KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL MURABBI DAN BINAANNYA DALAM MENANAMKAN SIKAP TAAT
(Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Halaqoh
Kader Partai Keadilan Sejahtera)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh
YOLANDA SARI 050904019
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh Nama : Yolanda Sari
NIM : 050904060
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat
(Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Kelompok Halaqoh Kader Partai Keadilan Sejahtera)
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Dra. Fatma Wardy Lubis, MA Drs. Amir Purba, MSi NIP: 196208281986012001 NIP: 195102191987011001
Dekan
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul “Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tetntang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya pada Anggota Kelompok Halaqoh Partai Keadilan Sejahtera)”. Masalah yang diangkat dalam dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi antara murabbi dan binaannya dalam kelompok kecil dapat berpengaruh terhadap proses penanaman sikap taat pada diri binaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu subjek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Analisis studi kasus menunjukkan kombinasi pandangan, pengetahuan dan membahas isu-isu yang terkait dengan penelitian melalui sudut pandang teori yang relevan. Subjek penelitian adalah satu kelompok halaqoh perempuan yang berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas nikmat
dan karuni-Nya yang tidak terhingga yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada
peneliti. Shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Ucapan terima kasih yang terdalam peneliti persembahkan kepada kedua
orang tua peneliti, Ayahanda Syaifullah dan Ibunda Suwarti yang telah banyak
memberikan dukungan baik moril maupun materil yang tidak terhingga nilainya,
sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan pendidikan di perguruan
tinggi.
Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa peneliti mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan FISIP USU.
2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi dan Ibu Dra. Dewi Kurniawati, MSi selaku Sekretaris
Departemen.
3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA sebagai Dosen Pembimbing yang
telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dalam pekerjaan
skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, Msi selaku Dosen Wali selama
mengikuti perkuliahan dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas
Ilmu Sosila dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh dosen dan staff pengajar yang telah mendidik dan
membimbing mulai dari awal semester hingga penulis menyelesaikan
6. Kakak dan adikku, Rini Yunita dan Winda Mutia. Yakinlah
mimpi-mimpi kita akan segera terwujud. Nenek tercinta, Suri, atas
nasehat-nasehat dan perawatannya.
7. Udaweri atas bimbingannya, pinjaman laptopnya, buku, dokumen dan
rahasia-rahasia tidak terduga itu. Akhir yang pahit ini akan menjadi
awal yang manis.
8. Sahabat-sahabatku, Widya, Thia, Nanda, Edy dan Cuncun yang selalu
memberikan perhatian, dukungan dan semangat. Akan kurindukan
adventures kita.
9. Murabbiku dan teman-teman satu halaqohku. Keep our secret!
10.Pengurus YP2M, Ibu Dra. Mazdalifah, Msi, Kak Hanim, serta tenaga
lapang, Eka. Terima kasih atas segala semangat, bantuan dan
arahannya
11.Kelompok halaqoh yang menjadi subjek peneliti. Akan kujaga semua
cerita itu.
12.Seluruh ikhwan dan akhwat UKMI As-Siyasah FISIP USU.
Bahagianya menjadi bagian dari kalian.
13.Seluruh Aktivis Dakwah USU. Perjalanan ini masih panjang..
14.Seluruh Jama’ah Tarbiyah, Qiyadah dan Kader Partai Keadilan
Sejahtera. Semoga doa dan usaha untuk menjadikan negeri ini
sejahtera dengan Islam terus ada hingga akhir masa.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta
bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan begitu banyak kekurangan.
Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Medan, September 2009
Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI……… i
KATA PENGANTAR……… ii
DAFTAR ISI……… v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1
1.2 Perumusan Masalah……….. 9
1.3 Pembatasan Masalah……… 9
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 10
1.5 Kerangka Teori……… 10
1.5.1 Komunikasi……….. 11
1.5.2 Komunikasi Kelompok Kecil……….. 13
1.5.3 Komunikasi Antar Pribadi……… 14
1.5.4 Teori Pemrosesan Informasi………. 15
1.5.5 Tarbiyah Islamiyah………... 16
1.6 Kerangka Konsep………. 17
1.7 Alur Penelitian………. 18
1.8 Konsep Operasional………. 18
1.9 Defenisi Operasional……… 20
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Komunikasi………. 22
2.1.1 Tujuan Komunikasi………. 24
2.2.1 Alasan Orang Terlibat dalam Kelompok………. 27
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tampilan Kelompok 29 2.2.3 Pemimpin dalam Komunikasi Kelompok Kecil……. 30
2.3 Komunikasi Antarpribadi……… 31
2.3.1 Faktor Penunjang Efektifitas Komunikasi Antarpribadi 34 2.3.2 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Efektif……… 35
2.4 Teori Pemrosesan Informasi………. 41
2.5 Tarbiyah Islamiyah……… 43
2.5.1 Faktor Pendukung Tarbiyah………. 44
2.5.2 Konsep Dasar Tarbiyah……… 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian………. 50
3.2 Lokasi Penelitian……….. 52
3.3 Subjek Penelitian………. 51
3.3.1 Sejarah Jama`ah Tarbiyah di Indonesia………. 53
3.4 Teknik Pengumpulan Data………. 55
3.5 Teknik Analisis Data……….. 57
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 43
4.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara………. 64
4.3 Analisis Dokumen……… 77
4.4 Pembahasan………. 81
5.2 Saran……… 89
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul “Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tetntang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya pada Anggota Kelompok Halaqoh Partai Keadilan Sejahtera)”. Masalah yang diangkat dalam dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi antara murabbi dan binaannya dalam kelompok kecil dapat berpengaruh terhadap proses penanaman sikap taat pada diri binaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu subjek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Analisis studi kasus menunjukkan kombinasi pandangan, pengetahuan dan membahas isu-isu yang terkait dengan penelitian melalui sudut pandang teori yang relevan. Subjek penelitian adalah satu kelompok halaqoh perempuan yang berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Sejak manusia diciptakan, kegiatan komunikasi tidak terlepas dari
aktivitas manusia itu sendiri. Untuk terus dapat melangsungkan hidupnya,
manusia harus saling berinteraksi dengan manusia lainnya melalui komunikasi.
Melalui komunikasi segala aspek kehidupan manusia di dunia tersentuh.
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang dalam
bahasa Inggris diartikan menjadi to share. Hal ini berarti komunikasi merupakan
proses memberi dan menerima dari satu pihak kepada pihak lain. Menurut
Theodorson, komunikasi adalah pengalihan informasi dari satu orang atau
kelompok kepada yang lain, terutama dengan menggunakan simbol (Liliweri,
1991:11).
Melalui komunikasi kita dapat melakukan pertukaran informasi, ide,
sikap, pikiran. Dengan komunikasi pula kita dapat mempengaruhi orang lain dan
melakukan perubahan.
Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Perubahan ini dapat
kita amati dengan membandingkan keadaan masa sekarang dengan keadaan masa
lalu. Masyarakat kota umumnya lebih cepat mengalami perubahan sosial
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Perubahan-perubahan dalam berbagai
aspek kehidupan ini telah banyak merubah nilai-nilai sosial dan pola perilaku.
Banyak hal-hal yang dulu dianggap tabu, saat ini menjadi biasa bahkan cenderung
Arus informasi yang semakin deras mengalir ke masyarakat juga sangat
berperan dalam merubah nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat. Apalagi
sebagian besar masyarakat Indonesia belum memiliki media literacy yang baik
sehingga cenderung menerima apa saja yang disajikan tanpa menyaringnya
terlebih dahulu.
Tindakan kriminalitas seperti pembunuhan, perampokan, pengedaran
obat-obat terlarang, pemerkosaan, tindakan-tindakan anarkis menjadi hal yang
biasa kita dengar. Faktor penyebab yang paling fundamental ialah sebagian besar
masyarakat tidak lagi memegang teguh nilai-nilai agama dan moral. Ini bisa
terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang agama itu sendiri atau pengaruh
lingkungan.
Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa pendidikan masyarakatnya kini jauh dari nilai Islam. Pendidikan
yang ada di Indonesia memang sudah menyentuh aspek modern. Pendidikan
modern ini juga melibatkan sarana yang hebat dan canggih namun bukan berarti
tanpa kelemahan. Kita juga tidak memungkiri bahwa kemajuan manusia di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi melonjak jauh. Akan tetapi, dari pendidikan
modern itu kita tidak menemukan kesempurnaan akhlak dan nurani. Maka,
fenomena-fenomena yang kita temukan adalah penindasan antarmanusia dan
merosotnya moral.
Tujuan pendidikan modern sepertinya bergeser menjadi tercapainya
tujuan material yang lantas menimbulkan rasa cinta terhadap pekerjaan dan
produksi dengan menyampingkan nilai-nilai dan norma kemasyarakatan.
dimensi, yaitu dimensi ilmiah dan syar’iyyah. Artinya sebagian besar kampus
bukan lagi sekedar tidak Islami tetapi juga tidak mampu berfungsi sebagai salah
satu sarana pendidikan. Karena problematika serius inilah umat Islam perlu segera
mengembalikan orientasi sistem pendidikannya, yaitu pendidikan dan pembinaan
Islam yang dilaksanakan dalam konteks kehidupan modern.
Mengubah sistem pendidikan yang sudah ada bukanlah hal mudah.
Untuk itu, harus dimulai dari yang paling kecil, yakni individu. Pada era 90-an,
terinspirasi dari pergerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, beberapa pemuda
Indonesia di Pulau Jawa mencoba kembali untuk memulai sistem pendidikan
Islami secara berkelompok. Beberapa individu yang tertarik bergabung menjadi
satu kelompok lalu belajar, berdiskusi dengan dipandu oleh seseorang dan
melaksanakannya secara rutin dan terus-menerus. Individu-individu ini kelak
diharapkan dapat mengubah sistem yang ada sedikit demi sedikit. Dari satu
kelompok, peminatnya menjadi bertambah hingga gabungan dari
kelompok-kelompok tadi membentuk sebuah jamaah yang bernama Jama’ah Tarbiyah.
Jama’ah tarbiyah bergabung dalam suatu komunitas yang lebih dikenal dengan
Partai Keadilan Sejahtera.
Kelompok binaan kader-kader Partai Keadilan Sejahtera disebut
halaqoh. Halaqoh secara bahasa berarti lingkaran. Secara istilah, halaqoh dapat
diartikan sebagai pertemuan rutin yang didalamnya berlangsung proses tarbiyah
Islamiyah (pendidikan Islam) dalam suasana terus mengingat Allah. Halaqoh
biasanya berlangsung seminggu sekali dengan durasi minimal sekitar 90 menit.
Tempatnya bisa di mesjid, musholla kampus, rumah atau bahkan di alam terbuka.
Sebenarnya sistem halaqoh ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad
saw. Para sahabat Rasulullah duduk membentuk lingkaran, mereka berdzikir dan
memuji Allah, membahas materi-materi agama, saling bercermin tentang ibadah
masing-masing serta saling memberi semangat.
“Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam
halaqoh (lingkaran). Beliau bertanya, “Apakah yang mendorong kalian duduk
seperti ini?”. Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas
hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam.”
Maka Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan
untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu”.
Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu,
tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan
kalian di depan para malaikat.” (HR Muslim, dari Mu’awiyah)
Halaqoh yang rutin dilaksanakan oleh anggota Jama’ah Tarbiyah atau
yang dapat juga dikatakan sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera merupakan
sambungan dari keteladanan sejarah yang telah dicontohkan oleh para sahabat
Nabi. Dalam forum seperti itulah para sahabat dibina oleh Rasulullah. Hanya saja
saat ini materi-materi halaqoh dikembangkan dan juga memanfaatkan teknologi
canggih.
Halaqoh dipandu oleh seseorang yang disebut murabbi. Sedangkan
peserta halaqoh disebut mutarabbi (binaan). Kelompok halaqoh akhwat
(perempuan) tidak bergabung dengan kelompok halaqoh ikhwan (laki-laki). Satu
kelompok halaqoh idealnya terdiri tidak lebih dari sepuluh binaan. Tugas seorang
dalam arti keseluruhan. Proses membina ini berjalan beriringan. Sebagai murabbi,
sesungguhnya dia juga sedang membina dirinya sendiri. Karena dalam proses itu
terjadi hubungan timbal balik. Ketika seseorang mengikuti halaqoh maka secara
tidak langsung dirinya terikat secara keseluruhan dengan murabbinya.
Jika binaannya masih kuliah, seorang murabbi harus memantau segala
aktivitas mereka, baik di kampus maupun di luar kampus. Murabbi menjaga
binaannya dari terpaan ideologi lain. Setelah kuliah binaan diarahkan agar tidak
salah memilih tempat kerja yang tidak membuat binaannya kelak bisa keluar dari
jama’ah atau lari dari tugas-tugas dakwah. Selain itu murabbi juga berperan
dalam proses pemilihan pasangan hidup binaannya ketika tiba masanya untuk
menikah.
Murabbi memberikan pengarahan kepada binaannya agar tidak
menyimpang dari Al-Quran dan hadits serta tidak bertentangan dengan ketentuan
jama’ah. Pengarahan ini juga dapat berbentuk sanksi jika ternyata binaannya
melanggar.
Dari pemaparan di atas tergambar jelas, bahwa komunikasi antara
murabbi dan masing-masing binaannya bukan selama kegiatan halaqoh
berlangsung saja. Komunikasi juga terjadi di luar jam halaqoh. Pada awalnya
komunikasi yang terjadi memang berupa komunikasi kelompok, yakni
komunikasi kelompok kecil karena anggota kelompok ini tidak lebih dari sepuluh
orang.
Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam buku Human
Communication, A Revision of Approaching Speech memberi batasan komunikasi
memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi,
pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat
menumbuhkan karakteristik pribadi dan karakterisitik anggota lainnya
Komunikasi yang terjadi di luar halaqoh merupakan komunikasi
antarpribadi. Dengan begitu, murabbi dapat terus membina dan mengawasi gerak
para binaannya.
Menurut De Vito, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan
dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek umpan balik langsung
(Liliweri, 1991:12). Komunikasi antarpribadi sangat efektif dalam upaya merubah
pandangan, sikap maupun perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis,
berupa percakapan.
Ciri-ciri komunikasi antarpribadi antara lain: biasanya terjadi secara
spontan, memiliki akibat yang disengaja dan tidak disengaja, berlangsung
berbalas-balasan, menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua orang
dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan serta
menggunakan lambang-lambang yang bermakna. Komunikasi antarpribadi sangat
bermanfaat untuk menjalankan fungsi persuasi terhadap orang lain karena sifatnya
yang dialogis.
Halaqoh adalah sarana untuk mempertemukan sosok murabbi dan
binaanya. Halaqoh termasuk dalam kategori komunikasi kelompok kecil.
Walaupun komunikasi kelompok kecil pada kegiatan halaqoh tetap dilakukan,
namun tetap terjadi komunikasi antarpribadi murabbi dan binaannya. Karena
diinginkan selain komunikasi kelompok. Hal ini karena komunikasi antarpribadi
memiliki kelebihan-kelebihan. Dengan komunikasi antarpribadi, kita dapat
mengetahui secara langsung apakah kita dapat diterima oleh lawan bicara atau
tidak. Kita juga dapat mengetahui apakah pesan kita dapat diterima dan
dimengerti oleh pihak lain. Kita dapat mengontrol pesan yang kita sampaikan
apabila ternyata pihak yang menerima pesan kita salah memaknai pesan. Dan
yang paling penting adalah kita dapat mengatur mutu pesan. Selain itu, dengan
komunikasi antarpribadi kita dapat membina suatu hubungan akrab.
Setiap binaan tentu memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Ketika
mereka bergabung dengan jama’ah dan harus mengikuti kegiatan halaqoh, mereka
secara otomatis dituntut untuk tsiqah kepada murabbi mereka.
Sebenarnya sulit untuk menterjemahkan kata tsiqah ke dalam Bahasa
Indonesia. Sebab tidak ada kata yang benar-benar tepat sesuai dengan makna kata
tsiqah itu sendiri. Tsiqah menurut bahasa berarti percaya lalu taat. Hasan
Al-Banna dalam buku Syarah Risalah Ta’alim mendefenisikan kata tsiqah sebagai
rasa percaya yang dapat menumbuhkan rasa cinta, pengharghaan, penghormatan
dan akhirnya melahirkan ketaatan.
Dari defenisi di atas, yang paling ditekankan dari tsiqah adalah
ketaatan.Taat dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti patuh, berbakti, setia.
Seorang binaan harus percaya dan kemudian taat kepada murabbinya. Binaan
harus melibatkan murabbi dalam aktivitas-aktivitasnya, keputusannya, menerima
keputusan yang ditetapkan oleh murabbi mereka tanpa rasa keberatan. Binaan
juga harus melaksanakan perintah-perintah dari murabbi terutama yang berkaitan
melibatkan murabbinya mulai dari proses pemilihan pasangan hingga acara
pernikahan itu sendiri.
Tentu suatu hal yang sangat tidak biasa bagi seseorang untuk
melaksanakan perintah, menerima keputusan seseorang lain, melibatkannya dalam
setiap aktivitas, padahal seseorang lain itu dapat dikatakan bukan siapa-siapa,
bukan orang tua kita, bukan seseorang yang membiayai kehidupan kita bahkan
kita tidak mendapatkan keuntungan materi dari semua itu. Ditambah lagi dengan
harus menerima sanksi atau hukuman atas pelanggaran agama maupun sosial yang
dilakukan. Kita harus melapor kesalahan yang kita lakukan jika seseorang lain itu
tidak mengetahuinya dan siap menerima ganjarannya.
Semua itu tentu sangat tidak biasa. Tetapi itulah yang harus dijalani
seseorang ketika dirinya menerima bahwa ia adalah seorang mutarabbi, seorang
binaan, seorang anggota dari Jama’ah Tarbiyah, seorang kader dari Partai
Keadilan Sejahtera. Binaan harus taat kepada murabbinya.
Sikap taat tidak akan bisa secara langsung tertanam dalam diri binaan
Seorang murabbi harus berkomunikasi dengan mutarabbinya, memberikan
pemahaman-pemahaman agar sedikit demi sedikit sikap taat tumbuh dalam diri
mutarabbi, bukan sebaliknya binaan malah keluar dari jama’ah. Disinilah
komunikasi antarpribadi sangat berperan.
Murabbi memberikan materi-materi dalam bentuk komunikasi kelompok
kecil. Selebihnya pemahaman yang lebih mendalam dilakukan pada saat
komunikasi antarpribadi berlangsung.
Penulis sangat ingin tahu bagaimana proses komunikasi kelompok kecil
semua kader Partai Keadilan Sejahtera tsiqah terhadap murabbinya. Mereka taat
terhadap apapun yang dilakukan atau diputuskan murabbi untuk mereka.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, penulis sangat tertarik untuk
meneliti komunikasi kelompok kecil murabbi dan binaanya dalam menanamkan
sikap taat.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah komunikasi kelompok
kecil murabbi dengan binaannya dalam menanamkan sikap taat kepada murabbi?”
1.3.Pembatasan Masalah
Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, selanjutnya
peneliti merumuskan pembatasan masalah penelitian. Hal ini agar permasalahan
yang diteliti lebih jelas, terarah dan tidak terlalu luas sehingga dapat dihindari
salah pengertian tentang masalah penelitian. Maka pembatasan yang akan diteliti
adalah :
1. Penelitian ini menggunakan studi kasus, melingkupi masalah komunikasi
kelompok kecil, komunikasi antar pribadi, hubungannya dengan sikap taat.
2. Subjek penelitiannya adalah murabbi dan mutarabbi (binaan) Jama’ah
Tarbiyah dalam suatu kelompok halaqoh akhwat (perempuan) yang
berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah
Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara (USU).
1.4.Tujuan dan Manfat Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui dan menggambarkan komunikasi kelompok kecil
murabbi dan binaannya dalam menanamkan sikap taat.
b. Untuk mengetahui cara murabbi berkomunikasi untuk menanamkan sikap
taat kepada binaannya.
c. Untuk mengetahui bagaimana reaksi mutarabbi ketika diminta untuk taat.
d. Untuk mengetahui dalam hal apa saja binaan mau taat kepada murabbinya.
Manfaat penelitian :
a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.
b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
khususnya berkaitan dengan kajian studi Ilmu Komunikasi khususnya
Komunikasi Islami.
c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan khususnya para kader dakwah.
1.5.Kerangka Teori
Sebelum terjun ke lapangan atau melakukan pengumpulan data, peneliti
atau literature review. Kerangka pemikiran merupakan kajian tentang bagaimana
hubungan teori dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi dalam perumusan
masalah. Menurut Nawawi (1995:40) setiap penelitian memerlukan kejelasan titik
tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk
itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang
menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat
pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan
daripadanya proposisi bias dihasilkan dan diuji secra ilmiah, dan pada
landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendi, 2003:241).
Senada dengan yang dikatakan Emory-Cooper bahwa teori merupakan suatu
kumpulan konsep, defenisi, proposisi dan variable yang berkaitan satu sama lain
secara sistematis dan telah digeneralisasikan sehingga dapat menelaskan dan
memprediksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu (Umar, 2002:55). Dalam
penelitian ini, teori dan asumsi yang dianggap relevan adalah : komunikasi
kelompok kecil, komunikasi antarpribadi, teori pemrosesan-informasi dan
tarbiyah Islamiyah.
1.5.2. Komunikasi
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan Latin Communis yang
artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang
atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin
Communico yang artinya membagi.
Sebuah defenisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang
bahwa: “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki
orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan
antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan
sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah
laku itu” (Book dalam Cangara, 2004:18).
Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang
menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya
komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,
penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen
komunikasi.
Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau
elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa
terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada
juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang
telah disebutkan.
Ada beberapa bentuk komunikasi yakni komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang sedang berlangsung antara dua
orang. Komunikasi kelompok terbagi menjadi dua yakni kelompok kecil (3-12
orang) dan kelompok besar ( > 12 orang).
Komunikasi kelompok kecil memiliki karakteristik yang mirip dengan
komunikasi antar pribadi. Dalam komunikasi kelompok kecil, proses komunikasi
yang terjadi berlangsung secara dialogis seperti yang terjadi pada komunikasi
maupun komunikan. Interaksi diantara mereka yang terlibat dapat berfungsi
sebagai komunikator maupun komunikan secara bergantian. Peneliti fokus ke
komunikasi kelompok kecil sebab proses kegiatan subjek penelitian lebih banyak
dalam bentuk komunikasi kelompok kecil.
1.5.2. Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara
seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua
orang (Effendy, 2003:75). Apabila junlah orang dalam kelompok itu sedikit,
kurang dari dua puluh orang berarti komunikasi tersebut disebut komunikasi
kelompok kecil (small group communication).
Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat
mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain,
berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan
berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182).
Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakteristik, yaitu
mempermudah pertemuan ramah tamah, personaliti kelompok, kekompakan,
komitmen terhadap tugas, biasanya tidak lebih dari sembilan orang, adanya norma
kelompok dan saling tergantung satu sama lain.
Dalam komunikasi kelompok kecil, proses komunikasi yang terjadi
berlangsung secara dialogis. Umpan balik yang terjadi secara verbal dan
nonverbal dapat langsung diamati baik oleh komunikator maupun komunikan.
Bentuk komunikasi kelompok kecil antara lain: rapat, ceramah, diskusi
1.5.3. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial di
mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Liliweri,
1991:1). Sedangkan menurut Joseph A Devito ialah proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil
orang-orang dengan beberapa efek umpan balik seketika.
Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya
berlangsung secara dialogis yang di dalamnya ada upaya dari para pelakunya
untuk dapat terjadi saling pengertian. Proses ini menunjukkan adanya interaksi di
mana mereka yang terlibat dapat berfungsi sebagai komunikator mapun
komunikan secara bergantian.
Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang berkualitas menurut Devito dalam
komunikasi antarmanusia (1997:259) ialah :
1. Keterbukaan (Opennes)
2. Positif (Positiviness)
3. Kesamaan (Equality)
4. Empati (Empathy)
5. Dukungan (Supportiviness)
Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi meyakini bahwa
komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri,
atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Persepsi interpersonal adalah
memberikan makna terhadap stimuli indrawi yang berasal dari komunikan yang
berupa pesan baik verbal maupun nonverbal. Konsep diri adalah pandangan dan
keyakinan kan kemampuan mengatasi masalah, merasa setra dengan orang lain,
menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang memiliki
berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak diseluruhnya disetujui oleh
masyarakat dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Keefektifan hubungan antarpribadi adalah seberapa jauh akibat dari
tingkah laku kita sesuai dengan yang diharapkan. Keefektifan dalam hubungan
antarpribadi dapat ditingkatkan dengan melatih mengungkapkan maksud atau
keinginan kita, menerima umpan balik tingkah laku dan memodifikasi tingkah
laku kita samapai orang lain mempersepsikan sebagaimana kita maksudkan.
1.5.4. Teori Pemrosesan-Informasi
Teori ini dikemukakan oleh McGuire. McGuire menyebutkan bahwa
perubahan sikap terdiri dari enam tahap, yang masing-masing tahap merupakan
kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. Tahap-tahap
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan.
2. Penerima akan memperhatikan pesan.
3. Penerima akan memahami pesan.
4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang
disajikan.
5. Tercapai posisi adopsi baru.
6. Terjadi perilaku yang diinginkan.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi tahap-tahap di atas. Salah satu
kecilnya pengaruh. Mungkin dapat mengakibatkan kecilnya pengaruh karena
semakin cerdas seseorang maka akan semakin mampu meneliti kesalahan suatu
argument. Tetapi mungkin juga mengakibatkan besarnya pengaruh karena
semakin cerdas seseorang maka ketertarikannya terhadap sesuatu dapat semakin
tinggi.
Sikap pada dasarnya adalah cara pandang kita terhadap sesuatu. Sikap
sering dianggap memiliki tiga komponen: komponen afektif, komponen kognitif
dan komponen perilaku. Komponen afektif berisi perasaan-perasaan tertentu
terhadap objek sikap. Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek sikap.
Sedangkan komponen perilaku berisi perilaku yang disengaja terhadap objek
sikap (Severin, Tankard:2005:178).
1.5.5. Tarbiyah Islamiyah (Pendidikan Islam)
Tarbiyah Islamiyah atau pendidikan Islam yang pertama kali pada
dasarnya adalah bentuk penyelamatan Allah swt. terhadap Rasulullah dan bagi
umat yang mengikuti jejak beliau. Dalam Al-Quran dijelaskan sebelum adanya
proses Tarbiyah Islamiyah, umat berada dalam kondisi jahiliyah. (Q.S. 39:64 dan
Q.S. 25:63). Ciri-cirinya adalah :
a. Bodoh (Q.S. 33:72).
b. Hina (Q.S. 95:4-5).
c. Lemah (Q.S. 4:28).
d. Miskin (Q.S. 35:14).
e. Berpecah belah (Q.S. 3:103).
Allah swt. kemudian memberikan tarbiyah kepada Rasul dan kemudian
1. Tilawah (membaca)
2. Mensucikan.
3. Mengajarkan pedoman.
Hasil dari Tarbiyah Islamiyah adalah pengetahuan, kemuliaan, kekuatan
dan persatuan. Semua itu akan membentuk umat terbaik seperti yang tercantum
dalam Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 110.
Halaqoh merupakan salah satu bentuk Tarbiyah Islamiyah yang
tujuannya membina kader agar menjadi umat terbaik seperti yang dijanjikan
dalam Al-Quran.
1.6. Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang
bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkianan hasil penelitian yang dicapai
dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995:33)
Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang
dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang
diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari
sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan
berbagai fenomena yang sama (Kriyantono, 2007:149).
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam
menguraikan rumusan hipotesa, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara
dari masalah yang diui kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara
Halaqoh Tarbiyah Islamiyah
Murabbi tsiqah Sikap Taat
Adapun konsep-konsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah : komunikasi
kelompok kecil, dan sikap taat.
1.7. Alur Penelitian
. Gambar 1
Alur Penelitian
1.8. Konsep Operasional
Konsep operasional berfungsi untuk memudahkan kerangka konsep
dalam penelitian. Maka berdasarkan kerangka konsep dibuatlah operasionalisasi
konsep untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian.
Berdasarkan hal itu, maka operasionalisasi konsep yang diukur dalam penelitian
ini adalah :
Mutarabbi
Tabel 1 Konsep Operasional
Komponen Konsep Operasionalisasi Konsep
Komunikasi kelompok kecil
Sikap taat mutarabbi Pesan persuasif
Perhatian terhadap pesan
Pemahaman
Keyakinan akan argumen
Posisi adopsi baru
Perilaku yang diinginkan
Karakteristik responden Umur
Pekerjaan
Status
Lama Tarbiyah
1.9. Defenisi Operasional
Menurut Singarimbun (1995:46) defenisi operasional adalah unsur
penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu
variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah
yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.
Konsep-konsep dalam penelitian ini dapat didefenisikan sebagai berikut:
1. Tujuan: hal yang ingin dicapai.
2. Kekompakan: daya tarikan satu sama lain dan keinginan untuk bersatu.
3. Komitmen: memegang teguh terhadap hal yang diyakini dan tidak
berubah.
4. Norma kelompok: aturan yang digunakan oleh kelompok itu sendiri.
5. Keterikatan: saling ketergantungan antara murabbi dan binaannya.
6. Keterbukaan: terbuka pada orang yang berinteraksi dengan kita, mengakui
bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah milik pribadi.
7. Positif: pandangan positif yang ditandai dengan sikap menyenangkan saat
berinteraksi.
8. Kesamaan: memiliki sesuatu yang sama-sama penting untuk
disumbangkan.
9. Empati: memahami orang lain sesuai perasaan orang lain tersebut ketika
berinteraksi.
10.Dukungan: saling memberikan motivasi atau pandangan yang mendukung.
11.Pesan persuasif: pesan yang disampaikan denagn cara yang baik dan
12.Perhatian terhadap pesan: cara menanggapi pesan, menganggap pesan
yang disampaikan layak atau penting untuk disimak.
13.Pemahaman: mengerti akan pesan yang disampaikan.
14.Keyakinan akan argumen: sepakat dengan argument yang disajikan dan
menerimanya.
15.Posisi adopsi baru: memutuskan bersikap sesuai argumen.
16.Perilaku: bertindak sesuai dengan posisi adopsi baru atau keputusan yang
BAB II
URAIAN TEORITIS 2.1. Komunikasi
Proses komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan
antar manusia baik secara kelompok/lembaga maupun secara individual dari satu
pihak ke pihak yang lain. Dalam proses penyampaian tersebut juga mengandung
arti adanya pembagian pesan yang cenderung mengarah ke pencapaian titik
tertentu sampai disepakatinya makna suatu pesan antar pihak-pihak yang terlibat.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari
kata Latin communis yang berarti sama, commnico, communicatio, atau
communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama
(communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan
akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa
suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dainut secara sama. Akan tetapi
defenisi-defenisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk kepada
cara berbagi hal-hal tersebut.
Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community)
yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas adalah
sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan
tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada
komunitas. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan
komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena itu,
komunitas juga berbagi bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni,
menyampaikan gagasan, sikap, perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam
sejarah komunitas tersebut (Mulyana,2007 : 46).
Salah satu persoalan dalam pengertian komunikasi, yakni banyaknya
defenisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya, namun sedikit
banyak apa yang diungkapkan pelh Shannon dan Weaver dapat menggambarkan
tentang komunikasi itu sendiri : Shannon dan Weaver mengungkapkan bahwa
komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh-mempengaruhi
satu sama lain, sengaja atau tdiak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi
menggunakan bahasa verbal, tetepai juga dalam hal ekspresi wajah, seni, dan
teknologi (Cangara,2005 : 19)
Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang
menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya
komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,
penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen
komunikasi.
Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau
elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa
terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada
juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang
telah disebutkan.
Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi
dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang
menyampaikan pesan, baik verbal maupun nonverbal, seorang penerima bereaksi
lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua dan begitu
seterusnya.
Pandangan komunikasi sebagai transaksi tidak membatasi komunikasi
pada komunikasi yang disengaja atau respons yang dapat diamati. Komunikasi
dianggap telah berlangsung apabila seseorang telah menafsirkan perilaku orang
lain, baik verbal maupun nonverbal.
2.1.1. Tujuan Komunikasi
Ada empat tujuan atau motif komunikasi yang perlu dikemukakan. Motif
atau tujuan ini tidak perlu dikemukakan secara sadar, juga tidak perlu mereka
yang terlibat komunikasi menyepakati tujuan komunikasi mereka (Naisbitt,
dalam De Vito, 1997:31-32).
Menemukan.
Salah satu tujuan komunikasi menyangkut penemuan diri (personal
discovery). Bila kita berkomunikasi dengan orang lain, kita belajar
mengenai diri sendiri dan orang lain. Dengan berkomunikasi kita dapat
memahami secara lebih baik diri kita sendiri dan diri orang lain yang kta
ajak bicara. Tetapi komunikasi juga memungkinkan kita untuk
menemukan dunia luar – dunia yang dipenuhi objek, peristiwa dan
manusia lain.
Berhubungan.
Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan
orang lain – membina dan memelihara hubungan dengann orang lain. Kita
dan menyukai orang lain. Kita menghabiskan banyak waktu dan energi
komunikasi kita untuk membina dan memelihara hubungan sosial.
Meyakinkan.
Media massa ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar mengubah
sikap dan perilaku kita. Kita juga menghabiskan banyak waktu untuk
melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun penerima.
Bermain.
Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan
menghibur diri.
Komunikasi biasanya merupakan paket isyarat, masing-masing
memperkuat yang lain. Bila isyarat komunikasi saling bertentangan, kita
menerima pesan yang kontradiktif. Komunikasi merupakan proses penyesuaian
dan terjadi hanya bila komunikator menggunakan system syarat yang sama.
Komunikasi melibatkan baik dimensi isi maupun dimensi hubungan.
Seperti halnya defenisi komunikasi, maka klasifikasi tipe atau bentuk
komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lain. Klasifikasi itu
didasarkan pada sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan
bidang studinya.
Tidak begitu mudah menyalahakan suatu klasifikasi tidak benar,
karena masing-masing pihak memiliki sumber yang cukup beralasan. Misalnya
kelompok sarjana komunikasi Amerika yang menulis buku Human
Communication (1980) membagi komunikasi atas lima macam tipe, yakni
Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), Komunikasi
(Organizational Communication), Komunikasi Massa (Mass Communication) dan
Komunikasi Publik (Public Communication), (Cangara, 2005:29).
2.2. Komunikasi Kelompok Kecil
Menurut De Vito (1997), kelompok kecil adalah sekumpulan
perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa
tujuan yang sama dan memiliki derajat organisasi tertentu di antara mereka.
Kelompok kecil merupakan sekumpulan perorangan, jumlahnya cukup kecil
sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim
maupun penerima. Pada umumnya kelompok kecil terdiri dari kira-kira 3 hingga
12 orang. Para anggota kelompok ini harus dihubungkan oleh beberapa aturan
dan struktur yang terorganisasi. Pada saat strukturnya ketat – maka kelompok
akan berfungsi menrurut prosedur tertentu di mana setiap komentar harus
mengikutiperaturan yang tertulis. Pada saat yang lain, strukturnya sangat longgar
seperti pada suatu pertemuan sosial.
Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang
dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama
lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama
lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182).
Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
mempermudah pertemuan ramah tamah, personality kelompok, kekompakan,
komitmen terhadap tugas, biasanya tidak lebih dari sembilan orang, adanya norma
kecil, proses komunikasi yang terjadi secara verbal dan nonverbal dapat lansung
diamati baik oleh komunikator maupun komunikan.
Para anggota kelompok kecil harus dapat berkomunikasi secara bebas
dan terbuka dengan semua anggota lain dalam kelompok. Kelompok pun dapat
membangun norma-norma kelompok atau peraturan. Peraturan ini bisa dinyatakan
secara eksplisit maupun implisit. Norma atau peraturan ini berlaku bagi anggota
perorangan maupun kelompok secara keseluruhan dan tentunya akan berbeda dari
satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Kelompok kecil memiliki beberapa tipe:
1. Kelompok sosial: kelompok ini bertujuan menciptakan atau menyediakan
kebutuhan rasa aman dan solidaritas di antara para anggotanya, mereka
bersama-sama membentuk self-esteem.
2. Kelompok kerja: kelompok ini berfungsi untuk menyelesaikan sebagian
tugas penting.
3. Kelompok terencana/kelompok dadakan: beberapa kelompok dibentuk
secara spontan, seperti sebuah kelompok persahabatan. Namun ada pula
kelompok yang dibentuk secara berencana karena ada tujuan yang
spesifik.
2.2.1.Alasan Orang Terlibat dalam Kelompok
Orang-orang terlibat dalam kelompok karena setiap orang memiliki
harapan dan cita-cita yang berbeda namun mau digabung dalam satu kelompok.
Beberapa orang mungkin mau bergabung karena termotivasi oleh atau peduli
terhadap tugas-tugas penting, namun orang lain termotivasi oleh daya tarik pribadi
a. Sinergi kelompok
Kehadiran kelompok seringkali mampu untuk menghasilkan
sebuah pekerjaan yang berkualitas tinggi dan juga mengambil
keputusan yang lebih baik daripada kita bekerja sendiri.
b. Dukungan dan komitmen
Dukungan dan komitmen dari anggota-anggota secara individual
akan menyumbang kinerja kelompok.
c. Kebutuhan antarpribadi
Individu sering bekerja sama dalam kelompok karena dalam
kelompok akan mereka temukan kebutuhan-kebutuhan
antarpribadi.
Wiiliam Schutz dalam teorinya FIRO (Fundamental Interpersonal
Relationship Orientations – telah mengidentifikasikan tiga
kebutuhan yaitu:
Inklusi – kebutuhan untuk mengembangkan identitas dengan orang
lain, kebutuhan untuk terlibat bersama dengan orang lain.
Kontrol – merupakan kebutuhan untuk mengawasi orang lain.
Afeksi – kebutuhan untuk mengembangkan relasi dengan orang lain,
dikasihi, dihormati, disayangi. Kelompok merupakan tempat di mana
setiap orang dapat mencari dan membangun kesetiakawanan yang
2.2.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tampilan Kelompok
Tampilan kelompok (group performance) adalah komposisi, ukuran,
norma, kohesivitas yang mempengaruhi sukses aktivitas kelompok dalam tujuan
organisasi.
a. Komposisi kelompok
Komposisi kelopmpok merupakan derajat kesamaan atau perbedaan
karakteristik anggota kelompok yang mempengaruhi aktivitas kelompok.
Komposisi kelompok seringkali digambarkan dengan homogenitas dan
heterogenitas anggota kelompok.
b. Ukuran kelompok
Ukuran kelompok adalah jumlah anggota suatu kelompok yang
mempengaruhi alokasi sumber daya dalam rangka aktivitas mencapai
tujuan organisasi.
c. Norma kelompok.
Norma kelompok merupakan standar yang menentukan perilaku kerja para
anggota organisasi, jadi norma kelompok itu selalu mengacu pada perilaku
yang diharapkan atau pola-pola perilaku.
Menurut Napier dan Gershenfeld (dalam De Vito, 1997), para anggota
kelompok akan menerima norma tersebut apabila:
Anggota menginginkan keanggotaan yang kontinyu dalam kelompok.
Pentingnya keanggotaan kelompok seseorang semakin tinggi.
Kelompok bersifat kohesif, dan para anggota berhubungan sangat erat,
terikat satu sama lain, dan saling tergantung satu sama lain dan
Pelanggaran norma dihukum dengan reaksi yang negatif.
Dari norma kelompok dapat timbul konformitas yang mengarah pada
kohesivitas kelompok. Secara garis besar:
Norma kelompok membantu kelompok menjadi “survive”, misalnya
karena kelompok menolak perilaku yang menyimpang dari kebiasaan
dan konformitas yang telah tercipta dan terpelihara dengan baik.
Norma kelompok membuat anggota kelompok dapat meramalkan
perilaku yang diharapkan atau pola-pola perilaku yang diharapkan
semua anggota kelompok.
Norma kelompok membantu kelompok menghindari situasi yang
kurang jelas atau ambigu.
Norma kelompok merupakan nilai sentral dari kelompok, dan bahkan
menentukan identitas kelompok.
d. Kohesivitas kelompok: motivasi yang mendorong para anggota kelompok
untuk bertahan lebih lama dalam suatu kelompok.
Ada beberapa faktor yang mendorong terciptanya kohesi kelompok antara
lain daya tarik kelompok, daya tahan anggota kelompok dalam kelompok
sehingga tidak mudah keluar dari kelompok, serta motivasi yang
mendorong anggota kelompok untuk tettap bertahan dalam situasi apapun.
2.2.3.Pemimpin dalam Komunikasi Kelompok Kecil
Dalam kebanyakan kelompok kecil, satu orang bertindak sebagai
pemimpin. Pemimpin harus menaruh perhatian pada pencapaian tugas (dimensi
Walaupun tugas dan orang merupakan pusat perhatian yang penting, setiap situasi
akan memerlukan kombinasi yang berbeda antara tugas dan orang.
Kita juga dapat melihat kepemimpinan dari sisi tiga gaya
kepemimpinan (Bennis, dalam De Vito, 1997):
Pemimpin lepas kendali: pemimpin lepas kendali tidak berinisiatif
untuk mengarahkan atau menyarankan alternatif tindakan. Akan tetapi,
pemimpin ini lebih mengizinkan kelompok untuk mengembangkan
dan melaksanakan sendiri pekerjaannya, bahkan termasuk juga
mengizinkan untuk melakukan kesalahan. Pemimpin semacam ini
menolak setiap wewenang yang diberikan dan hanya menjawab
pertanyaan dan memberikan informasi jika diminta secara khusus.
Pemimpin demokratis: pemimpin demokratis memberikan pengarahan,
tetapi mengizinkan kelompok untuk mengembangkan dan
melaksanakan cara yang dikendaki para anggotanya. Pemimpin
demokratis merangsang timbulnya pengarahan sendiri dan aktualisasi
diri pada para nggota kelompok.
Pemimpin otoriter: pemimpin otoriter merupakan kebalikan dari
pemimpin lepas kendali. Pemimpin semacam ini menentukan
kebijakan kelompok atau membuat keputusan tanpa berkonsultasi atau
memastikan persetujuan dari para anggotanya. Pemimpin ini bersifat
impersonal.
2.3. Komunikasi Antarpribadi
Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu
yang terjadi secara tatap muka (face to face). Dalam pengertian ini mengandung
tiga aspek:
1. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang
berlangsung terus-menerus.
2. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan
menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.
3. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses
tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang yang
berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses
komunikasi.
Dari ketiga aspek tersebut maka komunikasi antarpribadi menurut Judy C.
pearson memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai
persepsi komunikasi yang menyangkut permaknaan berpusat pada diri
kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.
2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu
pada pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat
sejajar untuk menyampaikan dan menerima pesan.
3. Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan
hubungan antarpribadi. Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan
antar pihak yang berkomunikasi.
4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak
5. Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling
bergantung satu sama lainnya dalam proses komunikasi.
6. Komunikasi anatarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Jika
kita salah mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat
diubah. Bisa memaafkan tetapi tidak bisa melupakan atau mengahapus
yang sudah dikatakan.
Komunikasi antarpribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki
sifat keterbukaan, kepekaan dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas
berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa
orang lain juga memahami dirinya.
Komunikasi antarpribadi berlangsung antara dua individu, karenanya
pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan pemahaman
mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan
komunikasi memiliki makna dan pemahaman pribadi terhadap setiap hubungan
dimana dia terlibat di dalamnya. Hal terpenting dari aspek psikologis dalam
komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi terletak dalam diri individu dan
tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam komunikasi antarpribadi
pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan
mendasarkan pada persepsi si pengamat.
Aspek psikologis yang mencakup pengamatan pada dua dimensi, yakni
internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa dimensi eksternal tidaklah
selalu sama dengan dimensi internalnya. Fungsi psikologis dari komunikasi
adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda melalui tindakan atau perilaku yang
memiliki kepribadian yang berbeda yang terbentuk karena pengalaman yang
berbeda pula.
2.3.1. Faktor Penunjang Efektivitas Komunikasi Antarpribadi
Menurut Onong U. Effendi, efektivitas komunikasi terdiri dari
faktor-faktor penunjang, sebagai berikut:
a. Faktor pada komunikan
Menurut Chester I. Barnard, faktor pada komponen komunikan
menunjukkan bahwa “know your audience” merupakan ketentuan utama
dalam komunikasi. Ditinjau dari komponen komunikan, seseorang dapat
dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi
berikut secara simultan:
Ia dapat benar-benar menerima pesan komunikasi.
Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu
sesuai dengan tujuannya.
Pada saat ia mengambil keputusan ia sadar bahwa keputusannya itu
bersangkutan dengan kepentingan pribadinya.
Ia mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun fisik.
b. Faktor pada komunikator
Melaksanakan komunikasi antarpribadi yang efektif, terdapat dua faktor
penting pada diri komunikator, yaitu:
Kepercayaan pada komunikator (source credibility)
Kepercayaan pada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat
yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap, sedangkan
kepercayaan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang
menyenangkan. Labih dikenal dan disenangi komunikator oleh
komunikan, akan lebih cenderung komunikan mengubah
kepercayaannya kea rah yang dikehendaki komunikator. Kepercayaan
pada komunikator, mencerminkan bahwa pesan yang diterima
komunikan yang dianggap benar sesuai dengan kenyataan empiris.
Daya tarik komunikator (source attractiveness)
Seorang komunikator akan dapat melakukan perubahan sikap melalui
mekanisme daya tarik. Jika pihak komunikan merasa bahwa
komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan
opini secara memuaskan bisa karena komunikator disenangi atau
dikagumi atau dianggap mempunyai persamaan dengan komunikan,
sehingga komunikan bersedia untuk tunduk kepada pesan yang
disampaikan komunikator.
2.3.2. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Efektif
Menurut Joseph De Vito (1986) dalam bukunya The Interpersonal
Communication Book, karakteristik-karakteristik efektivitas komunikasi
interpersonal dilihat dari dua perspektif, yaitu:
1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat:
a. Keterbukaan (Openess)
Proses komunikasi anatarpribadi akan dapat berlangsung dengan
efektif bila pribadi-pribadi yang terlibat di dalam proses
(disclosure). Komunikator dapat mengutarakan apa saja yang ingin
disampaikan melalui keterbukaan, demikian juga sebaliknya,
komunikasi dapat mengutarakan ketidakmengertian serta
hambatan-hambatan, tanpa perlu menutupnya. Dengan demikiann
pengertian akan lebih mudah dicapai sehingga komunikasi dapat
lebih efektif. Sikap keterbukaan dalam komunikasi antarpribadi
ditunjukkan oleh dua aspek yaitu: 1) kita harus saling terbuka pada
orang-orang yang berinteraksi dengan kita; 2) kemauan
memberikan tanggapan kepada orang lain dengan jujur dan terus
terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya, begitu juga
sebaliknya.
b. Perilaku Suportif (Supportiviness)
Seseorang dapat memberikan dukungan yaitu dengan mengerti
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dukungan tercapai bila ada
saling pengertian dari mereka yang mempunyai kesamaan melalui
komunikasi yang efektif, dukungan dapat diberikan. Komunikasi
antarpribadi akan efektif bila dalam diri ada perilaku suportif. Jack
R. Gibb menyebut 3 perilaku yang menimbulkan perilaku suportif
yakni:
Deskriptif, orang yang memiliki sikap ini lebih banyak meminta
informasi tentang sesuatu hal sehingga mereka merasa dihargai;
Spontanitas, orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang
Profesionalisme, orang yang memiliki sikap berpikir terbuka, ada
kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda, dan bersedia
menerima pendapat orang lain bila pendapatnya keliru atau salah.
c. Perilaku Positif (Positiveness)
Sikap ini menunjuk pada dua aspek yaitu:
1) Komunikasi antarpersonal akan berkembang bila ada
pandangan positif terhadap diri sendiri;
2) Memiliki perasaan positif terhadap orang lain dalam berbagai
situasi komunikasi.
Sikap positif dapat timbul dari orang-orang yang memiliki
pengalaman dan latar belakang yang sama, yang memungkinkan
tercapainya komunikasi yang efektif. Jadi, dengan rasa positif,
komunikasi efektif dapat tercapai.
d. Empati (Empathy)
Empati merupakan kemampuan seseorang untuk menempatkan
dirinya sendiri pada peranan atau posisi orang lain. Adanya empati
komunikator dapat merasakan perasaan komunikan, sehingga
setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan
komunikator dan komunikan.
e. Kesetaraan (Equality)
Kesetaraan merupakan sarat untuk mencapai pengertian yang sama
terhadap suatu pesan, baik dalam ide, gagasan dan lainnya. Bila
segera dapat mengulangi atau member penjelasan yang
sejelas-jelasnya sampai dapat dipahami.
Kesetaraan ini mencakup dua hal, yaitu:
1) Kesetaraan bidang pengalaman di antara para pelaku
komunikasi. Artinya komunikasi interpersonal umumnya akan
lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai, sikap,
perilaku dan pengalaman yang sama;
2) Kesetaraan dalam percakapan di antara para pelaku
komunikasi. Artinya, komunikasi interpersonal harus ada
kesetaraan dalam hal mengirim dan menerima pesan.
2. Perspektif Pragmatis
a. Bersikap yakin (Confidence)
Komunikasi antarpribadi ini terlihat lebih efektif apabila seseorang
tidak merasa malu, gugup atau gelisah menghadapi orang lain.
b. Kebersamaan (Immediacy)
Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun
nonverbal. Secara verbal orang yang memiliki sifat ini, dalam
berkomunikasi selalu mengikut sertakan dirinya sendiri dengan
orang lain dengan istilah seperti kita, memanggil nama seseorang,
memfokuskan pada ciri khas orang lain, memberikan umpan balik
yang relevan dan segera, serta menghargai pendapat orang lain.
Secara non verbal, orang yang memiliki sifat ini akan
berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata
c. Manajemen Informasi
Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan
mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua
belah pihak sehingga tidak seorangpun yang merasa diabaikan. Hal
ini ditunjukkan dengan mengatur isi, kelancaran, arah
pembicaraan, menggunakan pesan-pesan verbal dan nonverbal
secara konsisten.
d. Perilaku Ekspresif (Expresiveness)
Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh
dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang yang berperilaku
ekspresif akan menggunakan berabagai variasi pesan, baik secara
verbal maupun nonverbal, untuk menyampaikan keterlibatan dan
perhatiannya pada apa yang dibicarakannya.
e. Orientasi pada Orang Lain (Other Orientation)
Seseorang harus memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain
mencapai untuk beradaptasi efektivitas komunikasi. Artinya
seseorang mampu untuk beradaptasi dengan orang lain selama
berlangsungnya komunikasi interpersonal. Dalam hal ini,
seseorang harus mampu melihat perhatian dan kepentingan orang
lain, mampu merasakan situasi dan interaksi dengan sudut pandang
orang lain serta menghargai perbedaan orang lain dalam
menjelaskan suatu hal.
Bochner dan Kelly mengemukakan lima kemampuan khusus di dalam
1. Empati, atau proses kemampuan menangkap hal-hal yang terdapat di
dalam komunikasi dengan orang lain melalui analisis isi pembicaraan,
nada suara, ekspresi wajah, sehingga seseorang dapat menangkap
pikiran dan perasaan yang sesuai dengan orang yang bersangkutan.
2. Deskripsi, kemampuan untuk membuat pernyataan yang konkrit,
spesifik, dan deskriptif.
3. Kemampuan merasakan dan memahami pernyataan yang dibuat dan
mempertanggungjawabkannya sehingga tidak hanya menyalahkan
orang lain terhadap perasaan yang dialami.
4. Sikap kedekatan, keinginan untuk membicarakan perasaan-perasaan
pribadi.
5. Tingkah laku yang fleksibel ketika menghadapi kejadian yang baru
dialami.
Burgoon dan Ruffner menjelaskan hambatan komunikasi sebagai
bentuk reaksi negatif dari individu berupa kecemasan yang dialami seseorang
ketika berkomunikasi, baik komunikasi antarpribadi, komunikasi di depan umum,
maupun komunikasi massa. Individu yang mengalami hambatan komunikasi akan
merasa cemas bila berpartisipasi dalam bentuk komunikasi yang lebih luas, tidak
sekedar cemas berbicara di depan umum. Ciri dan kecemasan komunikasi
antarpribadi yaitu tidak berminat untuk berkomunikasi (unwillingness),
melakukan penghindaran (avoiding) dan tidak adanya skill acquisition atau syarat
2.4. Teori Pemrosesan-Informasi
Teori pemrosesan-informasi merupakan salah satu teori dari sekian
banyak teori yang berkaitan dengan persuasi untuk merubah sikap. Untuk
melakukan persuasi diperlukan intuisi dan akal sehat manusia.
Teori ini dikembangkan oleh McGuire. McGuire menyebutkan bahwa
perubahan sikap terdiri dari enam tahap, yang masing-masing tahap merupakan
kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. (Severin dan
Tankard, 2008). Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan.
2. Penerima akan memperhatikan pesan.
3. Penerima akan memahami pesan
4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan.
5. Tercapai posisi adopsi baru.
6. Terjadi perilaku yang diinginkan.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi tahap-tahap di atas. Salah satu
contohnya adalah kecerdasan. Kecerdasan seseorang dapat menentukan besar atau
kecilnya pengaruh. Mungkin dapat mengakibatkan kecilnya pengaruh karena
semakin cerdas seseorang maka akan semakin mampu meneliti kesalahan suatu
argumen. Tetapi mungkin juga mengakibatkan besarnya pengaruh karena semakin
cerdas seseorang maka ketertarikannya terhadap sesuatu dapat semakin tinggi.
Teori pemrosesan informasi McGuire memberikan sebuah pandangan
yang bagus tentang proses perubahan sikap, mengingatkan bahwa ia melibatkan
sejumlah komponen. Sikap pada dasarnya adalah cara pandang kita terhadap
kognitif dan komponen perilaku. Komponen afektif berisi perasaan-perasaan
tertentu terhadap objek sikap. Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek
sikap. Sedangkan komponen perilaku berisi perilaku yang disengaja terhadap
objek sikap.
M. De Mey mengatakan bahwa kognisi seseorang merupakan faktor
yang sangat penting dalam menerima dann mengelola informasi. Setiap
pemrosesan informasi diperantarai oleh pengkategorian dan pengenaan konsep.
Kategori dan konsep ini adalah sebuah tiruan/model tentang dunia sekeliling.
Proses informasi menentukan pembentukan makna pada seseorang dam
merupakan konstruksi dari sebuah perubahan sikap.
Pengetahuan yang diproses dan dimaknai dalam memori kerja
disimpan dalam memori jangka panjang dalam bentuk skema-skema teratur secara
hirarkis. Tahap pemahaman dalam pemrosesan informasi dalam memori kerja
berfokus pada bagaimana pengetahuan baru dimodifikasi. Pemahaman berkenaan
dan dipengaruhi oleh interpretasi terhadap stimulus. Setiap penerima informasi
memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas, maka alokasi sumber
kognitif yang tepat penting bagi penyampaian informasi yang efisien, khususnya
bagi penerima yang relative baru alam suatu bidang. Dalam situasi-situasi di mana
suatu pembagian sumber daya mental dengan dan pada aktivitas-aktivitas yang
tidak terkait dengan perolehan skema secara langsung, maka mungkin terjadi
hambatan pemahaman.
Menurut teori muatan kognitif hanya sedikit elemen yang bisa diolah
dalam memori kerja pada setiap saat. Elemen-elemen yang sangat berlebihan bisa
pemrosesan informasi. Di sisi lain, sejumlah elemen tak terbatas bisa ditampung
dalam memori jangka panjang dalam bentuk-bentuk skema yang disusun secara
hirarkis
2.5. Tarbiyah Islamiyah
Tarbiyah Islamiyah atau pendidikan Islam yang pertama kali pada
dasarnya adalah bentuk penyelamatan Allah SWT. terhadap Rasulullah dan bagi
umat yang mengikuti jejak beliau. Dalam Al-Quran dijelaskan sebelum adanya
proses Tarbiyah Islamiyah, umat berada dalam kondisi jahiliyah. (Q.S. 39:64) dan
(Q.S. 25:63). Ciri-cirinya adalah:
a. Bodoh (Q.S. 33:72)
b. Hina (Q.S. 95:4-5)
c. Lemah (Q.S. 4:28)
d. Miskin (Q.S. 35:14)
e. Berpecah belah (Q.S. 3: 103)
Allah SWT. kemudian memberikan tarbiyah kepada Rasul dan
kemudian Rasul menyampaikan kepada umatnya. Tarbiyah memiliki tiga tahapan,
yakni:
1. Tilawah (membaca)
2. Mensucikan
3. Mengajarkan pedoman
Hasil dari Tarbiyah Islamiyah adalah pengetahuan, kemuliaan,
kekuatan dan persatuan. Semua itu akan membentuk umat terbaik seperti yang