• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Posisi geografis Kabupaten Sidoarjo terletak berdekatan dengan Ibukota Provinsi Jawa Timur. Batas sebelah utara Kabupaten Sidoarjo adalah Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah timur adalah Selat Madura dan sebelah barat adalah Kabupaten Mojokerto. Kabupaten Magetan terletak di bagian barat Jawa Timur, sekitar 200 km arah barat Kota Surabaya. Sebelah barat berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Madiun dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo. Kedua daerah ini merupakan daerah yang menjadi sentra Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) barang dari bahan kulit di Jawa Timur. Beberapa jenis produk yang mampu dihasilkan pengrajin di beberapa desa di kedua kabupaten ini dijelaskan pada Tabel 18.

Tabel 18Jenis Produksi Kerajinan Sentra IKKR Barang dari Kulit di Kabupaten Magetan dan Kabupaten Sidoarjo

Tabel 18. Jenis Produksi Kerajinan Sentra IKKR Barang dari Kulit di Kabupaten Magetan dan Kabupaten Sidoarjo

Desa Kecamatan Kabupaten Jenis Produksi

Balegondo Magetan Magetan

Ringinagung Magetan Magetan

Sepatu dan sandal, ikat pinggang, jaket, dompet, tas, dan berbagai asesories dari kulit.

Kludan Tanggulangin Sidoarjo

Kalisampurno Tanggulangin Sidoarjo Kedensari Tanggulangin Sidoarjo

Tas, koper, dompet, ikat pinggang, jaket, sepatu sandal, sepatu, rompi, rok, celana, dan berbagai asesories dari kulit.

Berdasarkan Tabel 18, pengrajin memiliki variasi dalam menghasilkan produk kerajinannya. Pengrajin Sidoarjo merupakan penghasil produksi tas dan koper yang dominan. Usaha ini diawali oleh orang tua mereka yang membuat

Hasil akhir penelitian ini adalah menyusun model pemberdayaan yang efektif memandirikan pengrajin, membentuk perilaku wirausaha yang berkualitas guna memajukan usaha kerajinan dan meningkatkan keberlanjutan usaha.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Posisi geografis Kabupaten Sidoarjo terletak berdekatan dengan Ibukota Provinsi Jawa Timur. Batas sebelah utara Kabupaten Sidoarjo adalah Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah timur adalah Selat Madura dan sebelah barat adalah Kabupaten Mojokerto. Kabupaten Magetan terletak di bagian barat Jawa Timur, sekitar 200 km arah barat Kota Surabaya. Sebelah barat berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Madiun dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo. Kedua daerah ini merupakan daerah yang menjadi sentra Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) barang dari bahan kulit di Jawa Timur. Beberapa jenis produk yang mampu dihasilkan pengrajin di beberapa desa di kedua kabupaten ini dijelaskan pada Tabel 18.

Tabel 18Jenis Produksi Kerajinan Sentra IKKR Barang dari Kulit di Kabupaten Magetan dan Kabupaten Sidoarjo

Tabel 18. Jenis Produksi Kerajinan Sentra IKKR Barang dari Kulit di Kabupaten Magetan dan Kabupaten Sidoarjo

Desa Kecamatan Kabupaten Jenis Produksi

Balegondo Magetan Magetan

Ringinagung Magetan Magetan

Sepatu dan sandal, ikat pinggang, jaket, dompet, tas, dan berbagai asesories dari kulit.

Kludan Tanggulangin Sidoarjo

Kalisampurno Tanggulangin Sidoarjo Kedensari Tanggulangin Sidoarjo

Tas, koper, dompet, ikat pinggang, jaket, sepatu sandal, sepatu, rompi, rok, celana, dan berbagai asesories dari kulit.

Berdasarkan Tabel 18, pengrajin memiliki variasi dalam menghasilkan produk kerajinannya. Pengrajin Sidoarjo merupakan penghasil produksi tas dan koper yang dominan. Usaha ini diawali oleh orang tua mereka yang membuat

koper terlebih dahulu, kemudian mengembangkan jenis produk dengan membuat tas, ikat pinggang, dompet, jaket, dan berbagai perlengkapan dari kulit. Pengrajin di Magetan memulai usaha dengan membuat sepatu dan sandal, yang kemudian berkembang menghasilkan ikat pinggang, jaket, dan berbagai produk dari kulit.

Terdapat beberapa pola saluran distribusi produk kerajinan di Sidoarjo dan Magetan. Gambaran saluran distribusi yang diterapkan pengrajin dijelaskan pada Gambar 13.

Gambar 13. Saluran Distribusi Produk Kerajinan Barang dari kulit di Jawa Timur

Gambar 13Saluran Distribusi Produk Kerajinan Barang dari kulit di Jawa Timur

Pengrajin mendistribusikan produknya di dalam negeri dengan satu atau lebih pola saluran distribusi sebagaimana tercantum pada Gambar 14. Pengrajin yang menjadi anggota koperasi dapat memasarkan produknya melalui koperasi. Bagi non anggota dapat memasarkan melalui:show roomsendiri, agen kota, atau juragan. Pada saluran distribusi ekspor, pengrajin masih belum bisa mengekspor langsung tetapi melalui perusahaan trading atau eksportir.

Pengrajin Konsumen

Pengrajin Juragan Agen luar

kota

Konsumen Pengrajin Koperasi /

Agen kota

Konsumen

Pengrajin Juragan Konsumen

Pengrajin Juragan Eksportir / Trading

Konsumen pemakai Saluran distribusi dalam negeri

Daerah pemasaran produk kerajinan meliputi: seluruh Jawa Timur, sebagian kota besar di pulau Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan. Sebagian kecil adalah ekspor ke Malaysia, Singapura, Brunei, Australia, Arab Saudi, dan beberapa negara di timur tengah. Kemampuan pengrajin mendistribusikan produknya ke beberapa daerah pemasaran (jangkauan pemasaran) dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) lokal meliputi kota di wilayah Jawa Timur, (2) nasional meliputi kota-kota diseluruh Indonesia, (3) nasional dan ekspor meliputi kota di seluruh Indonesia dan ekspor ke luar negeri. Sebaran jangkauan pemasaran produk kerajinan ditampilkan pada Tabel 19.

Tabel 19Jangkauan Pemasaran Produk Kerajinan

Tabel 19. Jangkauan Pemasaran Produk Kerajinan Kabupaten

Sidoarjo Magetan

Total Jangkauan pemasaran *

N % N % N %

Lokal (Jawa Timur) saja 48 33.1 63 55.3 111 42.9

Nasional 90 62.1 45 39.5 135 52.1

Nasional dan Ekspor 7 4.8 6 5.3 13 5.0

Jumlah 145 100.0 115 100.0 260 100

*Hasil Uji Beda One Way Anova, Nyata padaα= 0,05, (P=0,003; F- Hitung=9,226)

Modus = Nasional

Sebagian besar (95 persen) pengrajin memiliki jangkauan pemasaran secara nasional, pengrajin mampu memasarkan produk kerajinannya di kota-kota di Indonesia. Terdapat perbedaan yang nyata pada jangkauan pemasaran pengrajin di Sidoarjo dan Magetan; jangkauan pasar pengrajin Sidoarjo lebih luas dibanding pengrajin Magetan. Keterjangkauan transportasi dan jarak antara Sidoarjo dengan Surabaya yang dekat mendukung pengrajin menjangkau pasar yang lebih luas.

Untuk menjalankan usaha kerajinan, pengrajin mempergunakan modal kerja. Modal kerja yang dijalankan pengrajin adalah jumlah dana yang dimiliki pengrajin untuk kegiatan produksi dalam jangka waktu satu bulan diluar aktiva tetap berupa mesin, peralatan, dan tempat usaha. Modal kerja ini yang diputar pengrajin setiap bulannya untuk membeli bahan baku, bahan penunjang dan biaya produksi lainnya. Sebaran responden menurut modal kerja yang dikelola terdapat pada Tabel 20.

Tabel 20. Sebaran Responden Berdasarkan Modal Kerja yang Dikelola Kabupaten Modal Kerja* Sidoarjo Total Total N % N % N % < Rp.2juta 83 57.2 75 51.7 158 60.8 Rp.2 juta - Rp.4 juta 38 26.2 30 20.7 68 26.2 > Rp.4 juta 24 16.6 10 6.9 34 13.1 Total 145 100.0 115 100.0 260 100.0

*Hasil Uji Beda One Way Anova, Nyata padaα= 0,05, (P=0,035; F hitung=4,469) Rataan= Rp.2.650.000

Tabel 20Sebaran Responden Berdasarkan Modal Kerja yang Dikelola

Rata-rata pengrajin mempergunakan modal kerja perbulan Rp. 2.650.000. Jika diperhatikan persentasenya, lebih dari setengah pengrajin mempergunakan modal kerja dibawah dua juta rupiah. Pengrajin memperoleh modal dari beberapa sumber permodalan yaitu: (1) modal sendiri, (2) modal pinjaman (diperoleh dari: bank, koperasi, dan pribadi), (3) modal dari juragan, dan (4) modal ventura. Seorang pengrajin bisa mengakses satu atau lebih sumber permodalan tergantung pada kemauan dan kemampuan pengrajin. Pada beberapa pengrajin tidak mau mengakses modal dari bank dengan alasan tidak tahu prosedurnya dan beberapa pengrajin tidak mampu mengakses modal dari lembaga keuangan formal (perbankan atau koperasi) karena tidak mampu memenuhi persyaratan agunannya. Modal kerja yang dikelola dipergunakan untuk membeli bahan baku dan perlengkapan usaha. Bahan baku diperoleh di lokasi industri melalui pedagang pemasok bahan baku. Bahan baku tersebut sebagian diperoleh dari sentra penyamakan kulit di Magetan, Yogyakarta, Blitar, dan Malang dengan harga Rp 13.000 - Rp 15.000 per feet. (1 feet = 28 cm persegi). Menurut pengrajin, bahan baku dari Indonesia diakui kualitasnya terbaik sehingga banyak industri luar negeri yang mencari bahan baku kulit dari Indonesia. Kebijakan yang kurang mendukung menyebabkan banyak bahan baku yang diekspor, dalam hal ini tidak ada kuota dalam ekspor bahan baku kulit sehingga kebutuhan lokal terganggu.

Menurut beberapa pengrajin, kulit yang diekspor itu adalah kulit dengan kualitas terbaik sehingga pengrajin kesulitan untuk memperolehnya.

Pemda Kabupaten Sidoarjo telah mendirikan pabrik yang mampu mengerjakan pengecoran segala jenis logam non besi, untuk keperluan usaha kerajinan, misalnya: asesoris tas dan koper serta perhiasan dari bahan kuningan, tembaga dan zink. Para pengrajin yang sebelumnya tergantung pada asesoris dari luar dapat lebih menghemat dan dapat mengembangkan kreativitasnya dalam mendapatkan model tertentu sebagai ciri khas. Di Kabupaten Magetan terdapat UPT Penelitian dan Pengembangan Kulit, sehingga beberapa hasil kajian tentang pengembangan industri penyamakan dapat mendukung perkembangan bahan baku yang dapat memenuhi kebutuhan pengrajin di Magetan dan Sidoarjo.

Seluruh pengrajin memiliki peralatan pokok usaha kerajinan kulita yaitu mesin jahit, dan alat pemotong. Pengrajin yang memiliki modal besar memiliki beberapa mesin yang diberi nama lokal: mesin plong, mesin seset, mesin press, mesin grinda, oven listrik, dan lain-lain. Pengrajin yang tidak memiliki mesin tersebut dapat menggunakan mesin milik pengrajin lain dengan membayar uang sewa. Pengrajin melaksanakan kegiatan produksi di rumah masing-masing (secara home industry).

Pengrajin yang menjalankan usaha kerajinan dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur, sebagaimana ditampilan pada Tabel 21. Rata-rata pengrajin yang menjalankan usaha kerajinan kulit di Jawa Timur berusia 37 tahun, mereka adalah generasi penerus usaha kerajinan yang dijalankan orang tua atau keluarga. Para pengrajin telah menjalankan usaha secara turun menurun dari orang tua dan keluarga mereka sebelumnya.

Tabel 21. Sebaran Responden Menurut Umur

Kabupaten Total

Umur Sidoarjo Magetan

N % N % N %

Muda ( < 31 tahun) 45 31.0 42 36.5 87 33.5

Dewasa (31-47 tahun) 52 35.9 34 29.6 86 33.1

Lanjut (>47 tahun) 48 33.1 39 33.9 87 33.5

Total 145 100 115 100 260 100

Hasil Uji Beda One Way Anova, Tidak Nyata padaα= 0,05, (P=0,208; F hitung=0,649) Rataan=37,4 tahun

Tabel 21Sebaran Responden Menurut Umur

Pengalaman usaha yang dimiliki juga bervariasi, sebaran responden menurut pengalaman berusaha di bidang kerajinan dapat dilihat pada Tabel 22. Rata-rata pengalaman berusaha di bidang kerajinan kulit 12 tahun, suatu masa yang cukup penting untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih baik. Pengrajin bekerja sebagai petani, pedagang, karyawan swasta dan buruh pabrik sebelum bekerja di bidang kerajinan ini.

Tabel 22Sebaran Responden Menurut Pengalaman Berusaha

Tabel 22. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Berusaha

Kabupaten Total

Pengalaman Berusaha Sidoarjo Magetan

N % N % N % Pemula ( <14 tahun) 42 29.0 42 36.5 84 32.3 Menengah (14-24 tahun) 48 33.1 35 30.4 83 31.9 Lanjut (>24 tahun) 55 37.9 38 33.0 93 35.8 Jumlah 145 100 115 100 260 100

Hasil Uji Beda One Way Anova, Tidak Nyata padaα= 0,05, (P=0,228; F hitung=1,458) Rataan=12,7 tahun

Apabila pengalaman usaha tersebut dikaitkan dengan umur pengrajin (rata-rata pengrajin berumur 37 tahun), maka dapat diketahui bahwa mereka rata- rata memulai karir pengrajin pada usia 24 tahun. Kronologis umur memulai usaha berkontribusi terhadap keberhasilan jangka panjang karena wirausahawan muda cenderung akan memiliki karir yang lebih lama dan potensial untuk dapat mengembangkan karir wirausahanya (Perry, Batstone dan Pulsarum, 2003).

Hasil usaha kerajinan yang dijalankan pengrajin dipergunakan untuk menghidupi anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Pengrajin memiliki tanggungan keluarga yang dijelaskan pada Tabel 23.

Tabel 23Sebaran Responden Menurut Tanggungan Keluarga

Tabel 23. Sebaran Responden Menurut Tanggungan Keluarga

Kabupaten Total Sidoarjo Magetan Jumlah Tanggungan keluarga N % N % N % Sedikit (< 2 jiwa) 24 16.6 31 27.0 55 21.2 Sedang (2-4 jiwa) 66 45.5 57 49.6 123 47.3 Banyak (>4 jiwa) 55 37.9 27 23.5 82 31.5 Jumlah 145 100 115 100 260 100.0

Rataan=4 jiwa

Berdasarkan Tabel 23, diketahui bahwa jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan pengrajin rata-rata 4 orang. Terdapat perbedaan yang nyata pada aspek tanggungan keluarga di kedua lokasi, tanggungan keluarga pengrajin di Sidoarjo lebih besar dari Magetan. Sidoarjo adalah daerah pinggiran perkotaan yang memiliki daya tarik bagi pendatang, sehingga anggota keluarga yang berasal dari daerah lain di wilayah Jawa Timur turut tinggal di tempat pengrajin dan menjadi tanggungan keluarganya.

Kegiatan pembinaan belum banyak dirasakan oleh pengrajin. Kegiatan pembinaan berupa pelatihan baru dirasakan oleh 67 persen pengrajin, artinya 33 persen pengrajin pengrajin belum pernah mendapatkan pembinaan melalui pelatihan atau pendidikan non formal, mereka bisa melakukan proses produksi karena belajar dari pengrajin lainnya. Beberapa kegiatan pembinaan yang pernah dilakukan di kedua lokasi dijelaskan pada Tabel 24.

Tabel 24Kegiatan Pembinaan Bagi Pengrajin di Kabupaten Magetan dan Sidoarjo

Tabel 24. Kegiatan Pembinaan Bagi Pengrajin di Kabupaten Magetan dan Sidoarjo

Kegiatan Substansi/Materi Tempat Penyelenggara

Produksi Magetan dan

Sidoarjo

Manajemen Magetan dan

Sidoarjo

SDM Sidoarjo

Pelatihan

Akuntansi Sidoarjo

Disperindag, Diskop & UKM, Koperasi, LIPI, Perguruan Tinggi, LSM.

Pendampingan Bantuan modal

pinjaman dan teknik produksi.

Magetan dan Sidoarjo

PT POS, PT Telkom, PT BRI, NOKIA.

Penyelenggaraan pembinaan dilaksanakan berdasarkan keinginan penyelenggara dan bersifat tidak kontinyu. Karena tidak ada koordinasi antar penyelenggara, sering materi yang diberikan saling overlap. Aspek pemerataan untuk mengakses kegiatan pembinaan masih rendah karena mereka terhalangi oleh beberapa klik pada jalur birokrasi desa seperti perangkat desa (pamong praja), koperasi, atau aktor-aktor dalam Lingkungan Industri Kecil (LIK). Faktor klik yang ada pada jalur birokrasi tersebut terbentuk dari aspek kekeluargaan dan kepemilikan modal

Sarana promosi industri kecil di Jawa Timur yang sering diakses pengrajin adalah kegiatan pameran kerajinan di tingkat Provinsi atau Nasional. Selain itu, Dinas Koperasi dan UKM juga telah membuat situs internet dengan alamat www.diskopjatim.go.id yang menampilkan fitur potensi UKM kulit di Jawa Timur.

Karakteristik Individu Pengrajin

Usaha kerajinan barang dari bahan kulit di Kabupaten Sidoarjo dan Magetan dikelola oleh pengrajin yang selain sebagai pemilik usaha, tenaga produksi / pekerja, pengelola keuangan juga sebagai tenaga pemasar. Pada usaha kerajinan ini pengrajin merupakan aktor kunci dalam menggerakkan usaha kerajinan. Melihat posisi individu yang multi fungsi tersebut, maka karakteristik individunya akan menentukan bagi upaya pengembangan usahanya.

Karakteristik individu pengrajin diukur berdasarkan: pendidikan, pengalaman usaha, motivasi berusaha, tingkat pemenuhan kebutuhan, intensitas komunikasi dan aspek gender. Ukuran ini diperoleh dari hasil analisis faktor konfirmatori, sebelumnya terdapat delapan indikator yang diperoleh dari sintesis teori dalam kerangka berpikir penelitian. Setelah dilakukan analisis faktor, indikator umur, tanggungan keluarga, dan pengalaman usaha tidak valid untuk dimasukkan dalam model pengukuran variabel karakteristik individu. Deskripsi responden menurut karakteristik individu ditampilkan pada Tabel 25.

Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa aspek karaketeristik individu yang menonjol pada pengrajin di Sidoarjo dan Magetan adalah motivasi berusaha dan intensitas komunikasi. Setengah pengrajin di Sidoarjo memiliki motivasi berusaha yang tinggi dan sangat tinggi, pengrajin telah memiliki motivasi berusaha yang mengarah pada orientasi ekonomi dan perkembangan usaha. Intensitas komunikasi yang dilakukan pengrajin di Sidoarjo juga tinggi, hampir setengah pengrajin melakukan komunikasi dengan intensitas yang tinggi dan sangat tinggi karena didukung oleh kemudahan menggunakan alat komunikasi, keterbukan, dan kemudahan memperoleh sarana transportasi dan prasarana transportasi.

Aspek pendidikan non formal pengrajin di kedua lokasi masih sangat rendah. Pengrajin mendapat pendidikan non formal melalui pelatihan yang

diselenggarakan pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah namun dengan intensitas yang masih sangat rendah.

Tabel 25. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Individu

Kabupaten Total

Sidoarjo Magetan

Karakteristik Individu Kriteria

N % N % N % Lulus SD 50 34,5 46 40,0 96 36,9 Lulus SMP 61 42,1 41 35,7 102 39,2 Lulus SMA/PT 34 23,4 28 24,3 62 23,8 Pendidikan Formal Selang skor (6-16) Rataan=9 tahun Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0 Rendah ( < 10 jam) 119 82,1 89 77,4 208 80,0 Sedang (10–20jam) 18 12,4 12 10,4 30 11,5 Tinggi (> 20 jam) 8 5,5 14 12,2 22 8,5

Pendidikan Non Formal Selang skor (skor 0-40) Rataan=2,8jam Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0 Sangat rendah 16 11,0 21 18,3 37 14,2 Rendah 36 24,8 44 38,3 80 30,8 Sedang 32 22,1 12 10,4 26 10,0 Tinggi 20 13,8 12 10,4 50 19,2 Sangat Tinggi 41 28,3 26 22,6 67 25,8 Motivasi Berusaha (X15)*

Selang skor (skor 0-100) Rataan=55.5 Jumlah 145 100 115 100 260 100 Sangat rendah 21 14,5 28 24,3 49 18,9 Rendah 29 20,0 20 17,4 49 18,9 Sedang 32 22,0 34 29,6 66 25,4 Tinggi 28 19,3 21 18,3 49 18,9 Sangat Tinggi 35 24,1 12 10,4 47 18,1 Pemenuhan Kebuthn(X16)*

Selang skor (skor 0-100) Rataan=50.2 Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0 Sangat rendah 16 11,0 32 27,8 48 18,5 Rendah 23 15,9 24 20,9 47 18,1 Sedang 40 27,6 23 20,0 63 24,2 Tinggi 39 26,9 20 17,4 59 22,7 Sangat Tinggi 27 18,6 16 13,9 43 16,5 Komunikasi (X17)* Selang skor (skor 0-100) Rataan=52.0 Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0 Sangat rendah 50 34,5 42 36,5 92 35,4 Rendah 23 15,9 9 7,8 32 12,3 Sedang 36 24,8 39 33,9 75 28,8 Tinggi 6 4,1 5 4,3 11 4,2 Sangat Tinggi 30 20,7 20 17,4 50 19,2 Aspek Gender (X18)* Selang skor (skor 0-100) Rataan=33.3

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Tabel 25Sebaran Responden Menurut Karakteristik Individu

Keterangan:

Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.

* Berdasarkan hasil uji beda rata-rata One Way Anova, nyata padaα= 0,05.

Pendidikan

Berdasarkan Tabel 25, hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata pengrajin menempuh tingkat pendidikan formal di tingkat SMTP atau

masa studi pendidikan formal 9 tahun. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat pendidikan di kedua lokasi. Masa tempuh pendidikan non formal pengrajin masih sangat rendah, rata-rata pengrajin hanya menempuh pendidikan non formal 8 jam selama kurun waktu menjalankan usaha di bidang kerajinan.

Pendidikan (baik formal maupun non formal) merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Pada umumnya seseorang yang berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak, akan lebih mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik Semakin tinggi pendidikan formal akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menerima, menyaring dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya.

Rata-rata pendidikan pengrajin rendah atau setingkat SMP. Pengrajin yang berpendidikan tinggi mempunyai potensi untuk meraih keberhasilan lebih lanjut dengan memanfaatkan pendidikan yang dimilikinya, sebagaimana dikemukakan oleh Perry, Batstone dan Pulsarum (2003) yang menemukan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan usaha kecil menengah. Rajagapolan dan Datta (1996) menemukan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan pengalaman usaha terhadap tingkat pertumbuhan usaha. Temuan ini juga mendukung temuan Haber dan Reichel (2006) yang menyatakan bahwa pendidikan menjadi prediktor yang bagus untuk memulai usaha yang beresiko dan kesuksesan penguatan jejaring.

Motivasi dan Pemenuhan Kebutuhan

Rata-rata motivasi berusaha pengrajin di Sidoarjo adalah sedang (skor=55,5). Terdapat perbedaan yang nyata pada motivasi berusaha pengrajin di kedua lokasi, pengrajin di Sidoarjo memiliki motivasi yang lebih tinggi dari pengrajin Magetan. Kabupaten Sidoarjo merupakan kawasan industri di Jawa Timur, dinamika lingkungan usaha yang tinggi cenderung mendorong pengrajin untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga kebutuhan pertumbuhan dan keberlanjutan usahanya di masa depan.

Motivasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Motivasi berusaha merupakan alasan pokok yang mendasari pengrajin untuk berperilaku dan memutuskan untuk

tetap bertahan melakukan kegiatan usaha di bidang kerajinan. Agar dapat mengembangkan usahanya, seyogyanya seorang pengrajin yang juga seorang wirausahawan memiliki motivasi berusaha yang tinggi guna menggerakkan pengrajin untuk memenuhi kebutuhan perkembangan usaha.

Motivasi berhubungan dengan kebutuhan, minat (sifat nurani yang timbul dengan sendirinya dan memiliki daya dorong) dan keinginan (sifat hati nurani yang timbul karena orang berminat terhadap sesuatu dan mendorong terbentuknya motif untuk berbuat). Motif yang besar akan timbul manakala ada kebutuhan yang disadari yang menimbulkan keinginan, menimbulkan minat dan menimbulkan motif. Salah satu faktor pendorong yang penting bagi pengrajin dalam berusaha adalah tuntutan memenuhi kebutuhan keluarga. Hubungan antara tingkat pemenuhan kebutuhan dan motivasi berusaha ditampilkan pada Tabel 26.

Tabel 26. Distribusi Persentase Pengrajin menurut Motivasi Berusaha dan Pemenuhan Kebutuhan

Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Total

Motivasi

berusaha Sangat

rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi N % N % N % N % N % N % Sangat rendah 12 32 20 25 3 13 7 13 7 10 49 19 Rendah 12 32 21 26 4 14 7 14 5 7 49 19 Sedang 10 27 22 28 7 28 14 28 13 19 66 25 Tinggi 0 0 8 10 7 25 13 25 22 33 49 19 Sangat Tinggi 3 8 9 11 5 20 10 20 20 30 47 18 Jumlah 37 100 80 100 26 100 50 100 67 100 260 100

*Hasil Uji Chi-Square, Nyata padaα= 0,05, (P=0,00)

Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.

Rata-rata motivasi berusaha sedang (skor=55,5)

Tabel 26Distribusi Persentase Pengrajin menurut Motivasi Berusaha dan Pemenuhan Kebutuhan

Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan karena pengrajin memiliki motivasi yang rendah. Mereka menjalankan usaha kerajinan mengikuti teman, tetangga dan orang tua. Alasan-alasan ekonomi kurang menjadi pertimbangan dalam memilih berusaha sebagai pengrajin. Upaya memenuhi kebutuhan hidup merupakan salah satu bentuk tanggung jawab terhadap keluarga yang menjadi tanggungannya.

Hubungan antara motivasi berusaha dengan tanggungan keluarga pada Tabel 27 menunjukkan bahwa semakin tinggi tanggungan keluarga, maka

semakin tinggi motivasi berusaha. Pada komunitas pengrajin, terdapat satu keterkaitan antara tingkat pemenuhan kebutuhan, tanggungan keluarga dan motivasi berusaha. Tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya, menjadi pendorong yang signifikan bagi pengrajin untuk berusaha.

Tabel 27. Distribusi Persentase Pengrajin menurut Tanggungan Keluarga dan Motivasi Berusaha

Motivasi berusaha* Total

Tanggungan Keluarga

Sangat rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi

N % N % N % N % N % N %

Kurang dari 2 orang 6 17 13 17 4 17 8 17 11 17 43 17

2-4 orang 9 23 19 23 6 23 12 23 16 23 61 23

Lebih dari 4 orang 22 60 48 60 16 60 30 60 40 60 156 60

Jumlah 37 100 80 100 26 100 50 100 67 100 260 100

Keterangan:

*Hasil uji chi-square nyata padaα= 0,05.

Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.

Tabel27Distribusi Persentase Pengrajin menurut Tanggungan Keluarga dan Motivasi Berus aha

Komunikasi

Pengrajin melakukan komunikasi dengan tingkat yang baik dengan rataan sedang (rata-rata skor=52). Suatu kondisi yang potensial untuk mendukung program pemberdayaan pengrajin, karena mereka telah memiliki bekal intensitas komunikasi yang baik. Intensitas komunikasi yang dilakukan pengrajin berhubungan dengan tingkat pendidikannya. Hubungan antara intensitas komunikasi dan pendidikan ditampilkan pada Tabel 28.

Berdasarkan hasil uji chi square pada Tabel 28 terbukti bahwa terdapat hubungan yang nyata antara komunikasi dengan tingkat pendidikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pengrajin, maka semakin tinggi intensitas komunikasinya. Pengrajin yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi lebih mampu melakukan komunikasi interpersonal, akses media cetak dan elektronik serta kosmopolitansi daripada pengrajin yang tingkat pendidikannya rendah.

Tabel 28. Distribusi Persentase Responden Pengrajin menurut Intensitas Komunikasi dan Pendidikan

Intensitas Komunikasi* Total

Tingkat

Pendidikan Sangat rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi N % N % N % N % N % N % Lulus SD/Kurang 18 37 17 37 23 37 22 37 16 37 96 37 Lulus SMTP 19 39 18 39 25 39 23 39 17 39 102 39 Lulus SMTA ke atas 11 24 11 24 15 24 14 24 10 24 62 24 Jumlah 48 100 47 100 63 100 59 100 43 100 260 100 Keterangan:

*Hasil uji chi-square nyata padaα= 0,05.

Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.

Rata-rata intensitas komunikasi sedang (skor=52,03)

Tabel 28Distribusi Persentase Responden Pengrajin menurut Komunikasi dan Pendidikan

Komunikasi diperlukan oleh seseorang demi terpenuhinya kebutuhan

Dokumen terkait