• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Saliva Menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan Pengalaman Karies pada Siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengukuran Saliva Menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan Pengalaman Karies pada Siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Bersama ini saya, Loshnee Karpanan / 120600196 adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang akan mengadakan penelitian ini pada anak tunanetra dengan judul:

“PENGUKURAN SALIVA MENGGUNAKAN SALIVA-CHECK BUFFER KIT DAN PENGALAMAN KARIES PADA SISWA SLB-A TANJUNG MORAWA MEDAN”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai pengukuran air ludah dan pengalaman karies pada anak tunanetra. Jumlah subjek yang akan saya teliti adalah sebanyak 40 orang anak tunanetra yang kooperatif dan berumur 12 tahun ke atas. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan anak tunanetra untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Penelitian yang akan saya lakukan, dilaksanakan dengan angket dan pemeriksaan rongga mulut. Dalam penelitian ini saya akan memeriksa keadaan rongga mulut siswa menggunakan sonde dan kaca mulut dengan melihat seluruh bagian rongga mulut untuk mengetahui tingkat karies. Selanjutnya, saya akan menilai air ludah anak dengan menggunakan alat pengukur saliva yang tidak memliki efek samping.

(2)

Jika siswa bersedia, silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan siswa. Identitas pribadi sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Kesediaan anak tunanetra sangat kami hargai dan bukan merupakan paksaan. Sebagai tanda terima kasih atas partisipasi anak tunanetra dalam penelitian ini saya akan memberikan pelayanan pemeriksaan gigi dan mulut yang baik serta akan memberikan sovinir pada setiap subjek.

Sewaktu bila anak tunanetra mengundurkan diri dapat mengajukan pada saya dan saya berjanji tidak akan mengurangi pelayanan yang diberikan selama peneltian ini. Apabila subjek membutuhkan penjelasan yang berhubungan dengan penelitian ini, maka dapat menghubungi saya Loshnee Karpanan (No.HP: 085762393099)

Demikian, atas perhatian dan kesediaan siswa menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(3)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Saya bertandatangan di bawah ini : Nama :

Umur :

Jenis Kelamin: Laki-laki/Perempuan

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.

Mahasiswi Peneliti, Medan...2016 Peserta Penelitian/ Wali

………

( Loshnee Karpanan ) ( )

(4)

Lampiran 3

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGUKURAN SALIVA MENGGUNAKAN SALIVA-CHECK BUFFER KIT DAN PENGALAMAN KARIES PADA SISWA SLB-A TANJUNG

MORAWA MEDAN

No. Kartu : Nama anak :

1. Jenis Kelamin : a) Laki-laki

b) Perempuan

2. Umur (tahun) :

3. Klasifikasi Kebutaan : a) Ringan

b) Sedang c) Berat Pemeriksaan Pengalaman Karies Indeks DMF-T

17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27

47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 1

(5)
(6)

Pemeriksaan Saliva Menggunakan Saliva Buffer Kit GC b. Sedang : saliva mengalir dengan pelan (frothy bubbly). c. Buruk : saliva tidak mengalir ( sticky frothy)

Derajat keasaman saliva (pH saliva) : _____ a. Normal : pH> 6,8

b.Rendah : pH 6,0-6,6 c. Sangat Rendah: pH <5,8

Volume Saliva : ml b. Rendah: Nilai akhir 6-9

c. Sangat Rendah: Nilai akhir 0-5

(7)
(8)
(9)
(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulendra KT, Fatmawati DWA, Nugroho R. Hubungan pH dan viskositas saliva terhadap indeks DMF-T pada siswa-siswi Sekolah Dasar Baletbaru I dan

Baletbaru II Sukowono Jember. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. 2013.

2. Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. Peranan sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. Maj Ked Gigi (Dent. J) 2005; 38(1):25-8.

3. Najoan SB, Billy JK, Dinar AW. Perubahan pH saliva siswa MA Darul Istiqamah Manado sesudah menyikat gigi dengan pasta gigi mengandung xylitol. J e-GIGI 2014; 2(2):9-14.

4. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen kesehatan republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

5. Shetty C, Hedge MN, Devadiga D. Correlation between dental caries with salivary flow, pH, and buffering capacity in adult South Indian population. Int J Res Ayurveda Pharm 2013;4(2):219-223.

6. Merinda W, Indahyani DE, Rahayu YC. Hubungan pH dan kapasitas buffer saliva terhadap indeks karies siswa SLB-A Bintoro Jember. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013.

7. Reddy KVKK, Sharma A. Prevalence of oral health status in visually impaired children. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2011; 29(1): 25-7.

8. Solanki J, Gupta S, Chand S. Comparison of dental caries and oral hygiene status among blind school children and normal Children, Jodhpur City Rajastan.. J Dent 2014; 1(4):22-5.

(11)

10. Humphrey PS, Williamson TSA. Review of saliva: normal composition, flow, and function. J Prost Dent 2001;85(2): 162-9.

11. Kidd EAM. Essentials of dental caries, 3rd ed., London: Oxford University Press, 2004: 2-18, 128-135.

12. Permnana HJ, Indahyani DE, Yustisia Y. Kelarutan kalsium email pada saliva penderita tunanetra. Dentofas 2014;13(3): 150-4.

13. Del Vigna de Almeida P, Gregio AMT, Machado MAN, Lima D AAS, Azevedo LR. Saliva composition and functions : a comprehensive review. The Contemporary Dental Practice 2008; 9(3): 1-11.

14. Fenoll CP, Munoz M JV, Sanchiz V, Herreros B, Hernandez V, Minguez M et al. Unstimulated salivary flow rate, pH and buffer capacity of saliva in healthy volunteers. Rev Esp Enferm Dig 2004;96(11): 773-783.

15. Angela A. Pecegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Maj Ked Gigi (Dent.J) 2005;38(3): 130-4.

16. Walsh L. Saliva-check buffer. Lund University of Odontology Department of Cariology, Sweeden 2002.

17. Tarigan R. Karies gigi. Jakarta: Hipokrates, 2002 :1,8-12,36-48.

18. Pintauli S, Harmada T. Menuju gigi dan mulut sehat; pencegahan dan pemeliharaan, 1st ed., Medan: USU Press., 2008: 1-34.

19. Pratiwi GAI, Lestari S. Gambaran status kesehatan gigi pada tunanetra. JITEKGI 2011;8(2): 28-31.

20. Heru. Definisi, karakteristik, dan klasifikasi tunanetra. http://herubox.blogspot. com/2012/07/

21. Dianitawulan. Makalah tunanetra. https:// dianitaawulan. wordpress. com / 2013 /06/29/ makalah -tuna-netra/ (Juni 29.2013)

22. Prashant ST, Das UM, Gopu H. Oral health knowledge, practice, oral hygiene status, and dental caries prevalence among visually impaired children in Bangalore. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2011;29(2): 102-5.

(12)

24. Jain M, Bharadwaj SP, Kaira SL, Chopra D, Prabu D, Kulkarni S. Oral health status and treatment needed among institutionalised hearing-impaired and blind children and young adults in Udaipur, India. OHDM 2013;12(1): 41-9.

(13)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional

yaitu melakukan pengukuran saliva dan pengalaman karies pada siswa tunanetra pada satu waktu tertentu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLB-A Km. 21,5 Tanjung Morawa Medan, 20362, Sumatera Utara. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 9 bulan di mulai pada agustus 2015 sampai april 2016 yaitu mulai dari pembuatan proposal penelitian sampai dengan pembuatan laporan akhir.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah siswa tunanetra di SLB-A Tanjung Morawa yang berjumlah 60 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling

dimana siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga jumlah sampel adalah sebanyak 35 orang siswa tunanetra.

3.4 Kriteria Penelitian Kriteria inklusi :

Anak umur > 12 tahun dan yang koperatif.

Kriteria eksklusi :

(14)

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah jenis kelamin, klasifikasi kebutaan, pengalaman karies (skor DMFT), level hidrasi saliva, viskositas saliva, derajat keasaman saliva (pH saliva), kuantitas saliva terstimulasi paraffin, dan kapasitas buffer saliva terstimulasi paraffin.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Jenis kelamin terdiri atas laki-laki dan perempuan 2. Klasifikasi Tunanetra

a. Low vision (ringan) : mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.

b. Partially sighted (sedang) : mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak label.

c. Totally blind (berat) : mereka yang sama sekali tidak dapat melihat. Data klasifikasi tunanetra ini diperoleh dari ketua SLB-A Tanjung Morawa.

3. Pengalaman Karies (Skor DMFT) :

Pengalaman karies dilakukan pada rongga mulut dengan memeriksaan rongga mulut siswa tunanetra menggunakan kaca dan sonde dengan mengisi lembar pemeriksaan. Pengalaman karies diukur menggunakan indeks DMF-T oleh Klein H, terdiri atas :

DMF-T (gigi permanen)

a. D (Decayed) = Gigi dicatat sebagai karies apabila pit dan fisur berwarna kehitaman dan ujung sonde menyangkut; jaringan permukaan gigi terasa lunak dan ujung sonde terasa masuk kedalam gigi.

(15)

radiks serta karies dengan polip pulpa. Me(Missing extracted) merupakan gigi tetap yang sudah dicabut.

c. F (Filling)= gigi tetap dengan lesi karies yang sudah ditambal sempurna dan permanen, tidak ada karies sekunder atau karies primer.

Cara pengukurannya:

Semua gigi diperikasa. Tiap gigi hanya mungkin dimasukkan dalam satu kategori saja: D, M, atau F.

Pengalaman karies dikategorikan menurut WHO : a. Sangat rendah : < 1,2

b. Rendah : 1,2-2.6 c. Sedang : 2,7-4,4 d. Tinggi : 4,5-6,5 e. Sangat tinggi : > 6,5 4. Level Hidrasi Saliva

Hidrasi saliva diukur saat saliva tidak terstimulasi dimana nilai diukur secara visual berdasarkan indikator GC Saliva-Check Buffer. Bibir bawah pasien ditarik ke luar dan dikeringkan dengan kasa. Waktu yang dibutuhkan saliva untuk keluar dari duktus kelenjar minor dicatat. Lalu diberi kategori level hidrasi saliva seperti berikut:23

a. Rendah: > 60 detik b. Normal: < 60 detik 5. Viskositas Saliva

Viskositas saliva adalah konsistensi/kekentalan saliva saat saliva tidak terstimulasi dimana nilai diukur secara visual berdasarkan indikator GC Saliva- Check Buffer dari kemampuan mengalirnya saliva ketika gelas ukur dimiringkan dan banyaknya busa yang terlihat pada saliva. Diberi pembagian viskositas saliva seperti berikut :

(16)

b. Sedang (Kuning): Saliva terlihat berwarna putih busa, tidak menggenang dan apabila gelas ukur dimiringkan saliva mengalir dengan pelan (frothy bubbly).

c. Baik (Hijau): Saliva terlihat cair, menggenang, tidak menunjukkan busa, dan apabila dimiringkan saliva mengalir dengan cepat (watery clear).23

6. Derajat Keasaman Saliva (pH saliva)

Derajat keasaman saliva diukur saat saliva tidak terstimulasi dimana diukur menggunakan indicator pH berdasarkan indikator GC Saliva- Check Buffer. Kategori pH saliva adalah seperti berikut :23

a. Normal: pH > 6,8 b. Rendah: pH 6,0 - 6,6 c. Sangat Rendah: pH < 5,8

7. Kuantitas saliva terstimulasi parafin

Komposisi stimulated saliva tergantung pada laju alir saliva (flow rate) yang merupakan representasi produksi kelenjar saliva mayor dan minor. Nilai diukur secara visualberdasarkan indikator GC Saliva- Check Buffer dengan melihat kuantitas saliva (mL) yang diperoleh selama 5 menit. Kategori kuantitas saliva adalah seperti berikut :23

a. Normal: > 5,0 mL b. Rendah: 5,0-3,5 mL c. Sangat rendah: < 3,5 mL

8. Kapasitas buffer saliva terstimulasi parafin

Kapasitas buffer saliva adalah kemampuan saliva dalam menetralkan penurunan pH saliva saat saliva terstimulasi paraffin. Nilai diukur berdasarkan indikator GC Saliva- Check Buffer dengan membandingkan warna pada kertas strip

buffer dengan standard yang ada dan menetapkan nilainya berdasarkan petunjuk GC yaitu :23

(17)

Merah/biru = 1 poin Merah = 0 poin

Kategori kapasitas buffer adalah seperti berikut : 1. Normal: nilai akhir 10-12

2. Rendah: nilai akhir 6-9 3. Sangat Rendah: nilai akhir 0-5

3.6 Metode Pengumpulan Data

Langkah-langkah pengumpulan data yaitu:

1.Pengumpulan data dilakukan pada ruangan yang telah disediakan oleh pihak panti tunanetra.

2. Setiap siswa yang memenuhi kriteria dikumpulkan di ruang pemeriksaan, kemudian didudukkan di bangku yang telah disediakan. Posisi pemeriksa dan subjek saling berhadapan..

3. Pemeriksaan karies dilakukan dengan menggunakan kaca mulut datar dan sonde tajam ½ lingkaran dengan headlamp untuk mengetahui skor DMFT. Hasil pemeriksaan dicatat pada lembar pemeriksaan yang tersedia. Indeks karies yang digunakan adalah indeks DMFT menurut Klein. Hasil skoring dijumlahkan dan dimasukkan pada tabulasi data.

4.Tahap berikutnya adalah pengambilan saliva. Sebelum pengambilan saliva siswa diintruksikan untuk menyikat gigi, kemudian subjek tidak diperkenankan makan dan minum selama 1 jam hingga akhirnya dilakukan pengambilan saliva. Siswa diintruksikan untuk duduk tegak diatas kursi dan bersandar. Pemeriksaan dilakukan antara jam 8.30-10.30 pagi.

5. Pertama, melakukan pemeriksaan level hidrasi saliva dimana pada saat saliva tidak terstimulasi, bibir bawah siswa ditarik ke luar dan dikeringkan dengan kasa dan mengamati waktu yang dibutuhkan saliva untuk keluar dari duktus kelenjar minor. Waktu yang dibutuhkan untuk saliva keluar dicatat dan disesuaikan skornya.

(18)

pasif ke dalam gelas ukur yang sudah disediakan. Setelah mengumpul, harus mengamati dan mencatat hasil tampilan saliva di dalam gelas ukur.

7. Ketiga, pengukuran pH saliva tidak terstimulasi dimana kertas lakmus dicelupkan ke dalam saliva yang ada dalam gelas ukur selama 10 detik lalu dilihat perubahan warna dan disesuaikan warna yang ada pada Indikator pH dengan panduan yang ada buku saliva. Pemeriksa mencatat hasilnya.

8. Selanjutnya pemeriksaan kuantitas saliva dimana diambil dengan stimulasi. Siswa diminta mengunyah paraffin wax selama 30 detik. Setelah 5 menit saliva dialirkan ke dalam gelas ukur. Saliva yang ditampung dalam gelas ukur lalu diukur volumenya. Saliva yang dikumpul diukur dalam satuan millilitre. Pemeriksa mencatat hasilnya sesuai skornya.

6. Pemeriksaan terakhir yaitu pemeriksaan kapasitas buffer saliva terstimulasi. Saliva terstimulasi yang dikumpul dalam gelas ukur diambil menggunakan pipet kemudian diteteskan di atas buffer strip dan dibiarkan selama 2 menit. Setelah 2 menit, perubahan warna yang terjadi disesuaikan skornya pada buku petunjuk yang sudah ada lalu dicatat hasilnya.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

(19)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Menurut karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin siswa tunanetra dan klasifikasi kebutaan siswa tunanetra. Berdasarkan jenis kelamin, siswa penelitian ini terdiri dari laki-laki (57,1%) dan perempuan (42,9%). Berdasarkan klasifikasi kebutaan yang dialami oleh 35 siswa di Panti Tunanetra Tanjung Morawa siswa yang mengalami kebutaan ringan 11,4%, kebutaan sedang 28,6%, dan kebutaan berat 60,0% (Tabel 7).

Tabel 7. Karakteristik responden siswa tunanetra di Tanjung Morawa (n=35)

Karakteristik Siswa Tunanetra n %

Jenis Kelamin

Laki-Laki 20 57,1

Perempuan 15 42,9

Klasifikasi Kebutaan

Low vision (Ringan) 4 11,4

Partially sighted (Sedang) 10 28,6

Totally blind (Berat) 21 60,0

4.2 Pengalaman Karies Pada Siswa Tunanetra

(20)

Tabel 8. Rerata masing-masing komponen DMF-T siswa tunanetra

Komponen DMF Total X ± SD

D (Decayed) 147 4,20±1,6

Mi ( Missing indicated) Me ( Missing extracted)

14 12

0,40±1,26 0,34±0,09

F (Filling) 3 0,09±0,37

Jumlah DMF-T 176 5,03±2,06

Hasil persentase pengalaman karies berdasarkan kategori WHO siswa tunanetra di Panti Tanjung Morawa diperoleh, kategori rendah (1,2-2,6) adalah 2,9%, Sedang (2,7-4,4) adalah 37,1%, tinggi (4,5-6,5) adalah 45,7% dan sangat tinggi (>6,5) adalah 14,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa banyak siswa yang mengalami pengalaman karies tinggi dan sangat tinggi 60,0% sedangkan siswa dengan pengalaman karies sangat rendah tidak ada.

Tabel 9. Persentase kategori pengalaman karies (WHO) siswa tunanetra (n=35)

Kategori Pengalaman Karies n %

Sangat Rendah (< 1,2) 0 0,0

Rendah (1,2-2,6) 1 2,9

Sedang (2,7-4,4) 13 37,1

Tinggi (4,5-6,5) 16 45,7

(21)

4.3 Kondisi Saliva Siswa Tunanetra Menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan Pengalaman Karies Pada Siswa SLB- A di Tanjung Morawa

Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa siswa dengan hidrasi saliva rendah (>60 detik) memiliki rerata pengalaman karies 5,11±2,66 dan siswa dengan hidrasi saliva normal (<60 detik) memiliki rerata pengalaman karies 4,94±1,25. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa dengan hidrasi saliva rendah (>60 detik) memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,11±2,66.

Tabel 10. Rerata pengalaman karies berdasarkan hidrasi saliva siswa tunanetra (n=35)

Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa siswa dengan viskositas saliva buruk memiliki rerata pengalaman karies 5,24±2,71, sedangkan pada viskositas saliva sedang memiliki rerata pengalaman karies 5,36±1,21 dan viskositas saliva buruk memiliki rerata pengalaman karies 4,00±0,81. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa dengan viskositas saliva sedang memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,36±1,21.

(22)

Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa siswa dengan derajat keasaman saliva (pH saliva) rendah memiliki rerata pengalaman karies 5,78±2,90, sedangkan pada pH saliva sangat rendah memiliki rerata pengalaman karies 4,76±1,71 dan pada pH saliva sangat rendah memiliki rerata pengalaman karies 5,00±0,41. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa dengan pH saliva normal memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,78±2,90.

Tabel 12. Rerata pengalaman karies berdasarkan derajat keasaman saliva (pH saliva) (n=35)

Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa siswa dengan kuantitas saliva (mL) sangat rendah memiliki rerata pengalaman karies 5,30±2,36, sedangkan pada kuantitas saliva (mL) rendah memiliki rerata pengalaman karies 4,50±1,23 dan tidak ada yang menunjukkan hasil dengan kuantitas saliva normal. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa dengan kuantitas saliva (mL) sangat rendah memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,30±2,36.

Tabel 13. Rerata pengalaman karies berdasarkan kuantitas saliva (mL) siswa tunanetra (n=35)

Kuantitas Saliva (mL) n

Pengalaman Karies X ± SD

Normal (>5,0 mL) 0 0,00±0,00

Rendah (5,0-3,5 mL) 12 4,50±1,23

(23)

Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa siswa dengan buffer saliva rendah memiliki rerata pengalaman karies 5,13±2,05, sedangkan pada buffer saliva sangat rendah memiliki rerata pengalaman karies 4,71±1,49 dan buffer saliva normal memiliki rerata pengalaman karies 5,00±3,37. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa dengan buffer saliva rendah memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,13±2,05.

Tabel 14. Rerata pengalaman karies berdasarkan buffer saliva siswa tunanetra (n=35)

Buffer Saliva n

Pengalaman Karies X ± SD

Normal (10-12) 4 5,00±3,37

Rendah (6-9) 24 5,13±2,05

(24)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengalaman karies (DMF-T) menunjukkan bahwa siswa tunanetra di SLB-A Tanjung Morawa tidak ada siswa yang bebas karies dan rerata karies gigi cukup tinggi dimana D (Decayed) 4,20±1,6, Mi (Missing indicated) 0,4±1,26, Me (Missing extracted) 0,34±0,09, F (Filling) 0,09±0,37. Rerata DMFT adalah 5,03±2,06. Hasil pemeriksaan berdasarkan kategori pengalaman karies (WHO) dapat dilihat bahwa paling tinggi (>6,5) 14,3%, tinggi (4,5-6,5) 45,7%, sedang (2,7-4,4) 37,1%, rendah (1,2-2,6) 2,9% dan tidak ada yang memiliki pengalaman karies sangat rendah (<1,2). Hasil ini lebih tinggi dari penelitian Jain dkk, yang melakukan pengukuran DMFT pada 25 siswa tunanetra diperoleh rerata DMFT 1,48±1,29.24 Hal ini mungkin disebabkan karena perilaku orang tua/wali kurang memperhatikan tentang kesehatan gigi dan mulut siswa ini sehingga membiarkan oral higine mereka menjadi buruk, tidak pernah diberi penyuluhan tentang cara menyikat gigi yang benar dan kurangnya motivasi yang kuat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut.

(25)

menyebabkan keseimbangan elektrolit dalam saliva berubah sehingga menyebabkan viskositas saliva menjadi lebih kental, oleh karena itu siswa lebih rentan terhadap karies.

Berdasarkan kategori derajat keasaman saliva (pH saliva), siswa dengan pH saliva normal memiliki rerata pengalaman karies yang paling tinggi yaitu 5,78±2,90. Hasil ini lebih tinggi dari penelitian Merinda dkk, yang memperoleh hasil rerata pH saliva normal dengan rerata pengalaman karies tunanetra yaitu 3,1.6 Hal ini mungkin disebabkan karena siswa SLB-A ini kurang baik dalam hal pola makan, dimana konsumsi karbohidrat secara berulang-ulang dapat menurunkan pH saliva sehingga menyebabkan keadaan rongga mulut bersifat asam sehingga lebih rentan terhadap karies.

(26)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Rerata DMFT adalah 5,03±2,06. Hasil pengukuran pengalaman karies menurut komponen DMF-T menunjukkan rerata D (Decayed) 4,20±1,6, Mi (Missing indicated) 0,4±1,26, Me (Missing extracted) 0,34±0,09, F (Filling) 0,09±0,37. Kategori pengalaman karies (WHO) menunjukkan sangat tinggi 14,3%, tinggi 45,7%, sedang 37,1%, rendah 2,9%, sedangkan sangat rendah tidak ada.

2. Berdasarkan hidrasi saliva, siswa dengan hidrasi saliva rendah (> 60 detik) memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi yaitu 5,11±2,66.

3. Berdasarkan viskositas saliva, siswa dengan viskositas saliva sedang (frothy bubbly) memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,36±1,21.

4. Berdasarkan derajat keasaman saliva (pH saliva), siswa dengan pH saliva normal (pH 6,0-6,6) memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,78±2,90.

5. Berdasarkan kuantitas saliva, siswa dengan kuantitas saliva (mL) sangat rendah (<3,5 mL) memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,30±2,36.

6. Berdasarkan buffer saliva, siswa dengan buffer saliva rendah (6-9) memiliki rerata pengalaman karies yang tinggi 5,13±2,05.

7. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa siswa tunanetra memiliki hidrasi saliva rendah, viskositas sedang, pH saliva normal, kuantitas saliva sangat rendah dan buffer saliva rendah sehingga menyebabkan pengalaman karies siswa tunanetra tinggi.

6.2 Saran

(27)

2. Perlu diberi penyuluhan tentang banyak minum air supaya dapat menjaga keadaan rongga mulut.

3. Perlu dilakukan program pencegahan dalam mencegah lesi karies seperti D (Decayed) dilakukan penambalan, Mi (Missing indicated) dicabut, Me (Missing extracted) dibuat protesa dan F(Filling) dipertahankan.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saliva

Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga mulut. Saliva merupakan hasil sekresi dari beberapa kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva mayor yang meliputi kelenjar parotid, submandibular dan sublingual, sedangkan sisa 7% lainnya disekresikan oleh kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar bukal, labial, palatinal, glossopalatinal lingual. Kelenjar-kelenjar minor ini menunjukkan aktivitas sekretori lambat yang berkelanjutan, dan juga mempunyai peranan yang penting dalam melindungi dan melembabkan mukosa oral, terutama pada waktu malam hari ketika kebanyakan kelenjar-kelenjar saliva mayor bersifat inaktif.10

Komposisi saliva terdiri atas 94,0%-99,5% air, bahan organik dan bahan anorganik. Komponen organik saliva yang terutama adalah protein. Di samping itu, masih ada komponen-komponen lain seperti lipid, urea, asam amino, glukosa, amoniak dan vitamin. Adapun juga, komponen anorganik saliva terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, SO4 2-, H2PO4 dan

HPO4.11

(29)

Saliva juga membantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kandungan kalsium dan fosfat. Saliva membantu menyediakan mineral yang dibutuhkan oleh enamel yang belum terbentuk sempurna pada saat awal setelah erupsi. Pelarutan gigi dihindari atau dihambat dan mineralisasi dirangsang dengan memperbanyak aliran saliva. Lapisan glikoprotein terbentuk oleh saliva pada permukaan gigi (acquired pellicle) juga akan melindungi gigi dengan menghambat keausan karena abrasi dan erosi, serta mampu melakukan aktivitas anti bakteri dan anti virus karena selain mengandung antibodi spesifik (secretory IgA), juga mengandung lysozime, laktoferin dan laktoperoksidase.11

2.1.1 Laju Alir Saliva

Laju alir saliva sangat mempengaruhi kuantitas saliva yang dihasilkan. Laju alir saliva tidak terstimulasi dan kualitas saliva sangat dipengaruhi oleh waktu dan berubah sepanjang hari. Terdapat peningkatan laju alir saliva saat bangun tidur hingga mencapai tingkat maksimal pada siang hari, serta menurun ketika tidur. Refleks saliva terstimulasi melalui pengunyahan atau adanya makanan asam dapat meningkatkan laju alir saliva hingga 10 kali lipat atau lebih.10

(30)

Laju alir saliva mengalami perubahan karena beberapa faktor seperti derajat hidrasi saliva.Derajat hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling penting karena apabila cairan tubuh berkurang 8% maka kecepatan alir saliva berkurang hingga mencapai nol. Sebaliknya hiperhidrasi akan meningkatkan kecepatan alir saliva. Pada keadaan dehidrasi, saliva menurun hingga mencapai nol. Pada posisi tubuh pula posisi tubuh dalam keadaan berdiri merupakan posisi dengan kecepatan alir saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi duduk dan berbaring. Pada posisi berdiri, laju alir saliva mencapai 100%, pada posisi duduk 69% dan pada posisi berbaring 25%. Paparan cahaya juga mempengaruhi laju alir saliva. Dalam keadaan gelap, laju alir saliva mengalami penurunan sebanyak 30-40%.

Selain itu, laju aliran saliva dipengaruhi oleh siklus circardian (circardian rhythms), yaitu irama jantung yang teratur dalam fungsi tubuh yang terjadi selama 24 jam. Laju alir saliva memperlihatkan dapat mencapai puncaknya pada siang hari dan menurun saat malam hari dan penggunaan tropine dan obat kolinergik seperti antidepresan trisiklik, antipsikotik, tropine, β-blocker dan antihistamin dapat menurunkan laju alir saliva.

Laju alir saliva pada usia lebih tua mengalami penurunan, sedangkan pada anak dan dewasa laju alir saliva meningkat diikuti dengan efek psikis seperti berbicara tentang makanan yang disukai, melihat makanan dan mencium makanan yang disukai dapat meningkatkan laju alir saliva. Sebaliknya, berfikir makanan atau mencium bau yang tidak disukai dapat menurunkan sekresi saliva. Adapun juga, laju aliran saliva pada pria lebih tinggi daripada wanita meskipun keduanya mengalami penurunan setelah radioterapi. Perbedaan ini disebabkan oleh karena ukuran kelenjar saliva pria lebih besar daripada kelenjar saliva wanita.

2.1.2 Viskositas Saliva

(31)

dipengaruhi oleh sekresi saliva. Viskositas saliva yang normal penting untuk pencernaan makanan dan fungsi motorik seperti mastikasi, penelanan dan bicara. Peningkatan viskositas saliva akan menyebabkan gangguan bicara dan penelanan. Individu yang mempunyai viskositas saliva yang tinggi berisiko tinggi mendapat penyakit periodontal. Efisiensi saliva sebagai pelumas tergantung pada viskositas dan perubahan laju aliran saliva. Apabila viskositas saliva meningkat, komposisi air dalam saliva menurun dan ini akan menyebabkan saliva menjadi lebih kental.

2.1.3 Volume Saliva

Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1,0-1,5 Liter.14 Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva disekresi oleh kelenjar parotis, submandibularis, sublingualis dan kelenjar minor. Pada malam hari, kelenjar parotis sama sekali tidak berproduksi. Jadi, sekresi saliva berasal dari kelenjar submandibularis, yaitu lebih kurang 70% dan sisanya (30%) disekresikan oleh kelenjar sublingualis dan kelenjar ludah minor. Sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima oleh kelenjar saliva. Rangsangan tersebut dapat terjadi melalui jalan mekanis dimana mengunyah permen karet ataupun makanan yang keras, kimiawi yaitu rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit dan juga pedas, psikis yaitu stres yang akan menghambat sekresi saliva, dapat juga karena membayangkan makanan yang enak sehingga sekresi saliva meningkat, neural yaitu rangsangan yang diterima melalui sistem saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis, dan rangsangan rasa sakit misalnya karena adanya peradangan, gingivitis dan juga karena protesa yang akan menstimulasi sekresi saliva.

(32)

2.1.4 Derajat Keasaman Saliva (pH dan Buffer Saliva)

Derajat keasaman saliva juga disebut sebagai pH (potential of hydrogen) merupakan suatu cara untuk mengukur derajat asam maupun basa dari cairan tubuh. Keadaan basa maupun asam dapat diperlihatkan pada skala pH sekitar 0-14 dengan perbandingan terbalik yang makin rendah, nilai pH makin banyak asam dalam larutan sedangkan meningkatnya nilai pH berarti bertambahnya basa dalam larutan, dimana 0 merupakan pH yang sangat rendah dari asam. pH 7,0 merupakan pH yang netral, sedangkan pH diatas 7,0 adalah basa dengan batas pH setinggi 14.2 Menurut Mount dan Hume, pH berpengaruh terhadap terjadinya demineralisasi email jika saliva sudah mencapai pH kritis yaitu 5,5 karena pada pH tersebut hidroksiapatit email akan mengalami kerusakan. Penurunan pH yang secara terus-menurus mengakibatkan semakin banyak asam yang bereaksi dengan kalsium dan fosfat sehingga melarutkan hidroksiapatit.12,13

Besarnya nilai pH mulut tergantung dari saliva sebagai buffer yang mereduksi formasi plak. Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada saliva untuk mempertahankan derajat keasaman saliva berada dalam interval normal sehingga keseimbangan (homeostatis) mulut terjaga. Sistem buffer yang memberi kontribusi utama (85%) pada kapasitas total buffer saliva adalah sistem bikarbonat dan (15%) oleh fosfat, protein dan urea. Pembentukan asam oleh bakteri didalam plak maka akan terjadi penurunan pH. Dengan adanya penurunan pH akan menyebabkan kadar asam menjadi tinggi didalam mulut akibatnya pH saliva menjadi asam.11,12,13

Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata kecepatan alir saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva.2,11

(33)

bikarbonat pada saliva istirahat bersifat rendah, sehingga suplai bikarbonat kepada kapasitas buffer saliva paling tinggi hanya mencapai 50%, sedangkan pada saliva yang dirangsang dapat mensuplai sampai 85%.11

Kecepatan sekresi saliva mempengaruhi derajat keasaman dalam saliva, dan juga berpengaruh pada proses demineralisasi gigi. Hal ini dapat ditemukan pada beberapa penyakit dengan gangguan sekresi saliva. Keadaan psikologis juga menyebabkan penurunan pH saliva akibat penurunan kecepatan sekresi saliva.11

Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.2 Beberapa proses fisiologis yang dipengaruhi oleh pH adalah aktifitas enzimatik, proses demineralisasi dan remineralisai jaringan keras serta ikatan zat asam. Penurunan pH dalam rongga mulut dapat menyebabkan demineralisasi elemen-elemen gigi dengan cepat, sedangkan pada kenaikan pH dapat terbentuk kolonisasi bakteri dan juga meningkatkan pembentukan kalkulus.3,14

(34)

simpatis dan parasimpatis, psikis dan rangsangan rasa sakit. Bila dirangsang akan meningkat menjadi 2,5-5 mL/menit.10,11

Bila alir saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies gigi. Jika laju alir saliva meningkat, akan menyebabkan konsentrasi sodium, kalsium, klorida, bikarbonat dan protein meningkat, tetapi konsentrasi fosfat, magnesium dan urea akan menurun. Apabila komponen bikarbonat saliva meningkat, maka hasil metabolik bakteri dan zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi akan menurun.10,12

Apabila sekresi saliva meningkat, maka pH dan kapasitas buffernya juga akan meningkat, dan volume saliva juga akan bertambah sehingga risiko terjadinya karies makin rendah. Penurunan pH dalam rongga mulut dapat menyebabkan demineralisasi elemen gigi dengan cepat, sedangkan pada kenaikan pH dapat terbentuk kolonisasi bakteri yang menyimpang dan meningkatnya pembentukan kalkulus. Rendahnya sekresi saliva dan kapasitas buffer saliva dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan saliva untuk membersihkan sisa makanan, mematikan kuman, mengurangi kemampuan menetralkan asam dan kemampuan menimbulkan remineralisasi lesi enamel. Penurunan sekresi saliva saliva dapat diikuti oleh peningkatan jumlah Streptokokus mutans dan Laktobasilus. Dengan demikian, aktivitas karies yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang sekresi saliva berkurang.12

2.2 Pengukuran Saliva Menggunakan Saliva-Check Buffer Kit

(35)

2.2.1 Tes Derajat Hidrasi

Unstimulated saliva memiliki peran untuk hidrasi dan kenyamanan rongga mulut, karena stimulated saliva hanya diproduksi selama mastikasi. Kelenjar saliva minor menghasilkan 15% dari seluruh produksi saliva harian, dan kelenjar submandibula merupakan kelenjar yang memberi kontribusi utama. Terdapat banyak variasi flow rate pada kelenjar saliva minor yang terdapat pada berbagai macam area dalam mulut. Penurunan flow rate unstimulated saliva pada kelenjar saliva minor di daerah palatum dapat terjadi seiring pertambahan usia individu, namun tidak terdapat perubahan yang berhubungan dengan usia dari kelenjar-kelenjar minor yang terdapat pada daerah bukal dan labial, sehingga pemeriksaan dilakukan pada kelenjar minor yang terdapat pada bagian dalam bibir bawah.16 Cara pemeriksaan dimulai dengan pasien diinstruksikan duduk tegak lalu bibir bawah pasien ditarik kearah luar dan dikeringkan dengan basa. Setelah itu waktu yang dibutuhkan saliva untuk keluar dari duktus kelenjar saliva minor dicatat.

Hasil dan Interpretasi:-

Waktu yang dibutuhkan bagi titik-titik saliva untuk muncul mengindikasikan keadaan kelenjar saliva minor.

Tabel 1. Petunjuk interpretasi hasil tes hidrasi pada pemeriksaan saliva dengan menggunakan Saliva-Check Buffer Kit16

Merah menunjukkan tidak adanya fungsi kelenjar saliva minor yang dapat disebabkan karena dehidrasi parah, kerusakan kelenjar saliva karena radioterapi atau karena proses patologis, ketidakseimbangan hormonal, efek samping obat. Hijau menunjukkan fungsi normal kelenjar saliva minor.16

Hasil Tes Hidrasi Pembagian Warna

Lebih dari 60 detik Merah

(36)

2.2.2 Tes Viskositas

Saliva terdiri dari 99% air dan 1% protein dan elektrolit, sehingga saliva seharusnya tampak jernih, encer dan mengandung sedikit buih serta memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan yang sangat tipis pada seluruh jaringan keras dan lunak. Nilai viskositas saliva diukur secara visual berdasarkan kemampuan mengalirnya saliva ketika gelas ukur dimiringkan dan banyaknya busa yang terlihat.16 Cara pemeriksaan dimulai dengan pasien diminta untuk tidak menelan selama 30 detik lalu pasien diminta untuk mengumpulkan saliva secara pasif ke dalam gelas ukur yang sudah disediakan. Setelah saliva terkumpul, diamati dan dicatat hasil tampilan saliva di dalam gelas ukur.

Hasil dan interpretasi:

Salah satu fungsi penting saliva adalah untuk membersihkan debris dari rongga mulut. Saliva yang berbuih memiliki kandungan air yang lebih sedikit dan memiliki kemampuan protektif yang lebih rendah terhadap jaringan lunak dan keras yaitu berkurangnya kemampuan clearance dan ketidakmampuan saliva dalam membentuk lapisan yang dapat melindungi permukaan gigi.16

Tabel 2. Petunjuk interpretasi hasil tes viskositas pada pemeriksaan saliva dengan menggunakan Saliva-Check Buffer Kit16

2.2.3 Tes Derajat Keasaman Saliva (pH saliva)

Permukaan gigi dilapisi oleh lapisan tipis unstimulated saliva, sehingga keadaan pH saliva dapat mempengaruhi keadaan biofilm pada permukaan gigi. Cara

Hasil Test Viskositas Pembagian Warna Saliva terlihat kental, lengket dan apabila gelas ukur

dimiringkan saliva tidak mengalir ( sticky frothy)

Merah Saliva terlihat berwarna putih busa, tidak menggenang dan

apabila gelas ukur dimiringkan saliva mengalir dengan pelan (frothy bubbly).

Kuning

Saliva terlihat cair, menggenang, tidak menunjukkan busa, dan apabila dimiringkan saliva mengalir dengan cepat (watery clear).

(37)

pemeriksaan dimulai pasien diminta untuk meludah ke dalam gelas ukur lalu indikator pH dicelupkan ke dalam saliva yang terkumpul. Setelah 10 detik, pH diukur berdasarkan aturan pabrik.

Hasil dan interpretasi:

Derajat keasaman saliva (pH unstimulated saliva) merupakan indikator umum keadaan asam rongga mulut. Umumnya, pH kritis hidroksi apatit adalah 5,5 sehingga

semakan dekat pH unstimulated dengan pH kritis, maka semakin besar risiko demineralisasi.16

Tabel 3. Petunjuk interpretasi hasil tes pH pada pemeriksaan saliva dengan menggunakan Saliva-Check Buffer Kit.16

2.2.4 Tes Kuantitas

Komposisi stimulated saliva tergantung pada laju alir saliva (flow rate) yang merupakan representasi produksi kelenjar saliva mayor dan minor. Rata-rata laju alir saliva distimulasi adalah 1,6 ml/menit. Laju alir saliva distimulasi sebesar 0,7 ml/menit dianggap sebagai ambang, dimana laju alir di bawah batas tersebut menunjukkan peningkatan risiko terjadinya karies.16 Pasien diminta mengunyah permen paraffin tanpa rasa. Setelah 30 detik, pasien diminta untuk membuang saliva tanpa terkumpul lalu pasien diminta untuk mengunyah paraffin kembali selama 5 menit. Setelah itu, pasien diminta untuk membuang saliva ke dalam gelas ukur dengan interval teratur pada 5 menit pengunyahan.Setelah 5 menit, volume dicatat.

Hasil Tes pH Pembagian Warna

pH < 5,8 Merah

pH 6,0-6,6 Kuning

(38)

Tabel 4. Petunjuk interpretasi hasil tes kuantitas pada pemeriksaan saliva dengan menggunakan Saliva-Check Buffer Kit16

2.2.5 Tes Kapasitas Buffer

Kapasitas buffer menunjukkan kemampuan saliva dalam menetralisir asam dan hal ini tergantung pada konsentrasi bikarbonat dalam saliva. Sampel yang digunakan adalah saliva yang dikumpulkan pada tes kuantitas saliva dan masing-masing strip tes ditetes oleh saliva. Kelebihan saliva dibuang dengan memiringkan strip sebesar 90O untuk memastikan volume konstan. Setelah 2 menit, warna pada

strip test dibandingkan dengan panduan dari pabrik. Hasil dan interpretasi :

Masing-masing warna memiliki skor berdasarkan instruksi pabrik. Seluruh skor dijumlahkan dan diinterpretasikan sesuai.

Tabel 5. Petunjuk interpretasi hasil tes kapasitas buffer pada pemeriksaan saliva dengan menggunakan Saliva-Check Buffer Kit16

2.3 Karies

Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar di seluruh dunia. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas kebagian yang lebih dalam, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa. Karies gigi tidak akan sembuh dengan sendirinya.17

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies

Hasil Tes Kuantitas Pembagian Warna Saliva distimulasi setelah 5 menit < 3,5 ml Merah Saliva distimulasi setelah 5 menit 3,5-5,0 ml Kuning Saliva distimulasi setelah 5 menit > 5 ml Hijau

Hasil Tes Kapasitas Buffer Pembagian Warna

0-5 Merah

6-9 Kuning

(39)

ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menyebabkan rasa nyeri.18 Pada penelitian Pratiwi dkk dikemukakan bahwa karies pada siswa tunanetra termasuk dalam kategori yang tinggi. Hal ini karena rata-rata skor DMF-T penelitian beliau adalah 8,73 dan ini berhubungan dengan status OHIS yang yang jelek.19

2.3.1 Mekanisme terjadinya Karies

Teori multifaktorial Keyes menyatakan ada faktor penyebab yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu host (saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat dan waktu.Selain faktor penyebab yang langsung berhubungan dengan karies gigi, ada beberapa faktor tidak langsung yang berhubungan dengan karies, disebut sebagai faktor risiko. Yang dimaksud dengan faktor risiko karies adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva dan pola makan.17,19

(40)

a. Faktor host atau tuan rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi desidui lebih mudah terserang karies dari pada gigi permanen. Hal ini disebabkan karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada gigi permanen. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap dan email orang muda lebih lunak dibandingkan orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.Daerah yang mudah diserang karies adalahpit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit palatal insisif, permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak, Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingival, tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.

b. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans,

(41)

strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies.18

c. Faktor substrat atau diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara langsung terlibat dalam penurunan pH. Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu, untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu konsumsi gula yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi email.18

d. Faktor waktu

(42)

2.3.2 Faktor-Faktor Risiko Karies

Adanya hubungan sebab akibat terjadinya karies sering diidentifikasi sebagai faktor risiko karies. Oleh karena itu, individu dengan risiko karies yang tinggi adalah seseorang yang mempunyai faktor risiko yang lebih banyak.18

Tabel 6. Faktor-faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies15

Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah Plak Plak banyak, berarti banyak

bakteri yang dapat memproduksi asam

Plak sedikit, jumlah bakteri yang memproduksi asam juga berkurang, oral hygiene baik Bakteri Bakteri kariogenik banyak,

sehingga menyebabkan pH rendah, plak mudah melekat

Bakteri kariogenik sedikit, sehingga menyebabkan pH normal, plak tidak mudah melekat

Pola Makan Konsumsi karbohidrat tinggi terutama sukrosa, makanan yang mudah melekat

Konsumsi karbohidrat rendah dan diet makanan yang tidak mudah melekat

Laju Alir Saliva Alir saliva berkurang mengakibatkan gula bertahan dalam waktu lama (daya proteksi saliva menurun)

Alir saliva yang optimal, sehingga dapat membantu membersihkan sisa-sisa makanan

Buffer saliva Buffer saliva rendah akan mengakibatkan pH rendah dalam waktu lama

Kapasitas buffer yang optimal, pH rendah hanya sementara

Fluor Tidak ada pemberian fluor, remineralisasi berkurang

Mendapat aplikasi fluor, remineralisasi meningkat

2.3.3 Indeks Karies (DMFT Klein dan WHO)

(43)

namun belakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya. Dalam hal ini indeks karies yang dipakai adalah indeks yang diperkenalkan oleh Klein. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga. Tiap gigi hanya dimasukkan dalam satu kategori saja : D, M, atau F.18

Indeks Klein diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga. Indeks ini tidak menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi desidui hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (Decayed Missing Filled Tooth) sedangkan untuk gigi susu adalah deft (decayed extracted filled tooth).18

Menurut DMFT ( gigi permanen) yang termasuk dalam D (Decayed) adalah gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum ditambal. Yang termsuk dalam Mi (Missing indicated) yaitu gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut dan Me (Missing extracted) yaitu gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut. Yang termasuk dalam F (Filling) adalah gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.18

(44)

2.4 Tunanetra (Visually Impaired)

Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang normal. Mereka memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai aktivitas yang membutuhkan bantuan penglihatan seperti menonton televisi, membaca huruf atau tanda visual, serta hal lainnya yang berkenaan dengan penglihatan. Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni (2004) mendefinisikan tunanetra sebagai mereka yang tidak memilki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan berukur 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu oleh kaca mata.20

Secara umumnya dari segi kebijaksanaan, anak-anak tunanetra hampir sama dengan anak normal, dimana ada anak yang cerdas, ada yang rata-rata dan ada yang kurang. Dari segi perkembangan emosi, anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang normal. Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar untuk mencoba menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri sendiri maupun lingkungannya.21

(45)

2.4.1 Klasifikasi Tunanetra

Berdasarkan kemampuan daya lihat tunanetra dibagi atas tiga klasifikasi yaitu:

a. Low vision yaitu mereka yang mempunyai kelainan atau kekurangan daya penglihatan, seperti pada penderita rabun, juling, myopia ringan yang juga disebut tunanetra ringan. Mereka masih dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dengan baik.

b. Partially sighted yaitu mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan yang juga disebut tunanetra sedang.

c. Totally blind yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat melihat atau oleh masyarakat disebut “buta” yang juga disebut tunanetra berat.20

2.4.2 Etiologi terjadinya Tunanetra

(46)

2.5 Kerangka Konsep

Siswa Tunanetra

Pengalaman Karies (Indeks Klein) : • D(Decay) 1. Level Hidrasi Saliva

a. Rendah: > 60 detik b. Normal: < 60 detik 2. Viskositas Saliva

a. Normal : Watery clear b. Sedang : Frothy bubbly c. Buruk : Sticky frothy

3. Derajat Keasaman Saliva (pH saliva) a. Normal: pH > 6,8 5. Kapasitas Buffer Saliva

(47)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling sering dialami masyarakat yaitu karies gigi atau lebih dikenal dengan istilah gigi berlubang. Karies gigi terjadi pada semua penduduk di dunia tanpa memandang bangsa, ras, suku, golongan usia maupun jenis kelamin. Karies gigi adalah suatu proses kronis progresif yang dimulai dengan larutnya mineral enamel sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara enamel dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobal dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya menjadi kavitas.1 Karies gigi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu host, substrat, mikroorganisme dan waktu.2

Indikator yang paling sering digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan gigi di Indonesia adalah indeks DMF-T yang merupakan banyaknya kerusakan gigi permanen yang pernah dialami seseorang baik berupa Decay/D(gigi karies atau gigi berlubang), Missing/M (gigi dicabut), dan Filling/F (gigi ditambal).3 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi karies penduduk Indonesia yaitu 43,4% dengan indeks Decayed, Missing

dan Filled Teeth (DMF-T) sebesar 4,85. Data dari Departemen Kesehatan RI ini menunjukkan bahwa masih tingginya penyakit gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia.4

(48)

makanan, mematikan mikroorganisme serta menetralkan pH saliva. Derajat keasaman saliva merupakan parameter saliva yang dapat mempengaruhi kehilangan mineral oleh karena perubahan asam dan kemungkinan perbaikan atau remineralisasi gigi. Hal ini dikarenakan pH saliva merupakan faktor penting dalam pencegahan karies, demineralisasi gigi, kelainan periodontal, dan penyakit lain di rongga mulut.5 Derajat keasaman saliva yang rendah akan dinetralisir oleh buffer agar tetap dalam keadaan konstan di dalam rongga mulut. Kapasitas buffer saliva bergantung pada konsentrasi bikarbonat dan berhubungan dengan sekresi saliva. Sekresi saliva yang tinggi akan menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH saliva pun akan meningkat. Sekresi saliva juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan cahaya, siklus circadian, obat, usia, efek psikis, dan jenis kelamin. Siklus circadian sangat dipengaruhi oleh rangsang cahaya yang diterima oleh mata yang sangat mempengaruhi pada tunanetra.6

Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni tahun 2004 mendefinisikan tunanetra (SLB-A) sebagai mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 poin dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (low vision). Menurut WHO tahun 2003 terdapat kira-kira 40 juta penderita tunanetra di seluruh dunia.7,8 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia sebesar 0,9% dan persentase Low Vision adalah 4,8%.4

Reddy dkk menunjukkan prevalensi karies yang tinggi pada anak tunanetra yaitu 40% dengan rata-rata skor DMF-T 4,87.7 Penderita tunanetra menerima rangsang cahaya yang begitu minimal atau bahkan tidak ada sama sekali, sehingga memiliki waktu gelap lebih lama daripada orang normal. Sekresi saliva lebih rendah daripada waktu terang, sehingga hidrasi saliva, viskositas saliva dan kapasitas buffer

(49)

karakteristik tunanetra yang tidak dapat memelihara kesehatan rongga mulut mereka. Penelitian Tagelsir dkk menyatakan bahwa penderita tunanetra kurang memiliki kemampuan dalam memelihara kesehatan rongga mulut karena mereka mengalami kesulitan dalam membuka akses untuk perawatan gigi dan kesulitan menerima perawatan gigi.

Penderita tunanetra mengalami kesulitan dalam mendeteksi dan mengenali keadaan rongga mulut mereka, sehingga tidak dapat dilakukan penanganan bila terjadi gangguan.9 Berdasarkan latar belakang ini maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengukuran saliva menggunakan saliva check buffer kit dan pengalaman karies pada siswa SLB-A (tunanetra) di Tanjung Morawa, Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Berapakah nilai pengukuran saliva menggunakan saliva-check buffer kit dan pengalaman karies pada siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengukur pengalaman karies siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.

2. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan hidrasi saliva siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.

3. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan viskositas saliva siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.

4. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan derajat keasaman saliva (pH saliva) siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.

5. Untuk mengukur pengalaman karies berdasarkan kuantitas saliva (mL) siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.

(50)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

1. Masyarakat: diharapkan dapat memberikan informasi kepada panti asuhan mengenai status karies gigi anak tunanetra serta memotivasi panti asuhan agar memperhatikan, menjaga, dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini untuk menjaga kebersihan rongga mulut serta melakukan tindakan untuk meningkatkan saliva pada anak tunanetra.

2. Dinas Kesehatan: diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan program pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kesadaran pengalaman karies pada anak tunanetra.

(51)

Kesehatan Masyarakat Tahun 2016

Loshnee Karpanan

Pengukuran saliva menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan pengalaman karies pada siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.

x + 41 halaman

Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling sering dialami masyarakat yaitu karies gigi atau lebih dikenal dengan istilah gigi berlubang. Karies gigi sering dialami oleh penderita tunanetra dan hal ini sangat berhubungan dengan siklus

circadian yang menyebabkan kondisi saliva mereka menurun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pengukuran saliva menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan mengetahui pengalaman karies (DMFT). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah siswa tunanetra yang berusia >12 tahun di SLB-A Tanjung Morawa, Medan dan sampel adalah 35 secara purposive sampling, dari 60 orang. Rerata DMFT adalah 5,03±2,06. Rerata komponen DMF-T siswa tunanetra yaitu D (Decayed) 4,20±1,6, Mi (Missing indicated) 0,4±1,26, Me (Missing extracted) 0,34±0,09, F (Filling) 0,09±0,37. Secara keseluruhan, siswa tunanetra yang memiliki hidrasi saliva rendah (>60 detik), viskositas sedang (frothy bubbly), pH saliva normal (pH >6,8), kuantitas saliva sangat rendah (<3,5 mL) dan buffer saliva rendah (6-9) dengan pengalaman karies yang tinggi. Untuk meningkatkan kualitas hidup siswa tunanetra, kesehatan gigi dan mulut perlu tetap menjadi perhatian dengan mengupayakan strategi pencegahan dan pemeliharaan rongga mulut yang optimal.

(52)

KARIES PADA SISWA SLB-A DI

TANJUNG MORAWA,

MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

LOSHNEE KARPANAN NIM : 120600196

FAKULTAS KEDOKTERAAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 14 April 2016

Pembimbing : Tanda tangan

(54)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 14 April 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD ANGGOTA : 1. Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes

(55)

Kesehatan Masyarakat Tahun 2016

Loshnee Karpanan

Pengukuran saliva menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan pengalaman karies pada siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan.

x + 41 halaman

Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling sering dialami masyarakat yaitu karies gigi atau lebih dikenal dengan istilah gigi berlubang. Karies gigi sering dialami oleh penderita tunanetra dan hal ini sangat berhubungan dengan siklus

circadian yang menyebabkan kondisi saliva mereka menurun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pengukuran saliva menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan mengetahui pengalaman karies (DMFT). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah siswa tunanetra yang berusia >12 tahun di SLB-A Tanjung Morawa, Medan dan sampel adalah 35 secara purposive sampling, dari 60 orang. Rerata DMFT adalah 5,03±2,06. Rerata komponen DMF-T siswa tunanetra yaitu D (Decayed) 4,20±1,6, Mi (Missing indicated) 0,4±1,26, Me (Missing extracted) 0,34±0,09, F (Filling) 0,09±0,37. Secara keseluruhan, siswa tunanetra yang memiliki hidrasi saliva rendah (>60 detik), viskositas sedang (frothy bubbly), pH saliva normal (pH >6,8), kuantitas saliva sangat rendah (<3,5 mL) dan buffer saliva rendah (6-9) dengan pengalaman karies yang tinggi. Untuk meningkatkan kualitas hidup siswa tunanetra, kesehatan gigi dan mulut perlu tetap menjadi perhatian dengan mengupayakan strategi pencegahan dan pemeliharaan rongga mulut yang optimal.

(56)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Penulis skripsi ini telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, dukungan, dan pengarahan serta saran dan masukan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD., selaku Ketua Departemen Imu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatang Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji atas segala saran, dukungan dan keluangan waktu sehingga skripsi ini dapat deselesaikan dengan baik.

3. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga serta memberikan ilmu dan arahan dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Simson Damanik, drg., M.Kes selaku penguji skripsi atas keluangan waktu, saran, dukungan, dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat deselesaikan dengan baik.

5. Jabes Silaban, S.Pd selaku kepala Kompleks Tunanetra Tanjung Morawa, Medan yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di panti tersebut.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran, masukan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

(57)

motivasi dan kekeluargaan selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, ayahanda dan ibunda tercinta Karpanan dan Rajeswari dan adik tersayang Kavithaa, Jivarathinam dan Jeevita yang telah member doa, semangat, kasih saying serta pengorbanan tak terhingga kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan sumbangan ilmu yang berguna bagi fakultas dan masyarakat umum.

Medan, 14 April 2016

Penulis,

(58)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva ... 5

2.1.1 Laju Alir Saliva ... 6

2.1.2 Viskositas Saliva ... 7

2.1.3 Volume Saliva ... 8

2.1.4 Derajat Keasaman Saliva (pH dan Buffer Saliva) ... 8

2.2 Pengukuran Saliva Menggunakan Saliva Check Buffer Kit ... 11

2.2.1 Tes Derajat Hidrasi ... 11

2.3.1 Mekanisme terjadinya Karies... 16

2.3.2 Faktor-Faktor Risiko Karies ... 18

2.3.3 Indeks Karies (DMFT Klein dan WHO)... 19

2.4 Tunanetra (Visually Impaired) ... 20

(59)

2.4.2 Etiologi terjadinya Tunanetra... 20

2.5 Kerangka Konsep ... 23

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.4 Kriteria Penelitian ... 24

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 25

3.5.1 Variabel Penelitian ... 25

3.5.2 Definisi Operasional ... 25

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden ... 30

4.2 Pengalaman Karies Pada Siswa Tunanetra ... 30

4.3 Kondisi Saliva Siswa Tunanetra Menggunakan Saliva-Check Buffer Kit Berdasarkan Pengalaman Karies Pada Siswa SLB-A Tanjung Morawa ... 32

BAB 5 PEMBAHASAN ... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran . ... 37

(60)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Petunjuk interpretasi hasil tes hidrasi pada pemeriksaan saliva dengan

menggunakan Saliva-Check Buffer Kit ... 12 2. Petunjuk interpretasi hasil tes viskositas pada pemeriksaan saliva

dengan menggunakan Saliva-Check Buffer Kit ... 13 3. Petunjuk interpretasi hasil tes pH pada pemeriksaan saliva dengan

menggunakan Saliva-Check Buffer Kit ... 14 4. Petunjuk interpretasi hasil tes kuantitas pada pemeriksaan saliva

dengan menggunakan Saliva-Check Buffer Kit ... 14 5. Petunjuk interpretasi hasil tes kapasitas buffer pada pemeriksaan

saliva dengan menggunakan Saliva-Check Buffer Kit ... 15 6. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies 19 7. Karakteristik responden siswa tunanetra di Tanjung Morawa ... 30 8. Rerata masing-masing komponen DMF-T siswa tunanetra ... 31 9. Persentase kategori pengalaman karies (WHO) siswa tunanetra ... 31 10. Rerata pengalaman karies berdasarkan hidrasi saliva siswa tunanetra 32 11. Rerata pengalaman karies berdasarkan viskositas saliva siswa tunanetra 32 12. Rerata pengalaman karies berdasarkan derajat keasaman saliva (pH

saliva) siswa tunanetra ... 33 13. Rerata pengalaman karies berdasarkan kuantitas saliva (mL) siswa

(61)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar penjelasan kepada calon subyek penelitian 2. Lembar persetujuan subyek penelitian

3. Kuseioner pengukuran saliva menggunakan Saliva-Check Buffer Kit dan pengalaman karies pada siswa SLB-A di Tanjung Morawa, Medan

4. Surat Persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan 5. Surat pernyataan telah selesai melakukan penelitian dari kepala Panti Asuhan

Tunanetra Tanjung Morawa. 6. Foto-foto dokumentasi penelitian 7. Output analisis perhitungan statistik

Gambar

Tabel Indeks DMF
Tabel 7. Karakteristik responden siswa tunanetra di Tanjung Morawa (n=35)
Tabel 8. Rerata masing-masing komponen DMF-T siswa tunanetra
Tabel 11. Rerata pengalaman karies berdasarkan  viskositas saliva siswa tunanetra   (n=35)
+7

Referensi

Dokumen terkait

hubungan yang bermakna antara volume saliva dengan pengalaman karies gigi pada.. anak sindrom Down usia 12-18

Hubungan antara kondisi saliva (volume, laju aliran, kapasitas buffer, pH) dengan pengalaman karies pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.. x + 41

Hubungan antara kondisi saliva (volume, laju aliran, kapasitas buffer, pH) dengan pengalaman karies pada anak sindrom Down usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan.. x + 41

karies gigi anak sindrom Down pada usia 12-18 tahun di SLB-C Kota Medan. Menganalisis hubungan antara kondisi kapasitas buffer saliva

Kapasitas buffer dan pH pada anak sindrom Down juga dikatakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang normal. 21 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh