• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.3 Komunikasi Antarpribadi

Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara seorang komunikator dengan seorang komunikan

yang terjadi secara tatap muka (face to face). Dalam pengertian ini mengandung tiga aspek:

1. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung terus-menerus.

2. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.

3. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.

Dari ketiga aspek tersebut maka komunikasi antarpribadi menurut Judy C. pearson memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut permaknaan berpusat pada diri kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.

2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar untuk menyampaikan dan menerima pesan.

3. Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang berkomunikasi.

4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak yang berkomunikasi.

5. Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu sama lainnya dalam proses komunikasi.

6. Komunikasi anatarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tetapi tidak bisa melupakan atau mengahapus yang sudah dikatakan. Komunikasi antarpribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki sifat keterbukaan, kepekaan dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa orang lain juga memahami dirinya.

Komunikasi antarpribadi berlangsung antara dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki makna dan pemahaman pribadi terhadap setiap hubungan dimana dia terlibat di dalamnya. Hal terpenting dari aspek psikologis dalam komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi terletak dalam diri individu dan tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam komunikasi antarpribadi pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan mendasarkan pada persepsi si pengamat.

Aspek psikologis yang mencakup pengamatan pada dua dimensi, yakni internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa dimensi eksternal tidaklah selalu sama dengan dimensi internalnya. Fungsi psikologis dari komunikasi adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda melalui tindakan atau perilaku yang dapat diamati. Proses interpretasi ini bebeda pada setiap individu. Setiap individu

memiliki kepribadian yang berbeda yang terbentuk karena pengalaman yang berbeda pula.

2.3.1. Faktor Penunjang Efektivitas Komunikasi Antarpribadi

Menurut Onong U. Effendi, efektivitas komunikasi terdiri dari faktor-faktor penunjang, sebagai berikut:

a. Faktor pada komunikan

Menurut Chester I. Barnard, faktor pada komponen komunikan menunjukkan bahwa “know your audience” merupakan ketentuan utama dalam komunikasi. Ditinjau dari komponen komunikan, seseorang dapat dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut secara simultan:

 Ia dapat benar-benar menerima pesan komunikasi.

 Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai dengan tujuannya.

 Pada saat ia mengambil keputusan ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya.

 Ia mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun fisik.

b. Faktor pada komunikator

Melaksanakan komunikasi antarpribadi yang efektif, terdapat dua faktor penting pada diri komunikator, yaitu:

Kepercayaan pada komunikator (source credibility)

Kepercayaan pada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan

yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap, sedangkan kepercayaan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang menyenangkan. Labih dikenal dan disenangi komunikator oleh komunikan, akan lebih cenderung komunikan mengubah kepercayaannya kea rah yang dikehendaki komunikator. Kepercayaan pada komunikator, mencerminkan bahwa pesan yang diterima komunikan yang dianggap benar sesuai dengan kenyataan empiris.

Daya tarik komunikator (source attractiveness)

Seorang komunikator akan dapat melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik. Jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan opini secara memuaskan bisa karena komunikator disenangi atau dikagumi atau dianggap mempunyai persamaan dengan komunikan, sehingga komunikan bersedia untuk tunduk kepada pesan yang disampaikan komunikator.

2.3.2. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Efektif

Menurut Joseph De Vito (1986) dalam bukunya The Interpersonal

Communication Book, karakteristik-karakteristik efektivitas komunikasi

interpersonal dilihat dari dua perspektif, yaitu:

1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat: a. Keterbukaan (Openess)

Proses komunikasi anatarpribadi akan dapat berlangsung dengan efektif bila pribadi-pribadi yang terlibat di dalam proses komunikasi antarpribadi tersebut saling memiliki keterbukaan

(disclosure). Komunikator dapat mengutarakan apa saja yang ingin disampaikan melalui keterbukaan, demikian juga sebaliknya, komunikasi dapat mengutarakan ketidakmengertian serta hambatan-hambatan, tanpa perlu menutupnya. Dengan demikiann pengertian akan lebih mudah dicapai sehingga komunikasi dapat lebih efektif. Sikap keterbukaan dalam komunikasi antarpribadi ditunjukkan oleh dua aspek yaitu: 1) kita harus saling terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita; 2) kemauan memberikan tanggapan kepada orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya, begitu juga sebaliknya.

b. Perilaku Suportif (Supportiviness)

Seseorang dapat memberikan dukungan yaitu dengan mengerti tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dukungan tercapai bila ada saling pengertian dari mereka yang mempunyai kesamaan melalui komunikasi yang efektif, dukungan dapat diberikan. Komunikasi antarpribadi akan efektif bila dalam diri ada perilaku suportif. Jack R. Gibb menyebut 3 perilaku yang menimbulkan perilaku suportif yakni:

 Deskriptif, orang yang memiliki sikap ini lebih banyak meminta informasi tentang sesuatu hal sehingga mereka merasa dihargai;

 Spontanitas, orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikrkannya;

 Profesionalisme, orang yang memiliki sikap berpikir terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda, dan bersedia menerima pendapat orang lain bila pendapatnya keliru atau salah. c. Perilaku Positif (Positiveness)

Sikap ini menunjuk pada dua aspek yaitu:

1) Komunikasi antarpersonal akan berkembang bila ada pandangan positif terhadap diri sendiri;

2) Memiliki perasaan positif terhadap orang lain dalam berbagai situasi komunikasi.

Sikap positif dapat timbul dari orang-orang yang memiliki pengalaman dan latar belakang yang sama, yang memungkinkan tercapainya komunikasi yang efektif. Jadi, dengan rasa positif, komunikasi efektif dapat tercapai.

d. Empati (Empathy)

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya sendiri pada peranan atau posisi orang lain. Adanya empati komunikator dapat merasakan perasaan komunikan, sehingga setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan komunikator dan komunikan.

e. Kesetaraan (Equality)

Kesetaraan merupakan sarat untuk mencapai pengertian yang sama terhadap suatu pesan, baik dalam ide, gagasan dan lainnya. Bila komunikan belum mengerti pesan yang disampaikan, komunikator

segera dapat mengulangi atau member penjelasan yang sejelas-jelasnya sampai dapat dipahami.

Kesetaraan ini mencakup dua hal, yaitu:

1) Kesetaraan bidang pengalaman di antara para pelaku komunikasi. Artinya komunikasi interpersonal umumnya akan lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai, sikap, perilaku dan pengalaman yang sama;

2) Kesetaraan dalam percakapan di antara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi interpersonal harus ada kesetaraan dalam hal mengirim dan menerima pesan.

2. Perspektif Pragmatis

a. Bersikap yakin (Confidence)

Komunikasi antarpribadi ini terlihat lebih efektif apabila seseorang tidak merasa malu, gugup atau gelisah menghadapi orang lain. b. Kebersamaan (Immediacy)

Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal orang yang memiliki sifat ini, dalam berkomunikasi selalu mengikut sertakan dirinya sendiri dengan orang lain dengan istilah seperti kita, memanggil nama seseorang, memfokuskan pada ciri khas orang lain, memberikan umpan balik yang relevan dan segera, serta menghargai pendapat orang lain. Secara non verbal, orang yang memiliki sifat ini akan berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata menggunakan gerakan-gerakan.

c. Manajemen Informasi

Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak sehingga tidak seorangpun yang merasa diabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan mengatur isi, kelancaran, arah pembicaraan, menggunakan pesan-pesan verbal dan nonverbal secara konsisten.

d. Perilaku Ekspresif (Expresiveness)

Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang yang berperilaku ekspresif akan menggunakan berabagai variasi pesan, baik secara verbal maupun nonverbal, untuk menyampaikan keterlibatan dan perhatiannya pada apa yang dibicarakannya.

e. Orientasi pada Orang Lain (Other Orientation)

Seseorang harus memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain mencapai untuk beradaptasi efektivitas komunikasi. Artinya seseorang mampu untuk beradaptasi dengan orang lain selama berlangsungnya komunikasi interpersonal. Dalam hal ini, seseorang harus mampu melihat perhatian dan kepentingan orang lain, mampu merasakan situasi dan interaksi dengan sudut pandang orang lain serta menghargai perbedaan orang lain dalam menjelaskan suatu hal.

Bochner dan Kelly mengemukakan lima kemampuan khusus di dalam menjalin komunikasi antarpribadi, yaitu:

1. Empati, atau proses kemampuan menangkap hal-hal yang terdapat di dalam komunikasi dengan orang lain melalui analisis isi pembicaraan, nada suara, ekspresi wajah, sehingga seseorang dapat menangkap pikiran dan perasaan yang sesuai dengan orang yang bersangkutan. 2. Deskripsi, kemampuan untuk membuat pernyataan yang konkrit,

spesifik, dan deskriptif.

3. Kemampuan merasakan dan memahami pernyataan yang dibuat dan mempertanggungjawabkannya sehingga tidak hanya menyalahkan orang lain terhadap perasaan yang dialami.

4. Sikap kedekatan, keinginan untuk membicarakan perasaan-perasaan pribadi.

5. Tingkah laku yang fleksibel ketika menghadapi kejadian yang baru dialami.

Burgoon dan Ruffner menjelaskan hambatan komunikasi sebagai bentuk reaksi negatif dari individu berupa kecemasan yang dialami seseorang ketika berkomunikasi, baik komunikasi antarpribadi, komunikasi di depan umum, maupun komunikasi massa. Individu yang mengalami hambatan komunikasi akan merasa cemas bila berpartisipasi dalam bentuk komunikasi yang lebih luas, tidak sekedar cemas berbicara di depan umum. Ciri dan kecemasan komunikasi antarpribadi yaitu tidak berminat untuk berkomunikasi (unwillingness), melakukan penghindaran (avoiding) dan tidak adanya skill acquisition atau syarat keterampilan.

2.4. Teori Pemrosesan-Informasi

Teori pemrosesan-informasi merupakan salah satu teori dari sekian banyak teori yang berkaitan dengan persuasi untuk merubah sikap. Untuk melakukan persuasi diperlukan intuisi dan akal sehat manusia.

Teori ini dikembangkan oleh McGuire. McGuire menyebutkan bahwa perubahan sikap terdiri dari enam tahap, yang masing-masing tahap merupakan kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. (Severin dan Tankard, 2008). Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan. 2. Penerima akan memperhatikan pesan. 3. Penerima akan memahami pesan

4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan. 5. Tercapai posisi adopsi baru.

6. Terjadi perilaku yang diinginkan.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi tahap-tahap di atas. Salah satu contohnya adalah kecerdasan. Kecerdasan seseorang dapat menentukan besar atau kecilnya pengaruh. Mungkin dapat mengakibatkan kecilnya pengaruh karena semakin cerdas seseorang maka akan semakin mampu meneliti kesalahan suatu argumen. Tetapi mungkin juga mengakibatkan besarnya pengaruh karena semakin cerdas seseorang maka ketertarikannya terhadap sesuatu dapat semakin tinggi.

Teori pemrosesan informasi McGuire memberikan sebuah pandangan yang bagus tentang proses perubahan sikap, mengingatkan bahwa ia melibatkan sejumlah komponen. Sikap pada dasarnya adalah cara pandang kita terhadap sesuatu. Sikap memiliki tiga komponen, yakni komponen afektif, komponen

kognitif dan komponen perilaku. Komponen afektif berisi perasaan-perasaan tertentu terhadap objek sikap. Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek sikap. Sedangkan komponen perilaku berisi perilaku yang disengaja terhadap objek sikap.

M. De Mey mengatakan bahwa kognisi seseorang merupakan faktor yang sangat penting dalam menerima dann mengelola informasi. Setiap pemrosesan informasi diperantarai oleh pengkategorian dan pengenaan konsep. Kategori dan konsep ini adalah sebuah tiruan/model tentang dunia sekeliling. Proses informasi menentukan pembentukan makna pada seseorang dam merupakan konstruksi dari sebuah perubahan sikap.

Pengetahuan yang diproses dan dimaknai dalam memori kerja disimpan dalam memori jangka panjang dalam bentuk skema-skema teratur secara hirarkis. Tahap pemahaman dalam pemrosesan informasi dalam memori kerja berfokus pada bagaimana pengetahuan baru dimodifikasi. Pemahaman berkenaan dan dipengaruhi oleh interpretasi terhadap stimulus. Setiap penerima informasi memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas, maka alokasi sumber kognitif yang tepat penting bagi penyampaian informasi yang efisien, khususnya bagi penerima yang relative baru alam suatu bidang. Dalam situasi-situasi di mana suatu pembagian sumber daya mental dengan dan pada aktivitas-aktivitas yang tidak terkait dengan perolehan skema secara langsung, maka mungkin terjadi hambatan pemahaman.

Menurut teori muatan kognitif hanya sedikit elemen yang bisa diolah dalam memori kerja pada setiap saat. Elemen-elemen yang sangat berlebihan bisa sangat membebani memori kerja sehingga berakibat menurunkan keefektifan

pemrosesan informasi. Di sisi lain, sejumlah elemen tak terbatas bisa ditampung dalam memori jangka panjang dalam bentuk-bentuk skema yang disusun secara hirarkis

2.5. Tarbiyah Islamiyah

Tarbiyah Islamiyah atau pendidikan Islam yang pertama kali pada

dasarnya adalah bentuk penyelamatan Allah SWT. terhadap Rasulullah dan bagi umat yang mengikuti jejak beliau. Dalam Al-Quran dijelaskan sebelum adanya proses Tarbiyah Islamiyah, umat berada dalam kondisi jahiliyah. (Q.S. 39:64) dan (Q.S. 25:63). Ciri-cirinya adalah: a. Bodoh (Q.S. 33:72) b. Hina (Q.S. 95:4-5) c. Lemah (Q.S. 4:28) d. Miskin (Q.S. 35:14) e. Berpecah belah (Q.S. 3: 103)

Allah SWT. kemudian memberikan tarbiyah kepada Rasul dan kemudian Rasul menyampaikan kepada umatnya. Tarbiyah memiliki tiga tahapan, yakni:

1. Tilawah (membaca) 2. Mensucikan

3. Mengajarkan pedoman

Hasil dari Tarbiyah Islamiyah adalah pengetahuan, kemuliaan, kekuatan dan persatuan. Semua itu akan membentuk umat terbaik seperti yang tercantum dalam Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 110.

Proses tarbiyah yang sesungguhnya merupakan proses terus-menerus dan tidak berhenti selama seseorang masih hidup. Tarbiyah Islamiyah merupakan pendidikan tentang segala aspek. Aspek akhlak, jasmani, kemasyarakatan, politik dan lain-lain.

2.5.1.Faktor-faktor Pendukung Tarbiyah Islamiyah

Menurut Hasan Al-Banna dalam Madrasah Tarbiyah (1980), ada beberapa faktor yang mendukung Tarbiyah Islamiyah, yaitu:

a. Iman atau kepercayaan bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalan untuk merubah masyarakat, membentuk pemimpin dan mencapai cita-cita. b. Rencana pendidikan harus memiliki tujuanyang jelas, langkah-langkah dan

sumber yang jelas dan digali dari Al-Quran.

c. Suasana kebersamaan positif yang dibina oleh jama’ah. Hal ini akan membantu anggotanya untuk hidup secara Islam.

d. Pemimpin yang mendidik dengan iman, bakat, ilmu dan pengalamannya. e. Pendidik yang kuat, ikhlas serta dapat dipercaya.

f. Cara pelaksanaan yang beragam, mulai dengan cara pribadi, kelompok, teori, praktikal, perintah, larangan dan lain-lain.

Ciri-ciri pendidikan Islam menurut Yusuf Al-Qardhawi adalah: a. Tekanan pada segi Ketuhanan.

b. Sempurna dan lengkap.

c. Keserasian dan keseimbangan. d. Bersifat kreatif dan membina. e. Persaudaraan dan kesetiakawanan.

Tarbiyah Islamiyah memiliki tiga karakter dasar, yakni: sulit tetapi

menghasilkan hasil yang berkualitas, proses yang panjang namun terjaga kemurniannya dan lambat namun hasilnya terjamin. Tarbiyah Islamiyah dapat dilakukan dengan pendekatan taktis dan strategis. Langkah-langkah taktis dipetakan untuk menyeimbangkan luasnya medan dakwah dengan jumlah kader dan menyelaraskan dukungan masa dengan potensi tarbiyah. Langkah strategis dilakukan untuk menyusun barisan kader inti agar tidak terjadi kekosongan kader.

2.5.2. Konsep Dasar (Manhaj) Tarbiyah Islamiyah

Takariawan dan Laila (2005), memaparkan konsep dasar atau manhaj

Tarbiyah Islamiyah sebagai berikut:

a. Makna Tarbiyah Islamiyah

Tarbiyah Islamiyah merupakan proses menjaga dan memelihara fitrah

objek didik, mengembangkan bakat dan potensi objek didik sesuai kekhasan masing-masing, mengarahkan potensi dan bakat tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan dan semuanya dilakukan secara bertahap.

b. Objek dan Subjek Tarbiyah.

Jika telah berada dalam lingkaran tarbiyah, baik murabbi maupun binaan adalah objek dan subjek tarbiyah.

c. Visi Tarbiyah.

Visi tarbiyah adalah menjadikan muslim dan muslimah yang produktif dan mampu menanggung amanah dakwah, yang memiliki wawasan ilmiah dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dibutuhkan, mendukung potensi

dan keterampilan mereka dalam berbagai segi produktif yang diperlukan demi mendukung dan mewujudkan cita-cita dakwah.

d. Misi Tarbiyah

Misi tarbiyah merupakan pernyataan yang lebih terukur, seperti menyiapkan muslim dan muslimah yang memiliki kepribadian Islami sesuai tuntutan syari’at, mampu beradaptasi dengan teknologi dan sebagainya.

e. Tujuan Tarbiyah Islamiyah

Tarbiyah Islamiyah memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

 Menghantarkan masyarakat pada penghambaan diri kepada Allah semata yang diaplikasikan dalam seluruh hidupnya.

Penghambaan yang disebutkan adalah penghambaan yang didasarkan kepada kesaksian la ilaaha illaAllaah wa muhammadar rasulullaah (tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad rasul Allah). Penghambaan yang dicapai melalui tarbiyah ini terwujud dalam bentuk kepercayaan, peribadatan dan pelaksanaan syariat.

Melakukan harakah (pergerakan).

Harakah terdiri atas dua bentuk. Pertama, melalui peningkatan konsep dan

mental/moral. Ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas harakah. Kedua, melalui perluasan/ekspansi seperti manuver, membina kader, mengorganisasi kegiatan dan orang.

 Membentuk tanggungjawab individu.

Tujuan tarbiyah dalam membentuk tanggung jawab individu diarahkan kepada tanggung jawab syariah yang dibutuhkan untuk

mengendalikan tingkah laku dan kehidupan individu. Tanggung jawab ini berdasarkan pengetahuan terhadap fikih hukum Islam. Tanggung jawabnya kepada Allah dapat dilaksanakan dengan rujukan fikih hukum Islam yang dapat mengatur kehidupannya dengan baik.

 Menyatukan potensi umat Islam ke arah yang amal yang nyata secara tersusun dan terrencana.

 Menggambarkan Islam dengan jelas dan benar.

Dilihat dari tujuan tarbiyah ini maka tarbiyah tidak hanya memberikan pengajian ilmu Islam tetapi tarbiyah berusaha membentuk pribadi muslim yang mempunyai akidah dan akhlak, memiliki izzah Islam, juga bergerak dalam harakah

Islamiyah, membentuk pribadi dai, membina pribadi yang bertanggung jawab dan

membangun potensi. Sehingga dapat bermanfaat untuk kepentingan umat dan

jamaah dalam menegakkan syariat Islam.

Syariat Islam ditegakkan oleh para kader yang tertarbiyah. Para kader yang ada di setiap lapisan masyarakat dengan kepakaran, kemahiran, posisi, keberadaan, pengaruh, dan sebagainya menjadi ujung tombak pelaksanaan syariat Islam.

Tarbiyah bukan segala-galanya tetapi tarbiyah dapat membentuk

pribadi muslim dan juga memelihara kelslaman yang dimiliki sehingga dapat menopang program harakah. Tarbiyah memang bukan segala-galanya, tetapi segala-galanya takkan bisa diraih kecuali melalui tarbiyah. Tarbiyah dilakukan secara bertahap dari yang umum hingga yang khusus. Beberapa perangkat yang dapat digunakan dalam tarbiyah adalah usrah (pengajian), katibah, rihlah,

mukhayam atau muasykar, daurah, nadwah dan muktamar. Masing-masing

perangkat ini memiliki tujuan, etika dan syarat rukunnya.

Mereka yang tertarbiyah merupakan generasi unik yang tampil di tengah kegalauan suasana dunia saat ini. Al Quran dan sunnah merupakan rujukan dan pedoman hidup generasi tarbiyah ini. Ada tiga unsur tarbiyah yang perlu dipenuhi agar tercapainya generasi Islam yaitu pendidik, manhaj (sistem) dan orang yang siap dididik. Manhaj tarbiyah yang digunakan adalah Al Quran dan sunnah manakala pendidik dalam tarbiyah merujuk kepada cara bagaimana Rasul SAW membina para sahabatnya. Yang dididik juga memiliki ciri-ciri para sahabat Nabi SAW yang siap merubah diri sendiri dan siap juga merubah diri orang lain. Agar tercapainya tujuan tarbiyah tersebut maka manhaj tarbiyah mesti mengikuti sirah nabawiyah yang telah memberikan gambaran tentang metode mendidik generasi sahabat dan membuktikan keberhasilan tarbiyah dalam membentuk suatu perubahan masyarakat dan peradaban. Setelah generasi sahabat Nabi SAW, maka kita diwajibkan untuk mengikuti model para sahabat Nabi.

f. Muwashafat Tarbiyah (Sifat-sifat atau Karakter yang Menjadi Sasaran

Akhir Tarbiyah)

 Akidah yang lurus.

 Ibadah yang benar.

 Akhlaq yang terpuji.

 Memiliki jiwa kemandirian.

 Berilmu penngetahuan luas.

 Fisik yang sehat dan kuat.

 Memiliki jiwa kerapian dan keteraturan.

 Efektif dalam menjaga dan memanfaatkan waktu.

 Bermanfaat bagi orang lain.

Rukun komitmen yang dipegang oleh kader-kader yang tertarbiyah ada sepuluh yakni paham, ikhlas, amal, jihad(berjuang), pengorbanan, percaya, keteguhan, totalitas, ukhuwah dan taat.

Dokumen terkait