• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Usaha Kecil Menengah Kota Bandung

Secara geografis, kota Bandung berada pada ketinggian 768 meter di atas permukaan laut. Kota Bandung memiliki wilayah 16 831 hektar, yang secara administratif terbagi menjadi 30 kecamatan, 151 kelurahan (Gambar 4). Kecamatan terluas adalah kecamatan Gedebage, dengan luas 958 hektar dan kecamatan terkecil adalah wilayah kecamatan Astana Anyar dengan luas 89 hektar. Jumlah penduduk kota Bandung tahun 2012 tercatat 2 655 150 jiwa, terdiri dari 1 358 623 laki-laki dan 1 296 537 perempuan (PPID Kota Bandung 2016).

Pemerintah kota Bandung dipimpin oleh Walikota bersama Wakil Walikota dan dibantu perangkat daerah kota.

Gambar 4 Peta kota Bandung

Sektor ekonomi kota Bandung terus meningkat seiring meningkatnya tingkat kreativitas masyarakat kotanya. Dari segi makro ekonomi dan infrastruktur, kota Bandung meningkat dari tahun ke tahunnya pada jangka waktu lima tahun terakhir periode 2010-2014. Indikator yang mengalami peningkatan di antara adalah kependudukan, investasi, kemantapan jalan, kemiskinan, pengangguran, dan indikator pendukung lainnya. Serta volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Bandung meningkat, dari 2.4 trilyun menjadi 4.3 trilyun pada tahun 2014. (Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat 2016)

Meningkatnya APBD kota Bandung memengaruhi sektor UKM dan mikro di kota ini. Anggaran yang dimiliki pemerintah membantu banyak pihak lebih bisa mengembangkan usahanya menjadi lebih baik. Pemerintah kota Bandung fokus terhadap pengembangan UKM di kotanya, karena melihat minat masyarakat kota Bandung terhadap sektor UKM sangat tinggi. Oleh karena itu pemerintah berusaha memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat, agar masyarakat kota Bandung dapat mandiri untuk membuat usaha dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat kota Bandung yang tidak memiliki pendidikan tinggi, sehingga dapat menurunkan tingkat pengangguran kota Bandung.

Tingkat partisipasi angkatan kerja kota Bandung tahun 2015 adalah 62.52 persen. Sedangkan tingkat pengangguran pada tahun 2015 mengalami peningkatan dari 8.05 persen menjadi 9.02 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar di kota Bandung, yaitu 371 719 orang atau sebesar 34.26 persen dari penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja. Peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja di kota Bandung secara terperinci terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah unit usaha dan tenaga kerja usaha kecil dan mikro di kota Bandung Jenis Usaha Jumlah Usaha (unit) Tenaga Kerja (orang) 2014 2015 2014 2015 Makanan dan minuman 10 455 10 458 32 169 32 172

Tekstil dan pakaian jadi 975 975 5 758 5 758

Kulit, barang dari kulit dan alas kaki 337 337 3 564 3 564 Kayu, barang dari kayu dan gabus, dan

barang anyaman dari bamboo, rotan dan sejenisnya

42 43 165 167

Kimia, farmasi dan obat tradisional 38 38 192 192 Karet, barang dari karet dan plastik 55 55 277 277 Barang dari logam, komputer, barang

elektronik, optik dan peralatan listrik

44 44 276 276

Mesin dan perlengkapan 150 150 450 450

Furnitur 100 100 400 400

Pengolahan lainnya 70 70 70 70

Total 12266 12270 43321 43326

Sumber Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2016

Tabel 12 memperlihatkan sektor kuliner meningkat setiap tahunnya dalam menyerap tenaga kerja, sehingga Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menjadikan sektor kuliner sebagai tujuan wisata bagi kota Bandung. Kondisi ini memberikan dampak pada sektor pariwisata kota Bandung dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun internasional untuk berkunjung ke kota Bandung. Setiap tahunnya, wisatawan kota Bandung mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 jumlah wisatawan kota Bandung mencapai 4 418 781 wisatawan. Sebesar 176 487 orang adalah wisatawan internasional dan sebesar 4 242 294 orang ialah wisatawan domestik.

Program Fasilitasi HKI Merek Dagang di kota Bandung

Pelaksanaan program fasilitasi HKI merek dagang bagi UKM di kota Bandung. Program ini merupakan inovasi program kerjasama antara Pemkot Bandung, Dinas KUKM dan Perindag Kota Bandung dan Kemenkumham kota Bandung. Program ini bertujuan untuk pengembangan industri kreatif, serta persiapan menghadapi diberlakukannya MEA. Pemkot Bandung memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan dan melindungi UKM dalam menghadapi persaingan pasar bebas.

“Program fasilitasi HKI merek dagang bagi UKM merupakan program baru dari Dinas KUKM dan Perindag Kota Bandung. Dinas berusaha memfasilitasi pendaftaran HKI merek dagang, dengan melakukan sosialisasi tentang HKI merek dagang, memberitahu cara mengisi formulir pendaftaran HKI dan membantu biaya pendataran

HKI. Sesungguhnya program ini bernama “Program Pengembangan Industri Kreatif.” (DS, 49 Tahun)

Program fasilitasi HKI merek dagang merupakan pendaftaran gratis merek dagang bagi pemilik usaha yang ingin desain logo mereknya tidak ditiru pihak lain dan terlindungi secara legal. Untuk sektor UKM, memiliki kuota pendaftar 200 UKM di tahun pertama pelaksanaan program ini. Pengertian gratis dalam program ini adalah biaya Rp 600 000 per UKM untuk administrasi pendaftaran HKI merek dagang ditanggung oleh Pemkot Bandung.

Gambar 5 merupakan desain iklan yang disebarkan oleh Dinas KUKM dan Perindag Kota Bandung untuk mempromosikan program fasilitasi pendaftarn HKI merek dagang. Proses fasilitasi pendaftaran HKI merek dagang memiliki tahap sebagai berikut:

1. Dinas KUKM dan Perindag dengan Kemenkumham melaksanakan acara BIMTEK tata cara permohonan pendaftaran HKI merek dagang dengan menghadirkan narasumber dari Kemenkumham.

2. Pelaku UKM yang berminat mendaftarkan mereknya mengisi formulir asli pendaftaran merek, serta membawa persyaratan yang diperlukan.

3. Pihak Dinas KUKM dan Perindag melakukan pembayaran biaya pendaftaran ke Bank BRI sebesar Rp 600 000 per UKM, hingga keluarlah resi pembayaran pendaftaran dari bank.

4. Mendaftarkan ke Kemenkumham dengan membawa persyaratan yang dibutuhkan, yaitu formulir pendaftaran dan resi pembayaran pendaftaran. 5. Pihak Kemenkumham memberikan bukti pendaftaran HKI merek dagang.

Program ini diharapkan menumbuhkan sikap peduli pelaku usaha terhadap merek dagang produksinya agar memiliki kekuatan hukum dan meminimalisir peniruan produk ataupun merek, serta persiapan menghadapi diberlakukannya MEA tahun 2015.

“…mengingat hal ini sangat penting bagi keberlangsungan usaha

yang dimiliki dan persaingan pasar akan semakin tinggi menjelang penerapan MEA. Apabila pelaku usaha tidak bisa melindungi produknya, maka akan sulit melakukan perdagangan baik di dalam ataupun luar negeri. Karena pada era MEA, untuk melakukan

perdagangan ke luar negeri harus memiliki lisensi legal.” (JM, 49 Tahun)

Proses promosi program ini menggunakan beberapa media komunikasi untuk menunjang kesuksesan penyebaran imasi terkait program ini. Media yang yang digunakan di antaranya: pesan instan (SMS, BlackBerry Messenger, WhatsApp), media sosial (Twitter, Facebook), media cetak, dan poster. Desain gambar (gambar 5) merupakan gambar yang disebarkan di beberapa media komunikasi di kota Bandung, dengan tujuan semua masyarakat kota Bandung mengetahui adanya program fasilitasi pendaftaran HKI merek dagang. Tidak hanya pelaku UKM saja yang menjadi tujuan penyebaran iklan tersebut, namun secara menyeluruh masyarakat kota Bandung menyadari akan program pemerintah untuk mendukung kesiapan dalam menghadapi MEA.

Deskripsi Karakteristik Pelaku UKM

Karakteristik pelaku UKM pada penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, lama usaha, penghasilan usaha, jumlah tenaga kerja dan jenis usaha. Responden dalam penelitian ini dipilih secara random berdasarkan jenis usaha yang dimiliki. Dari ke seluruh sektor UKM, berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari Dinas KUKM dan Perindag Kota Bandung terdapat sepuluh sektor UKM terdaftar dalam program fasilitasi HKI merek dagang. Besarnya sebaran pelaku UKM menurut jenis usaha dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 6.

Berdasarkan Gambar 6, sektor kuliner menjadi sektor tertinggi dibanding dengan sektor lainnya, dengan jumlah 28 pelaku UKM. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, untuk mempertahankan hidup setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannya. Terlebih lagi dengan kebutuhan makanan, inilah yang dijadikan peluang oleh pelaku UKM untuk membuat usaha berbasis makanan. Kebutuhan akan makanan tidak ada hentinya, bahkan makanan menjadi semakin beragam mengikuti keinginan konsumen. Kesempatan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pelaku UKM di kota Bandung.

Sektor kuliner sangat berkembang di kota Bandung, beragam jenis makanan dapat ditemukan dengan mudah. Masyarakat Indonesia sudah mengidentikkan kota Bandung sebagai tempat tujuan wisata kuliner (Fransiska et al. 2012). Pratminingsih dan Puspitasari (2015) yang mengungkapkan Bandung dijadikan tujuan wisata kuliner bagi semua pihak, hal ini disebakan oleh penyedia makanan yang kreatif dan citra positif dari produk yang ditawarkan (Pratminingsih dan Puspitasari, 2015). Tinggi permintaan sektor kuliner di kota Bandung menjadikan UKM Bandung lebih berinovasi agar dapat bersaing dengan UKM lainnya.

“..bukan hal mudah untuk mempertahankan usaha kuliner, dibutuhkan promosi yang baik, modal yang kuat, kemasan yang menarik, kualitas makanan yang terjaga, serta terus berinovasi agar konsumen tidak bosan dengan produk yang dijual.” (MK, 35 Tahun) UKM kuliner kota Bandung unggul dalam hal inovasi, sehingga bisa berkembang lebih cepat dan mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan secara legal untuk melindungi produk agar tidak ada pihak lain yang menyalahgunakan produk tersebut. Serta apabila ada yang menjiplak produk tersebut dapat dilakukan proses hukum, mengingat produk tersebut sudah terlindungi secaga legal oleh negara.

Jenis Kelamin

Responden dalam penelitian ini seluruhnya berjumlah 66 UKM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 60.60 persen (40 orang) responden laki- laki dan perempuan berjumlah 30.40 persen (26 orang). Keadaan ini menunjukkan peran kaum laki-laki sebagai pemimpin perusahaan sangat penting untuk proses kecepatan, namun peran perempuan sebagai pemimpin perusahaan tidak bisa dikesampingkan lagi. Hal ini dapat terlihat jumlah pelaku UKM berjenis kelamin perempuan mampu berperan dalam sektor fashion dan kuliner.

“…jaman sekarang pemimpin perusahaan bukan cuma laki-laki, tapi banyak perempuan yang jadi pemimpin. Fashion juga gak cuma punya perempuan, sektor fashion sekarang makin berkembang. Bahkan jadi lebih banyak laki-laki yang ada di sektor fashion.” (B, 27 Tahun)

Melihat dari kondisi di lapangan, bahwa sudah terjadi pergeseran minat antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin tidak lagi menjadi batasan untuk mengembangkan kemampuan. Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk menjalankan minatnya. Hal ini pula yang terjadi pada pelaku UKM di kota Bandung. 4.50% 15.20% 3% 28.80% 1.50% 1.50% 1.50% 1.50% 42.40% Arsitektur Kerajinan (Craft) Desain Fashion

Video, Film dan Fotografi Permainan Interaktif (Game) Musik

Layanan Komputer dan Piranti Lunak Kuliner

Usia

Berdasarkan hasil penelitian, usia responden dikategorikan berdasarkan rataan bawah dan rataan atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden termuda adalah 20 tahun dan tertua 60 tahun. Oleh karea itu, indikator usia responden terbagi menjadi lima kategori, persentase paling tinggi pelaku UKM berusia 20-27 tahun sebesar 39.40 persen (26 orang). Pelaku UKM yang berusia 52-60 tahun menjadi responden dengan persentase terendah sebesar 9.10 persen dari jumlah sebaran keseluruhan. Sebaran pelaku UKM menurut usia terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Sebaran pelaku UKM menurut usia

Berdasarkan hasil di lapangan, memperlihatkan pelaku UKM di kota Bandung banyak berasal dari kaum muda, karena sebagian besar tergolong kedalam kelompok remaja akhir dan dewasa awal. Artinya pelaku UKM dengan usia ini berada dalam usia produktif, sehingga memiliki keinginan untuk memperbaiki produknya dari segi kualitas maupun legalitas. Motivasi kaum muda dalam berusaha menjadikan pelaku UKM lebih mengikuti perkembangan yang terjadi, sehingga pelaku UKM dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.

Pendidikan

Latar belakang pendidikan pelaku UKM sangat beragam, namun tamatan Sarjana (S1) dan Pascasarjana (S2) menjadi yang tertinggi. Sebanyak 45 pelaku UKM dari jumlah keseluruhan memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Dengan latar belakang pendidikan S1 dan S2 menjadikan seseorang memiliki rasa ingin tahu lebih, sehingga lebih terbuka akan informasi-informasi baru.

Tabel 13 Sebaran pelaku UKM menurut pendidikan pelaku UKM dalam program fasilitasi HKI merek dagang di kota Bandung tahun 2014

Pendidikan Pelaku UKM Jumlah (orang) Persentase

Tamat SMP/Sederajat 1 1.5 Tamat SMA/Sederajat 10 15.2 Tamat Diploma/Sederajat 10 15.2 Tamat S1-S2 45 68.2 Total 66 100.0 39.40% 22.70% 18.20% 10.60% 9.10% 20-27 tahun 28-35 tahun 36-43 tahun 44-51 tahun 52-60 tahun

Pelaku UKM dengan latar belakang pendidikan S1 terbiasa mencari informasi menggunakan internet, menjadikan informasi didapatkan lebih luas dan beragam sesuai dengan rasa keingintahuan pelaku UKM. Hasil penelitian pada Tabel 13 memperlihatkan sebagian besar pelaku UKM kota Bandung memiliki latar pendidikan yang baik, sebanyak 45 pelaku UKM merupakan tamatan S1 dan S2. Dengan sebaran pelaku tamat S1 berjumlah 42 pelaku UKM dan S2 berjumlah 3 pelaku UKM.

Penghasilan Pelaku UKM

Penghasilan yang dianalisis adalah penghasilan per bulan yang diterima pelaku UKM dari usaha yang dimiliki. Penghasilan pelaku UKM memiliki rentang penghasilan yang beragam, mulai dari Rp 1 000 000 – Rp 100 000 000 per bulan. Tabel 10 menjelaskan bahwa informasi yang diperoleh sebagian besar pelaku UKM adalah pelaku UKM yang memiliki penghasilan dari penjualannya sebesar Rp 0 – Rp 20 000 000 per bulan. Sebanyak 35 pelaku UKM berada pada rentang tersebut, dengan persentase 53 persen dari jumlah keseluruhan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pelaku UKM penghasilan kecil, sehingga kesempatan pendaftaran gratis bagi merek dagang dimanfaatkan sebaik-baiknya. Mengingat dengan penghasilan perusahaan sebesar itu, untuk mengeluarkan biaya proses pendaftaran HKI merek dagang sangat memberatkan pelaku UKM. Dikarenakan pelaku UKM harus memikirkan pula biaya untuk menggaji pegawai. Sebaran penghasilan pelaku UKM terdapat pada Tabel 14.

Tabel 14 Jumlah pelaku UKM menurut penghasilan perusahaan dalam per bulan di kota Bandung tahu 2014

No Kategori Penghasilan (Rp) Jumlah UKM Persentase (%)

1 Rp 1 000 000 - Rp 20 000 000 35 53.00 2 Rp 21 000 000 - Rp 40 000 000 15 22.70 3 Rp 41 000 000 - Rp 60 000 000 9 13.60 4 Rp 61 000 000 - Rp 80 000 000 4 6.10 5 Rp 81 000 000 - Rp 100 000 000 3 4.50 Total 66 100.00

Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja dalam satu jenis UKM dapat berdampak pada pengasilan perusahaan. Tenaga kerja menjadi elemen penting, baik pekerja tetap maupun lepas. Beberapa pelaku UKM ada yang menggunakan tenaga dari pekerja lepas, sehingga pelaku usaha tidak perlu membayar gaji secara rutin, namun menyesuaikan banyaknya pesanan yang diminta dari konsumen. Gambar 10 menjelaskan bahwa jumlah tenaga kerja yang tertinggi adalah pelaku UKM yang memiliki 0–4 orang tenaga kerja di perusahaannnya. Sebesar 50 pelaku UKM memiliki 0–4 tenaga kerja dengan besar persentase 75.80 persen dari keseluruhan pelaku UKM. Oleh karena itu, jenis usaha yang pelaku UKM miliki masuk kedalam jenis usaha kecil, mengingat bahwa rentang jumlah tenaga kerja UKM mulai dari 0–20 orang (Soejoedono 2004). Persentase sebaran tenaga kerja pada Gambar 8.

Gambar 8 Sebaran pelaku UKM menurut tenaga kerja

Berdasarkan hasil sebaran, dari usia, pendidikan, penghasilan perusahaan dan jumlah tenaga kerja. Disimpulkan pelaku UKM yang mengambil keputusan untuk mengikuti program fasilitasi HKI merek dagang merupakan pengusaha baru dan muda. Dapat dilihat dari jumlah frekuensi sebaran usia pendaftar, berkisar pada usia 20 tahun sampai 27 tahun dengan jumlah 26 pelaku UKM. Selain itu, lama usaha yang dijalani masih berada dibawah lima tahun. Perusahaan baru dan pemilik berusia muda masih membutuhkan pengakuan dari masyarakat tentang produknya, sehingga legalitas merek bisa dijadikan alat promosi produknya. Sebaran jenis usaha terdiri dari sepuluh sektor usaha yang terdaftar dalam program fasilitasi HKI merek dagang. Sebanyak 66 pelaku UKM masuk dalam kelompok usaha kecil, dengan melihat dari jumlah tenaga kerja yang dimiliki.

Kecepatan Adopsi Pelaku UKM terhadap Program Fasilitasi HKI Merek Dagang di kota Bandung

Terkait program fasilitasi HKI merek dagang UKM kota Bandung, kategori kecepatan adopsi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pelaku UKM yang menjadi responden adalah pelaku UKM yang mendaftarkan merek dagangnya pada periode 2014, baik yang mendaftar sebelum program ini diumumkan, ataupun yang mendaftar setelah program ini diumumkan. Penjelasan tentang kategori kecepatan adopsi program fasilitasi HKI merek dagang terdapat pada Tabel 15. Dalam penelitian ini, kecepatan adopsi inovasi merupakan kecepatan dalam mengadopsi inovasi dan memiliki keterkaitan dengan waktu pendaftaran. Terdapat lima kategori kecepatan adopsi, yaitu sangat cepat, cepat, sedang, lambat dan sangat lambat. Hasil penelitian ini mengkelompokan kecepatan adopsi pelaku UKM yang mendaftar program fasilitasi HKI merek dagang, berdasarkan periode dari awal pendaftaran dibuka pada bulan Juni 2014 hingga Desember 2014.

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 15, kategori kecepatan adopsi terbanyak dalam program fasilitasi HKI merek dagang di kota Bandung adalah kategori lambat. Sebanyak 34 pelaku UKM mendaftar pada bulan September dan Oktober 2014. Banyaknya pelaku UKM yang mendaftar pada akhir tahun disebabkan oleh diadakannya pameran “Bandung Tren Kulit dan Sepatu 2014” pada tanggal 15–17 Oktober 2014 di Graha Manggala Siliwangi Bandung.

75.80% 18.20% 1.50% 4.50% 0-4 orang 5-8 orang 9-12 orang 17-20 orang

Tabel 15 Kategori kecepatan adopsi program fasilitasi HKI merek dagang di kota Bandung tahun 2014

Kategori Kecepatan Adopsi Deskripsi

Kategori 1 (sangat cepat) sebelum pendaftaran dibuka (sebelum bulan Juni 2014)

Kategori 2 (cepat) < 1 bulan dari pendaftaran dibuka (bulan Juni 2014)

Kategori 3 (sedang) 1-2 bulan dari pendaftaran dibuka (bulan Juli-Agustus 2014)

Kategori 4 (lambat) 3-4 bulan dari pendaftaran dibuka (bulan September-Oktober 2014)

Kategori 5 (sangat lambat) 5-6 bulan dari pendaftaram dibuka (bulan November-Desember 2014)

Pada pelaksanaan pameran tersebut, pihak Deperindag KUKM kota Bandung membuka stand pendaftaran HKI merek dagang bagi UKM yang ingin logo produknya terlindungi. Dengan keberadaan stand tersebut, banyak pelaku UKM yang baru mengetahui adanya program fasilitasi HKI merek dagang. Pelaku UKM merasa terbantu akan kehadiran dari pegawai Deperindag KUKM kota Bandung yang memberikan penjelasan mengenai program tersebut. Pelaku UKM bisa mendapatkan banyak informasi karena bisa bertanya secara langsung tata cara pendaftaran HKI merek dagang. Sebagian besar pelaku UKM mengungkapkan bahwa awalnya tidak mengetahui akan adanya program fasilitasi HKI merek dagang. Pelaku UKM mengetahui akan program tersebut setelah datang ke pameran yang diadakan di Graha Manggala Siliwangi.

Pengelompokan kategori kecepatan adopsi program fasilitasi HKI Merek Dagang UKM di kota Bandung secara terperinci terdapat pada Tabel 16. Pada Tabel 16, terdapat 1 pelaku UKM mendaftarkan logo mereknya pada bulan Juni 2014. Pada bulan ini, program fasilitasi baru saja dibuka pendafatarannya dan promosi iklan program ini masih kurang, sehingga sebagian besar pelaku UKM tidak mengetahui adanya program fasilitasi pendaftaran HKI merek dagang. Pelaku UKM yang mendaftar di bulan Juni 2014 disebabkan oleh pelaku UKM sedang datang ke kantor Dinas KUKM dan Perindag Kota Bandung, sehingga mendapatkan informasi lebih cepat dari pelaku UKM lainnya.

“…abdi mah mendaftar HKI waktu itu teh meunang info ti urang

dinas langsung, sualna waktu itu mah lagi dateng ke kantor dinas mau ngurus-nguruslah, tau-taunya ada program baru ti pemerintah tentang pendaftaran HKI, jadina tau ada program daftar gratis.” (RM, 39 Tahun)

Pelaku UKM melakukan pendaftaran HKI merek dagang didasari oleh keinginan pelaku UKM untuk melindungi logo mereknya dari pencuri desain. Pelaku UKM mengungkapkan untuk membuat logo merek bukanlah hal mudah, logo merek produknya harus menggambarkan produknya, kemudian dapat menarik konsumen. Hingga berdampak pada pendapatan perusahaan yang menguntungkan pelaku UKM dari segi finansial. Itulah yang menjadi pertimbangan pelaku UKM kategori pelopor dalam pendaftaran merek dagang produknya.

Tabel 16 Jumlah dan persentase pelaku UKM menurut kategori kecepatan adopsi pendaftaran program fasilitasi HKI merek dagang UKM di Bandung Kategori Kecepatan Adopsi Jumlah (orang) Persentase (%) Sangat cepat Cepat Sedang Lambat Sangat lambat 4 6.1 1 1.5 8 12.1 34 51.5 19 28.8 Total 66 100.0

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pelaku UKM terhadap Kecepatan Adopsi Program HKI merek Dagang di kota Bandung

Kecepatan mengadopsi diawali dengan proses kecepatan, diterimanya suatu program inovasi dalam sistem sosial bukanlah hal mudah, karena program yang disajikan adalah program baru, sehingga masyarakat memiliki banyak pertimbangan untuk memutuskannya. Rogers (2003) mengungkapkan bahwa keputusan inovasi merupakan proses mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya, kemudian mengukuhkannya. Model proses keputusan inovasi terdiri dari lima tahap yaitu: pengetahuan (knowledge), persuasi (persuasion), keputusan (decisions), implementasi (implementation) dan konfirmasi (confirmation). Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah atribut komunikasi, saluran komunikasi dan komunikator.

Berkenaan dengan program ini, proses pelaku UKM mengambil keputusan mengadopsi program ini diawali dengan tahap pengetahuan. Awalnya pengetahuan pelaku UKM tentang HKI adalah secara menyeluruh, dalam artian, pelaku UKM mengetahui tentang HKI tidak secara mendalam dan spesifik tentang merek dagang. Kemudian informasi tentang HKI merek dagang bertambah dengan keaktifan pelaku UKM dalam mencari informasi tentang UKM yang ada di kota Bandung. Keaktifan pelaku UKM dalam mendapatkan informasi tentang pendaftaran HKI merek dagang dapat memengaruhi pengetahuan yang dimiliki, sehingga pelaku UKM mengetahui perkembangan informasi terbaru terkait UKM. Pelaku UKM kemudian mendapatkan informasi lebih mendalam tentang HKI merek dagang serta adanya program program fasilitasi HKI merek dagang melalui staf Dinas KUKM dan Perindag Kota Bandung pada saat menghadiri pameran.

Penjelasan staf Dinas KUKM dan Perindag Kota Bandung secara menyeluruh tentang HKI merek dagang memberikan pertimbangan bagi pelaku UKM untuk menentukan sikap. Pembentukan sikap pelaku UKM untuk mengadopsi program tersebut memperlihatkan bahwa pelaku UKM sudah masuk pada tahap persuasi. Tahap ini pelaku UKM terpengaruh oleh informasi yang sudah dimiliki, informasi dijadikan pertimbangan dengan melihat faktor keuntungan dari mendaftar HKI merek dagang bagi produknya. Kesesuaian program tersebut dengan nilai-nilai yang berlaku di kota Bandung serta kebutuhan

pelaku UKM terkait legalitas. Faktor kerumitan menjadi pertimbangan pula bagi pelaku UKM dalam menentukan sikap. Hingga akhirnya pelaku UKM menentukan sikap untuk menerima atau menolak program fasilitasi HKI merek dagang. Inilah tahap pelaku UKM mengambil keputusan untuk mengadopsi inovasi HKI merek dagang. Proses keputusan inovasi merupakan proses mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya untuk diterapkan.

Faktor-faktor yang diteliti untuk melihat kecepatan mengadopsi pelaku

Dokumen terkait