• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Vegetasi Hutan

Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan tidak pada keseluruhan hutan melainkan mengambil sampel dengan membuat jalur berpetak pada kawasan hutan tersebut. Dari luas total 26 ha seharusnya luas sampel yang diambil berdasarkan intensitas sampling adalah seluas 2,6 ha dengan jumlah plot pengamatan 65 plot. Tetapi pada penelitian ini analisis vegetasi dilakukan pada luasan 6 ha pada 10 jalur pengamatan yang setiap jalur pengamatan terdiri atas 15 petak pengamatan sehingga total petak pengamatan yang diperoleh adalah 150 petak pengamatan.

Analisis vegetasi yang dilakukan pada lokasi penelitian melebihi luas sampel berdasarkan intensitas sampling dikarenakan peneliti ingin lebih mengetahui spesies tumbuhan yang berada dilokasi penelitian. Hal ini juga dilakukan peneliti karena jenis yang ditemukan disepanjang jalur pengamatan pada luas 2,6 ha sebelumnya ditemukan jenis tumbuhan yang tersebar secara berkelompok untuk itu peneliti menambah sampel pengamatan guna lebih mengetahui tingkat keanekaragman jenis pada lokasi penelitian.

Dari kegiatan analisis vegetasi yang dilakukan ditemukan 16 spesies tumbuhan dengan komposisi keanekaragaman jenis yang bervariasi pada lokasi penelitian. Keragaman vegetasi dalam hal struktur dan komposisi yang ditemukan pada lokasi penelitian merupakan cerminan dari hasil interaksi antara berbagai faktor lingkungan dan dapat berubah akibat faktor aktivitas manusia. Menurut Arrijani et al (2006) struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah

dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan.

Hasil dari analisis vegetasi yang dilakukan ditemukan 16 spesies yaitu Bintatar (Celtis rigescens),Dap-dap (Erythrina subumbrans), Medang (Litsea sp), Hariara (Ficus drupacea), Haundolok (Syzygium racemosum), Mangga hutan (Mangifera sp.), Ingul (Toona sureni), Sampinur (Dacrydium elatum), Simartolu (Schima wallichii), Sibosa (Shorea javanica), Jior (Senna siamea), Simarsotul-sotul (Mallotus muticus), Monis-monis (Ganophyllum falcatum), Simarunte-unte (Pterocarpus indicus), Hoting (Quercus sp.) dan Tele-tele (Flacourtia rukam).

Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan relatif dari ketiga parameter yaitu kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif untuk tingkat pohon dan tiang, sedangkan untuk tingkat semai dan pancang indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif sehingga nilai yang diperoleh bervariasi. Komposisi dan dominansi spesies tumbuhan atau kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas di lokasi dapat dilihat dari Indeks Nilai Penting. Suatu jenis tumbuhan dapat berperan jika INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10%, untuk tingkat tiang dan pohon 15% (Idris et al., 2013). Indeks Nilai Penting yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada masing-masing tabel berdasarkan tingkat hidupnya.

Tingkat Semai

Pada daerah penelitian ini, jenis semai yang memiliki nilai INP tertinggi terdapat pada jenis medang (Litsea sp.) dengan nilai INP sebesar 57,32%

sedangkan nilai INP terendah adalah jenis Simarunte-unte (Pterocarpus indicus)

dengan nilai INP sebesar 1,51%. Selengkapnya nilai Indeks Nilai Penting tingkat semai pada Kawasan Hutan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Semai

Nama Lokal Nama Latin K F KR FR INP

Monis-monis Ganophyllum falcatum 633 0,15 7,98 7,41 15,39 Simarsotul-sotul Mallotus muticus 250 0,07 3,15 3,37 6,52 Simarunte-unte Pterocarpus indicus 66 0,01 0,84 0,67 1,51

Tele-tele Flacourtia rukam 600 0,17 7,56 8,42 15,98

Total 7933 1,98 100 100 200

Pada tingkat semai komposisi jenis vegetasi ditemukan ada sebanyak 9 jenis yang diantaranya hanya ada 7 jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting diatas 10%. Jenis medang (Litsea sp.) memiliki nilai INP tertinggi yang menunjukkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis dengan kedudukan paling tinggi atau paling dominan tingkat pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis yang lain pada kawasan hutan tersebut. Jenis Medang pada tingkat semai banyak ditemukan pada daerah penelitian hal ini diakibatkan oleh tingkat persaingan hidup Medang yang lebih baik sewaktu proses penyerbukan yang bersifat kebetulan ataupun penyebaran spora dan biji yang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti angin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wijana (2014) yang menyatakan bahwa angin berperan dalam membantu penyerbukan tumbuhan, menyebarkan spora dan biji tumbuhan. Beberapa serangga hama tumbuhan dapat diterbangkan oleh angin ketempat lain yang jauh.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan ada beberapa jenis hanya ditemukan pada beberapa plot penelitian saja, hal ini disebabkan karena jumlah

ditemukannya individu jenis tersebut sedikit dan kemampuan bersaing hidup dengan jenis lainnya juga rendah. Jumlah individu yang ditemukan pada tingkat semai yaitu 476. Dari 476 individu yang ditemukan jenis Medang (Litsea sp.) mendominasi jumlah individu pada tingkat semai yaitu 135 individu dan paling sedikit pada jenis Simarunte-unte (Pterocarpus indicus) yaitu 4 individu.

Selengkapnya perhitungan hasil data analisis vegetasi tingkat semai terlampir pada Lampiran 2.

Tingkat Pancang

Pada daerah penelitian ini, jenis pancang yang memiliki nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) dengan nilai INP sebesar 56,82%

sedangkan untuk nilai INP terendah adalah jenis Sibosa (Shorea javanica), dengan nilai INP sebesar 3,01%. Selengkapnya nilai Indeks Nilai Penting tingkat pancang pada Kawasan Hutan dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Pancang

Nama Lokal Nama Latin K F KR FR INP

Monis-monis Ganophyllum falcatum 213 0,29 9,47 9,24 18,71

Sibosa Shorea javanica 35 0,05 1,54 1,47 3,01

Simarsotul-sotul Mallotus muticus 69 0,10 3,08 3,15 6,23 Simarunte-unte Pterocarpus indicus 51 0,09 2,25 2,73 4,98

Tele-tele Flacourtia rukam 181 0,29 8,05 9,24 17,29

Total 2253 3,17 100 100 200

Pada tingkat pancang komposisi jenis vegetasi ditemukan ada sebanyak 10 jenis yang diantaranya ada 6 jenis memiliki Indeks Nilai Penting diatas 10%.

Jenis medang (Litsea sp.) memiliki nilai INP tertinggi yang menunjukkan bahwa

jenis Medang memiliki tingkat daya hidup yang baik untuk tumbuh normal dan bereproduksi pada kondisi lingkungan yang ditempatinya. Daya hidup atau vitalitass adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup akan menentukan setiap spesies organisme untuk memelihara kedudukannya dalam suatu komunitas (Arrijani et al., 2006). Salah satu faktor yang mempengaruhi daya hidup tumbuhan adalah kondisi tanah. Tumbuhan akan tumbuh dan berkembang dengan optimal bila kondisi tanah tempat hidupnya sesuai dengan kebutuhan nutrisi dan unsur hara. Kondisi tanah ditentukan oleh faktor lingkungan lain, misalnya suhu, kandungan mineral, air, dan derajat keasaman atau pH (Saifulloh, 2017).

Dalam hal ini kondisi tanah yang ditempati oleh jenis medang memberikan kebutuhan nutrisi dan unsur hara yang sesuai untuk pertumbuhannya sehingga tumbuh lebih dominan dibandingkan dengan jenis lainnya. Jumlah individu yang ditemukan pada tingkat pancang yaitu 845. Dari 845 individu yang ditemukan jenis Medang mendominasi jumlah individu tingkat pancang yaitu 244 individu dan paling sedikit pada jenis Sibosa yaitu 13 individu. Selengkapnya perhitungan hasil data analisis vegetasi tingkat pancang terlampir pada Lampiran 3

Tingkat Tiang

Pada daerah penelitian ini, jenis tiang yang memiliki nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) dengan nilai INP sebesar 83,56%

sedangkan untuk nilai INP terendah adalah jenis Sampinur (Dacrydium elatum) dengan nilai INP sebesar 1,91%. Selengkapnya nilai Indeks Nilai Penting tingkat tiang pada Kawasan Hutan dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Data Analisis Vegetasi di Desa Siparmahan pada Tingkat Tiang

Pada tingkat tiang komposisi jenis vegetasi ditemukan ada sebanyak 12 jenis yang diantaranya ada 7 jenis memiliki Indeks Nilai Penting diatas 15%.

Selain dikarenakan kemampuan berkompetisi, beradaptasi dan bereproduksi yang baik. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan Medang (Litsea sp.) sehingga mendominasi pada tingkat tiang juga dipengaruhi oleh faktor cahaya dari sinar matahari yang menjadi unsur penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yaitu sebagai produsen untuk berfotosintesis. Dalam hal ini Medang memperoleh kebutuhan cahaya yang lebih baik daripada jenis lainnya dikarenakan lingkungan yang ditempatinya lebih toleran terhadap cahaya.

Pertumbuhan tanaman dibawah naungan semakin terhambat bila tingkat naungan semakin tinggi. Sementara radiasi matahari, sebagai sumber utama cahaya bagi tamanan, menjadi salah satu syarat utama dalam proses fotosintesis (Setiyawan, 2014). Jumlah individu yang ditemukan pada tingkat tiang adalah 1013. Dari 1013 individu yang ditemukan jenis Medang (Litsea sp.) mendominasi

jumlah individu yang ditemukan pada tingkat tiang yaitu 343 individu dan paling sedikit pada jenis Sampinur (Dacrydium elatum) yaitu 3 individu. Selengkapnya perhitungan hasil data analisis vegetasi tingkat semai terlampir pada Lampiran 4

Tingkat Pohon

Pada daerah penelitian ini, jenis pohon yang memiliki nilai INP tertinggi terdapat pada jenis medang (Litsea sp.) dengan nilai INP sebesar 51,67%

sedangkan untuk nilai INP terendah terdapat pada jenis Simarunte-unte (Pterocarpus indicus) dengan nilai INP sebesar 4,09%. Selengkapnya nilai Indeks Nilai Penting tingkat tiang pada Kawasan Hutan dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Pohon

Nama Lokal Nama Latin K F D KR FR DR INP

Pada tingkat pohon komposisi jenis vegetasi ditemukan ada sebanyak 16 jenis yang diantaranya ada 9 jenis memiliki Indeks Nilai Penting yang diatas 15%.

Nilai INP yang beragam pada hasil yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh

lingkungan tempat tumbuh seperti kelembaban, suhu dan kalah berkompetisi dalam hal perebutan akan zat hara, sinar matahari dan ruang tumbuh antara jenis.

Medang (Litsea sp.) dengan jenis lain yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dari diameter batang pohon. Berdasarkan tabel hasil penelitian dapat dilihat bahwa jenis Medang (Litsea sp.) memiliki nilai INP tertinggi dari jenis yang lainnya.

Menurut Bakri (2009) suatu jenis yang dominan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kompetisi antar individu yang ada, kompetisi tersebut berkaitan dengan iklim dan ketersedian mineral yang diperlukan, jika iklim dan mineral yang dibutuhkan oleh suatu individu itu mendukung maka individu maka tersebut akan mendominasi suatu komunitas. Jumlah total individu yang ditemukan pada tingkat pohon adalah 922 individu. Dari 922 jenis individu Medang (Litsea sp.) yang ditemukan pada tingkat pohon yaitu 217 individu dan paling sedikit pada jenis Hariara (Ficus drupacea) yaitu 8 individu. Selengkapnya perhitungan hasil data analisis vegetasi tingkat pohon terlampir pada Lampiran 5.

Kerapatan Relatif (KR) merupakan persentase individu jenis dalam komunitas. Nilai KR yang beragam dikarenakan kondisi kawasan hutan yang memiliki variasi lingkungan yang tinggi. Sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beranekaragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas (Odum, 1996). Kerapatan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pada penelitian ini nilai KR tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) pada seluruh tingkat vegetasi yaitu 28,36% pada tingkat semai, 28,88% pada tingkat pancang, 33,86% pada tingkat tiang dan pada 23,54% tingkat pohon.

Dominansi merupakan besaran yang menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh. Dominansi Relatif menunjukkan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan luas total habitat serta menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan di dalam komunitas (Indriyanto, 2006). Pada penelitian ini nilai DR tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) yaitu sebesar 36,00% pada tingkat tiang dan 18,70% pada tingkat pohon. Hal ini menunjukkan bahwa jenis Medang memiliki daya adaptasi yang baik dan tinggi terhadap kondisi kimia dan fisika lingkungan hutan tersebut.

Keanekaragaman Jenis

Nilai Indeks Shannon Wienner menunujukkan tingkat keanekaragaman dalam suatu komunitas. Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada lokasi penelitian yang dilakukan pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon maka nilai Indeks Keanekaragaman atau H‟ menurut indeks keanekaragaman Shannon Wienner adalah berkisar antara 1,94-2,42 yang berarti bahwa hutan di Desa Siparmahan memiliki tingkat keanekargaman sedang. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon Wienner pada kawasan hutan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan

No. Tingkat Hidup Indeks Shannon Wienner Keterangan

1. Semai 1,95 Sedang

2. Pancang 1,98 Sedang

3. Tiang 1,94 Sedang

4. Pohon 2,42 Sedang

Berdasarkan tabel diatas diperoleh data bahwa keanekargaman jenis paada kawasan hutan di Desa Siparmahan pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon nilai keanekaragaman bertutut-turut yaitu 1,95, 1,98, 1,94 dan 2,42. Nilai keanekaragaman jenis pada kawasan hutan di Desa Siparmahan tergolong sedang

dikarenakan sedikitnya jumlah individu dan jumlah spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriyanto (2006) suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh spesies. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominansi.

Keanekaragaman jenis yang sedang juga dipengaruhi oleh hubungan interaksi antara spesies dengan komunitas yang sedang dan kemampuan untuk menjaga kestabilan komunitas yang masih tergolong sedang. Keanekaragaman jenis merupakan parameter vegetasi yang sangat berguna untuk mengetahui kaeadaan suksesi atau stabilitas komunitas. Karena dalam suatu komunitas pada umumnya terdapat berbagai jenis tumbuhan, maka semakin stabil keadaan komunitas keanekaragaman spesies tumbuhannya juga semakin tinggi.

Nilai keanekaragaman jenis pada kawasan hutan di Desa Siparmahan yang tergolong sedang menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah sedikit terganggu maka perlu dilakukan pengkayaan jenis terhadap kelestariannya. Salah satu upaya pengkayaan jenis dapat dilakukan dengan melakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap jenis-jenis tumbuhan penyusun utama pada lokasi penelitian yaitu jenis Litsea sp. dan Quercus sp. yang mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan hutan tersebut. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanaman tanaman cepat tumbuh (fast growing) seperti jenis akasia, jabon, dan mahoni yang akan menambah keanekaragaman jenis vegetasi kawasan hutan tersebut.

Untuk mencegah kawasan hutan semakin rusak dan terancam kelestariannya dapat dilakukan beberapa kegiatan yaitu dengan meningkatkan pengawasan terhadap kawasan hutan di Desa Siparmahan supaya tidak melakukan penebangan pohon, mengadakan reboisasi atau penanaman kembali terhadap daerah kawasan yang telah rusak. Upaya pencegahan kelestarian hutan terganggu hal yang perlu dilakukan adalah dengan mencegah kebakaran. Sebab apabila terjadi kebakaran hutan maka kerusakan akan sangat cepat meluas dan merusak vegetasi yang ada di dalamnya selain itu kawasan hutan di Desa Siparmahan yang dekat dengan daerah pemukiman warga dan area perladangan warga, sehingga menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan guna menjaga kelestarian hutan.

Kegiatan sosialisasi dan penegasan tentang arti dan fungsi hutan kepada masyarakat juga sangat perlu dilakukan guna mencegah pemanfaatan hasil hutan yang akan dilakukan oleh masyarakat.

Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar hutan sesuai dengan penelitian Manihuruk (2011) di Hutan Lindung Desa Humbang I Kecamatan Naga Juang menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada kawasan tersebut tergolong rendah dikarenakan adanya aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat pada daerah sekitar kawasan hutan lindung yang tidak melakukan kegiatan perlindungan dan rehabilitasi masih sangat kurang.

Biomassa dan Cadangan Karbon

Penghitungan biomassa dan cadangan karbon pada penelitian ini dilakukan hanya pada tingkat tiang dan pohon dengan metode non-destructive sampling yaitu melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Tim ARuPa (2014) yang menyatakan bahwa Karbon hutan sangat mudah dihitung. Ada beberapa

parameter yang akan dihitung seperti tinggi pohon dan diameter pohon untuk pohon, kandungan organik dalam tanah dan berat seresah atau tumbuhan bawah.

Nilai biomassa dan karbon tersimpan yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada masing-masing tabel berdasarkan tingkat hidupnya.

Tingkat Tiang

Pada daerah penelitian ini, jenis tiang yang memiliki nilai biomassa dan karbon tersimpan tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) sebesar 359,49 ton/ha dan 179,75 ton/ha sedangkan nilai biomassa dan karbon tersimpan terendah terdapat pada jenis Sampinur (Dacrydium elatum) 0,02 ton/ha dan 0,01 ton/ha.

Nilai biomassa dan karbon tersimpan tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6. Nilai Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Tingkat Tiang

Nama Lokal Nama Latin Y

Dap-dap Erythrina subumbrans 1309975,53 1309,98 8,73 14,56 7,28

Hoting Quercus sp. 6572915,31 6572,92 43,82 73,03 36,52

Ingul Toona sureni 2334820,20 2334,82 15,57 25,94 12,97

Jior Senna siamea 5583776,76 5583,78 37,23 62,04 31,02

Medang Litsea sp. 32354324,72 32354,32 215,7 359,49 179,75

Monis-monis Ganophyllum

falcatum 691197,06 691,20 4,61 7,68 3,84

Sampinur Dacrydium elatum 1476,63 1,48 0,01 0,02 0,01

Sibosa Shorea javanica 18522,02 18,52 0,12 0,21 0,10

Simarsotul-sotul Mallotus muticus 236084,06 236,08 1,57 2,62 1,31 Simarunte-unte Pterocarpus indicus 7947,99 7,95 0,05 0,09 0,04 Tele-tele Flacourtia rukam 1471806,66 1471,81 9,81 16,35 8,18

Total 50597216,72 50597,22 337,3 562,19 281,10

Kandungan karbon pada tanaman menunjukkan berapa besar jumlah tanaman tersebut dalam mengikat CO2 dari udara. Nilai perhitungan cadangan karbon yang diperoleh berbanding lurus dengan nilai biomassanya. Semakin besar biomassa yang diserap oleh tumbuhan maka semakin tinggi juga karbon yang tersimpan disebabkan karena karbon yang diserap oleh tumbuhan ditimbun dalam

batang, daun dan cabang melalui proses fotosintesis. Sesuai dengan pernyataan Hairiah dan Rahayu (2007) yang menyatakan bahwa potensi cadangan karbon tiap bagian pohon dipengaruhi oleh biomassa. Hal ini menunjukkan besarnya biomassa berpengaruh terhadap cadangan karbon. Nilai biomassa total yang diperoleh tingkat tiang adalah 562,19 ton/ha dan nilai total cadangan karbon tersimpan adalah 281,095 ton/ha.

Tingkat Pohon

Pada daerah penelitian ini, jenis pohon yang memiliki nilai biomassa dan karbon tersimpan tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) sebesar 200,50 ton/ha dan 100,25 ton/ha sedangkan nilai biomassa dan karbon tersimpan terendah terdapat pada jenis Sampinur (Dacrydium elatum) 0,18 ton/ha dan 0,09 ton/ha.

Nilai biomassa dan karbon tersimpan tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7. Nilai Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Tingkat Pohon

Nama Lokal Nama Lokal Y Bintatar Celtis rigescens 1109468,42 1109,47 7,40 12,33 6,16

Dap-dap Erythrina

subumbrans 346675,35 346,68 2,31 3,85 1,93

Hariara Ficus drupacea 99900,38 99,90 0,67 1,11 0,56

Haundolok Syzygium

racemosum 2091076,02 2091,08 13,94 23,23 11,62

Hoting Quercus sp. 4474322,87 4474,32 29,83 49,71 24,86

Simarsotul-sotul Mallotus muticus 462623,24 462,62 3,08 5,14 2,57

Simartolu Schima wallichii 408274,16 408,27 2,72 4,54 2,27

Simarunte-unte Pterocarpus indicus 139723,73 139,72 0,93 1,55 0,78

Tele-tele Flacourtia rukam 604661,20 604,66 4,03 6,72 3,36

Total 34224492,76 34224,49 228,1 380,27 190,14

Jenis vegetasi yang ditemukan dilokasi penelitian sebagian besar memiliki diameter batang pohon yang besar, sehingga mempengaruhi keberadaan cadangan karbon tersimpan pada lokasi penelitian. Nilai biomassa dan cadangan karbon yang diperoleh pada lokasi penelitian memiliki nilai yang beragam. Perbedaan tingkat penyerapan karbon oleh tumbuhan salah satunya juga dipengaruhi oleh umur tumbuhan. Karena diameter suatu tumbuhan akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tumbuhan yang menyebabkan simpanan karbon yang tersimpan dalam tubuh tumbuhan akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dury et al (2002) bahwa tingkat serapan karbon yang tertinggi umumnya terjadi pada lokasi lahan dengan kesuburan yang tinggi dan tingkat curah hujan cukup, dan pada tumbuhan yang cepat tumbuh walaupun tingkat dekomposisi juga cukup tinggi pada lokasi tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan karbon antara lain adalah iklim, topografi, karakteristi tanah, spesies dan komposisi umur pohon serta tahap pertumbuhan pohon.

Nilai biomassa dan cadangan karbon tertinggi ke-2 dan ke-3 berturut-turut yaitu jenis Hoting (Quercus sp.) nilai biomassa sebesar 49,71 ton/ ha, cadangan karbon sebesar 27,86 ton/ha dan jenis Ingul (Toona sureni) dengan nilai biomassa sebesar 33,96 ton/ha, cadangan karbon sebesar 16,98 ton/ha . Nilai biomassa total yang diperoleh tingkat pohon adalah 380,27 ton/ha sedangkan nilai total cadangan karbon adalah 190,135 ton/ha. Berdasarkan hasil perhitungan nilai biomassa dan cadangan karbon pada tingkat tiang dan pohon maka diperoleh nilai biomassa total pada tingkat tiang dan pohon adalah sebesar 942,46 ton/ha dan nilai cadangan karbon total pada tingkat tiang dan pohon adalah 471,23 ton/ha.

Jika dibandingkan dengan penelitian lain, jumlah karbon tersimpan di Hutan Lindung Lahan Bekas Tambang Mandailing Natal oleh Utomo et al (2012) diperoleh nilai lebih rendah sebesar 20,53 ton/ha dibandingkan dengan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian sebesar 471,23 ton/ha. Hal ini dikarenakan kondisi vegetasi, kerapatan dan diameter pada Hutan Lindung Lahan Bekas Tambang Mandailing Natal lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan Hutan di Desa Siparmahan sehingga kondisi lahan bekas pertambangan mempengaruhi tingkat pertumbuhan vegetasi pada areal hutan. Perbedaan jumlah cadangan karbon pada kedua lokasi disebabkan karena jumlah vegetasi dan perbedaan diameter pohon, karena jika diameter pohon semakin meningkat maka jumlah biomassa yang tersimpan pada pohon tersebut juga semakin besar dengan demikian cadangan karbon juga akan semakin besar.

Jumlah CO2 yang Diserap Tumbuhan

Jumlah CO2 yang diserap tumbuhan pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir pada tingkat tiang dan pohon adalah ekuivalen 1.729,41 ton CO2/ha. Sehingga total jumlah CO2 yang diserap tumbuhan pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan seluas 26 ha adalah ekuivalen 44.964,66 ton CO2. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Desa Siparmahan, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir mampu mengurangi jumlah konsentrasi CO2 yang ada di atmosfer sebesar 44.946,66 ton CO2. Keanekaragaman jenis yang tergolong sedang dan didominasi oleh pohon berdiameter kecil akan memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan cadangan karbon di masa mendatang dengan menjaga kelestarian hutan supaya tetap terjaga secara alami.

Jumlah biomassa hutan dan cadangan selain dipengaruhi oleh iklim dan karakteristik tanah juga dipengaruhi oleh jumlah CO2 yang diserap dari atmosfer yang diubah menjadi biomassa melalui proses fotosintesis yang tersimpan di dalam tubuh tumbuhan seperti batang, daun, dan bagian lainnya. Sehingga, semakin besar luas daun dan batang tegakan akan semakin meningkatkan besarnya CO2 yang diserap seiring dengan pertambahan umur tegakan. Sesuai dengan pernyataan Lukito dan Rohmatiah (2013) yang menyatakan bahwa umur tegakan akan berpengaruh terhadap biomassa dan jumlah karbon yang tersimpan pada suatu tegakan .

Jika dibandingkan dengan penelitian lain, jumlah CO2 yang sudah diserap tumbuhan di Kawasan Hutan Lindung Desa Humbang I Kecamatan Naga Juang oleh Manihuruk (2016) diperoleh nilai lebih rendah sebesar 447,68 ton C/ha dibandingkan dengan Kawasan Hutan Desa Siparmahan Kecamatan Harian sebesar 472,23 ton C/ha. Hal ini dikarenakan Kawasan Hutan Lindung Desa Humbang I berdekatan dengan areal tambang emas yang dikelola oleh

Jika dibandingkan dengan penelitian lain, jumlah CO2 yang sudah diserap tumbuhan di Kawasan Hutan Lindung Desa Humbang I Kecamatan Naga Juang oleh Manihuruk (2016) diperoleh nilai lebih rendah sebesar 447,68 ton C/ha dibandingkan dengan Kawasan Hutan Desa Siparmahan Kecamatan Harian sebesar 472,23 ton C/ha. Hal ini dikarenakan Kawasan Hutan Lindung Desa Humbang I berdekatan dengan areal tambang emas yang dikelola oleh

Dokumen terkait