point source pollution (sumber titik) dimana sumber polusi hanya berasal dari satu titik misalnya air limbah domestik dan industri, sedangkan diffuse source pollution atau non point source (sumber tersebar) dimana sumber polusi tersebar dimanamana seperti limbah pertanian (pupuk dan pestisida), perikanan atau pakan ikan, dan peternakan.

Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan, dan lumbung makanan serta jalur migrasi menjadikan estuari kaya dengan keanekaragaman hayati ikan pada berbagai tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari oleh sejumlah peneliti disebutkan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut) yang memberikan karakteristik khusus pada habitat yang terbentuk. Estuari merupakan ekosistem yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat (Zahid, dkk., 2011).

Estuaria daratan pesisir merupakan tipe estuaria yang paling umum dijumpai, dimana pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang menggenangi sungai di bagian pantai yang landai. Laguna (gobah) atau teluk semi tertutup yang terbentuk oleh adanya bentangan pasir yang terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi interaksi langsung secara terbuka dengan perairan laut. Tipe estuaria Fjords merupakan estuaria yang dalam,

terbentuk oleh aktivitas glasier yang mengakibatkan tergenangnya lembah es dan air laut. Dan yang terakhir adalah tipe estuaria tektonik terbentuk akibat aktivitas tektonik (gempa bumi oleh letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang (Kamal dan Suardi, 2004).

Estuari Percut merupakan aliran sungai panjang yang langsung bermuara kelaut. Dibagian estuari percut desa bagan percut banyak aktivitas warga setempat, seperti adanya kegiatan wisata dan tempat pelelangan ikan. Selain itu dibagian estuari merupakan tempat alur mudik kapal nelayan dan tempat sandaran kapal nelayan. Dari aktivitas yang dilakukan dapat berpengaruh pada keanekargaman makrozoobenthos dan kualitas perairan estuari tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman makrozoobenthos dan kualitas air. Sehingga penelitian ini dapat dijdikana sebagai informasi bagi masyarakat desa bagan Percut.

Perumusan Masaalah

Berbagai kegiatan yang terdapat di sekitar perairan estuari Percut Sei Tuan seperti aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata dapat langsung mempengaruhi ekosistem estuari dan keanekaragaman makrozoobenthos. Sejauh ini belum diketahui bagaimana kondisi fisik kimia dan keberadaan jenis serta keanekaragaman makrozoobenthos pada perairan estuari Percut Sei Tuan. Maka dari itu perlu dilakukannya pengamatan di lapangan. Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana faktor fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan dibanding dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 dan Metode Storet ?

2. Bagaimanakah keanekaragaman makrozoobenthos pada perairan Estuari Percut Sei Tuan ?

3. Bagaimana hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan sifat fisika dan kimia di perairan Estuari Percut Sei Tuan ?

Kerangka Pemikiran

Berbagai aktivitas masyarakat seperti aktivitas wisata di ekosistem Estuari Percut Sei Tuan secara tidak langsung dapat menurunkan faktor fisika dan kimia kualitas perairan. Selain itu kondisi biota dapat terganggu sehingga dialakukan pengkajian keanekaragaman makrozoobenthos. Berdasarkan permasalahan di atas kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 dan metode Storet di kawasan perairan Estuari Percut Sei Tuan.

2. Untuk mengetahui Kepadatan dan Keanekaragaman makrozoobenthos pada perairan Estuari Percut Sei Tuan.

3. Untuk mengetahui hubungan keanekaragaman makrozoobenthos dengan sifat fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan.

Ekosistem Estuari

Aktivitas Masyarakat Aktivitas Wisata

Fisika Biologi Kimia

Pengkajian Keanekaragaman Makrozoobenthos

Kondisi Kualitas Perairan Penurunan Kualitas Air

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang keanekaragaman makrozoobenthos di ekosistem estuari serta dapat digunakan untuk rekomendasi pengelolaan di wilayah tersebut.

CUT HANNELIDA ERIZA. Keanekaragamaan Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh YUNASFI dan RUSDI LEIDONALD.

Estuari Percut Sei Tuan memiliki panjang 3,820 meter, dipengaruhi oleh pasang surut dan merupakan alur kapal, tempat persinggahan kapal dan terdapat aktivitas wisata. Keanekaragaman makrozoobenthos dan pengukuran faktor fisika dan kimia merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui perubahan kualitas air di Estuari Percut Sei Tuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor fisika dan kimia perairan dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dengan metode Storet serta kepadatan dan keanekaragaman makrozoobenthos. Penilitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, mulai Maret sampai April 2016 di perairan Estuari Percut Sei Tuan Kecamatan Deli Serdang. Berdasarkan hasil yang didapat hubungan antara faktor fisika dan kimia perairan Estuari Percut Sei Tuan termasuk kedalam golongan C dengan kondisi perairan yang tercemar Sedang dan termasuk kedalam kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana rekreasi air, kegiatan tambak perikanan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut dan nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobenthos yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1,375 - 2,050. Hasil ini menunjukan bahwa keanekaragaman makrozoobenthos tergolong rendah. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa suhu, salinitas dan pH tergolong sangat kuat, BOD5 tergolong sedang, penetrasi cahaya dan DO tergolong rendah dan COD tergolong sangat rendah.

Kata Kunci : Estuari Percut Sei Tuan, Keanekaragaman Makrozoobenthos, Kualitas Air

CUT HANNELIDA Eriza. Macrozoobenthos diversity as a bioindicator Estuary

Dokumen terkait