• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA KAWASAN HUTAN DI DESA SIPARMAHAN KECAMATAN HARIAN KABUPATEN SAMOSIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA KAWASAN HUTAN DI DESA SIPARMAHAN KECAMATAN HARIAN KABUPATEN SAMOSIR"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA KAWASAN HUTAN DI DESA

SIPARMAHAN KECAMATAN HARIAN KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

OKTINAR SIHOTANG 141201122

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA KAWASAN HUTAN DI DESA

SIPARMAHAN KECAMATAN HARIAN KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI Oleh :

OKTINAR SIHOTANG 141201122

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA KAWASAN HUTAN DI DESA

SIPARMAHAN KECAMATAN HARIAN KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI Oleh :

OKTINAR SIHOTANG 141201122/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)
(5)

ABSTRAK

OKTINAR SIHOTANG : Keanekaragaman Jenis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Dibimbing oleh Dr. Delvian, SP., MP dan Dr. Kansih Sri Hartini, S. Hut., MP.

Hutan merupakan asosiasi tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri dari pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Pohon memegang peranan yang sangat penting sebagai penyusun komunitas hutan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, siklus hidrologi, menjaga stabilitas iklim global dan sebagai penyimpan karbon.

Perubahan komposisi dan struktur tegakan hutan berpengaruh pada cadangan karbon. Oleh karena itu, pendataan cadangan karbon hutan secara berkala penting dilakukan dalam rangka penyediaan salah satu indikator untuk menilai kualitas sumberdaya hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi keanekaragaman jenis vegetasi dan mendapatkan besarnya nilai cadangan karbon tersimpan pada tingkat tiang dan pohon pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Analisis data yang dilakukan adalah analisis data vegetasi menggunakan metode jalur dengan garis berpetak untuk pengambilan contoh dan analisis pendugaan biomassa tingkat tiang dan pohon menggunakan metode non destructive sampling . Hasil penelitian mendapatkan 16 jenis tumbuhan, dengan INP tertinggi pada jenis Medang (Litsea sp) baik pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Nilai keanekaragaman pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan adalah sedang dengan kisaran nilai 1,94–2,42.Total nilai cadangan karbon tersimpan dan nilai CO2 yang diserap tumbuhan pada tingkat tiang dan tingkat pohon pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir seluas 26 ha adalah sebesar 12.251,98 ton C dan 44.964,66 ton CO2.

Kata kunci : cadangan karbon, keanekaragaman, siparmahan, medang

(6)

ABSTRACT

OKTINAR SIHOTANG : Diversity of Vegetation Types and Estimation of Carbon Reserves in Forest Areas in Siparmahan Village, Harian Sub-District, Samosir Regency. Supervised by Dr. Delvian, SP., MP and Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP.

Forests are associations of the plants which consist mostly of trees or woody vegetation that occupy large areas. Trees play a significant role as a constituent of forest communities and function as a buffer of life, both in preventing erosion, the hydrological cycle, maintaining global climate stability and as a store of carbon.

Changes in the composition and structure of forest stands affect carbon stocks.

Therefore, it is crucial to periodically collect forest carbon stocks in order to provide an indicator to assess the quality of forest resources. The purpose of this study was to obtain information on the diversity of vegetation types and obtain the value of carbon stocks stored at the level of poles and trees in the Forest Area in Siparmahan Village, Harian Sub-District, Samosir Regency. Data analysis was carried out by analyzing vegetation data using the path method with lines arranged for sampling and analysis of pole and tree level biomass estimation using nondestructive sampling method.The results of the study obtained 16 types of plants, with the highest INP in Medang species (Litsea sp) both at the level of seedlings, saplings, poles, and trees. The value of diversity in Forest Areas in Siparmahan Village is moderate with a range of 1.94-2.42. The total value of stored carbon stocks and the value of CO2 absorbed by plants at the level of the pole and tree level in the Forest Area in Siparmahan Village, Samosir Regency Daily District is 26 ha is 12,251.98 tons C and 44,964.66 tons CO2.

Keywords: carbon stocks, diversity, siparmahan, medang

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sihotang pada tanggal 17 Oktober 1996 dari ayah Maringan Sihotang dan Ibu Hisarmaida Sitompul. Penulis merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara.

Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 177084 Sipardabuan, tahun 2011 lulus dari SMP Negeri 3 Harian, dan tahun 2014 lulus dari SMA Swasta Teladan Pematangsiantar. Pada tahun 2014 penulis masuk ke Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara melalui jalur tertulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggu Negeri (SBMPTN) dan memilih Program Studi Budidaya Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) dan aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen di PD/PA FILIPI (Persekutuan Doa dan Penelaahan Alkitab Filipi). Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli Serdang pada bulan Agustus 2016.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Kerinci Seblat pada bulan Februari sampai Maret 2018. Penulis melaksanakan penelitian pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir dengan judul penelitian “Keanekaragaman Jenis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir”.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keanekaragaman Jenis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan, menjaga, dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Delvian, SP., MP dan Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis mulai dari menetapkan judul, melaksanakan penelitian, sampai pada sidang meja hijau. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Desa Siparmahan dan warga setempat yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan serta abang/kakak/adik/teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Oktober 2018 Penulis

Oktinar Sihotang

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 5

Kawasan Hutan Penyedia Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria ... 5

Vegetasi ... 6

Analisis Vegetasi ... 7

Keanekaragaman Jenis ... 8

Kerapatan Tegakan... 9

Frekuensi ... 10

Cadangan Karbon ... 10

Biomassa ... 11

Perhitungan Biomassa Hutan ... 12

Jenis Tanah... 13

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan ... 14

Kawasan Hutan di Desa Siparmahan ... 15

KONDISI UMUM PENELITIAN Letak, Luas dan Batas ... 17

Iklim dan Cuaca ... 18

Topografi ... 18

Potensi Kawasan ... 18

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Pengumpulan Data ... 20

Metode Penelitian ... 21

(10)

Analisis Data ... 22

Indeks Nilai Penting ... 22

Keanekaragaman Jenis ... 23

Penghitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan ... 23

Penyerapan Karbon Dioksida ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi Hutan ... 26

Indeks Keanekaragaman Shannon Wienner ... 33

Biomassa dan Karbon Tersimpan ... 35

Jumlah CO2 yang D-iserap Tumbuhan ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN... 45

(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Semai ... 27

2. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Pancang ... 28

3. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Tiang ... 30

4. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Pohon ... 31

5. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon Wienner pada Kawasan Hutan ... 33

6. Nilai Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Tingkat Tiang ... 36

7. Niali Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Tingkat Pohon ... 37

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ... 17 2. Desain Petak Ukur pada Setiap Jalur ... 21

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Peta Kawasan Hutan Penyedia Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria ... 46

2. Tabel Hasil Analisis Data Vegetasi Tingkat Semai ... 47

3. Tabel Hasil Analisis Data Vegetasi Tingkat Pancang ... 48

4. Tabel Hasil Analisis Data Vegetasi Tingkat Tiang ... 49

5. Tabel Hasil Analisis Data Vegetasi Tingkat Pohon ... 50

6. Dokumentasi Kegiatan di Lapangan ... 51

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan asosiasi tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri dari pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan yang memiliki peran untuk menjaga keseimbangan sistem ekologi lingkungan hidup (Arief, 2001). Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat bagi hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ekosistem hutan merupakan suatu ekosistem yang sangat erat kaitannya dengan siklus karbon yang mampu melakukan mekanisme sekuestrasi, yang menyimpan karbon dalam berbagi kompartemen seperti tumbuhan, serasah, dan bahan organik tanah dan mereduksi emisi karbon yang berlebihan di atmosfer (Hikmatyar et al., 2015).

Hutan memiliki peran penting sebagai penyimpan karbon. Penyerapan karbon sendiri terjadi didasarkan atas proses kimiawi dalam aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menyerap CO2 dari atmosfer dan air dari tanah menghasilkan oksigen dan karbohidrat yang selanjutnya akan berakumulasi menjadi selulosa dan lignin sebagai cadangan karbon. Hutan sangat bernilai bukan saja karena kayunya, tetapi justru karena sumber daya alam dan sumber daya hayatinya Kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon tidak sama baik di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan rawa maupun di hutan rakyat tergantung pada jenis pohon, tipe tanah dan topografi. Oleh karena itu, informasi mengenai cadangan karbon dari berbagai tipe hutan, jenis pohon, jenis tanah dan topografi

(15)

di Indonesia sangat penting (Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2010).

Pohon memegang peranan yang sangat penting sebagai penyususun komunitas hutan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, siklus hidrologi, menjaga stabilitas iklim global dan sebagai penyimpan karbon. Perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini dikarenakan ketidakseimbangan antara konsentrasi CO2 di atmosfer dengan ketersediaan vegetasi tanaman yang dalam hal ini adalah pohon (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Perubahan komposisi dan struktur tegakan hutan berpengaruh pada cadangan karbon. Oleh karena itu, pendataan cadangan karbon hutan secara berkala penting dilakukan dalam rangka penyediaan salah satu indikator untuk menilai kualitas sumberdaya hutan (Idris et al., 2013).

Hutan merupakan persekutuan alam hayati atau suatu masyarakat tumbuhan yang kompleks yang terdiri dari pohon-pohon, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, hewan dan alam lingkungannya. yang berperan dalam keseimbangan ekosistem yang merupakan bagian dari penentu kestabilan alam.

Parameter kestabilan dalam suatu komunitas hutan adalah keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi dalam suatu komunitas hutan dapat menjaga ruang lingkup ekosistem alam. Jika dalam suatu kawasan hutan lindung memiliki keanekaragaman yang tinggi, maka terdapat jenis-jenis tumbuhan yang bervariasi yang mampu mengendalikan perubahan iklim dengan mempertahankan keutuhan hutan alami dan meningkatkan kerapatan populasi pepohonan di luar hutan (Hairiah et al., 2011).

(16)

Siparmahan merupakan salah satu nama desa yang berada di Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Harian merupakan kacamatan terbesar di Kabupaten Samosir dengan luas wilayah 56.045 Ha dengan Desa Siparmahan merupakan bagian dari kecamatan ini dengan luas wilayah 150 km2 atau 1500 Ha. Dari total luas wilayah tersebut masyarakat memanfaatkan lahan sekitar 34 Ha sebagai lahan persawahan, sekitar 26 Ha sebagai areal hutan dan selebihnya adalah daerah lahan kering dan pemukiman warga (Badan Pusat Statistik Kecamatan Harian, 2014).

Hutan yang terletak di daerah Desa Siparmahan dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sekarang ini sebagai sumber air bersih, penahan longsor/banjir ketika hujan, sumber kayu bakar, tanaman obat, dan oksigen. Oleh karena itu, keadaan alamnya layak untuk dilindungi dan mendapatkan perhatian yang lebih dari masyarakat dan pemerintah setempat agar kelestariannya tetap terjaga. Status kawasan hutan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan untuk penyedia sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) berdasarkan SK No.180/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2017.

Sejauh ini belum diperoleh data tentang keadaan vegetasi serta potensi kandungan karbon tersimpan pada Kawasan Hutan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi dan data mengenai keadaaan vegetasi serta kandungan cadangan karbon yang tersimpan di kawasan hutan tersebut.

(17)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendapatkan informasi keanekaragaman jenis vegetasi pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir.

2. Untuk mendapatkan besarnya nilai cadangan karbon tersimpan pada tingkat tiang dan pohon pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi bagi peneliti dan instansi terkait dalam rangka pengelolaan dan pengembangan mengenai keadaan dan keanekaragaman vegetasi serta cadangan karbon tersimpan pada tingkat tiang dan pohon pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 di dalam Pasal 1 Ayat (1) tentang Kehutanan. Menurut undang-undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Indriyanto, 2008). Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari asosiasi pohon dan vegetasi secara umum serta hewan lain. Dalam komunitas itu, tiap individu berkembang, tumbuh menjadi dewasa, tua, dan mati. Lebih khusus, maka hutan adalah komunitas tumbuhan yang lebih didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu dengan tajuk yang rapat (Wanggai, 2009).

Menurut Arief (2001) kawasan hutan terutama hutan lindung adalah kawasan resapan air yang memiliki curah hujan tinggi dan struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Pada umumnya, di daerah hutan terutama di daerah dataran tinggi dan pegunungan lembab, kabut mengembun pada daun dan dahan pepohonan yang disebut intersepsi horizontal.

Kawasan Hutan Sebagai Sumber Penyedia Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA)

Kawasan Hutan sebagai sumber penyedia Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) adalah program percepatan reforma agraria dengan melakukan pengalokasian lahan yang ditegaskan oleh Presiden Republik Indonesia untuk

(19)

mengatasi kesenjangan kepemilikan lahan, menghilangkan sekat dan mengurangi konflik. Tujuan pasti dari pengalokasian lahan adalah mengembalikan fungsi lahan atau hutan menjadi lestari dan dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Tujuan dari reforma agrarian yaitu untuk mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah, menciptakan sumber-sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi, memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan pangan dan menyelesaikan konflik agrarian. Dilihat dari tujuannya, reforma agraria memang mulia karena punya misi untuk pemerataan (Forum Komunikasi Hutan dan Kehutanan Indonesia, 2018)

Vegetasi

Menurut Agustina (2010) vegetasi didefinisikan sebagai kumpulan tumbuh-tumbuhan terdiri dari beberapa jenis seperti herba, pohon dan perdu yang hidup bersama-sama pada suatu tempat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, serta lingkungannya dan memberikan ciri fisiognomi (kenampakan luar) vegetasi. Kehadiran vegetasi sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas, diantaranya terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, dan pengaturan tata air tanah, serta berperan untuk mengurangi laju erosi. Saat ini, ketergantungan pada vegetasi semakin besar untuk mengatasi masalah erosi dan longsor. Analisis vegetasi pada kawasan hutan ditujukan untuk mengetahui struktur vegetasi suatu kawasan, komposisi jenis, dan pola distribusi (Hamidun dan Baderan, 2013). Struktur vegetasi hutan merupakan

(20)

hasil penataan ruang oleh komponen prnyusun tegakan dan bentuk hidup, stratifikasi dan penutupan vegetasi yang digambarkan melalui keadaan diameter, tinggi, penyebaran dalam ruang keanekaragaman tajuk serta kesinambungan jenis.

Menurut Indriyanto (2006), komponen tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :

1. Belukar (Shrub): Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.

2. Epifit (Epiphyte): Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma).

3. Paku-pakuan (Fern): Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana rhizoma keluar dari tangkai daun.

4. Palma (Palm): Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu/berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya.

5. Terna (Herb): Tumbuhan yang merambat di tanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang mecolok, tinggnya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.

6. Pohon (Tree): Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan.

Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan

(21)

tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Erwin, 2016).

Analisis vegetasi tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkrit dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies daan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2006).

Hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur komuntitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga jumlah individu dari setiap spesies organisme. Hal ini menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi komunitas, distribusi individu antar spesies dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas (Yusiana, 2011).

Keanekaragaman Jenis

Komposisi ekosistem tumbuhan dapat diartikan sebagai variasi jenis flora yang menyusun suatu komunitas. Jenis tumbuhan yang ada dapat diketahui dari pengumpulan atau koleksi secara periodik dan identifikasi di lapangan. Contoh tumbuhannya dapat diperoleh dari pencatatan dalam sampling unit, seperti dalam petak-petak transek waktu dikumpulkan data kuantitatif pada penelitian struktur vegetasi. Data sangat berguna karena dapat dipakai sebagai salah satu parameter vegetasi untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan dalam komunitas.

(22)

Komposisi jenis merupakan vegetasi yang terdiri dari lebih dari suatu jenis di suatu tempat (Saputra, 2016).

Keragaman vegetasi dalam hal struktur dan komposisi yang terdapat di suatu wilayah pada prinsipnya merupakan cerminan dari hasil interaksi antara berbagai faktor lingkungan dan dapat berubah akibat faktor aktivitas manusia.

Kajian tentang potensi vegetasi umumnya menggunakan parameter kerapatan (jumlah individu per satuan luas), frekuensi (proporsi jumlah sampel dengan spesies tertentu terhadap total jumlah sampel), dominasi penutupan (proporsi luas bidang dasar yang ditempati suatu spesies terhadap luas total habitat) dan Indeks Nilai Penting (INP). Indeks Nilai Penting yang diperoleh dari penjumlahan nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif, merupakan parameter kuantitatif yang menyatakan dominansi suatu spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Idris et al., 2013).

Kerapatan Tegakan

Kerapatan tegakan hutan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan propduktivitas tempat tumbuh pada tegakan hutan yang sudah ada.

Hal itu penting karena kerapatan hutan merupakan faktor utama yang dapat dimanipulasi dalam rangka pengembangan tegakan. Tegakan hutan merupakan suatu areal hutan beserta pepohonan yang mendapat pemeliharaan yang sama, sebagai suatu unit pengelolaan hutan agak homogen dan dapat dibedakan secara jelas dengan tegakan dan di sekitarnya oleh (Indriyanto, 2006).

Kerapatan tajuk hutan untuk suatu keperluan yang praktis dapat menggunakan pedoman sebagai berikut, bila terdapat lebih dari 70% penutupan tajuk, cukup bila terdapat 40-70% penutupan tajuk dan jarang bila terdapat kurang

(23)

dari 40% penutupan tajuk. Hutan yang terlalu rapat akan mengalami pertumbuhan lambat karena adanya persaingan dalam hal sinar matahari, air, unsur hara, bahkan tempat. Sebaliknya, hutan yang terlalu jarang akan menghasilkan pohon-pohon dengan tajuk besar dan brercabang banyak dengan batang yang pendek. Di antara hutan yang rapat dan hutan yang yang terlalu jarang terdapat hutan yang cukup ruang sehingga pohon-pohonnya mampu memanfaatkan air, sinar matahari dan unsur hara dalam tanah (Arief, 2001).

Frekuensi

Frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah plot contoh tempat diketemukannya suatu spesies dari sejumlah plot contoh yang dibuat. Dengan demikian frekuensi dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari.

Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana jenis tersebut ditemukan dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran persentase, misalnya Meranti ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang telah dibuat, sehingga frekuensi jenis Meranti tersebut adalah 50/100 x 100% (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Cadangan Karbon

Tim ARuPA (2014) mendefinisikan karbon (C) sebagai unsur kimia dengan nomor atom 6 dan merupakan unsur bukan logam yang apabila terlepas diudara dan terikat dengan oksigen maka karbon akan menjadi CO2. Umumnya karbon menyusun 45% - 50% bahan kering dari tanaman.

(24)

Penyerapan emisi karbon di atmosfer dilakukan oleh tumbuhan melalui mekanisme pembuatan makanan sendiri melalui proses fotosintesisi. Karbon dioksida dan air sebagai substratnya dibantu dengan cahaya matahari diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tumbuhan tanaman dan akhirnya disimpan dalam organ seperti daun, batang, ranting, bunga dan buah.

Pengukuran jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tumbuhan hidup atau biomassa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya karbon dioksida di atmosfer (Hikmatyar et al., 2015).

Biomassa

Biomassa hutan (forest biomass) adalah keseluruhan volume makhluk hidup dari semua species pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak dan vegetasi yang lain (Sutaryo, 2009).

Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Tanaman atau pohon di hutan dianggap berfungsi sebagai tempat penimbunan atau pengendapan karbon (rosot karbon atau carbon sink). Besarnya kandungan karbon dan biomassa pohon bervariasi berdasarkan bagian tumbuhan yang diukur, growth stage, tingkatan tumbuhan dan kondisi lingkungannya.

Kandungan karbon dan biomasa tumbuhan bawah dipengaruhi oleh jenis-jenis tumbuhan penyusun (Windusari et al., 2012).

Jumlah biomasa hutan dan cadangan karbon juga sangat bergantung pada proses fisiologis tumbuhan yaitu fotosintesis. Besarnya laju fotosintesis tegakan berhubungan dengan kandungan klorofil, jumlah stomata persatuan luas daun, dan umur tegakan. Semakin besar luas daun tegakan persatuan lahan akan semakin meningkatkan besarnya CO2 yang diserap oleh tegakan. Luas daun akan

(25)

bertambah banyak sejalan dengan bertambahnya umur tegakan. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa umur tegakan akan berpengaruh terhadap biomasa dan jumlah karbon yang tersimpan pada suatu tegakan (Zinatul et al., 2017).

Perhitungan Biomasa Hutan

Menurut Sutaryo (2009), terdapat empat cara utama untuk menghitung biomassa. Keempat cara tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Sampling dengan pemanenan (destructive sampling) secara in situ

Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomasanya.

Pengukuran dengan metode ini, untuk menghitung biomasa hutan dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area sampel atau untuk melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan persamaan allometrik namun metode ini terhitung mahal dan sangat memakan waktu yang lama.

2. Sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ

Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan allometrik untuk mengetahui berapa besar kandungan biomassanya.

3. Pendugaan melalui penginderaan jauh

Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek yang berskala kecil. Kendala utamanya adalah karena penggunaan melalui penginderaan jauh umumnya relatif mahal dan secara

(26)

teknis membutuhkan keahlian tertentu atau ahlinya. Metode ini juga kurang efektif jika digunakan pada daerah aliran sungai, pedesaan atau lahan agroforestri yang merupakan mosaik dari berbagai penggunaan lahan dengan petak yang berukuran relatif kecil. Biasanya hasil penginderaan jauh yang didapat dengan resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relatif homogen. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil penginderaan jauh dengan resolusi yang tinggi dan membutuhkan biaya yang relatif mahal.

4. Pembuatan model

Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamat in situ atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sampel plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa.

Jenis Tanah

Jumlah cadangan karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon pada suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, karena biomassa pohon meningkat, atau dengan kata lain cadangan karbon di atas tanah (biomassa tanaman) ditentukan oleh besarnya cadangan karbon di dalam tanah (bahan organik tanah). Dengan demikian mengukur jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah et al., 2011).

(27)

Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi faktor intrasel (sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembapan udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya (Indriyanto, 2006). Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan Tanaman :

1. Sifat menurun atau hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar seleksi bibit unggul.

2. Hormon pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat pertumbuhan. Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman :

1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.

Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat.

Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.

2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi

(28)

kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.

3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi.

4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah.

Tanaman, menyerap unsur hara dari media tempat hidupnya, yaitu dari tanah ataupun dari air. Unsur hara merupakan salah satu penentu pertumbuhan suatu tanaman baik atau tidaknya tumbuhan berkembangbiak.

Kawasan Hutan Desa Siparmahan

Pada awalnya, fungsi kawasan hutan yang terdapat di Desa Siparmahan ini termasuk kedalam hutan alam yang kemudian beralih fungsi menjadi kawasan hutan lindung dan kawasan hutan rakyat yang dibangun dan dikelola oleh rakyat setempat yang berdiri diatas tanah milik atau tanah adat. Walaupun ada beberapa hutan yang berdiri di atas tanah milik negara dan dalam pengawasan Negara.

Penunjukan daerah kawasan hutan ini pertama kali ditunjuk berdasarkan SK No.44/Menhut-II/2005 yaitu 2 tahun setelah pembentukan Kabupaten Samosir.

Kemudian tahun 2013 pemerintah mengeluarkan SK No.47/P/HUM/2011 untuk membatalkan Surat Keputusan sebelumnya karena terkait dengan uji materil

(29)

yang diajukan oleh Bupati Samosir saat itu. SK 44 dianggap tidak sah dan tidak berlaku untuk umum kerena tidak memeperhatikan RT/RW Kabupaten Samosir yang mengakibatkan program pembangunan di Kabupaten Samosir menjadi stagnan terutama tentang persoalan tanah yang awalnya tidak bermasalah menjadi bermasalah, sehingga banyak warga yang mengeluh.

Uji materil yang dilakukan bupati samosir terhadap 1,2 ha kawasan Kabupaten Samosir hanya 750.000 ha yang disetujui tetapi belum diketahui daerah mana saja yang termasuk kedalam kawasan hutan, sehingga pemerintah mengeluarkan SK No.579/Menhut-II/2014 karena permintaan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara supaya pemerintah mengeluarkan 1,2 ha dari areal kawasan hutan yang sudah menjadi areal perkebunan, perkantoran dan perladangan penduduk. Kawasan hutan yang termasuk dalam SK 579 dianggap tidak memberikan pengelolaan signifikan terhadap pengelolaan hutan dan tidak pro rakyat.Desa Siparmahan merupakan bagian dari Kabupaten Samosir dengan luas wilayah 150 km2 atau 1500 Ha. Dari total luas wilayah tersebut meliputi daerah pemukiman penduduk, wilayah pertanian, perkebunan, pegunungan maupun hutan. Masyarakat melihat SK 579 dianggap tidak pro rakyat karena luas wilayah yang dicakup sebagai daerah kawasan lindung belum mengidentifikasi tanah adat/ulayat masyarakat yang ada secara keseluruhan. Sehingga pemerintah pusat mengeluarkan SK No.180/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2017 sebagai solusi untuk mengatasi persmasalahan kawasan hutan termasuk di Desa Siparmahan (Pemerintah Kabupaten Samosir, 2017)

(30)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak, Luas dan Batas

Secara Geografis Kabupaten Samosir terletak pada 20 24„– 20 25„ Lintang Utara dan 980 21„– 990 55„ BT. Luas wilayah atau area 2069,05 km2. Secara administratif wilayah Kabupaten Samosir diapit oleh tujuh Kabupaten, yaitu - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Harian

(31)

Iklim dan Cuaca

Sebagai daerah pertanian dan sebagian penduduknya hidup dan menggantungkan dengan pertanian, curah hujan merupakan salah satu faktor eksternal yang menentukan keberhasialn pertanian penduduk. Rata-rata curah hujan yang terjadi di Kabupaten Samosir pada tahun 2003 berdasarkan hasil pengamatan dari 7 (tujuh) stasiun pengamatan adalah sebesar 177 mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 11 hari.

Temperatur Kabupaten Samosir berkisar antara 170ºC - 290ºC dengan kelembaban udara rata-rata 85% dan tergolong dengan beriklim tropis. Curah hujan tertinggi terjadi bulan November dengan rata-rata 440 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 15 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni- Agustus berkisar dari 31-56 mm per bulan, dengan hari hujan 5 s/d 7 hari.

Kecamatan yang tertinggi rata-rata curah hujannya adalah Kecamatan Harian sebesar 302 mm, sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Nainggolan dengan rata-rata sebesar 120 mm.

Topografi

Sifat permukaan dan kemiringan Kabupaten Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 904 - 2.157 mdpl. Jenis tanah topografi dan kontur tanah di Kabupaten Samosir pada umumnya adalah berbukit dan bergelombang.

Potensi Kawasan

Kabupaten Samosir memiliki 10 buah sungai yang keseluruhannya bermuara ke Danau Toba. Sebahagian dari sungai tersebut telah dimanfaatkan

(32)

untuk mengairi lahan sawah seluas 3.987 ha, lahan sawah yang beririgasi setengah teknis (62,13% dari luas yang ada). Panjang saluran irigasi di Kabupaten Samosir mencapai 74,77 km, terdiri dari irigasi setengah teknis 70,63 km (21,53 km saluran primer dan 49,10 km saluran sekunder) dan irigasi sederhana 4,14 km.

Luas lahan produktif di Kabupaten Samosir mencapai 69.798 ha, terdiri dari lahan sawah 7.247 ha (10,4%), dan lahan kering 62.551 ha (89,6%).

Terbatasnya sarana irigasi, modal dan tenaga kerja kasar mengakibatkan hanya 14.110 ha (22,56%) lahan kering yang dikelola. Selebihnya merupakan lahan tidur seluas 48.441 ha atau 77,44 % dari lahan kering yang dapat dikelola.

(33)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku pengenalan jenis pohon, tally sheet, kertas label dan kantong plastik. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kompas, meteran, phi-band, haga meter, kamera, patok, tali rafia, meteran, parang, laptop, parang dan alat tulis.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data analisis vegetasi dan data biomassa pohon. Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Indeks Keanekaragaman dari lokasi penelitian. Data diperoleh dari hasil pengukuran peubah secara langsung yang akan diamati dan diukur di lapangan adalah jenis, jumlah semai, jumlah pancang, jumlah tiang dan jumlah pohon serta tinggi dan diameter tiang dan pohon.

Pengukuran diameter yang dimaksud adalah diameter setinggi dada (1,3 m).

Penghitungan biomassa dilakukan dengan metode non destructive sampling yaitu dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan.

Metode ini dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan allometrik untuk mengekstrapolasi biomassa.

(34)

Pengukuran diameter dilakukan dengan cara melilitkan pita ukur pada batang pohon setinggi dada (1,3 meter) dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah, sehingga data yang diperoleh adalah keliling batang (K=πD). Kemudian untuk memperoleh data diameter pohon menggunakan rumus D=K/π

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode jalur dengan garis berpetak dengan panjang jalur 300 m dan lebar 20 m pada jalur diletakkan beberapa petak ukur seperti Gambar 2.

Gambar 2. Desain Petak Ukur dalam Setiap Jalur.

Keterangan :

Petak A : petak ukur untuk semai dengan ukuran 2 m × 2 m Petak B : petak ukur untuk pancang dengan ukuran 5 m × 5 m Petak C : petak ukur untuk tiang dengan ukuran 10 m × 10 m Petak D : petak ukur untuk pohon dengan ukuran 20 m × 20 m Petak 1,2.. : petak/plot pengamatan pada setiap jalur

Kriteria :

1. Semai : sejak perkecambahan sampai tinggi 1,5 m

2. Pancang : permudaan dengan tinggi 1,5 m berdiameter < 10 cm.

3. Tiang : pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

4. Pohon : pohon dewasa dengan diameter ≥ 20 cm.

Penentuan atau peletakan plot sampel di lapangan dilakukan secara systematic sampling (teratur) kemudian selanjutnya dibuat jalur dengan petak ukur di

2

A

1

B

C D

(35)

dalamnya. Intensitas sampling yang digunakan adalah 10%. Menurut Sorianegara dan Indrawan (1998), untuk luasan hutan > 10.000 Ha dipakai intensitas 2% dan untuk luasan hutan < 1000 Ha digunakan intensitas 10%. Maka intensitas sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10%. Pada penelitian ini analisis vegetasi dilakukan pada luasan 6 ha pada 10 jalur pengamatan yang setiap jalur pengamatan terdiri atas 15 petak pengamatan sehingga total petak pengamatan yang diperoleh adalah 150 petak pengamatan.

Analisis Data

1. Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks nilai penting (importance value index) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Indeks nilai penting (INP) dihitung dengan rumus:

Untuk tingkat tiang dan pohon : INP = KR + FR + DR

Untuk tingkat semai dan pancang:

INP = KR + FR Keterangan:

KR = Kerapatan Relatif FR = Frekuensi Relatif DR = Dominansi Relatif

1. Kerapatan (K) dapat diketahui dengan rumus:

2. Kerapatan Relatif (KR) dapat diketahui dengan rumus:

(36)

3. Frekuensi (F) dapat diketahui dengan rumus:

4. Frekuensi Relatif (FR) dapat diketahui dengan rumus:

5. Dominansi (D) dapat diketahui dengan rumus:

6. Dominansi Relatif (DR) dapat diketahui dengan rumus:

2. Keanekaragaman Jenis

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis vegetasi yang juga menunjukkan tingkat kestabilan dari vegetasi, dapat menggunakan indeks keragaman sebagai berikut (Odum, 1996).

 Indeks keanekaragaman dari Shannon – Wiener : H` = - ∑ [(ni/Nt) ln (Ni/Nt)]

Keterangan:

H‟ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener Ni = Jumlah individu spesies ke-i

Nt = Jumlah total untuk semua Individu

Kriteria untuk nilai Indeks Keanekaragaman menurut Magguran (1988) yaitu : 1. Rendah, jika nilai H < 1.

2. Sedang, jika nilai H antara 1 dan 3.

3. Tinggi, jika nilai H > 3.

3. Penghitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan

Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan terlebih dahulu diduga jumlah biomassa vegetasi. Perhitungan biomassa dan karbon tersimpan hanya

(37)

dilakukan pada tingkat pohon dan tiang. Persamaan Allometrik yang digunakan untuk menghitung biomassa adalah persamaan yang disusun oleh Brown (1997) yang diterapkan untuk dataran rendah pada zona iklim lembab dengan kisaran DBH (diameter breast height) 5-148 (cm) dan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,84.

Y = 42,69 - 12,800(D) + 1,242(D)2 Keterangan :

Y = biomassa (kg) D = diameter (cm)

Perhitungan jumlah karbon tersimpan dihitung dengan persamaan dari Brown (1997) yang menyatakan bahwa 50% biomasa dari vegetasi hutan tersusun atas karbon sehingga untuk perhitungan cadangan karbon dilakukan berdasarkan jumlah biomassa yang diperoleh (ton/ha) yaitu dengan rumus:

C = Y × 0,5

Keterangan:

C = Karbon (ton/ha) Y = Biomassa (ton/ha)

0,5 = Faktor konversi untuk pendugaan karbon

4. Menghitung Jumlah CO2 yang Mampu Diserap Tumbuhan

Konversi stok karbon ke CO2 ekivalen dengan menggunakan perbandingan massa atom relatif C (12) dan massa molekul relatif CO2 (44) maka dirumuskan:

CO2-ekivalen = (44/12) x jumlah karbon

Sehingga diketahui bahwa 1 gram karbon (C) ekuivalen dengan 3,67 gram CO2. Maka jumlah gas CO2 yang dapat diserap oleh tegakan hutan adalah jumlah karbon tersimpan dikali dengan 3,67 (Mirbach, 2000).

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Vegetasi Hutan

Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada Kawasan Hutan di Desa Siparmahan Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan tidak pada keseluruhan hutan melainkan mengambil sampel dengan membuat jalur berpetak pada kawasan hutan tersebut. Dari luas total 26 ha seharusnya luas sampel yang diambil berdasarkan intensitas sampling adalah seluas 2,6 ha dengan jumlah plot pengamatan 65 plot. Tetapi pada penelitian ini analisis vegetasi dilakukan pada luasan 6 ha pada 10 jalur pengamatan yang setiap jalur pengamatan terdiri atas 15 petak pengamatan sehingga total petak pengamatan yang diperoleh adalah 150 petak pengamatan.

Analisis vegetasi yang dilakukan pada lokasi penelitian melebihi luas sampel berdasarkan intensitas sampling dikarenakan peneliti ingin lebih mengetahui spesies tumbuhan yang berada dilokasi penelitian. Hal ini juga dilakukan peneliti karena jenis yang ditemukan disepanjang jalur pengamatan pada luas 2,6 ha sebelumnya ditemukan jenis tumbuhan yang tersebar secara berkelompok untuk itu peneliti menambah sampel pengamatan guna lebih mengetahui tingkat keanekaragman jenis pada lokasi penelitian.

Dari kegiatan analisis vegetasi yang dilakukan ditemukan 16 spesies tumbuhan dengan komposisi keanekaragaman jenis yang bervariasi pada lokasi penelitian. Keragaman vegetasi dalam hal struktur dan komposisi yang ditemukan pada lokasi penelitian merupakan cerminan dari hasil interaksi antara berbagai faktor lingkungan dan dapat berubah akibat faktor aktivitas manusia. Menurut Arrijani et al (2006) struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah

(39)

dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan.

Hasil dari analisis vegetasi yang dilakukan ditemukan 16 spesies yaitu Bintatar (Celtis rigescens),Dap-dap (Erythrina subumbrans), Medang (Litsea sp), Hariara (Ficus drupacea), Haundolok (Syzygium racemosum), Mangga hutan (Mangifera sp.), Ingul (Toona sureni), Sampinur (Dacrydium elatum), Simartolu (Schima wallichii), Sibosa (Shorea javanica), Jior (Senna siamea), Simarsotul- sotul (Mallotus muticus), Monis-monis (Ganophyllum falcatum), Simarunte-unte (Pterocarpus indicus), Hoting (Quercus sp.) dan Tele-tele (Flacourtia rukam).

Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan relatif dari ketiga parameter yaitu kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif untuk tingkat pohon dan tiang, sedangkan untuk tingkat semai dan pancang indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif sehingga nilai yang diperoleh bervariasi. Komposisi dan dominansi spesies tumbuhan atau kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas di lokasi dapat dilihat dari Indeks Nilai Penting. Suatu jenis tumbuhan dapat berperan jika INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10%, untuk tingkat tiang dan pohon 15% (Idris et al., 2013). Indeks Nilai Penting yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada masing-masing tabel berdasarkan tingkat hidupnya.

Tingkat Semai

Pada daerah penelitian ini, jenis semai yang memiliki nilai INP tertinggi terdapat pada jenis medang (Litsea sp.) dengan nilai INP sebesar 57,32%

sedangkan nilai INP terendah adalah jenis Simarunte-unte (Pterocarpus indicus)

(40)

dengan nilai INP sebesar 1,51%. Selengkapnya nilai Indeks Nilai Penting tingkat semai pada Kawasan Hutan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Semai

Nama Lokal Nama Latin K F KR FR INP

Dap-dap Erythrina subumbrans 583 0,14 7,35 7,07 14,42

Hoting Quercus sp. 1167 0,29 14,71 14,48 29,18

Ingul Toona sureni 1267 0,32 15,97 16,16 32,13

Jior Senna siamea 1117 0,27 14,08 13,47 27,54

Medang Litsea sp. 2250 0,57 28,36 28,96 57,32

Monis-monis Ganophyllum falcatum 633 0,15 7,98 7,41 15,39 Simarsotul-sotul Mallotus muticus 250 0,07 3,15 3,37 6,52 Simarunte-unte Pterocarpus indicus 66 0,01 0,84 0,67 1,51

Tele-tele Flacourtia rukam 600 0,17 7,56 8,42 15,98

Total 7933 1,98 100 100 200

Pada tingkat semai komposisi jenis vegetasi ditemukan ada sebanyak 9 jenis yang diantaranya hanya ada 7 jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting diatas 10%. Jenis medang (Litsea sp.) memiliki nilai INP tertinggi yang menunjukkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis dengan kedudukan paling tinggi atau paling dominan tingkat pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis yang lain pada kawasan hutan tersebut. Jenis Medang pada tingkat semai banyak ditemukan pada daerah penelitian hal ini diakibatkan oleh tingkat persaingan hidup Medang yang lebih baik sewaktu proses penyerbukan yang bersifat kebetulan ataupun penyebaran spora dan biji yang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti angin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wijana (2014) yang menyatakan bahwa angin berperan dalam membantu penyerbukan tumbuhan, menyebarkan spora dan biji tumbuhan. Beberapa serangga hama tumbuhan dapat diterbangkan oleh angin ketempat lain yang jauh.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan ada beberapa jenis hanya ditemukan pada beberapa plot penelitian saja, hal ini disebabkan karena jumlah

(41)

ditemukannya individu jenis tersebut sedikit dan kemampuan bersaing hidup dengan jenis lainnya juga rendah. Jumlah individu yang ditemukan pada tingkat semai yaitu 476. Dari 476 individu yang ditemukan jenis Medang (Litsea sp.) mendominasi jumlah individu pada tingkat semai yaitu 135 individu dan paling sedikit pada jenis Simarunte-unte (Pterocarpus indicus) yaitu 4 individu.

Selengkapnya perhitungan hasil data analisis vegetasi tingkat semai terlampir pada Lampiran 2.

Tingkat Pancang

Pada daerah penelitian ini, jenis pancang yang memiliki nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) dengan nilai INP sebesar 56,82%

sedangkan untuk nilai INP terendah adalah jenis Sibosa (Shorea javanica), dengan nilai INP sebesar 3,01%. Selengkapnya nilai Indeks Nilai Penting tingkat pancang pada Kawasan Hutan dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Pancang

Nama Lokal Nama Latin K F KR FR INP

Dap-dap Erythrina subumbrans 240 0,37 10,65 11,76 22,42

Hoting Quercus sp. 347 0,44 15,38 13,87 29,25

Ingul Toona sureni 85 0,13 3,79 3,99 7,78

Jior Senna siamea 381 0,53 16,92 16,60 33,52

Medang Litsea sp. 651 0,89 28,88 27,94 56,82

Monis-monis Ganophyllum falcatum 213 0,29 9,47 9,24 18,71

Sibosa Shorea javanica 35 0,05 1,54 1,47 3,01

Simarsotul-sotul Mallotus muticus 69 0,10 3,08 3,15 6,23 Simarunte-unte Pterocarpus indicus 51 0,09 2,25 2,73 4,98

Tele-tele Flacourtia rukam 181 0,29 8,05 9,24 17,29

Total 2253 3,17 100 100 200

Pada tingkat pancang komposisi jenis vegetasi ditemukan ada sebanyak 10 jenis yang diantaranya ada 6 jenis memiliki Indeks Nilai Penting diatas 10%.

Jenis medang (Litsea sp.) memiliki nilai INP tertinggi yang menunjukkan bahwa

(42)

jenis Medang memiliki tingkat daya hidup yang baik untuk tumbuh normal dan bereproduksi pada kondisi lingkungan yang ditempatinya. Daya hidup atau vitalitass adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup akan menentukan setiap spesies organisme untuk memelihara kedudukannya dalam suatu komunitas (Arrijani et al., 2006). Salah satu faktor yang mempengaruhi daya hidup tumbuhan adalah kondisi tanah. Tumbuhan akan tumbuh dan berkembang dengan optimal bila kondisi tanah tempat hidupnya sesuai dengan kebutuhan nutrisi dan unsur hara. Kondisi tanah ditentukan oleh faktor lingkungan lain, misalnya suhu, kandungan mineral, air, dan derajat keasaman atau pH (Saifulloh, 2017).

Dalam hal ini kondisi tanah yang ditempati oleh jenis medang memberikan kebutuhan nutrisi dan unsur hara yang sesuai untuk pertumbuhannya sehingga tumbuh lebih dominan dibandingkan dengan jenis lainnya. Jumlah individu yang ditemukan pada tingkat pancang yaitu 845. Dari 845 individu yang ditemukan jenis Medang mendominasi jumlah individu tingkat pancang yaitu 244 individu dan paling sedikit pada jenis Sibosa yaitu 13 individu. Selengkapnya perhitungan hasil data analisis vegetasi tingkat pancang terlampir pada Lampiran 3

Tingkat Tiang

Pada daerah penelitian ini, jenis tiang yang memiliki nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) dengan nilai INP sebesar 83,56%

sedangkan untuk nilai INP terendah adalah jenis Sampinur (Dacrydium elatum) dengan nilai INP sebesar 1,91%. Selengkapnya nilai Indeks Nilai Penting tingkat tiang pada Kawasan Hutan dapat dilihat pada Tabel 3

(43)

Tabel 3. Data Analisis Vegetasi di Desa Siparmahan pada Tingkat Tiang

Nama Lokal Nama Latin K F D KR FR DR INP

Bintatar Celtis rigescens 5 0,01 0,10 0,69 2,74 0,86 4,29 Dap-dap Erythrina

subumbrans 49 0,05 0,78 7,31 9,59 6,89 23,78 Hoting Quercus sp. 111 0,07 1,71 16,49 13,70 15,15 45,34 Ingul Toona sureni 56 0,05 1,19 8,29 10,96 10,56 29,81 Jior Senna siamea 102 0,06 1,59 15,10 12,33 14,06 41,49 Medang Litsea sp. 229 0,07 4,06 33,86 13,70 36,00 83,56 Monis-monis Ganophyllum

falcatum 36 0,05 0,56 5,33 9,59 4,94 19,86 Sampinur Dacrydium elatum 2 0,01 0,03 0,30 1,37 0,25 1,91 Sibosa Shorea javanica 6 0,02 0,10 0,89 4,11 0,86 5,86 Simarsotul-sotul Mallotus muticus 21 0,04 0,33 3,06 8,22 2,94 14,22 Simarunte-unte Pterocarpus indicus 4 0,01 0,06 0,59 1,37 0,57 2,53 Tele-tele Flacourtia rukam 55 0,06 0,78 8,09 12,33 6,93 27,35

Total 675 0,49 11,28 100 100 100 300

Pada tingkat tiang komposisi jenis vegetasi ditemukan ada sebanyak 12 jenis yang diantaranya ada 7 jenis memiliki Indeks Nilai Penting diatas 15%.

Selain dikarenakan kemampuan berkompetisi, beradaptasi dan bereproduksi yang baik. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan Medang (Litsea sp.) sehingga mendominasi pada tingkat tiang juga dipengaruhi oleh faktor cahaya dari sinar matahari yang menjadi unsur penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yaitu sebagai produsen untuk berfotosintesis. Dalam hal ini Medang memperoleh kebutuhan cahaya yang lebih baik daripada jenis lainnya dikarenakan lingkungan yang ditempatinya lebih toleran terhadap cahaya.

Pertumbuhan tanaman dibawah naungan semakin terhambat bila tingkat naungan semakin tinggi. Sementara radiasi matahari, sebagai sumber utama cahaya bagi tamanan, menjadi salah satu syarat utama dalam proses fotosintesis (Setiyawan, 2014). Jumlah individu yang ditemukan pada tingkat tiang adalah 1013. Dari 1013 individu yang ditemukan jenis Medang (Litsea sp.) mendominasi

(44)

jumlah individu yang ditemukan pada tingkat tiang yaitu 343 individu dan paling sedikit pada jenis Sampinur (Dacrydium elatum) yaitu 3 individu. Selengkapnya perhitungan hasil data analisis vegetasi tingkat semai terlampir pada Lampiran 4

Tingkat Pohon

Pada daerah penelitian ini, jenis pohon yang memiliki nilai INP tertinggi terdapat pada jenis medang (Litsea sp.) dengan nilai INP sebesar 51,67%

sedangkan untuk nilai INP terendah terdapat pada jenis Simarunte-unte (Pterocarpus indicus) dengan nilai INP sebesar 4,09%. Selengkapnya nilai Indeks Nilai Penting tingkat tiang pada Kawasan Hutan dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Data Analisis Vegetasi Hutan di Desa Siparmahan pada Tingkat Pohon

Nama Lokal Nama Latin K F D KR FR DR INP

Bintatar Celtis rigescens 11 0,05 2,52 6,94 7,55 18,09 32,58 Dap-dap Erythrina

subumbrans 10 0,04 0,46 6,40 5,66 3,28 15,34 Hariara Ficus drupacea 1 0,03 0,24 0,87 4,72 1,73 7,32 Haundolok Syzygium

racemosum 7 0,07 1,94 4,34 9,43 13,89 27,66 Hoting Quercus sp. 21 0,05 1,26 13,88 6,60 9,06 29,55 Ingul Toona sureni 15 0,05 0,84 9,54 7,55 6,02 23,12 Jior Senna siamea 15 0,05 0,80 9,65 7,55 5,73 22,93 Mangga hutan Mangifera sp. 6 0,05 0,50 3,80 7,55 3,60 14,94 Medang Litsea sp. 36 0,07 2,61 23,54 9,43 18,70 51,67 Monis-monis Ganophyllum

falcatum 7 0,04 0,36 4,34 5,66 2,57 12,57 Sampinur Dacrydium elatum 2 0,03 0,12 1,30 4,72 0,88 6,90 Sibosa Shorea javanica 6 0,05 0,64 3,80 7,55 4,57 15,91 Simarsotul-sotul Mallotus muticus 5 0,03 0,27 2,93 3,77 1,97 8,68 Simartolu Schima wallichii 2 0,03 0,57 0,98 3,77 4,08 8,83 Simarunte-unte Pterocarpus indicus 2 0,01 0,16 1,08 1,89 1,12 4,09 Tele-tele Flacourtia rukam 10 0,05 0,66 6,62 6,60 4,70 17,92

Total 154 0,71 13,93 100 100 100 300

Pada tingkat pohon komposisi jenis vegetasi ditemukan ada sebanyak 16 jenis yang diantaranya ada 9 jenis memiliki Indeks Nilai Penting yang diatas 15%.

Nilai INP yang beragam pada hasil yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh

(45)

lingkungan tempat tumbuh seperti kelembaban, suhu dan kalah berkompetisi dalam hal perebutan akan zat hara, sinar matahari dan ruang tumbuh antara jenis.

Medang (Litsea sp.) dengan jenis lain yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dari diameter batang pohon. Berdasarkan tabel hasil penelitian dapat dilihat bahwa jenis Medang (Litsea sp.) memiliki nilai INP tertinggi dari jenis yang lainnya.

Menurut Bakri (2009) suatu jenis yang dominan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kompetisi antar individu yang ada, kompetisi tersebut berkaitan dengan iklim dan ketersedian mineral yang diperlukan, jika iklim dan mineral yang dibutuhkan oleh suatu individu itu mendukung maka individu maka tersebut akan mendominasi suatu komunitas. Jumlah total individu yang ditemukan pada tingkat pohon adalah 922 individu. Dari 922 jenis individu Medang (Litsea sp.) yang ditemukan pada tingkat pohon yaitu 217 individu dan paling sedikit pada jenis Hariara (Ficus drupacea) yaitu 8 individu. Selengkapnya perhitungan hasil data analisis vegetasi tingkat pohon terlampir pada Lampiran 5.

Kerapatan Relatif (KR) merupakan persentase individu jenis dalam komunitas. Nilai KR yang beragam dikarenakan kondisi kawasan hutan yang memiliki variasi lingkungan yang tinggi. Sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beranekaragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas (Odum, 1996). Kerapatan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pada penelitian ini nilai KR tertinggi terdapat pada jenis Medang (Litsea sp.) pada seluruh tingkat vegetasi yaitu 28,36% pada tingkat semai, 28,88% pada tingkat pancang, 33,86% pada tingkat tiang dan pada 23,54% tingkat pohon.

Referensi

Dokumen terkait

1) Fase eksplorasi, memfokuskan pada pengambilan keputusan klien seperti visi dan tujuan bisnis aplikasi yang dirumuskan dan diatur kembali. 2) Fase perencanaan,

Pada pelajaran ini kalian diajak belajar memahami teks eksplanasi. Teks eksplanasi berisi penjelasan tentang keadaan sesuatu sebagai akibat dari sesuatu yang lain yang telah

2 EDUKASI Sosialisasi tentang P2K3 untuk seluruh pegawai RS tentang peran pegawai dalam pengelolaan limbah medis cair 3 PELAKSAN AAN Prosedur operasional serta pencatatan

Beberapa paket software telah banyak di gunakan dalam aktifitas bisnis dalam skala komputer pribadi, antara lain paket program terpadu seperti Microsoft Access; Word, Excel,

Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum

[r]

Apabila tidak terdapat wakil penawar yang hadir pada saat pembukaan, panitia menunda pembukaan kotak/tempat pemasukan dokumen penawaran sampai dengan batas

Jika Rangkaian dan penyambungan anda benar, maka akan muncul tulisan seperti dibawah ini, jika masih ada error silahkan cek kondisi IC Mikro dan penyambungannya sudah betul belum..