BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Manusia secara hakiki adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya
senantiasa membutuhkan bantuan atau pertolongan orang lain. Sebagai makhluk
sosial, manusia tidak akan mampu bertahan hidup sendiri sehingga manusia perlu
berinteraksi, hidup saling ketergantungan dengan orang lain serta membutuhkan
orang lain dalam menjalankan aktivitas kehidupannya. Interaksi yang dilakukan
manusia untuk bertahan hidup ialah melalui komunikasi.
Secara epistemologi istilah kata komunikasi atau dalam bahasa inggris
communication berasal dari bahasa latin yakni communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Sama dalam arti kata ini bisa interpretasikan dengan pemaknaannya adalah sama makna. Jadi secara sederhana dalam proses
komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan
kesamaan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses
komunikasi tersebut (Amir, dkk, 2010:1).
Lebih lanjut lagi sebuah defenisi yang dibuat oleh kelompok sarjana
komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia
(human communication) bahwa: “komunikasi adalah suatu transaksi, proses
simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1)
membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3)
untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah
sikap dan tingkah laku itu” (Book dalam Cangara, 2004:18).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka komunikasi sebagai usaha
untuk mendapatkan kesamaan makna yang disampaikan melalui rangsangan dan
dapat mengubah sikap serta tingkah laku setiap individu. Seperti yang dinyatakan
Mednick, Higgins & Kirschenbaum dalam Psikologi Sosial Tri Dayakisni bahwa salah satu faktor pembentukan sikap individu adalah informasi yang diterima oleh
individu dalam kegiatan komunikasinya.
Sikap adalah evaluasi terhadap objek, isu, atau orang yang timbul dari
suatu bawaan, malainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan
sehingga sikap bersifat dinamis. Interaksi komunikasi yang terjadi dalam
kelompok kecil biasanya memiliki peranan besar dalam proses perubahan sikap.
Salah satu kesimpulan penelitian kelompok kecil yang tercatat secara baik
adalah bahwa para anggota kelompok cenderung mempunyai penilaian yang sama
tentang suatu masalah apabila mereka dihadapkan pada penilaian lain. Utterback
telah mengadakan serangkaian evaluasi tentang perubahan sikap yang terjadi
dalam konferensi-konferensi antar perguruan tinggi mengenai berbagai masalah
yang menonjol dalam masyarakat. Beberapa hal yang acapkali ditemui dalam
berbagai penelitian ini adalah: (1) Pendapat para individu cenderung bergeser
mengikuti pendapat mayoritas (Pada saat belum mengadakan diskusi). Pergeseran
ini terjadi pada hampir lebih separuh masalah yang didiskusikan. (2) Hampir
semua pergeseran pendapat terjadi pada mereka yang mengikuti konferensi tanpa
mempunyai ikatan sebelumnya pada suatu pendapat. (3) Diskusi mengakibatkan
terjadinya posisi proses yang sama sekali baru dan diterima oleh kelompok
sesering penerimaan kelompok pada posisi yang dianut mayoritas. Selain itu
Utterback juga menemukan bahwa sikap mahasiswa lebih banyak berubah melalui
ketikutsertaan mereka dalam diskusi tentang masalah yang kompleks dan singkat
daripada mendengarkan diskusi panel radio tentang masalah yang sama (Golberg
dan Larson, 1985:38).
Berbeda dengan Utterback, Robert Gales pencetus teori Analisis Proses
Interaksi mengemukakan teori terpadu dikembangkan dengan baik dari
komunikasi kelompok kecil yang bertujuan untuk menjelaskan jenis pesan yang
manusia tukar dalam kelompok, dari yang semua membentuk peran dan
kepribadian anggota kelompok. Dalam kelompok, setiap individu dapat
memperlihatkan sikap positif atau gabungan dengan (1) menjadi ramah; (2)
mendramatisasi (suka bercerita/bebicara); atau (3) menyetujui. Sebaliknya,
mereka juga dapat menunjukkan sikap negatif atau sikap campur aduk dengan (1)
penolakan; (2) memperlihatkan ketegangan, (3) menjadi tidak ramah. (Littlejohn,
2009;326).
Penelitian Utterback akan perubahan sikap dalam konferensi-konferensi
tak perlu berdasarkan kenal-mengenal secara pribadi, dan sifatnya juga tidak
begitu langgeng namun formal. Bagaimana dengan komunikasi kelompok kecil
primer dalam merubah sikap?
Kelompok primer disebut juga “face to face group” yang berperan penting
dalam mengembangkan sifat-sifat sosial individu, antara lain mengindahkan
norma-norma, melepaskan kepentingan dirinya demi kepentingan kelompok
sosialnya, belajar bekerja sama dengan individu-individu lainnya dan
mengembangkan kecakapannya guna kepentingan kelompok. Contoh-contoh dari
kelompok primer misalnya: keluarga, rukun tetangga, kelompok kawan
sepermainan disekolah, kelompok belajar, kelompok agama dan sebagainya.
Kelompok agama Re’uwel merupakan contoh kelompok kecil bersifat primer yang ada ditengah mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara. Kelompok ini terbentuk pada bulan maret 2012 secara permanen dengan
nama Re’uwel (bahasa Ibrani) yang memiliki arti “Sahabat Allah”. Kelompok
Re’uwel dipimpin oleh Monica Hendrika H.B dari stambuk 2009 yang beranggotakan 3 orang dari stambuk 2011 yaitu: Ibreina Saulisa Agitha Pandia,
Margaretha O. Sianturi dan Yosua Sinuhaji.
Kelompok kecil ini memiliki Visi dan Misi berdasarkan Pelayanan Unit
Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara.
Salah satu misi dari kelompok kecil Re’uwel adalah pembinaan. Dimana dalam kelompok terjadi pembinaan anggota agar setiap anggota mengenal Tuhan Yesus
Kristus dalam iman dan pengetahuan sehingga memiliki karakter seorang murid
kristus yang memegang teguh firman Tuhan (Alkitab). Setiap anggota dibina
untuk meyakini lahir barunya (pertobatan), memiliki sikap taat disiplin rohani dan
memiliki perubahan nilai-nilai hidup menjadi lebih baik sehingga memiliki
karakter Allah seperti yang tertulis dalam Kitab :
Kejadian 1: 27 “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut
Kolose 3 : 8-10 (Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram,
kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Janganlah lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya)
Maksudnya ialah sebagai manusia yang mengenal Allah haruslah menjadi
pribadi yang segambar dengan-Nya, menjadi kudus di dalam seluruh aspek hidup
dengan keadilan, kesetiaan, kasih dan damai. Hidup sebagai anak-anak terang
yang taat akan firman-Nya yang tertulis dalam Alkitab dan terus-menerus akan
diperbaharui dalam pengetahuan yang benar.
Memilki nilai yang benar terhadap cara hidup baik secara pribadi maupun
dikampus haruslah sesuai integritas sebagai anak Tuhan. Sebagai contoh,
mengerjakan tugas serta ujian kuliah secara pribadi tanpa mencontek dan bersikap
kontra terhadap “titip absen” ketika jam kuliah berlangsung. Nilai hidup terhadap
cara menggunakan waktu dengan baik adalah melalui disiplin waktu terhadap
setiap kegiatan seperti yang tertulis dalam kitab Efesus 5:16 “dan pergunakanlah
waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat”. Untuk berpakaian haruslah sopan dan rapi yang tidak membangkitkan hawa nafsu lawan jenis. Dalam konteks
pacaran haruslah memiliki hubungan pacaran sesuai dengan pasangan yang
dikehenaki Allah yaitu pasangan yang sepadan berdasarkan iman kepercayaan
seperti tertulis dalam kitab 2 Korintus 6:14 “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap”. Berkarakter dengan penuh integritas sebagai anak Tuhan yang menjaga kekudusan.
Nilai-nilai hidup dalam norma umum yang universal seperti yang tertulis
diatas menjadi kewajiban untuk ditaati setiap anggota kelompok dan pemimpin
kelompok. Norma umum universal yang menjadi kewajiban tersebut terbentuk
berlandaskan master plan pelayanan dalam Dasar dan Pedoman Pelayanan UKM KMK USU yang menyatakan Alkitab sebagai dasar kepercayaan secara mutlak
kelompok yang harus ditaati. Norma khusus dalam kelompok Re’uwel diantaranya adalah : membawa Alkitab dalam setiap pertemuan, mempersiapkan diri untuk
bahan diskusi setiap pertemuan kelompok, menghapal ayat hafalan yang
ditentukan dan program ketaatan.
Norma-norma khusus ini terbentuk melalui arahan pemimpin kelompok
yang kemudian didiskusikan dan disepakati bersama. Seiring berkembangnya
kelompok norma khusus tersebut juga akan mengalami perkembangan serta
perubahan. Program ketaatan merupakan norma jangka pendek yang terbentuk
berdasarkan bahan ajaran yang didiskusikan dalam kelompok setiap minggunya.
Pemimpin Kelompok berdasarkan kurikulum pelayanan akan membina
setiap anggotanya untuk hidup dengan nilai yang lebih baik sesuai norma
kelompok dan norma umum yang universal berlandaskan Alkitab. Secara
komunikatif pemimpin kelompok memberikan pemahaman firman Tuhan
(Alkitab) dengan tujuan menanamkan sikap taat akan norma kelompok dan norma
umum yang universal yang lebih lagi dapat mengubah tingkahlaku setiap
anggotanya.
Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma-norma tersebut
dapat bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan
terpaksa karena ia termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada pula
yang tunduk pada norma kelompok dengan penuh pengertian dan penuh
kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri. Pada faktanya
menanamkan sikap taat akan norma terhadap anggota kelompok tidaklah mudah.
Terlebih lagi norma tersebut menanamkan nilai-nilai hidup baru yang terkadang
bertentangan dengan gaya hidup anggota. Dibutuhkan strategi komunikasi yang
baik dalam setiap penyampain pesan norma-norma tersebut. Melalui komunikasi
kelompok kecil yang efektif sehingga para anggota kelompok akan mau
memperhatikan pesan, memahami pesan, terpengaruh dengan pesan dan akan
bersikap dan berperilaku sesuai pesan yang disampaikan. Adapun interaksi yang
digunakan untuk menanamkan norma-norma tersebut melalui pertemuan
kelompok (komunikasi kelompok) dan sharing pribadi (komunikasi antarpribadi). Karena pada dasarnya baik komunikasi kelompok maupun komunikasi antar
menyampaikan serta menjawab pesan-pesan baik secara verbal maupun
nonverbal. Akan tetapi komunikasi antar pribadi biasanya dikaitkan dengan
pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat
spontan dan tidak berstruktur, sedangkan komunikasi kelompok terjadi dalam
suasana yang lebih berstruktur di mana para pesertanya lebih cenderung melihat
dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran
bersama (Golberg dan Larson, 1985:38). Kadar spontanitas, strukturalisasi,
kesadaran akan sasaran kelompok, ukuran kelompok, relativitas sifat permanen
dari kelompok serta identitas diri menjadi perhatian khusus.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti
peran komunikasi Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen Mahasiswa Kebaktian Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas
Hukum dalam menanamkan sikap taat akan norma.
Penelitian ini juga berangkat dari kesadaran peneliti terhadap fenomena
sosial berupa penanaman sikap taat terhadap nilai-nilai hidup yang menjadi lebih
baik yang terjadi dalam kelompok keagamaan Unit Kegiatan Mahasiswa
Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara. Penelitian mengenai
penanaman sikap taat sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Sari yolanda
mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP USU stambuk 2005 dengan judul penelitian
“Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam menanamkan sikap taat (Studi Kasus Tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murrabbi dan Binaanya dalam menanamkan sikap taat pada anggota kelompok Halaqoh Kader
Partai Keadilan Sejahtera). Penelitian ini berfokus pada setiap proses komunikasi
yang terjadi dalam kelompok kecil murabbi (Pemimpin Kelompok) dengan
binaannya dalam menanamkan sikap taat kepada murabbi (Pemimpin Kelompok).
Adapun yang menjadi objek sikap taat adalah murabbi (pemimpin kelompok).
Berbeda dengan penelitian Sri Yolanda, penelitian “Tinjauan Komunikasi
Kelompok Kecil mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil
Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum)” yang akan peneliti teliti
berfokus hanya pada komunikasi kelompok kecil yang terjadi diantara pemimpin
sikap taat dalam penelitian ini adalah norma-norma kelompok kecil yang
bersangkutan serta norma umum yang universal sesuai dengan pedoman dasar
pelayanan.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka peneliti memfokuskan
masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah proses Komunikasi Kelompok Kecil
Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum dalam menanamkan sikap taat
akan norma?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui norma-norma dalam kelompok kecil Re’uwel dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit
Pelayanan Fakultas Hukum
2. Mengetahui proses Komunikasi Kelompok Kecil Re’uwel dalam menanamkan sikap taat akan norma.
3. Mengetahui sikap taat pemimpin kelompok dan anggota kelompok Re’uwel
akan norma.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah refrensi
penelitian di bidang Komunikasi Kelompok pada Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan peneliti mengenai proses komunikasi yang terjadi dalam
kelompok kecil.
3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumbangan