• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Hasil analisis tanah yang dilakukan pada setiap jenis vegetasi dapat kita

lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis tanah pada setiap jenis vegetasi

Jenis Analisis Jenis Vegetasi Nilai Keterangan

pH Alang-alang 7,47 Basa Sayur-sayuran 7,39 Basa Umbi-umbian 7,66 Basa C (%) Alang-alang 1,09 Rendah Sayur-sayuran 1,07 Rendah Umbi-umbian 1,10 Rendah P – Tersedia (ppm) Alang-alang 4,73 Sangat rendah Sayur-sayuran 4,05 Sangat rendah Umbi-umbian 6,48 Sangat rendah Ca-dd (me/100gr) Alang-alang 16,87 Tinggi Sayur-sayuran 17,02 Tinggi Umbi-umbian 16,45 Tinggi Berdasarkan kriteria dari Rosmarkam dan Yuwono (2002).

Dari hasil analisis tanah tersebut dapat kita lihat bahwa untuk pH dari

ketiga jenis vegetasi tersebut tergolong tinggi (basa) karena tanah tersebut

mengandung kadar kapur (Ca) yang tinggi dimana sifat tanah berkapur adalah

memiliki pH 7 atau lebih. Sedangkan untuk C-organik memiliki nilai yang rendah

sehingga dapat kita katakan bahwa tanah ini kurang subur, begitu juga dengan

P-tersedia juga memiliki nilai sangat rendah dimana nilai dari ketiga vegetasi masih

dalam satu harkat.

Hasil pengamatan spora dan persen kolonisasi akar dapat dilihat pada

Tabel 2. Hasil pengamatan spora dan persen kolonisasi akar

Jenis Vegetasi Jumlah Spora % kolonisasi

Alang-alang 42 71,376

Sayur-sayuran 22 58,654

Umbi-umbian 36 85,19

Dari data spora di atas dapat diketahui bahwa jumlah spora tertinggi

terdapat pada vegetasi alang-alang dan yang terendah pada vegetasi

sayur-sayuran. Untuk persen kolonisasi yang tertinggi terdapat pada vegetasi

umbi-umbian dan yang terendah terdapat pada vegetasi sayur-sayuran. Gambar spora

Tipe-tipe spora dari CMA yang ditemukan pada lokasi penelitian

ditampilkan pada Gambar 2.

Jenis Spora CMA Karakteristik Umum

Glomus sp-1

Berwarna merah kecoklatan dengan layer yang terlihat jelas dengan permukaan kulit yang berbintik lengkap dengan tangkai spora.

Glomus sp-2

Berbentuk bulat, berwarna coklat tua dengan dinding spora yang cukup tebal dimana di bagian dalam terdapat bulatan yang berwarna hitam.

Glomus sp-3

Berwarna merah tua sampai kecoklatan dengan dinding spora yang jelas dimana struktur spora tampak nyata bagian-bagiannya dan disertai dengan tangkai spora.

Glomus sp-4

Berwarna coklat dengan warna coklat yang lebih cerah dibagian dinding spora dimana permukaannya lebih transparan. Didalam spora terdapat bulatan yang warnanya lebih gelap dari dinding spora.

Glomus sp-5

Berbentuk bulat dengan warna merah tua lengkap dengan tangkai spora. Dinding spora terlihat jelas.

Glomus sp-6

Berwarna merah tua kecoklatan dengan selaput berwarna hitam yang hampir menutupi seluruh permukaan spora.

Glomus sp-7

Berwarna merah kecoklatan dengan layer yang terlihat jelas dengan permukaan kulit yang berbintik lengkap dengan tangkai spora.

Glomus sp-8

Berwarna merah kecoklatan dengan layer yang terlihat jelas lengkap dengan tangkai. Sekilas tampak seperti Glomus sp-7 namun permukaan kulit lebih halus dan transparan.

Glomus sp-9

Berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan dengan layer yang tebal dimana dalam satu tangkai terdapat lebih dari satu spora.

Glomus sp-10

Berwarna coklat dimana dinding spora dan bagian dalam spora terlihat jelas. Letak tangkai sporanya tidak tepat lagi.

Acaulospora sp-1

Berwarna coklat kemerahan dengan layer yang tebal dimana permukaan kulit tampak berbintik-bintik seperti kulit jeruk.

Acaulospora sp-2

Berbentuk bulat berwarna coklat kemerahan dengan dinding spora terlihat jelas dan kulit berbintik-bintik seperti kulit jeruk.

Gambar 2. Tipe-tipe Spora CMA yang Ditemukan Di Tanah Berkapur di Desa Ria-Ria Kabupaten Tapanuli Utara.

Dari hasil penyaringan spora di dapat 12 jenis spora yang didominasi oleh

genus Glomus yaitu Glomus sp-1 sampai Glomus sp-10. Genus lain yaitu

Acaulospora yang terdiri dari 2 jenis spora yaitu Acaulospora sp-1 dan

Hubungan antara nilai kepadatan spora CMA (Jumlah Spora / 10 gr tanah)

dengan persen kolonisasi akar dapat dilihat pada Gambar 3.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Alang-alang Sayur-sayuran Umbi-umbian J u m la h S p o ra Kepadatan Spora 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Alang-alang Sayur-sayuran Umbi-umbian P e rs e n % Kolonisasi

Gambar 3. Grafik Kepadatan Spora CMA (Jumlah Spora / 10 gr Tanah) dan % kolonisasi akar

Gambar 3. menunjukkan bahwa tidak selalu jumlah spora yang tinggi

memiliki persentase kolonisasi yang tinggi pula. Meskipun terdapat beberapa data

yang menunjukkan hubungan positif antara jumlah spora dan persentase

kolonisasi tetapi tetap dijumpai kolonisasi yang rendah pada lokasi yang memiliki

jumlah spora yang banyak dan sebaliknya. Jumlah spora tertinggi terdapat pada

vegetasi alang-alang dan yang terendah terdapat vegetasi sayur-sayuran.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa masing-masing vegetasi

menunjukkan simbiosis dengan CMA. Persen kolonisasi yang tertinggi terdapat

pada vegetasi umbi-umbian dan yang terendah terdapat pada vegetasi

sayur-sayuran. Infeksi CMA pada akar tanaman dapat diidentifikasi melalui adanya hifa,

vesikula, dan arbuskula yang terdapat secara bersamaan atau salah satu dari

ketiganya. Infeksi CMA pada akar tanaman yang diobservasi dari lokasi penelitian

a. Vesikula b. Hifa dari CMA

Gambar 4. Tipe-tipe Infeksi CMA pada Akar Tanaman Yang Diobservasi dari Lokasi Penelitian.a)Vesikula pada akar tanaman alang-alang, b) Hifa CMA pada tanaman umbi-umbian.

Pembahasan

Kepadatan Spora Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Tanah berkapur di desa Ria-ria, Kabupaten Tapanuli Utara yang dijadikan

sebagai areal penelitian memiliki spora CMA yang cukup tinggi. Dari hasil

penelitian diperoleh data bahwa vegetasi alang-alang memiliki jumlah rata-rata

spora 42, vegetasi sayur-sayuran 22 dan untuk vegetasi umbi-umbian memiliki

jumlah spora sebanyak 36. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah spora

yang terbanyak terdapat pada vegetasi alang-alang dengan jumlah spora 42

sedangkan jumlah spora yang paling sedikit terdapat pada vegetasi sayur-sayuran

sebesar 22.

Perbedaan jumlah spora yang terdapat pada masing-masing vegetasi

tersebut mungkin disebabkan karena banyak faktor. Faktor abiotik misalnya

ketersediaan hara yang terdapat di dalam tanah dan penggunaan pupuk. Pada

vegetasi alang-alang tidak ada pemupukan, tidak seperti pada vegetasi

sayur-sayuran dan umbi-umbian dimana dilakukan pemupukan atau penambahan

konsentrasi hara ke dalam tanah. Kandungan hara khususnya P dan N dalam tanah

mempengaruhi perkembangan CMA. Oleh karena itu pada kedua vegetasi ini

jumlah dan peran mikoriza tidak begitu besar karena hara yang tersedia dalam

tanah sudah mencukupi. Lain halnya pada vegetasi alang-alang dimana

ketersediaan haranya bisa dibilang rendah sehingga peran mikoriza lebih besar di

dalam tanah sehingga jumlahnya lebih banyak. Hal ini dapat dilihat dari hasil

analisis tanah dimana pada vegetasi sayur-sayuran dan umbi-umbian memiliki C

organik yang lebih tinggi daripada vegetasi alang-alang meskipun nilai dari ketiga

pendapat Suhardi (1989) yang menyatakan bahwa pada kondisi tanah yang subur

dimana tingkat pengolahan tanah yang tinggi perkecambahan dari spora agak

terhambat sehingga tidak banyak dijumpai mikoriza baik spora maupun hifanya.

Faktor lain yang menyebabkan hal tersebut adalah terjadinya pengolahan

tanah seperti pembalikan tanah pada waktu sebelum penanaman. Pada waktu

pembalikan tanah mungkin mikoriza terangkat ke atas dan merusak jaringan hifa

dalam tanah sehingga banyak mikoriza yang mati yang menyebabkan jumlah

spora pada vegetasi sayur-sayuran dan umbi-umbian lebih sedikit dibanding

vegetasi alang-alang. Penggunaan pestisida juga dapat mempengaruhi jumlah

spora dan kolonisasi dari CMA. Pada tanaman sayur-sayuran misalnya tingkat

keseringan penggunaan pestisida yang tinggi menyebabkan terganggunya

kolonisasi dan produksi spora CMA sehingga jumlah spora dan kolonisasinya

lebih rendah daripada vegetasi alang-alang dan umbi-umbian..

Tanah berkapur termasuk tanah yang kurang subur atau memiliki harkat

yang rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai C-organik dari ketiga jenis vegetasi

memiliki nilai antara 1,07 sampai dengan 1,10 %. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rosmarkam dan Yuwono (2002) yang menyatakan bahwa suatu tanah itu

memiliki % C-organik antara 0,60-1,25 termasuk kedalam harkat rendah.

Jika dilihat dari hasil analisis tanah bahwa pH, C-organik, P tersedia, dan

Ca dari masing-masing vegetasi tersebut masih termasuk dalam satu harkat

(tingkatan). Oleh karena itu perbedaan jumlah spora yang ditemukan di lapangan

mungkin saja di pengaruhi oleh jenis inangnya. Dimana jumlah spora yang paling

tinggi di temukan pada vegetasi alang-alang, berarti vegetasi alang-alang lebih

Jenis tanaman dan kerapatan akar sangat berpengaruh terhadap penyebaran CMA.

Suhardi (1989) menyatakan bahwa walaupun sudah diketahui bahwa CMA dapat

berasosiasi dengan beraneka jenis tanaman inang namun diketahui bahwa mereka

memilih tanaman inang yang satu lebih disukai dibanding dengan tanaman inang

yang lain. Belum ada laporan tertentu bahwa spora tertentu hanya bisa berasosiasi

dengan tanaman inang tertentu.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa secara umum tipe

spora yang ditemukan didominasi oleh jenis Glomus spp., meskipun ada juga

dijumpai jenis lain seperti Acaulospora spp. namun jumlahnya hanya 2 spora saja.

Hal ini menunjukkan bahwa tipe Glomus mempunyai daerah sebaran yang paling

luas dibanding dengan genus-genus yang lain dan Glomus merupakan spesies

yang paling toleran terhadap lingkungan maksudnya bahwa Glomus ini bisa

bertahan dan bahkan memperbanyak diri pada berbagai kondisi lingkungan mulai

dari yang baik sampai ekstrim. Misalnya pada pH tanah bahwa Glomus

berkecambah baik pada pH antara 6-8 (Abbot dan Robson, 1984). Oleh karena itu

Glomus disini dapat berkecambah dengan baik mulai dari pH asam sampai pH

basa. Hasil analisis tanah menunjukkan pH dari setiap vegetasi mulai 7,39 sampai

7,66. Nilai pH optimum untuk perkecambahan bergantung pada kemampuan

adaptasi dari CMA terhadap lingkungan, misalnya terhadap suhu optimum dan

juga tergantung pada jenis CMA. Pada umumnya Glomus tidak mempunyai inang

yang spesifik artinya cendawan ini mempunyai kisaran inang yang luas dan

merupakan salah satu karakteristik yang khas dari CMA. Oleh karena itu Glomus

Persentase Kolonisasi Akar (%)

Dari hasil pengamatan dan perhitungan persentase kolonisasi yang

dilakukan, dapat dikatakan bahwa tanah berkapur yang dijadikan sebagai areal

penelitian memiliki vegetasi yang secara umum membentuk asosiasi yang cukup

tinggi dengan CMA, dengan nilai kolonisasi yang sangat bervariasi dengan antara

58,654 % - 85,19 % termasuk dalam kelas kategori sangat tinggi (Setiadi et al.,

1992).

Dari tiga jenis vegetasi yang diobservasi, diketahui bahwa ketiga jenis

vegetasi tersebut (alang-alang, sayur-sayuran, dan umbi-umbian) membentuk

simbiosis dengan CMA. Kisaran infeksi tertinggi adalah pada vegetasi

umbi-umbian yaitu 85,19 % termasuk dalam kelas sangat tinggi, dan terendah pada

vegetasi sayur-sayuran dengan nilai 58,654 % termasuk dalam kelas tinggi. Hasil

ini menunjukkan bahwa jenis umbi-umbian merupakan tanaman dengan

persentase infeksi yang tergolong tinggi dibanding yang lain. Hal ini diduga

berkaitan dengan tipe akar dari vegetasi yang menjadi inangnya. Tipe akar yang

tumbuh pendek pada tanaman umbi-umbian (dalam hal ini ubi jalar) lebih mudah

untuk diinfeksi oleh CMA jika dibandingkan dengan tipe akar dari sayur-sayuran

dan alang-alang. Hal ini sesuai dengan pendapat Conway dan Joseph (1984) yang

menyatakan bahwa dari beberapa pengamatan jenis tanaman yang sistem

perakarannya tanpa akar-akar halus dan kurang rambut akarnya ternyata lebih

sering terkena infeksi dan lebih tergantung terhadap adanya mikoriza untuk

pertumbuhannya yang normal.

Dari hasil perhitungan derajat infeksi dan persentase kolonisasi akar dari

tersebut memiliki persentase kolonisasi akar yang bervariasi, dimana dalam

penelitian ini kemampuan tanaman berasosiasi dengan CMA dapat dikatakan

tinggi. Penentuan status mikoriza ini didasarkan pada tabel nilai persen kolonisasi

menurut Setiadi et al, (1992). Infeksi akar ini diukur untuk mengetahui efektifitas

simbiosis akar dengan CMA, karena semakin besar tingkat infeksi maka

diperkirakan akan semakin besar pula tingkat penyerapan unsur hara.

Peningkatan jumlah spora tidak selalu berhubungan terhadap peningkatan

kolonisasi akar. Hal ini dapat kita lihat secara jelas pada jumlah spora yang tinggi

pada vegetasi alang-alang dengan rata-rata jumlah spora 42 / 10 gr tanah tetapi

hanya memiliki persentase kolonisasi akar sebesar 71,376 %. Dan sebaliknya pada

vegetasi umbi-umbian memiliki rata-rata spora sebanyak 36 / 10 gr tanah dan

memiliki persentase kolonisasi akar sebesar 85,19 %. Hal ini sejalan dengan

penelitian Hayman (1970) dalam Suhardi (1989) yang menyatakan bahwa tidak

ada hubungan erat antara kolonisasi akar dengan produksi spora, sehingga hal

tersebut tidak bisa dijadikan sebagai suatu patokan bahwa jumlah spora

berpengaruh terhadap persen kolonisasi. Jumlah spora yang tinggi tidak selalu

menunjukkan adanya kolonisasi akar yang tinggi pula, karena jumlah spora yang

ada atau ditemukan tidak bisa menunjukkan secara langsung jumlah kolonisasi

yang terbentuk pada tanaman.

Hal ini disebabkan karena kemampuan dari CMA itu untuk menginfeksi

berbeda-beda untuk setiap jenis tanaman inang. Misalnya vegetasi umbi-umbian

lebih mudah diinfeksi oleh CMA dibanding vegetasi alang-alang. Selain itu bisa

disebabkan oleh keadaan dari spora itu sendiri apakah dorman atau tidak. Keadaan

ketersediaan air cukup maka spora cenderung akan berkecambah dan jika kering

maka spora akan dorman dan spora muda akan mempertahankan diri. Spora yang

terdapat pada vegetasi alang-alang mungkin saja dalam keadaan dorman karena

pada vegetasi alang-alangnya kondisi tanahnya sangat kering dan gersang

sehingga persen kolonisasinya lebih rendah dibanding vegetasi umbi-umbian.

Sedangkan pada vegetasi sayur-sayuran dan umbi-umbian ketersediaan airnya

cukup ini dapat dilihat dari kondisi tanah yang gembur dan lebih lembab daripada

tanah pada vegetasi alang-alang.

CMA ini akan berkolonisasi dengan baik jika tanah yang menjadi tempat

tumbuh inangnya memiliki kandungan P yang rendah. Jika kandungan P tanah

rendah maka persen kolonisasi tinggi dan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena

pada kondisi P tanah rendah maka P tanaman juga rendah sehingga kandungan

fosfolipid di akar akan menurun. Hal ini menyebabkan permeabilitas akar akan

tinggi sehingga mudah diinfeksi oleh mikoriza. CMA ini memiliki suatu enzim

yang disebut enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatan-ikatan

spesifik sehingga tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu jika unsur P dalam tanah

tinggi dapat menghambat kolonisasi dan produksi spora CMA. Hal ini sesuai

dengan pendapat Husien dkk (2000) yang menyatakan bahwa kesuburan tanah

(unsur P dan N tersedia), kadar air, drainase tanah dan pH tanah berpengaruh

terhadap perkembangan CMA. Di samping itu CMA dapat berkembang dengan

baik pada tanah yang mempunyai kandungan P lebih rendah dan aerasi tanah yang

Dokumen terkait