• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Kelompok Halaqoh Kader Partai Keadilan Sejahtera).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Kelompok Halaqoh Kader Partai Keadilan Sejahtera)."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL MURABBI DAN BINAANNYA DALAM MENANAMKAN SIKAP TAAT

(Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Halaqoh

Kader Partai Keadilan Sejahtera)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh

YOLANDA SARI 050904019

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh Nama : Yolanda Sari

NIM : 050904060

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat

(Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Kelompok Halaqoh Kader Partai Keadilan Sejahtera)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Fatma Wardy Lubis, MA Drs. Amir Purba, MSi NIP: 196208281986012001 NIP: 195102191987011001

Dekan

(3)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul “Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tetntang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya pada Anggota Kelompok Halaqoh Partai Keadilan Sejahtera)”. Masalah yang diangkat dalam dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi antara murabbi dan binaannya dalam kelompok kecil dapat berpengaruh terhadap proses penanaman sikap taat pada diri binaan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu subjek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Analisis studi kasus menunjukkan kombinasi pandangan, pengetahuan dan membahas isu-isu yang terkait dengan penelitian melalui sudut pandang teori yang relevan. Subjek penelitian adalah satu kelompok halaqoh perempuan yang berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas nikmat

dan karuni-Nya yang tidak terhingga yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada

peneliti. Shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Ucapan terima kasih yang terdalam peneliti persembahkan kepada kedua

orang tua peneliti, Ayahanda Syaifullah dan Ibunda Suwarti yang telah banyak

memberikan dukungan baik moril maupun materil yang tidak terhingga nilainya,

sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan pendidikan di perguruan

tinggi.

Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa peneliti mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan FISIP USU.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu

Komunikasi dan Ibu Dra. Dewi Kurniawati, MSi selaku Sekretaris

Departemen.

3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA sebagai Dosen Pembimbing yang

telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dalam pekerjaan

skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, Msi selaku Dosen Wali selama

mengikuti perkuliahan dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas

Ilmu Sosila dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh dosen dan staff pengajar yang telah mendidik dan

membimbing mulai dari awal semester hingga penulis menyelesaikan

(5)

6. Kakak dan adikku, Rini Yunita dan Winda Mutia. Yakinlah

mimpi-mimpi kita akan segera terwujud. Nenek tercinta, Suri, atas

nasehat-nasehat dan perawatannya.

7. Udaweri atas bimbingannya, pinjaman laptopnya, buku, dokumen dan

rahasia-rahasia tidak terduga itu. Akhir yang pahit ini akan menjadi

awal yang manis.

8. Sahabat-sahabatku, Widya, Thia, Nanda, Edy dan Cuncun yang selalu

memberikan perhatian, dukungan dan semangat. Akan kurindukan

adventures kita.

9. Murabbiku dan teman-teman satu halaqohku. Keep our secret!

10.Pengurus YP2M, Ibu Dra. Mazdalifah, Msi, Kak Hanim, serta tenaga

lapang, Eka. Terima kasih atas segala semangat, bantuan dan

arahannya

11.Kelompok halaqoh yang menjadi subjek peneliti. Akan kujaga semua

cerita itu.

12.Seluruh ikhwan dan akhwat UKMI As-Siyasah FISIP USU.

Bahagianya menjadi bagian dari kalian.

13.Seluruh Aktivis Dakwah USU. Perjalanan ini masih panjang..

14.Seluruh Jama’ah Tarbiyah, Qiyadah dan Kader Partai Keadilan

Sejahtera. Semoga doa dan usaha untuk menjadikan negeri ini

sejahtera dengan Islam terus ada hingga akhir masa.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta

(6)

bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan begitu banyak kekurangan.

Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, September 2009

Peneliti

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI……… i

KATA PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI……… v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Perumusan Masalah……….. 9

1.3 Pembatasan Masalah……… 9

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 10

1.5 Kerangka Teori……… 10

1.5.1 Komunikasi……….. 11

1.5.2 Komunikasi Kelompok Kecil……….. 13

1.5.3 Komunikasi Antar Pribadi……… 14

1.5.4 Teori Pemrosesan Informasi………. 15

1.5.5 Tarbiyah Islamiyah………... 16

1.6 Kerangka Konsep………. 17

1.7 Alur Penelitian………. 18

1.8 Konsep Operasional………. 18

1.9 Defenisi Operasional……… 20

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Komunikasi………. 22

2.1.1 Tujuan Komunikasi………. 24

(8)

2.2.1 Alasan Orang Terlibat dalam Kelompok………. 27

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tampilan Kelompok 29 2.2.3 Pemimpin dalam Komunikasi Kelompok Kecil……. 30

2.3 Komunikasi Antarpribadi……… 31

2.3.1 Faktor Penunjang Efektifitas Komunikasi Antarpribadi 34 2.3.2 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Efektif……… 35

2.4 Teori Pemrosesan Informasi………. 41

2.5 Tarbiyah Islamiyah……… 43

2.5.1 Faktor Pendukung Tarbiyah………. 44

2.5.2 Konsep Dasar Tarbiyah……… 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian………. 50

3.2 Lokasi Penelitian……….. 52

3.3 Subjek Penelitian………. 51

3.3.1 Sejarah Jama`ah Tarbiyah di Indonesia………. 53

3.4 Teknik Pengumpulan Data………. 55

3.5 Teknik Analisis Data……….. 57

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 43

4.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara………. 64

4.3 Analisis Dokumen……… 77

4.4 Pembahasan………. 81

(9)

5.2 Saran……… 89

(10)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul “Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tetntang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya pada Anggota Kelompok Halaqoh Partai Keadilan Sejahtera)”. Masalah yang diangkat dalam dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi antara murabbi dan binaannya dalam kelompok kecil dapat berpengaruh terhadap proses penanaman sikap taat pada diri binaan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu subjek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Analisis studi kasus menunjukkan kombinasi pandangan, pengetahuan dan membahas isu-isu yang terkait dengan penelitian melalui sudut pandang teori yang relevan. Subjek penelitian adalah satu kelompok halaqoh perempuan yang berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Sejak manusia diciptakan, kegiatan komunikasi tidak terlepas dari

aktivitas manusia itu sendiri. Untuk terus dapat melangsungkan hidupnya,

manusia harus saling berinteraksi dengan manusia lainnya melalui komunikasi.

Melalui komunikasi segala aspek kehidupan manusia di dunia tersentuh.

Kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang dalam

bahasa Inggris diartikan menjadi to share. Hal ini berarti komunikasi merupakan

proses memberi dan menerima dari satu pihak kepada pihak lain. Menurut

Theodorson, komunikasi adalah pengalihan informasi dari satu orang atau

kelompok kepada yang lain, terutama dengan menggunakan simbol (Liliweri,

1991:11).

Melalui komunikasi kita dapat melakukan pertukaran informasi, ide,

sikap, pikiran. Dengan komunikasi pula kita dapat mempengaruhi orang lain dan

melakukan perubahan.

Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Perubahan ini dapat

kita amati dengan membandingkan keadaan masa sekarang dengan keadaan masa

lalu. Masyarakat kota umumnya lebih cepat mengalami perubahan sosial

dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Perubahan-perubahan dalam berbagai

aspek kehidupan ini telah banyak merubah nilai-nilai sosial dan pola perilaku.

Banyak hal-hal yang dulu dianggap tabu, saat ini menjadi biasa bahkan cenderung

(12)

Arus informasi yang semakin deras mengalir ke masyarakat juga sangat

berperan dalam merubah nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat. Apalagi

sebagian besar masyarakat Indonesia belum memiliki media literacy yang baik

sehingga cenderung menerima apa saja yang disajikan tanpa menyaringnya

terlebih dahulu.

Tindakan kriminalitas seperti pembunuhan, perampokan, pengedaran

obat-obat terlarang, pemerkosaan, tindakan-tindakan anarkis menjadi hal yang

biasa kita dengar. Faktor penyebab yang paling fundamental ialah sebagian besar

masyarakat tidak lagi memegang teguh nilai-nilai agama dan moral. Ini bisa

terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang agama itu sendiri atau pengaruh

lingkungan.

Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, namun tidak dapat

dipungkiri bahwa pendidikan masyarakatnya kini jauh dari nilai Islam. Pendidikan

yang ada di Indonesia memang sudah menyentuh aspek modern. Pendidikan

modern ini juga melibatkan sarana yang hebat dan canggih namun bukan berarti

tanpa kelemahan. Kita juga tidak memungkiri bahwa kemajuan manusia di bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi melonjak jauh. Akan tetapi, dari pendidikan

modern itu kita tidak menemukan kesempurnaan akhlak dan nurani. Maka,

fenomena-fenomena yang kita temukan adalah penindasan antarmanusia dan

merosotnya moral.

Tujuan pendidikan modern sepertinya bergeser menjadi tercapainya

tujuan material yang lantas menimbulkan rasa cinta terhadap pekerjaan dan

produksi dengan menyampingkan nilai-nilai dan norma kemasyarakatan.

(13)

dimensi, yaitu dimensi ilmiah dan syar’iyyah. Artinya sebagian besar kampus

bukan lagi sekedar tidak Islami tetapi juga tidak mampu berfungsi sebagai salah

satu sarana pendidikan. Karena problematika serius inilah umat Islam perlu segera

mengembalikan orientasi sistem pendidikannya, yaitu pendidikan dan pembinaan

Islam yang dilaksanakan dalam konteks kehidupan modern.

Mengubah sistem pendidikan yang sudah ada bukanlah hal mudah.

Untuk itu, harus dimulai dari yang paling kecil, yakni individu. Pada era 90-an,

terinspirasi dari pergerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, beberapa pemuda

Indonesia di Pulau Jawa mencoba kembali untuk memulai sistem pendidikan

Islami secara berkelompok. Beberapa individu yang tertarik bergabung menjadi

satu kelompok lalu belajar, berdiskusi dengan dipandu oleh seseorang dan

melaksanakannya secara rutin dan terus-menerus. Individu-individu ini kelak

diharapkan dapat mengubah sistem yang ada sedikit demi sedikit. Dari satu

kelompok, peminatnya menjadi bertambah hingga gabungan dari

kelompok-kelompok tadi membentuk sebuah jamaah yang bernama Jama’ah Tarbiyah.

Jama’ah tarbiyah bergabung dalam suatu komunitas yang lebih dikenal dengan

Partai Keadilan Sejahtera.

Kelompok binaan kader-kader Partai Keadilan Sejahtera disebut

halaqoh. Halaqoh secara bahasa berarti lingkaran. Secara istilah, halaqoh dapat

diartikan sebagai pertemuan rutin yang didalamnya berlangsung proses tarbiyah

Islamiyah (pendidikan Islam) dalam suasana terus mengingat Allah. Halaqoh

biasanya berlangsung seminggu sekali dengan durasi minimal sekitar 90 menit.

Tempatnya bisa di mesjid, musholla kampus, rumah atau bahkan di alam terbuka.

(14)

Sebenarnya sistem halaqoh ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad

saw. Para sahabat Rasulullah duduk membentuk lingkaran, mereka berdzikir dan

memuji Allah, membahas materi-materi agama, saling bercermin tentang ibadah

masing-masing serta saling memberi semangat.

“Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam

halaqoh (lingkaran). Beliau bertanya, “Apakah yang mendorong kalian duduk

seperti ini?”. Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas

hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam.”

Maka Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan

untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu”.

Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu,

tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan

kalian di depan para malaikat.” (HR Muslim, dari Mu’awiyah)

Halaqoh yang rutin dilaksanakan oleh anggota Jama’ah Tarbiyah atau

yang dapat juga dikatakan sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera merupakan

sambungan dari keteladanan sejarah yang telah dicontohkan oleh para sahabat

Nabi. Dalam forum seperti itulah para sahabat dibina oleh Rasulullah. Hanya saja

saat ini materi-materi halaqoh dikembangkan dan juga memanfaatkan teknologi

canggih.

Halaqoh dipandu oleh seseorang yang disebut murabbi. Sedangkan

peserta halaqoh disebut mutarabbi (binaan). Kelompok halaqoh akhwat

(perempuan) tidak bergabung dengan kelompok halaqoh ikhwan (laki-laki). Satu

kelompok halaqoh idealnya terdiri tidak lebih dari sepuluh binaan. Tugas seorang

(15)

dalam arti keseluruhan. Proses membina ini berjalan beriringan. Sebagai murabbi,

sesungguhnya dia juga sedang membina dirinya sendiri. Karena dalam proses itu

terjadi hubungan timbal balik. Ketika seseorang mengikuti halaqoh maka secara

tidak langsung dirinya terikat secara keseluruhan dengan murabbinya.

Jika binaannya masih kuliah, seorang murabbi harus memantau segala

aktivitas mereka, baik di kampus maupun di luar kampus. Murabbi menjaga

binaannya dari terpaan ideologi lain. Setelah kuliah binaan diarahkan agar tidak

salah memilih tempat kerja yang tidak membuat binaannya kelak bisa keluar dari

jama’ah atau lari dari tugas-tugas dakwah. Selain itu murabbi juga berperan

dalam proses pemilihan pasangan hidup binaannya ketika tiba masanya untuk

menikah.

Murabbi memberikan pengarahan kepada binaannya agar tidak

menyimpang dari Al-Quran dan hadits serta tidak bertentangan dengan ketentuan

jama’ah. Pengarahan ini juga dapat berbentuk sanksi jika ternyata binaannya

melanggar.

Dari pemaparan di atas tergambar jelas, bahwa komunikasi antara

murabbi dan masing-masing binaannya bukan selama kegiatan halaqoh

berlangsung saja. Komunikasi juga terjadi di luar jam halaqoh. Pada awalnya

komunikasi yang terjadi memang berupa komunikasi kelompok, yakni

komunikasi kelompok kecil karena anggota kelompok ini tidak lebih dari sepuluh

orang.

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam buku Human

Communication, A Revision of Approaching Speech memberi batasan komunikasi

(16)

memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi,

pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat

menumbuhkan karakteristik pribadi dan karakterisitik anggota lainnya

Komunikasi yang terjadi di luar halaqoh merupakan komunikasi

antarpribadi. Dengan begitu, murabbi dapat terus membina dan mengawasi gerak

para binaannya.

Menurut De Vito, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan

dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek umpan balik langsung

(Liliweri, 1991:12). Komunikasi antarpribadi sangat efektif dalam upaya merubah

pandangan, sikap maupun perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis,

berupa percakapan.

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi antara lain: biasanya terjadi secara

spontan, memiliki akibat yang disengaja dan tidak disengaja, berlangsung

berbalas-balasan, menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua orang

dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan serta

menggunakan lambang-lambang yang bermakna. Komunikasi antarpribadi sangat

bermanfaat untuk menjalankan fungsi persuasi terhadap orang lain karena sifatnya

yang dialogis.

Halaqoh adalah sarana untuk mempertemukan sosok murabbi dan

binaanya. Halaqoh termasuk dalam kategori komunikasi kelompok kecil.

Walaupun komunikasi kelompok kecil pada kegiatan halaqoh tetap dilakukan,

namun tetap terjadi komunikasi antarpribadi murabbi dan binaannya. Karena

(17)

diinginkan selain komunikasi kelompok. Hal ini karena komunikasi antarpribadi

memiliki kelebihan-kelebihan. Dengan komunikasi antarpribadi, kita dapat

mengetahui secara langsung apakah kita dapat diterima oleh lawan bicara atau

tidak. Kita juga dapat mengetahui apakah pesan kita dapat diterima dan

dimengerti oleh pihak lain. Kita dapat mengontrol pesan yang kita sampaikan

apabila ternyata pihak yang menerima pesan kita salah memaknai pesan. Dan

yang paling penting adalah kita dapat mengatur mutu pesan. Selain itu, dengan

komunikasi antarpribadi kita dapat membina suatu hubungan akrab.

Setiap binaan tentu memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Ketika

mereka bergabung dengan jama’ah dan harus mengikuti kegiatan halaqoh, mereka

secara otomatis dituntut untuk tsiqah kepada murabbi mereka.

Sebenarnya sulit untuk menterjemahkan kata tsiqah ke dalam Bahasa

Indonesia. Sebab tidak ada kata yang benar-benar tepat sesuai dengan makna kata

tsiqah itu sendiri. Tsiqah menurut bahasa berarti percaya lalu taat. Hasan

Al-Banna dalam buku Syarah Risalah Ta’alim mendefenisikan kata tsiqah sebagai

rasa percaya yang dapat menumbuhkan rasa cinta, pengharghaan, penghormatan

dan akhirnya melahirkan ketaatan.

Dari defenisi di atas, yang paling ditekankan dari tsiqah adalah

ketaatan.Taat dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti patuh, berbakti, setia.

Seorang binaan harus percaya dan kemudian taat kepada murabbinya. Binaan

harus melibatkan murabbi dalam aktivitas-aktivitasnya, keputusannya, menerima

keputusan yang ditetapkan oleh murabbi mereka tanpa rasa keberatan. Binaan

juga harus melaksanakan perintah-perintah dari murabbi terutama yang berkaitan

(18)

melibatkan murabbinya mulai dari proses pemilihan pasangan hingga acara

pernikahan itu sendiri.

Tentu suatu hal yang sangat tidak biasa bagi seseorang untuk

melaksanakan perintah, menerima keputusan seseorang lain, melibatkannya dalam

setiap aktivitas, padahal seseorang lain itu dapat dikatakan bukan siapa-siapa,

bukan orang tua kita, bukan seseorang yang membiayai kehidupan kita bahkan

kita tidak mendapatkan keuntungan materi dari semua itu. Ditambah lagi dengan

harus menerima sanksi atau hukuman atas pelanggaran agama maupun sosial yang

dilakukan. Kita harus melapor kesalahan yang kita lakukan jika seseorang lain itu

tidak mengetahuinya dan siap menerima ganjarannya.

Semua itu tentu sangat tidak biasa. Tetapi itulah yang harus dijalani

seseorang ketika dirinya menerima bahwa ia adalah seorang mutarabbi, seorang

binaan, seorang anggota dari Jama’ah Tarbiyah, seorang kader dari Partai

Keadilan Sejahtera. Binaan harus taat kepada murabbinya.

Sikap taat tidak akan bisa secara langsung tertanam dalam diri binaan

Seorang murabbi harus berkomunikasi dengan mutarabbinya, memberikan

pemahaman-pemahaman agar sedikit demi sedikit sikap taat tumbuh dalam diri

mutarabbi, bukan sebaliknya binaan malah keluar dari jama’ah. Disinilah

komunikasi antarpribadi sangat berperan.

Murabbi memberikan materi-materi dalam bentuk komunikasi kelompok

kecil. Selebihnya pemahaman yang lebih mendalam dilakukan pada saat

komunikasi antarpribadi berlangsung.

Penulis sangat ingin tahu bagaimana proses komunikasi kelompok kecil

(19)

semua kader Partai Keadilan Sejahtera tsiqah terhadap murabbinya. Mereka taat

terhadap apapun yang dilakukan atau diputuskan murabbi untuk mereka.

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, penulis sangat tertarik untuk

meneliti komunikasi kelompok kecil murabbi dan binaanya dalam menanamkan

sikap taat.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah komunikasi kelompok

kecil murabbi dengan binaannya dalam menanamkan sikap taat kepada murabbi?”

1.3.Pembatasan Masalah

Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, selanjutnya

peneliti merumuskan pembatasan masalah penelitian. Hal ini agar permasalahan

yang diteliti lebih jelas, terarah dan tidak terlalu luas sehingga dapat dihindari

salah pengertian tentang masalah penelitian. Maka pembatasan yang akan diteliti

adalah :

1. Penelitian ini menggunakan studi kasus, melingkupi masalah komunikasi

kelompok kecil, komunikasi antar pribadi, hubungannya dengan sikap taat.

2. Subjek penelitiannya adalah murabbi dan mutarabbi (binaan) Jama’ah

Tarbiyah dalam suatu kelompok halaqoh akhwat (perempuan) yang

berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah

Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara (USU).

(20)

1.4.Tujuan dan Manfat Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menggambarkan komunikasi kelompok kecil

murabbi dan binaannya dalam menanamkan sikap taat.

b. Untuk mengetahui cara murabbi berkomunikasi untuk menanamkan sikap

taat kepada binaannya.

c. Untuk mengetahui bagaimana reaksi mutarabbi ketika diminta untuk taat.

d. Untuk mengetahui dalam hal apa saja binaan mau taat kepada murabbinya.

Manfaat penelitian :

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah

penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

khususnya berkaitan dengan kajian studi Ilmu Komunikasi khususnya

Komunikasi Islami.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi

pihak-pihak yang berkepentingan khususnya para kader dakwah.

1.5.Kerangka Teori

Sebelum terjun ke lapangan atau melakukan pengumpulan data, peneliti

(21)

atau literature review. Kerangka pemikiran merupakan kajian tentang bagaimana

hubungan teori dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi dalam perumusan

masalah. Menurut Nawawi (1995:40) setiap penelitian memerlukan kejelasan titik

tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk

itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang

menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti.

Wilbur Schramm menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat

pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan

daripadanya proposisi bias dihasilkan dan diuji secra ilmiah, dan pada

landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendi, 2003:241).

Senada dengan yang dikatakan Emory-Cooper bahwa teori merupakan suatu

kumpulan konsep, defenisi, proposisi dan variable yang berkaitan satu sama lain

secara sistematis dan telah digeneralisasikan sehingga dapat menelaskan dan

memprediksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu (Umar, 2002:55). Dalam

penelitian ini, teori dan asumsi yang dianggap relevan adalah : komunikasi

kelompok kecil, komunikasi antarpribadi, teori pemrosesan-informasi dan

tarbiyah Islamiyah.

1.5.2. Komunikasi

Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan Latin Communis yang

artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang

atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin

Communico yang artinya membagi.

Sebuah defenisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang

(22)

bahwa: “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki

orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan

antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan

sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah

laku itu” (Book dalam Cangara, 2004:18).

Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang

menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya

komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,

penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen

komunikasi.

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau

elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa

terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada

juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang

telah disebutkan.

Ada beberapa bentuk komunikasi yakni komunikasi antarpribadi,

komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.

Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang sedang berlangsung antara dua

orang. Komunikasi kelompok terbagi menjadi dua yakni kelompok kecil (3-12

orang) dan kelompok besar ( > 12 orang).

Komunikasi kelompok kecil memiliki karakteristik yang mirip dengan

komunikasi antar pribadi. Dalam komunikasi kelompok kecil, proses komunikasi

yang terjadi berlangsung secara dialogis seperti yang terjadi pada komunikasi

(23)

maupun komunikan. Interaksi diantara mereka yang terlibat dapat berfungsi

sebagai komunikator maupun komunikan secara bergantian. Peneliti fokus ke

komunikasi kelompok kecil sebab proses kegiatan subjek penelitian lebih banyak

dalam bentuk komunikasi kelompok kecil.

1.5.2. Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara

seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua

orang (Effendy, 2003:75). Apabila junlah orang dalam kelompok itu sedikit,

kurang dari dua puluh orang berarti komunikasi tersebut disebut komunikasi

kelompok kecil (small group communication).

Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat

mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain,

berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan

berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182).

Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakteristik, yaitu

mempermudah pertemuan ramah tamah, personaliti kelompok, kekompakan,

komitmen terhadap tugas, biasanya tidak lebih dari sembilan orang, adanya norma

kelompok dan saling tergantung satu sama lain.

Dalam komunikasi kelompok kecil, proses komunikasi yang terjadi

berlangsung secara dialogis. Umpan balik yang terjadi secara verbal dan

nonverbal dapat langsung diamati baik oleh komunikator maupun komunikan.

Bentuk komunikasi kelompok kecil antara lain: rapat, ceramah, diskusi

(24)

1.5.3. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial di

mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Liliweri,

1991:1). Sedangkan menurut Joseph A Devito ialah proses pengiriman dan

penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil

orang-orang dengan beberapa efek umpan balik seketika.

Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya

berlangsung secara dialogis yang di dalamnya ada upaya dari para pelakunya

untuk dapat terjadi saling pengertian. Proses ini menunjukkan adanya interaksi di

mana mereka yang terlibat dapat berfungsi sebagai komunikator mapun

komunikan secara bergantian.

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang berkualitas menurut Devito dalam

komunikasi antarmanusia (1997:259) ialah :

1. Keterbukaan (Opennes)

2. Positif (Positiviness)

3. Kesamaan (Equality)

4. Empati (Empathy)

5. Dukungan (Supportiviness)

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi meyakini bahwa

komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri,

atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Persepsi interpersonal adalah

memberikan makna terhadap stimuli indrawi yang berasal dari komunikan yang

berupa pesan baik verbal maupun nonverbal. Konsep diri adalah pandangan dan

(25)

keyakinan kan kemampuan mengatasi masalah, merasa setra dengan orang lain,

menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang memiliki

berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak diseluruhnya disetujui oleh

masyarakat dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Keefektifan hubungan antarpribadi adalah seberapa jauh akibat dari

tingkah laku kita sesuai dengan yang diharapkan. Keefektifan dalam hubungan

antarpribadi dapat ditingkatkan dengan melatih mengungkapkan maksud atau

keinginan kita, menerima umpan balik tingkah laku dan memodifikasi tingkah

laku kita samapai orang lain mempersepsikan sebagaimana kita maksudkan.

1.5.4. Teori Pemrosesan-Informasi

Teori ini dikemukakan oleh McGuire. McGuire menyebutkan bahwa

perubahan sikap terdiri dari enam tahap, yang masing-masing tahap merupakan

kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. Tahap-tahap

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan.

2. Penerima akan memperhatikan pesan.

3. Penerima akan memahami pesan.

4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang

disajikan.

5. Tercapai posisi adopsi baru.

6. Terjadi perilaku yang diinginkan.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi tahap-tahap di atas. Salah satu

(26)

kecilnya pengaruh. Mungkin dapat mengakibatkan kecilnya pengaruh karena

semakin cerdas seseorang maka akan semakin mampu meneliti kesalahan suatu

argument. Tetapi mungkin juga mengakibatkan besarnya pengaruh karena

semakin cerdas seseorang maka ketertarikannya terhadap sesuatu dapat semakin

tinggi.

Sikap pada dasarnya adalah cara pandang kita terhadap sesuatu. Sikap

sering dianggap memiliki tiga komponen: komponen afektif, komponen kognitif

dan komponen perilaku. Komponen afektif berisi perasaan-perasaan tertentu

terhadap objek sikap. Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek sikap.

Sedangkan komponen perilaku berisi perilaku yang disengaja terhadap objek

sikap (Severin, Tankard:2005:178).

1.5.5. Tarbiyah Islamiyah (Pendidikan Islam)

Tarbiyah Islamiyah atau pendidikan Islam yang pertama kali pada

dasarnya adalah bentuk penyelamatan Allah swt. terhadap Rasulullah dan bagi

umat yang mengikuti jejak beliau. Dalam Al-Quran dijelaskan sebelum adanya

proses Tarbiyah Islamiyah, umat berada dalam kondisi jahiliyah. (Q.S. 39:64 dan

Q.S. 25:63). Ciri-cirinya adalah :

a. Bodoh (Q.S. 33:72).

b. Hina (Q.S. 95:4-5).

c. Lemah (Q.S. 4:28).

d. Miskin (Q.S. 35:14).

e. Berpecah belah (Q.S. 3:103).

Allah swt. kemudian memberikan tarbiyah kepada Rasul dan kemudian

(27)

1. Tilawah (membaca)

2. Mensucikan.

3. Mengajarkan pedoman.

Hasil dari Tarbiyah Islamiyah adalah pengetahuan, kemuliaan, kekuatan

dan persatuan. Semua itu akan membentuk umat terbaik seperti yang tercantum

dalam Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 110.

Halaqoh merupakan salah satu bentuk Tarbiyah Islamiyah yang

tujuannya membina kader agar menjadi umat terbaik seperti yang dijanjikan

dalam Al-Quran.

1.6. Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang

bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkianan hasil penelitian yang dicapai

dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995:33)

Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang

dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang

diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari

sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan

berbagai fenomena yang sama (Kriyantono, 2007:149).

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam

menguraikan rumusan hipotesa, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara

dari masalah yang diui kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara

(28)

Halaqoh Tarbiyah Islamiyah

Murabbi tsiqah Sikap Taat

Adapun konsep-konsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah : komunikasi

kelompok kecil, dan sikap taat.

1.7. Alur Penelitian

. Gambar 1

Alur Penelitian

1.8. Konsep Operasional

Konsep operasional berfungsi untuk memudahkan kerangka konsep

dalam penelitian. Maka berdasarkan kerangka konsep dibuatlah operasionalisasi

konsep untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian.

Berdasarkan hal itu, maka operasionalisasi konsep yang diukur dalam penelitian

ini adalah :

Mutarabbi

(29)

Tabel 1 Konsep Operasional

Komponen Konsep Operasionalisasi Konsep

Komunikasi kelompok kecil

Sikap taat mutarabbi Pesan persuasif

Perhatian terhadap pesan

Pemahaman

Keyakinan akan argumen

Posisi adopsi baru

Perilaku yang diinginkan

Karakteristik responden Umur

Pekerjaan

Status

Lama Tarbiyah

(30)

1.9. Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun (1995:46) defenisi operasional adalah unsur

penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu

variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah

yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.

Konsep-konsep dalam penelitian ini dapat didefenisikan sebagai berikut:

1. Tujuan: hal yang ingin dicapai.

2. Kekompakan: daya tarikan satu sama lain dan keinginan untuk bersatu.

3. Komitmen: memegang teguh terhadap hal yang diyakini dan tidak

berubah.

4. Norma kelompok: aturan yang digunakan oleh kelompok itu sendiri.

5. Keterikatan: saling ketergantungan antara murabbi dan binaannya.

6. Keterbukaan: terbuka pada orang yang berinteraksi dengan kita, mengakui

bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah milik pribadi.

7. Positif: pandangan positif yang ditandai dengan sikap menyenangkan saat

berinteraksi.

8. Kesamaan: memiliki sesuatu yang sama-sama penting untuk

disumbangkan.

9. Empati: memahami orang lain sesuai perasaan orang lain tersebut ketika

berinteraksi.

10.Dukungan: saling memberikan motivasi atau pandangan yang mendukung.

11.Pesan persuasif: pesan yang disampaikan denagn cara yang baik dan

(31)

12.Perhatian terhadap pesan: cara menanggapi pesan, menganggap pesan

yang disampaikan layak atau penting untuk disimak.

13.Pemahaman: mengerti akan pesan yang disampaikan.

14.Keyakinan akan argumen: sepakat dengan argument yang disajikan dan

menerimanya.

15.Posisi adopsi baru: memutuskan bersikap sesuai argumen.

16.Perilaku: bertindak sesuai dengan posisi adopsi baru atau keputusan yang

(32)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1. Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan

antar manusia baik secara kelompok/lembaga maupun secara individual dari satu

pihak ke pihak yang lain. Dalam proses penyampaian tersebut juga mengandung

arti adanya pembagian pesan yang cenderung mengarah ke pencapaian titik

tertentu sampai disepakatinya makna suatu pesan antar pihak-pihak yang terlibat.

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari

kata Latin communis yang berarti sama, commnico, communicatio, atau

communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama

(communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan

akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa

suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dainut secara sama. Akan tetapi

defenisi-defenisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk kepada

cara berbagi hal-hal tersebut.

Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community)

yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas adalah

sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan

tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada

komunitas. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan

komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena itu,

komunitas juga berbagi bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni,

(33)

menyampaikan gagasan, sikap, perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam

sejarah komunitas tersebut (Mulyana,2007 : 46).

Salah satu persoalan dalam pengertian komunikasi, yakni banyaknya

defenisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya, namun sedikit

banyak apa yang diungkapkan pelh Shannon dan Weaver dapat menggambarkan

tentang komunikasi itu sendiri : Shannon dan Weaver mengungkapkan bahwa

komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh-mempengaruhi

satu sama lain, sengaja atau tdiak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi

menggunakan bahasa verbal, tetepai juga dalam hal ekspresi wajah, seni, dan

teknologi (Cangara,2005 : 19)

Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang

menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya

komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,

penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen

komunikasi.

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau

elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa

terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada

juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang

telah disebutkan.

Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi

dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang

menyampaikan pesan, baik verbal maupun nonverbal, seorang penerima bereaksi

(34)

lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua dan begitu

seterusnya.

Pandangan komunikasi sebagai transaksi tidak membatasi komunikasi

pada komunikasi yang disengaja atau respons yang dapat diamati. Komunikasi

dianggap telah berlangsung apabila seseorang telah menafsirkan perilaku orang

lain, baik verbal maupun nonverbal.

2.1.1. Tujuan Komunikasi

Ada empat tujuan atau motif komunikasi yang perlu dikemukakan. Motif

atau tujuan ini tidak perlu dikemukakan secara sadar, juga tidak perlu mereka

yang terlibat komunikasi menyepakati tujuan komunikasi mereka (Naisbitt,

dalam De Vito, 1997:31-32).

 Menemukan.

Salah satu tujuan komunikasi menyangkut penemuan diri (personal

discovery). Bila kita berkomunikasi dengan orang lain, kita belajar

mengenai diri sendiri dan orang lain. Dengan berkomunikasi kita dapat

memahami secara lebih baik diri kita sendiri dan diri orang lain yang kta

ajak bicara. Tetapi komunikasi juga memungkinkan kita untuk

menemukan dunia luar – dunia yang dipenuhi objek, peristiwa dan

manusia lain.

 Berhubungan.

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan

orang lain – membina dan memelihara hubungan dengann orang lain. Kita

(35)

dan menyukai orang lain. Kita menghabiskan banyak waktu dan energi

komunikasi kita untuk membina dan memelihara hubungan sosial.

 Meyakinkan.

Media massa ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar mengubah

sikap dan perilaku kita. Kita juga menghabiskan banyak waktu untuk

melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun penerima.

 Bermain.

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan

menghibur diri.

Komunikasi biasanya merupakan paket isyarat, masing-masing

memperkuat yang lain. Bila isyarat komunikasi saling bertentangan, kita

menerima pesan yang kontradiktif. Komunikasi merupakan proses penyesuaian

dan terjadi hanya bila komunikator menggunakan system syarat yang sama.

Komunikasi melibatkan baik dimensi isi maupun dimensi hubungan.

Seperti halnya defenisi komunikasi, maka klasifikasi tipe atau bentuk

komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lain. Klasifikasi itu

didasarkan pada sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan

bidang studinya.

Tidak begitu mudah menyalahakan suatu klasifikasi tidak benar,

karena masing-masing pihak memiliki sumber yang cukup beralasan. Misalnya

kelompok sarjana komunikasi Amerika yang menulis buku Human

Communication (1980) membagi komunikasi atas lima macam tipe, yakni

Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), Komunikasi

(36)

(Organizational Communication), Komunikasi Massa (Mass Communication) dan

Komunikasi Publik (Public Communication), (Cangara, 2005:29).

2.2. Komunikasi Kelompok Kecil

Menurut De Vito (1997), kelompok kecil adalah sekumpulan

perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa

tujuan yang sama dan memiliki derajat organisasi tertentu di antara mereka.

Kelompok kecil merupakan sekumpulan perorangan, jumlahnya cukup kecil

sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim

maupun penerima. Pada umumnya kelompok kecil terdiri dari kira-kira 3 hingga

12 orang. Para anggota kelompok ini harus dihubungkan oleh beberapa aturan

dan struktur yang terorganisasi. Pada saat strukturnya ketat – maka kelompok

akan berfungsi menrurut prosedur tertentu di mana setiap komentar harus

mengikutiperaturan yang tertulis. Pada saat yang lain, strukturnya sangat longgar

seperti pada suatu pertemuan sosial.

Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang

dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama

lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama

lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182).

Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

mempermudah pertemuan ramah tamah, personality kelompok, kekompakan,

komitmen terhadap tugas, biasanya tidak lebih dari sembilan orang, adanya norma

(37)

kecil, proses komunikasi yang terjadi secara verbal dan nonverbal dapat lansung

diamati baik oleh komunikator maupun komunikan.

Para anggota kelompok kecil harus dapat berkomunikasi secara bebas

dan terbuka dengan semua anggota lain dalam kelompok. Kelompok pun dapat

membangun norma-norma kelompok atau peraturan. Peraturan ini bisa dinyatakan

secara eksplisit maupun implisit. Norma atau peraturan ini berlaku bagi anggota

perorangan maupun kelompok secara keseluruhan dan tentunya akan berbeda dari

satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Kelompok kecil memiliki beberapa tipe:

1. Kelompok sosial: kelompok ini bertujuan menciptakan atau menyediakan

kebutuhan rasa aman dan solidaritas di antara para anggotanya, mereka

bersama-sama membentuk self-esteem.

2. Kelompok kerja: kelompok ini berfungsi untuk menyelesaikan sebagian

tugas penting.

3. Kelompok terencana/kelompok dadakan: beberapa kelompok dibentuk

secara spontan, seperti sebuah kelompok persahabatan. Namun ada pula

kelompok yang dibentuk secara berencana karena ada tujuan yang

spesifik.

2.2.1.Alasan Orang Terlibat dalam Kelompok

Orang-orang terlibat dalam kelompok karena setiap orang memiliki

harapan dan cita-cita yang berbeda namun mau digabung dalam satu kelompok.

Beberapa orang mungkin mau bergabung karena termotivasi oleh atau peduli

terhadap tugas-tugas penting, namun orang lain termotivasi oleh daya tarik pribadi

(38)

a. Sinergi kelompok

Kehadiran kelompok seringkali mampu untuk menghasilkan

sebuah pekerjaan yang berkualitas tinggi dan juga mengambil

keputusan yang lebih baik daripada kita bekerja sendiri.

b. Dukungan dan komitmen

Dukungan dan komitmen dari anggota-anggota secara individual

akan menyumbang kinerja kelompok.

c. Kebutuhan antarpribadi

Individu sering bekerja sama dalam kelompok karena dalam

kelompok akan mereka temukan kebutuhan-kebutuhan

antarpribadi.

Wiiliam Schutz dalam teorinya FIRO (Fundamental Interpersonal

Relationship Orientations – telah mengidentifikasikan tiga

kebutuhan yaitu:

 Inklusi – kebutuhan untuk mengembangkan identitas dengan orang

lain, kebutuhan untuk terlibat bersama dengan orang lain.

 Kontrol – merupakan kebutuhan untuk mengawasi orang lain.

 Afeksi – kebutuhan untuk mengembangkan relasi dengan orang lain,

dikasihi, dihormati, disayangi. Kelompok merupakan tempat di mana

setiap orang dapat mencari dan membangun kesetiakawanan yang

(39)

2.2.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tampilan Kelompok

Tampilan kelompok (group performance) adalah komposisi, ukuran,

norma, kohesivitas yang mempengaruhi sukses aktivitas kelompok dalam tujuan

organisasi.

a. Komposisi kelompok

Komposisi kelopmpok merupakan derajat kesamaan atau perbedaan

karakteristik anggota kelompok yang mempengaruhi aktivitas kelompok.

Komposisi kelompok seringkali digambarkan dengan homogenitas dan

heterogenitas anggota kelompok.

b. Ukuran kelompok

Ukuran kelompok adalah jumlah anggota suatu kelompok yang

mempengaruhi alokasi sumber daya dalam rangka aktivitas mencapai

tujuan organisasi.

c. Norma kelompok.

Norma kelompok merupakan standar yang menentukan perilaku kerja para

anggota organisasi, jadi norma kelompok itu selalu mengacu pada perilaku

yang diharapkan atau pola-pola perilaku.

Menurut Napier dan Gershenfeld (dalam De Vito, 1997), para anggota

kelompok akan menerima norma tersebut apabila:

 Anggota menginginkan keanggotaan yang kontinyu dalam kelompok.

 Pentingnya keanggotaan kelompok seseorang semakin tinggi.

 Kelompok bersifat kohesif, dan para anggota berhubungan sangat erat,

terikat satu sama lain, dan saling tergantung satu sama lain dan

(40)

 Pelanggaran norma dihukum dengan reaksi yang negatif.

Dari norma kelompok dapat timbul konformitas yang mengarah pada

kohesivitas kelompok. Secara garis besar:

Norma kelompok membantu kelompok menjadi “survive”, misalnya

karena kelompok menolak perilaku yang menyimpang dari kebiasaan

dan konformitas yang telah tercipta dan terpelihara dengan baik.

 Norma kelompok membuat anggota kelompok dapat meramalkan

perilaku yang diharapkan atau pola-pola perilaku yang diharapkan

semua anggota kelompok.

 Norma kelompok membantu kelompok menghindari situasi yang

kurang jelas atau ambigu.

 Norma kelompok merupakan nilai sentral dari kelompok, dan bahkan

menentukan identitas kelompok.

d. Kohesivitas kelompok: motivasi yang mendorong para anggota kelompok

untuk bertahan lebih lama dalam suatu kelompok.

Ada beberapa faktor yang mendorong terciptanya kohesi kelompok antara

lain daya tarik kelompok, daya tahan anggota kelompok dalam kelompok

sehingga tidak mudah keluar dari kelompok, serta motivasi yang

mendorong anggota kelompok untuk tettap bertahan dalam situasi apapun.

2.2.3.Pemimpin dalam Komunikasi Kelompok Kecil

Dalam kebanyakan kelompok kecil, satu orang bertindak sebagai

pemimpin. Pemimpin harus menaruh perhatian pada pencapaian tugas (dimensi

(41)

Walaupun tugas dan orang merupakan pusat perhatian yang penting, setiap situasi

akan memerlukan kombinasi yang berbeda antara tugas dan orang.

Kita juga dapat melihat kepemimpinan dari sisi tiga gaya

kepemimpinan (Bennis, dalam De Vito, 1997):

 Pemimpin lepas kendali: pemimpin lepas kendali tidak berinisiatif

untuk mengarahkan atau menyarankan alternatif tindakan. Akan tetapi,

pemimpin ini lebih mengizinkan kelompok untuk mengembangkan

dan melaksanakan sendiri pekerjaannya, bahkan termasuk juga

mengizinkan untuk melakukan kesalahan. Pemimpin semacam ini

menolak setiap wewenang yang diberikan dan hanya menjawab

pertanyaan dan memberikan informasi jika diminta secara khusus.

 Pemimpin demokratis: pemimpin demokratis memberikan pengarahan,

tetapi mengizinkan kelompok untuk mengembangkan dan

melaksanakan cara yang dikendaki para anggotanya. Pemimpin

demokratis merangsang timbulnya pengarahan sendiri dan aktualisasi

diri pada para nggota kelompok.

 Pemimpin otoriter: pemimpin otoriter merupakan kebalikan dari

pemimpin lepas kendali. Pemimpin semacam ini menentukan

kebijakan kelompok atau membuat keputusan tanpa berkonsultasi atau

memastikan persetujuan dari para anggotanya. Pemimpin ini bersifat

impersonal.

2.3. Komunikasi Antarpribadi

Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu

(42)

yang terjadi secara tatap muka (face to face). Dalam pengertian ini mengandung

tiga aspek:

1. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang

berlangsung terus-menerus.

2. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan

menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.

3. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses

tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang yang

berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses

komunikasi.

Dari ketiga aspek tersebut maka komunikasi antarpribadi menurut Judy C.

pearson memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai

persepsi komunikasi yang menyangkut permaknaan berpusat pada diri

kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.

2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu

pada pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat

sejajar untuk menyampaikan dan menerima pesan.

3. Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan

hubungan antarpribadi. Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan

antar pihak yang berkomunikasi.

4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak

(43)

5. Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling

bergantung satu sama lainnya dalam proses komunikasi.

6. Komunikasi anatarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Jika

kita salah mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat

diubah. Bisa memaafkan tetapi tidak bisa melupakan atau mengahapus

yang sudah dikatakan.

Komunikasi antarpribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki

sifat keterbukaan, kepekaan dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas

berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa

orang lain juga memahami dirinya.

Komunikasi antarpribadi berlangsung antara dua individu, karenanya

pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan pemahaman

mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan

komunikasi memiliki makna dan pemahaman pribadi terhadap setiap hubungan

dimana dia terlibat di dalamnya. Hal terpenting dari aspek psikologis dalam

komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi terletak dalam diri individu dan

tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam komunikasi antarpribadi

pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan

mendasarkan pada persepsi si pengamat.

Aspek psikologis yang mencakup pengamatan pada dua dimensi, yakni

internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa dimensi eksternal tidaklah

selalu sama dengan dimensi internalnya. Fungsi psikologis dari komunikasi

adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda melalui tindakan atau perilaku yang

(44)

memiliki kepribadian yang berbeda yang terbentuk karena pengalaman yang

berbeda pula.

2.3.1. Faktor Penunjang Efektivitas Komunikasi Antarpribadi

Menurut Onong U. Effendi, efektivitas komunikasi terdiri dari

faktor-faktor penunjang, sebagai berikut:

a. Faktor pada komunikan

Menurut Chester I. Barnard, faktor pada komponen komunikan

menunjukkan bahwa “know your audience” merupakan ketentuan utama

dalam komunikasi. Ditinjau dari komponen komunikan, seseorang dapat

dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi

berikut secara simultan:

 Ia dapat benar-benar menerima pesan komunikasi.

 Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu

sesuai dengan tujuannya.

 Pada saat ia mengambil keputusan ia sadar bahwa keputusannya itu

bersangkutan dengan kepentingan pribadinya.

 Ia mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun fisik.

b. Faktor pada komunikator

Melaksanakan komunikasi antarpribadi yang efektif, terdapat dua faktor

penting pada diri komunikator, yaitu:

Kepercayaan pada komunikator (source credibility)

Kepercayaan pada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat

(45)

yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap, sedangkan

kepercayaan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang

menyenangkan. Labih dikenal dan disenangi komunikator oleh

komunikan, akan lebih cenderung komunikan mengubah

kepercayaannya kea rah yang dikehendaki komunikator. Kepercayaan

pada komunikator, mencerminkan bahwa pesan yang diterima

komunikan yang dianggap benar sesuai dengan kenyataan empiris.

Daya tarik komunikator (source attractiveness)

Seorang komunikator akan dapat melakukan perubahan sikap melalui

mekanisme daya tarik. Jika pihak komunikan merasa bahwa

komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan

opini secara memuaskan bisa karena komunikator disenangi atau

dikagumi atau dianggap mempunyai persamaan dengan komunikan,

sehingga komunikan bersedia untuk tunduk kepada pesan yang

disampaikan komunikator.

2.3.2. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Efektif

Menurut Joseph De Vito (1986) dalam bukunya The Interpersonal

Communication Book, karakteristik-karakteristik efektivitas komunikasi

interpersonal dilihat dari dua perspektif, yaitu:

1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat:

a. Keterbukaan (Openess)

Proses komunikasi anatarpribadi akan dapat berlangsung dengan

efektif bila pribadi-pribadi yang terlibat di dalam proses

(46)

(disclosure). Komunikator dapat mengutarakan apa saja yang ingin

disampaikan melalui keterbukaan, demikian juga sebaliknya,

komunikasi dapat mengutarakan ketidakmengertian serta

hambatan-hambatan, tanpa perlu menutupnya. Dengan demikiann

pengertian akan lebih mudah dicapai sehingga komunikasi dapat

lebih efektif. Sikap keterbukaan dalam komunikasi antarpribadi

ditunjukkan oleh dua aspek yaitu: 1) kita harus saling terbuka pada

orang-orang yang berinteraksi dengan kita; 2) kemauan

memberikan tanggapan kepada orang lain dengan jujur dan terus

terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya, begitu juga

sebaliknya.

b. Perilaku Suportif (Supportiviness)

Seseorang dapat memberikan dukungan yaitu dengan mengerti

tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dukungan tercapai bila ada

saling pengertian dari mereka yang mempunyai kesamaan melalui

komunikasi yang efektif, dukungan dapat diberikan. Komunikasi

antarpribadi akan efektif bila dalam diri ada perilaku suportif. Jack

R. Gibb menyebut 3 perilaku yang menimbulkan perilaku suportif

yakni:

 Deskriptif, orang yang memiliki sikap ini lebih banyak meminta

informasi tentang sesuatu hal sehingga mereka merasa dihargai;

 Spontanitas, orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang

(47)

 Profesionalisme, orang yang memiliki sikap berpikir terbuka, ada

kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda, dan bersedia

menerima pendapat orang lain bila pendapatnya keliru atau salah.

c. Perilaku Positif (Positiveness)

Sikap ini menunjuk pada dua aspek yaitu:

1) Komunikasi antarpersonal akan berkembang bila ada

pandangan positif terhadap diri sendiri;

2) Memiliki perasaan positif terhadap orang lain dalam berbagai

situasi komunikasi.

Sikap positif dapat timbul dari orang-orang yang memiliki

pengalaman dan latar belakang yang sama, yang memungkinkan

tercapainya komunikasi yang efektif. Jadi, dengan rasa positif,

komunikasi efektif dapat tercapai.

d. Empati (Empathy)

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk menempatkan

dirinya sendiri pada peranan atau posisi orang lain. Adanya empati

komunikator dapat merasakan perasaan komunikan, sehingga

setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan

komunikator dan komunikan.

e. Kesetaraan (Equality)

Kesetaraan merupakan sarat untuk mencapai pengertian yang sama

terhadap suatu pesan, baik dalam ide, gagasan dan lainnya. Bila

(48)

segera dapat mengulangi atau member penjelasan yang

sejelas-jelasnya sampai dapat dipahami.

Kesetaraan ini mencakup dua hal, yaitu:

1) Kesetaraan bidang pengalaman di antara para pelaku

komunikasi. Artinya komunikasi interpersonal umumnya akan

lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai, sikap,

perilaku dan pengalaman yang sama;

2) Kesetaraan dalam percakapan di antara para pelaku

komunikasi. Artinya, komunikasi interpersonal harus ada

kesetaraan dalam hal mengirim dan menerima pesan.

2. Perspektif Pragmatis

a. Bersikap yakin (Confidence)

Komunikasi antarpribadi ini terlihat lebih efektif apabila seseorang

tidak merasa malu, gugup atau gelisah menghadapi orang lain.

b. Kebersamaan (Immediacy)

Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun

nonverbal. Secara verbal orang yang memiliki sifat ini, dalam

berkomunikasi selalu mengikut sertakan dirinya sendiri dengan

orang lain dengan istilah seperti kita, memanggil nama seseorang,

memfokuskan pada ciri khas orang lain, memberikan umpan balik

yang relevan dan segera, serta menghargai pendapat orang lain.

Secara non verbal, orang yang memiliki sifat ini akan

berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata

(49)

c. Manajemen Informasi

Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan

mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua

belah pihak sehingga tidak seorangpun yang merasa diabaikan. Hal

ini ditunjukkan dengan mengatur isi, kelancaran, arah

pembicaraan, menggunakan pesan-pesan verbal dan nonverbal

secara konsisten.

d. Perilaku Ekspresif (Expresiveness)

Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh

dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang yang berperilaku

ekspresif akan menggunakan berabagai variasi pesan, baik secara

verbal maupun nonverbal, untuk menyampaikan keterlibatan dan

perhatiannya pada apa yang dibicarakannya.

e. Orientasi pada Orang Lain (Other Orientation)

Seseorang harus memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain

mencapai untuk beradaptasi efektivitas komunikasi. Artinya

seseorang mampu untuk beradaptasi dengan orang lain selama

berlangsungnya komunikasi interpersonal. Dalam hal ini,

seseorang harus mampu melihat perhatian dan kepentingan orang

lain, mampu merasakan situasi dan interaksi dengan sudut pandang

orang lain serta menghargai perbedaan orang lain dalam

menjelaskan suatu hal.

Bochner dan Kelly mengemukakan lima kemampuan khusus di dalam

(50)

1. Empati, atau proses kemampuan menangkap hal-hal yang terdapat di

dalam komunikasi dengan orang lain melalui analisis isi pembicaraan,

nada suara, ekspresi wajah, sehingga seseorang dapat menangkap

pikiran dan perasaan yang sesuai dengan orang yang bersangkutan.

2. Deskripsi, kemampuan untuk membuat pernyataan yang konkrit,

spesifik, dan deskriptif.

3. Kemampuan merasakan dan memahami pernyataan yang dibuat dan

mempertanggungjawabkannya sehingga tidak hanya menyalahkan

orang lain terhadap perasaan yang dialami.

4. Sikap kedekatan, keinginan untuk membicarakan perasaan-perasaan

pribadi.

5. Tingkah laku yang fleksibel ketika menghadapi kejadian yang baru

dialami.

Burgoon dan Ruffner menjelaskan hambatan komunikasi sebagai

bentuk reaksi negatif dari individu berupa kecemasan yang dialami seseorang

ketika berkomunikasi, baik komunikasi antarpribadi, komunikasi di depan umum,

maupun komunikasi massa. Individu yang mengalami hambatan komunikasi akan

merasa cemas bila berpartisipasi dalam bentuk komunikasi yang lebih luas, tidak

sekedar cemas berbicara di depan umum. Ciri dan kecemasan komunikasi

antarpribadi yaitu tidak berminat untuk berkomunikasi (unwillingness),

melakukan penghindaran (avoiding) dan tidak adanya skill acquisition atau syarat

(51)

2.4. Teori Pemrosesan-Informasi

Teori pemrosesan-informasi merupakan salah satu teori dari sekian

banyak teori yang berkaitan dengan persuasi untuk merubah sikap. Untuk

melakukan persuasi diperlukan intuisi dan akal sehat manusia.

Teori ini dikembangkan oleh McGuire. McGuire menyebutkan bahwa

perubahan sikap terdiri dari enam tahap, yang masing-masing tahap merupakan

kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. (Severin dan

Tankard, 2008). Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan.

2. Penerima akan memperhatikan pesan.

3. Penerima akan memahami pesan

4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan.

5. Tercapai posisi adopsi baru.

6. Terjadi perilaku yang diinginkan.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi tahap-tahap di atas. Salah satu

contohnya adalah kecerdasan. Kecerdasan seseorang dapat menentukan besar atau

kecilnya pengaruh. Mungkin dapat mengakibatkan kecilnya pengaruh karena

semakin cerdas seseorang maka akan semakin mampu meneliti kesalahan suatu

argumen. Tetapi mungkin juga mengakibatkan besarnya pengaruh karena semakin

cerdas seseorang maka ketertarikannya terhadap sesuatu dapat semakin tinggi.

Teori pemrosesan informasi McGuire memberikan sebuah pandangan

yang bagus tentang proses perubahan sikap, mengingatkan bahwa ia melibatkan

sejumlah komponen. Sikap pada dasarnya adalah cara pandang kita terhadap

(52)

kognitif dan komponen perilaku. Komponen afektif berisi perasaan-perasaan

tertentu terhadap objek sikap. Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek

sikap. Sedangkan komponen perilaku berisi perilaku yang disengaja terhadap

objek sikap.

M. De Mey mengatakan bahwa kognisi seseorang merupakan faktor

yang sangat penting dalam menerima dann mengelola informasi. Setiap

pemrosesan informasi diperantarai oleh pengkategorian dan pengenaan konsep.

Kategori dan konsep ini adalah sebuah tiruan/model tentang dunia sekeliling.

Proses informasi menentukan pembentukan makna pada seseorang dam

merupakan konstruksi dari sebuah perubahan sikap.

Pengetahuan yang diproses dan dimaknai dalam memori kerja

disimpan dalam memori jangka panjang dalam bentuk skema-skema teratur secara

hirarkis. Tahap pemahaman dalam pemrosesan informasi dalam memori kerja

berfokus pada bagaimana pengetahuan baru dimodifikasi. Pemahaman berkenaan

dan dipengaruhi oleh interpretasi terhadap stimulus. Setiap penerima informasi

memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas, maka alokasi sumber

kognitif yang tepat penting bagi penyampaian informasi yang efisien, khususnya

bagi penerima yang relative baru alam suatu bidang. Dalam situasi-situasi di mana

suatu pembagian sumber daya mental dengan dan pada aktivitas-aktivitas yang

tidak terkait dengan perolehan skema secara langsung, maka mungkin terjadi

hambatan pemahaman.

Menurut teori muatan kognitif hanya sedikit elemen yang bisa diolah

dalam memori kerja pada setiap saat. Elemen-elemen yang sangat berlebihan bisa

(53)

pemrosesan informasi. Di sisi lain, sejumlah elemen tak terbatas bisa ditampung

dalam memori jangka panjang dalam bentuk-bentuk skema yang disusun secara

hirarkis

2.5. Tarbiyah Islamiyah

Tarbiyah Islamiyah atau pendidikan Islam yang pertama kali pada

dasarnya adalah bentuk penyelamatan Allah SWT. terhadap Rasulullah dan bagi

umat yang mengikuti jejak beliau. Dalam Al-Quran dijelaskan sebelum adanya

proses Tarbiyah Islamiyah, umat berada dalam kondisi jahiliyah. (Q.S. 39:64) dan

(Q.S. 25:63). Ciri-cirinya adalah:

a. Bodoh (Q.S. 33:72)

b. Hina (Q.S. 95:4-5)

c. Lemah (Q.S. 4:28)

d. Miskin (Q.S. 35:14)

e. Berpecah belah (Q.S. 3: 103)

Allah SWT. kemudian memberikan tarbiyah kepada Rasul dan

kemudian Rasul menyampaikan kepada umatnya. Tarbiyah memiliki tiga tahapan,

yakni:

1. Tilawah (membaca)

2. Mensucikan

3. Mengajarkan pedoman

Hasil dari Tarbiyah Islamiyah adalah pengetahuan, kemuliaan,

kekuatan dan persatuan. Semua itu akan membentuk umat terbaik seperti yang

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Inti pada penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara Calon Anggota Legislatif perempuan menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka

Penelitian ini membahas tentang bagaimana strategi komunikasi pemberdayaan masyarakat khususnya kaum wanita yang masuk ke dalam Kelompok Swadaya Wanita (KSW)

Adapun dalam pengadaan komunikasi kelompok kecil tersebut, kesembilan individu yang memiliki tanggung jawab sebagai pengurus dari komunitas yang telah memiliki

Masalah yang difokuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses komunikasi yang terjadi dalam komunikasi kelompok dan gejala groupthink yang terjadi di GAMADIKSI USU

Sementara itu, faktor – faktor yang mendukung Pemanfaan Media Komunikasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DKI Jakarta dalam meningkatkan citra yaitu faktor Sumber

Apakah anggota kelompok memiliki teman khusus yang dekat

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang melibatkan lebih dari dua orang hingga kurang dari dua puluh

Selain untuk pelaku komunitas, penelitian ini juga peneliti berharap masyarakat juga bisa mengetahui bagaimana pola komunikasi dalam sebuah kelompok, khususnya