• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Paradigma Kajian - Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Huku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Paradigma Kajian - Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Huku"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Paradigma Kajian

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha untuk mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi melalui model-model tertentu. Model-model tertentu biasanya disebut dengan paradigma (Moleong, 2009).

Paradigma bukanlah teori-teori, namun lebih merupakan cara pandang atau pola-pola untuk penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu teori. Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai dasar dalam menyusun kerangka penelitian. Menurut Sandjaya (2007:5) “Paradigma adalah pandangan dalam kepercayaan yang telah diterima dan disepakati bersama oleh masyarakat ilmuwan berkaitan dengan suatu keilmuan”.

Sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat dalam penelitian ini, maka paradigma yang relevan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretatif pendekatan kualitatif. Adapun pada tradisi kualitatif-interpretatif, manusia lebih dipandang sebagai makhkuk rohaniah alamiah (natural). Dalam pandangan ini, manusia sebagai makhluk sosial sehari-hari bukan “berperilaku” berkonotasi mekanistik alias bersifat otomatis seperti hewan, melainkan “bertindak” mempunyai konotasi tidak otomatis/mekanistik, melainkan humanistik alamiah : melibatkan niat, kesadaran, motif-motif, atau alasan-alasan tertentu, yang disebut Weber sebagai social action (tindakan sosial) dan bukan

sosial behavior (perilaku sosial) karena ia bersifat intensional; melibatkan makna dan interpretasi yang tersimpan di dalam diri pelakunya. Dunia makna itulah yang perlu dibuka, dilacak, dan dipahami untuk bisa memahami fenomena sosial apa pun, kapan pun, dan dimana pun. (Vardiansyah 2008 : 67).

(2)

Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum dalam menanamkan sikap taat akan norma.

2.2 Kajian Teoritis 2.2.1 Komunikasi

Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan, orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan. Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek yaitu isi pesan dan simbol. Secara konkret isi pesan adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.

Secara epistemologi istilah kata komunikasi atau dalam bahasa inggris

communication berasal dari bahasa latin yakni communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Sama dalam arti kata ini bisa diinterpretasikan dengan pemaknaannya adalah sama makna. Jadi secara sederhana dalam proses komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut (Amir, dkk, 2010:1).

Berdasarkan perkembangan komunikasi banyak disiplin ilmu yang telah memberi masukan terhadap defenisinya, misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistik, matematika, ilmu elektronika dan lain sebagainya. Defenisi ilmu komunikasi yang tercipta diantarannya:

(3)

Sebuah defenisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa: “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Cangara, 2004:18). Sedangkan Carl I. Hovland beranggapan Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.

Defenisi lain namun juga selaras dengan defenisi sebelumnya diungkapkan oleh Everett M. Rogers bahwa “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan untuk mendapatkan kesamaan makna yang disampaikan bertujuan menguatkan serta mengubah sikap dan tingkah laku.

Dalam proses penyampaian pesan tersebut, komunikasi melewati beberapa proses yang menggambarkan kegiatan komunikasi antar individu yang bersifat interaktif, relasional, dan transaksional di dalamnya melibatkan sumber komunikasi yang mengirimkan pesan-pesan melalui media tertentu kepada penerima dengan maksud dan tujuan dalam sebuah konteks tertentu. Proses komunikasi diatas dapat dirinci dalam beberapa unsur sebagai berikut :

1. Komunikator/Pengirim 2. Encoding/Penyandian 3. Saluran

4. Pesan/Simbol

5. Decoding/Penafsiran 6. Komunikan

7. Umpan balik 8. Gangguan (noise)

(4)

dikomunikasikan, saluran yang digunakan untuk berkomunikasi, dan gangguan saat terjadi komunikasi, serta pihak yang menerima pesan, umpan balik dan dampak pada pengirim pesan. Pengirim atau sender merupakan pihak yang mengawali proses komunikasi. Sebelum pesan dikirimkan, pengirim harus mengemas idea atau pesan tersebut sehingga dapat diterima dan dipahami. Proses pengemasan ide ini disebut dengan encoding. Pesan yang akan dikirimkan harus berisifat informatif artinya mengandung peristiwa, data, fakta, dan penjelasan. Pesan harus bisa menghibur, memberi inspirasi, memberi informasi, meyakinkan, dan mengajak untuk berbuat sesuatu. Pesan yang telah dikemas disampaikan melalui media baik melalui media lisan: (dengan menyampaikan sendiri, melalui telepon, mesin dikte atau videotape) maupun dengan media tertulis : (surat, memo, laporan, hand out, selebaran, catatan, grafik, dan gambar), maupun media elektronik yaitu : (faksimili, email, radio, televisi).

Penggunaan media untuk menyampaikan pesan dapat mengalami gangguan (noise) yang dapat menghambat atau mengurangi kemampuan dalam mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi dapat berupa faktor pribadi (prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap) dan pengacau indra (suara yang terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas).

Setelah pesan disampaikan, pihak yang menerima pesan (receiver) harus dapat menafsirkan dan menerjemahkan pesan yang diterima. Penafsiran pesan mungkin akan sama atau berbeda dengan pengirim pesan. Apabila penafsiran sama, maka penafsiran dan penerjemahahn penerima benar dan maksud pengirim tercapai. Sebaliknya jika penafsiran berbeda maka penafsiran dan penerjemahan salah dan maksud tidak tercapai. Penafsiran pesan ini sangat dipengaruhi oleh ingatan dan mutu serta kedekatan hubungan antara pengirim dan penerima.

(5)

penyampaian pesan dilakukan secara benar tetapi penafsiran pesan salah. Dalam komunikasi secara bergantian pera penerima pesan bisa berubah menjadi pengirim pesan dan pengirim pesan berubah menjadi penerima pesan.

2.2.2 Komunikasi Kelompok Kecil 2.2.2.1 Pengertian dan Karakteristik

Komunikasi kelompok kecil berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (Effendy, 2003:75). Apabila jumlah orang dalam kelompok itu sedikit, kurang dari dua puluh orang berarti komunikasi tersebut disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication).

Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002 : 182).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang melibatkan lebih dari dua orang hingga kurang dari dua puluh orang yang terikat satu sama lain dan saling mempengaruhi demi beberapa tujuan. Melihat dari jumlah orang yang terlibat, maka komunikasi yang terjadi dalam kelompok Re’uwel dapat dikategorikan sebagai komunikasi kelompok kecil. Dimana kelompok ini terdiri dari tiga orang anggota kelompok dan dipimpin oleh seorang pemimpin kelompok.

Anggota-anggota dalam kelompok Re’uwel dapat berkomunikasi dengan mudah. Sumber dan penerima informasi dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama. Kelompok tersebut mempunyai alasan yang sama bagi anggotanya untuk berinteraksi. Mereka mempunyai derajat organisasi tertentu yang mengatur kelompok itu. Komunikasi dalam kelompok ini menitikberatkan pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok.

(6)

Selain beberapa karakteristik diatas, terdapat beberapa karakteristik yang ada dalam komunikasi kelompok. Menurut Marhaeni Fajar dalam bukunya Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktik adapun karakteristik dari komunikasi kelompok, antara lain:

1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen.

2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan tindakan pada saat itu juga.

3. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung.

4. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional (terjadi komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi komuniasi kelompok besar).

5. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun hubungan yang terjadi tidak erat seperti komunikasi interpersonal.

6. Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Penelitian ini pada dasarnya melihat proses komunikasi kelompok kecil dalam menanamkan sikap taat pemimpin dan anggotanya akan norma. Perhatian khusus penelitian ini adalah pada proses komunikasi yang ada dalam kelompok kecil dan unsur-unsur apakah yang mempengaruhi proses itu sehingga tercipta komunikasi kelompok yang efektif dalam menanamkan sikap taat akan norma.

2.2.2.2 Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok

(7)

dalam kegiatan kelompok. Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok. Jalanuddin Rahmat dalam Marhaeni 2004 menyatakan 4 karakteristik kelompok yang mempengaruhi keefektifan kelompok, yaitu:

1. Ukuran Kelompok

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakmat (2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.

2. Jaringan Komunikasi

Jaringan komunikasi kelompok merupakan perangkat yang menunjukkan lingkaran pergaulan antara individu satu dengan yang lainnya, atau anggota-anggota kelompok dalam membicarakan isu-isu tertentu. Hubungan diantara individu-individu dan klik-klik (clique) mengenai isu-isu dapat ditelusuri dari pertanyaan “siapa berinteraksi dengan siapa?” Individu berdiskusi mengenai isu-isu itu dengan siapa, dan sesering apakah mereka mendiskusikan isu-isu tersebut? (Wiryanto, 2004:47)

(8)

   

Gambar 2.1 Tipe Jaringan Komunikasi  Pola Melingkar

Dalam struktur jaringan komunikasi melingkar semua anggota sama dapat berkomunikasi dengan anggota disebelahnya. Pola ini memberikan kepuasan kelompok yang tertinggi, dimana setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk berkomunikasi.  Pola Berantai

Dua anggota masing-masing hanya dapat berbicara dengan satu orang anggota lain. Dipandang dari sudut komunikasi, pola ini kurang baik bagi orang yang berada di ujung rantai. Tiga anggota yang lain memiliki teman bicara dalam jumlah yang sama, tetapi orang yang berada di tengah lebih menjadi pusat. Pola ini mendapatkan bentuk yang satu tahap lebih maju pada struktur berbentuk Y.

 Pola Y

Terdapat tiga orang di ujung, hanya satu anggota diantara anggota lain yang dapat berbicara dengan dua anggota, dan anggota kelima dapat berbicara dengan tiga anggota yang lain.

(9)

Salah seorang anggota dapat berbicara dengan anggota lain, tetapi anggota yang lain hanya berbicara dengan anggota yang berada di pusat roda.

Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

3. Kohesi Kelompok

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankan bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

4. Kepemimpinan

(10)

ini menggambarkan bagaimana pemimpin mempengaruhi suatu kelompok; mungkin pemimpin tertentu tidak melakukan semua itu (Peplau dkk,

Psikologi Sosial Edisi Kelima: 120)

Bennis dan Nanus dalam Komunikasi Antarmanusia oleh Devito mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan yaitu: pemimpin lepas-kendali, pemimpin demokratis dan pemimpin otoriter. Sedangkan Fred Fiedler meneliti gaya kepemimpinan dari situasi saling berinteraksi dalam menentukan efektivitas pemimpin. Klasifikasi gaya kepemimpinan dianalisisnya melalui model kontinguensi untuk efektivitas kepemimpinan (Contingency model of leadership effectiveness). Model ini mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan, yang berkorespondensi dengan perbedaan antara kepemimpinan tugas dan sosial.

a. Pemimpin berorientasi tugas

Pemimpin ini lebih memprioritaskan penyelesaian kelompok dan kurang mementingkan relasi antar-anggota kelompok. Sebagai contoh adalah pemimpin yang mengatakan bahwa “kemenangan tak bisa ditawar-tawar” dan mengabaikan perasaan anggota tim. b. Pemimpin berorientasi hubungan

Pemimpin ini lebih mengutamakan relasi dan kemudian pencapaian tugas.

(11)

2.2.3 Norma Kelompok Kecil

Pada umumnya kelompok mengembangkan norma, atau peraturan mengenai perilaku yang diinginkan. Norma adalah aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian. Nilai yang menjadi milik bersama di dalam satu masyarakat dan telah tertanam dengan emosi yang mendalam akan menjadi norma yang disepakati bersama (Surajiyo, 2008: 90). Ada banyak macam norma. Ada norma khusus, yaitu norma yang hanya berlaku dalam bidang khusus dan norma umum yang terbagi menjadi : norma sopan santun, hukum dan moral.

Norma kelompok adalah salah satu norma khusus yang hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Norma kelompok adalah pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan perilaku atau perbuatan anggota kelompok. Golberg dan Larson

menjelaskan bahwa norma-norma mengatur tingakah laku anggota kelompok. Norma terdiri dari gambaran tentang bagaimana seharusnya mereka bertingkah laku. Norma terbagi dalam pola-pola dan aspek-aspek yang dapat dapat diperkirakan dari kegiatan maupun dari segi pandangan kelompok.

Beberapa norma mengatur perilaku kelompok secara keseluruhan: Semua anggota keluarga harus berkontribusi membantu anggota keluarga yang mengalami kesulitan; kelompok akan menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.

Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan terpaksa karena ia termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada pula yang tunduk pada norma kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri.

Menurut Napier dan Gershenfeld (1987), para anggota kelompok akan menerima norma tersebut apabila:

 Anggota menginginkan keanggotaan yang kontinyu dalam kelompok  Pentingnya keanggotaan kelompok seseorang semakin tinggi

 Kelompok bersifat kohesif, dan para anggota berhubungan sangat erat,

(12)

 Pelanggaran norma dihukum dengan reaksi yang negatif atau dikucilkan

dari kelompok.

Arni Muhammad (2000:193-194) menyebutkan bahwa individu biasanya mematuhi norma-norma kelompok yang mempengaruhi mereka. Ada variabel-variabel kunci yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam norma kelompok, di antaranya yaitu:

1. Sifat kepribadian yang mungkin mempengaruhi anggota kelompok untuk patuh, yakni tingkat sifat yang suka menerima, tingkat kepercayaan akan diri menerima, sifat otoriter, intelegensi, kebutuhan untuk mencapai hasil, dan kebutuhan akan persetujuan sosial.

2. Variabel dalam kelompok yang mempengaruhi kepatuhan yakni kekompakan, daya tarik kelompok, pentingnya kelompok, dan jumlah interaksi.

3. Tekanan luar yang mempengaruhi kepatuhan yakni, besarnya kelompok, struktur kelompok, tingkat kesulitan masalah atau tugas yang dihadapi, kebaruan situasi, tekanan untuk konsensus, tingkatan krisis atau keadaan darurat, dan tingkat situasi yang meragukan.

2.2.4 Sikap 2.2.4.1 Pengertian

Sikap adalah evaluasi terhadap objek, isu, atau orang. Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang sikap, diantaranya (dalam Dayakisni, 2003) :

1. Thurstone

Berpandangan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu sifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis.

2. Kimball Young (1945)

Menyatakan bahwa sikap merupakan suatu predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan.

(13)

Menyebutkan bahwa sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan obyek tertentu.

4. Sherif & Sherif (1956)

Sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat ditemukan unsur yang hampir sama pada sikap, yaitu sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak untuk bereaksi terhadap rangsang. Oleh karena itu manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup.

Sikap cenderung kompleks secara kognitif tetapi relatif sederhana secara evaluatif. Aspek penting lain dari sikap adalah hubungannya dengan pengambilan keputusan dan perilaku. Sikap memungkinkan kita mengakses informasi yang relevan dengan cepat, sebab sikap memberikan link yang penting ke informasi-informasi yang tersimpan didalam memori. Konsekuensinya, sikap memampukan orang untuk membuat keputusan dengan cepat karena sikap memberi informasi untuk mengambil keputusan (Taylor, Peplau & David O, 2009)

2.2.4.2Komponen sikap

Dalam buku Komunikasi Serba Ada Serba Makna oleh Prof. Dr.Alo Liliweri, M.S. sikap manusia tersusun oleh tiga komponen utama, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif atau perilaku (kadang-kadang ahli psikologi menambahakan evaluasi)

- Kognitif

(14)

- Afektif

Afektif berisi apa yang Anda rasakan mengenai suatu objek, jadi komponen afektif berisi emosi. Afeksi sebagai komponen afektif menunjukkan perasaan, respek atau perhatian kita terhadap objek tertentu, seperti ketakutan, kesukaan, atau kemarahan.

- Konatif/Behavioral

Konatif berisi predisposisi Anda untuk bertindak terhadap objek. Jadi berisi kecendrungan untuk bertindak terhadap objek, atau mengimplementasikan perilaku sebagai tujuan terhadap objek.

- Evaluatif

Evaluasi acap kali dipertimbangkan sebagai inti dari tiga komponen sikap tersebut di atas. Evaluasi dapat dibayangkan sebagai suatu rentangan meggambarkan derajat sikap kita terhadap objek

Dengan demikian sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari konstelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen tersebut.

(15)

2.2.4.3 Karakter sikap

Menurut Brigham (1991) ada beberapa ciri sifat (karakteristik) dasar dari sikap, yaitu :

1. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku;

2. Sikap ditunjukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target object dimana sikap diarahkan; 3. Sikap dipelajari;

4. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada suatu obyek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara tertentu.

2.2.4.4 Fungsi sikap

Menurut Katz (1960) dalam Dayakisni 2003, ada empat fungsi sikap diantaranya: 1. Utilitarian function: sikap memungkinkan seseorang untuk memperoleh

atau memaksimalkan ganjaran (reward) atau persetujuan dan meminimalkan hukuman. Dengan kata lain, sikap dapat berfungsi sebagai penyesuaian sosial, misal seseorang dapat memperbaiki ekspresi dari sikapnya terhadap sesuatu objek tertentu untuk mendapatkan persetujuan atau dukungan.

2. Knowledge function: sikap membantu dalam memahami lingkungan (sebagai skema) dengan melengkapi ringkasan evaluasi tentang obyek dan kelompok atau segala sesuatu yang dijumpai di dunia ini.

3. Value-expressive function: sikap kadang-kadang mengkomunikasikan nilai dan identitas yang dimiliki seseorang terhadap orang lain.

(16)

2.2.4.5 Pembentukan dan Perubahan Sikap

Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu bawaan, malainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap.

Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sherif & Sherif (1956) bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan obyek tertentu.

Lebih tegas, menurut Bimo Walgito (1980) dalam Dayakisni 2003 bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

1.Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

2.Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.

Sementara itu Mednick, Higgins & Kirschenbaum (1975) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

a.Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan b.Karakter kepribadian individu

c.Informasi yang selama ini diterima individu.

Keitga faktor ini akan berinteraksi dalam pembentukan sikap. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembentukan dan perubahan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri individu dan faktor di luar diri individu yang keduanya saling berinteraksi. Proses ini akan berlangsung selama perkembangan individu. Menurut Kelman (1991) dalam Dayakisni 2003, secara umum ada tiga proses perubahan:

(17)

positif dari pihak lain tersebut. Kesediaan menerima pengaruh pihak lain itu biasanya tidak berasal dari hati kecil seseorang akan tetapi lebih merupakan cara untuk sekedar memperoleh reaksi positif seperti pujian, dukungan, simpati dan semacamnya sambil menghindari hal-hal yang dianggap negatif. Tentu saja perubahan prilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihak lain diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang akan ditunjukan.

2. Identifikasi. Terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap kelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan yang menyenangkan antara dia dengan pihak lain termasuk. Pada dasarnya proses indentifikasi merupakan sarana atau untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara untuk menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut. Bentuk identifikasi yang lain adalah identifikasi dalam usaha memelihara hubungan individu dengan kelompok yang mengharapkannya agar bersikap sama. Dalam ini indivindu bersikap sesuai dengan harapan kelompok dan sesuai dengan peranannya dalam hubungan sosial dengan kelompok tersebut.

3. Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan sistem nilai yang di anut. Dalam hal ini, maka isi dan hakikatnya sikap yang diterima itu sendiri dianggap oleh indivindu sebagai memuaskan. Sikap sedemikian itulah yang biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.

(18)

2.2.5 Teori Integrasi Informasi

Teori integrasi informasi memusatkan perhatian pada cara komunikator mengumpulkan dan mengatur informasi mengenai orang lain, benda-benda, situasi serta ide-ide untuk membentuk sikap (attitudes). Sikap adalah

predispositions to act in a positive or negative way toward some object

(kecendrungan untuk bertindak secara positif maupun negatif terhadap suatu objek). Pendekatan yang diajukan teori integrasi informasi merupakan salah satu model pendekatan yang paling populer yang menjelaskan bagaimana pembentukan dan perubahan sikap dapat terjadi.

Peneliti menggunakan teori ini sebagai arahan penelitian mengingat teori ini berasumsi bahwa kognisi sebagai suatu proses untuk mengetahui, memahami dan mempelajari sesuatu merupakan suatu sistem interaksi yang mana informasi memiliki potensi memengaruhi kepercayaan atau sikap individu. Suatu sikap merupakan kumpulan informasi mengenai suatu objek, orang, situasi, atau pengalaman. Perubahan sikap terjadi karena informasi baru memberikan tambahan terhadap sikap, atau informasi tersebut mampu mengubah penilaian bobot (weight) atau arah informasi lainnya. Setiap satu informasi biasanya tidak akan langsung memberikan pengaruh pada sikap karena sikap terdiri atas sejumlah kepercayaan yang dapat menolak informasi baru (Morisson, 2013: 90)

Perubahan sikap dipengaruhi oleh dua variabel penting. Pertama, adalah “valen” (valance) atau arah yang mengacu pada apakah informasi yang diterima itu memiliki valensi positif. Sebaliknya, jika informasi itu bertentangan dengan kepercayaan Anda maka informasi itu memiliki valensi negatif. Kedua, bobot yang di berikan dalam informasi yang merupakan sebuah kegunaan dari kredibilitas. Jika kita berpikir bahwa informasi tersebut adalah benar, maka kita memberikan bobot yang lebih tinggi pada informasi tersebut; jika tidak, maka kita akan memberikan bobot yang rendah. Jelasnya, semakin besar bobotnya, semakin besar pula dampak dari informasi tersebut pada sistem keyakinan kita.

(19)
(20)

f = Masalah reintegrasi

Melalui skema diatas, Bales menyatakan terdapat 12 jenis pesan dalam komunikasi kelompok yang dapat disederhanakan menjadi empat kelompok yaitu: tindakan positif, jawaban, pertanyaan, dan tindakan negatif. Jenis-jenis perilaku dalam kotak bersifat berpasangan, dan setiap pasangan perilaku memiliki wilayah masalah tertentu bagi kelompok bersangkutan. Misalnya, “memberikan informasi” dipasangkan dengan “meminta informasi”, “memberikan pendapat” dipasangkan dengan “meminta pendapat”, dan “memberikan saran” dipasangkan dengan “meminta saran”.

Menurut Bales, analisis proses interaksi terdiri atas enam kategori, yaitu: 1. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan

cukup informasi, maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah komunikasi”.

2. Jika masing-masing anggota kelompok tidak memberikan pendapat maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah evaluasi”. 3. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan

memberikan saran maka kelompok akan mengalami “masalah pengawasan”.

4. Jika masing-masing anggota kelompok tidak mencapai kesepakatan maka mereka akan mendapatkan “masalah keputusan”.

5. Jika tidak terdapat cukup dramatisasi maka akan muncul “masalah ketegangan”.

6. Jika anggota kelompok tidak ramah dan bersahabat maka akan terdapat “masalah reintegrasi”, yang berarti kelompok itu tidak mampu membangun kembali suatu “perasaan kita” atau kesatuan (cohesiveness) dalam kelompok bersangkutan.

(21)

sekali disampaikan berulang-ulang dalam kelompok. Cerita ini terdiri atas tema fantasi, atau pengetahuan bersama, yang membangun identitas bersama di dalam kelompok. Tema fantasi membentuk atau menghasilkan suatu mekanisme di mana kesatuan atau rasa kebersamaan (sense of community) berkembang dalam kelompok.

2.2.7 Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum

Re’uwel merupakan salah kelompok kecil agama bersifat primer yang ada ditengah mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Kelompok ini terbentuk pada bulan maret 2012 secara permanen dengan nama Re’uwel (bahasa Ibrani) yang memiliki arti “Sahabat Allah”. Pembentukan kelompok hingga menjadi kelompok permanen melewati beberapa proses yang disebut dengan penjangkauan. Penjangkauan diawali dengan pendataan setiap mahasiswa/i baru angkatan 2011 Fakultas Hukum USU oleh pemimpin kelompok. Pendekatan yang dilakukan adalah secara pribadi melalui kegiatan ospek yang berlanjut dengan kegiatan kebaktian fakultas dan universitas.

Setelah melalui beberapa tahap tersebut terkumpullah 9 orang yang menjadi bakal calon anggota yang kemudian akan melalui tahapan selanjutnya sebelum akhirnya dijadikan kelompok permanen. Tahap akhir ialah evaluasi, dimana setiap bakal calon anggota dievaluasi dengan angket hingga akhirnya secara evaluatif terpilihlah 6 orang yang menjadi anggota permanen kelompok kecil Re’uwel.

Selain melalui kegiatan kebaktian, informan juga melakukan pendekatan melalui komunikasi antarpersonal yang dikenal dengan istilah sharing pribadi. Seiring berjalannya waktu, anggota kelompok Re’uwel yang terdaftar secara struktur hanya tinggal tiga orang yaitu Ibreina Saulisa Agitha Pandia, Margaretha O. Sianturi dan Frans Yosua Sinuhaji.

(22)

Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum (UKM KMK USU UP FH) terbentuk pada tahun 1981. Kelompok agama ini bersifat pelayanan rohani yang berporos pada dasar dan pedoman pelayanan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara yang dikenal dengan UKM KMK USU.

UKM KMK USU adalah salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang terstruktur dibawah Rektorat USU dan Pembina (SK Mendikbud no 0457/0/1990 dan SK Rektorat No. 603/PT.05/SK/0.92 pasal 3 ayat 3)

2.2.7.1 Visi dan Misi

Re’uwel memiliki Visi dan Misi berdasarkan Pelayanan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara. Visi Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum adalah menciptakan alumni yang berkualitas dan menjadi garam dan terang dimanapun berada. Adapun misi kelompok ini adalah :

1. Penginjilan

Memberikan keselamatan kepada mahasiwa Fakultas Hukum sehingga mereka menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat Pribadinya.

2. Pembinaan

Melakukan pembinaan kepada mahasiwa Fakultas Hukum yang telah menerima Yesus Kristus supaya mereka semakin mengenal Tuhan dalam iman dan pengetahuan sehingga memiliki karakter murid Kristus.

3. Pelipatgandaan

Suatu proses yang berkesinambungan dalam melatih dan mendorong mahasiswa Fakultas Hukum sehingga bertambah jumlah mereka yang melayani Tuhan.

4. Pengutusan

(23)

(etika/bisnis), berkeluarga, bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga menghasilkan alumni yang dapat menjadi garam dan terang. (Dokumen Evaluasi Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum).

2.2.7.2 Dasar dan Pedoman Pelayanan

Dasar dan Pedoman Pelayanan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara berisi hal-hal yang menjadi dasar pelayanan (visi, misi, ciri, dasar kepercayaan, dll) dan pedoman pelayanan (kurikulum pelayanan) yang terus-menerus digunakan setiap tahunnya (tanpa batas waktu).

1. Dasar Kepercayaan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara.

a. Alkitab adalah firman Allah yang dipercaya secara mutlak berotoritas. b. Allah tritunggal: Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam satu kesatuan.

c. Semua orang telah berdosa dan berada dalam murka Allah sehingga mendapat hukuman akibat dosa yaitu maut.

d. Penebusan dari hukuman akibat dosa hanya digenapi oleh kematian Yesus Kristus, Anak Allah yang berinkarnasi menjadi manusia.

e. Orang berdosa dibenarkan Allah hanya karena kasih karunia oleh iman kepada Yesus Kristus.

f. Yesus Kristus dikandung dari pada Roh Kudus dan lahir dari anak dara Maria.

g. Yesus kristus mati dikayu salib, dikuburkan, turun kedalam kerajaan maut, bangkit dari antara orang mati dan naik kesurga.

h. Roh kudus tinggal dan bekerja di dalam orang-orang percaya.

i. Ada satu Gereja yang kudus dan am, yaitu tubuh Kristus yang terdiri dari semua orang percaya.

j. Pengharapan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali dengan penuh kemuliaan.

(24)

2. Kebijakan Pelayanan

a. Setiap Unit Pelayanan memiliki tertib administrasi yang baik dalam pelayan. Tertib administrasi mencakup:

- Penyimpanan LPJ dan dokumen pelayanan lainnya (soft dan hard). - Data base AKK dan PKK dilanjutkan.

- Bahan seminar, kebaktian, pengisian, training, retreat, kamp, dll (teks atau audio).

b. Program-program yang dibuat harus realistis berdasarkan analisa (mis: SWOT) dan mengacu kepada dasar dan pedoman pelayanan UKM KMK USU.

c. Adanya komunikasi yang baik dengan semua Unit pelayanan dalam penyusunan dan pelaksanaan program pelayanan.

d. Kriteria pengurus dan pemimpin kelompok kecil, antara lain: - Lahir baru dan meyakini dasar kepercayaan UKM KMK USU - Sudah melewati bahan KK MHB 4

- Pemahaman doktrin dasar yang baik

- Pemahaman Filosofi Pelayanan Mahasiswa yang baik - Hubungan pribadi dengan Tuhan baik

- Kesaksian hidup baik - Studi (IPK≥2,75)

- Komitmen memimpin minimal 2 tahun (untuk PKK)

(25)

2.3 Model Teoritik

Dalam penelitian ini, peneliti membuat model teoritik dengan memahami keterkaitan anatara beberapa teori, yaitu pengolahan informasi dalam teori komunikasi kelompok.

 

                 

 

Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok : 1. Ukuran Kelompok

2. Jaringan Kelompok 3. Kohesi Kelompok 4. Kepemimpinan

Teori Integrasi Informasi: - Valance (arahan) - Bobot terhadap

informasi Analisis Proses Interaksi: -Tindakan Positif

- Jawaban - Pertanyaan

Sikap taat akan Norma : - Kesediaan

- Intrenalisasi - Identifikasi

Norma-norma dalam kelompok kecil Re’uwel dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara

Gambar

Gambar 2.1 Tipe Jaringan Komunikasi
Gambar 2.2G2 Kategori AAnalisis Prooses Interaksksi

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT pencipta alam semesta yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga dapat tersusun skripsi dengan judul “Analisis

Penelitian ini akan mengadopsi reaktor fast pyrolysis kontinyu dengan berfokus pada penentuan laju pemanasan, laju quenching, media quenching, serta kriteria bahan baku

dimiliki seseorang untuk melaksanakan tugas di bidang tertentu. Ur-rtuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu secara efektif diperlukan kompetensi yang memadai

5 Saya merasa pimpinan selalu bersikap baik atas pekerjaan yang dilakukan karyawan 6 Semua karyawan dapat bersikap dengan. baik di

akan memunculkan berbagai sengketa ba}kan dapat menjadi sumber konflik di nagari tersebut. Oleh karena itu, perlakukan sengketa tanah ulayat nagari dengan pihak

[r]

The examination committee of the faculty of Tarbiya and Teachers Training certifies that the “skripsi” (scientific paper) entitled “THE EFFECT OF CROSSWORD PUZZLE AS AN

Negara-negara pihak harus memastikan hak siapapun yang berada dalam penahanan penjagaan (custody) untuk berkomunikasi dengan segera dengan perwakilan yang tepat dan terdekat dari