• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Kemitraan

Sebagian besar usaha ternak ayam ras pedaging di Desa Cogreg diusahakan secara bermitra, pola kemitraan yang diterapkan mirip dengan Inti-plasma. Dimana ada perusahaan yang berperan dalam menyediakan sapronak, melakukan pembinaan, dan mengelola seluruh hasil produksi plasma, dan ada peternak mitra yang bertugas mengelola usaha ternak untuk perusahaan. Peternak plasma tidak diperbolehkan menggunakan sapronak dari pihak lain serta menjual hasil panen ke pihak lain selain perusahaan.

Terdapat tiga perusahaan (inti) di wilayah Desa Cogreg yang yang menyediakan kerjasama ternak ayam ras pedaging. Ketiga perusahaan yang berbentuk CV (commanditaire vennootschap) tersebut menerapkan sistem bagi hasil kepada seluruh peternak mitranya. Perjanjian mengenai aturan atau mekanisme kemitraan yang diberlakukan oleh ketiga perusahaan tersebut juga

sama. Perjanjian antara perusahaan dengan peternak plasma hanya dilakukan secara lisan, tidak ada kontrak tertulis yang sah secara hukum. Namun isi dari kesepakatan perjanjian kemitraan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Pihak-pihak yang terlibat dan pokok kesepakatan

a. Pihak Pertama adalah perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil.

b. Pihak Kedua adalah peternak yang memerlukan bantuan permodalan, bantuan teknis pemeliharaan ternak, dan manajemen usaha. Pihak Kedua bermaksud untuk menjadi mitra pihak pertama menurut pola kemitraan yang ditawarkan Pihak Pertama dan ketentuan-ketentuan yang disepakati kedua belah pihak.

c. Pihak Pertama dan Kedua sepakat untuk bekerja sama dalam rangka budidaya ayam ras pedaging dalam suatu hubungan kemitraan usaha dengan pola inti-plasma, dengan Pihak Pertama sebagai inti dan Pihak Kedua sebagai plasma.

2. Tanggungjawab inti-plasma

Dalam kemitraan inti-plasma, Pihak Pertama selaku inti berperan dan bertanggungjawab untuk :

a. Membina Pihak Kedua dalam pelaksanaan budidaya atau pemeliharaan ayam ras pedaging.

b. Memberi pelayanan dan bimbingan teknis budidaya ayam

c. Menyediakan atau memasok sarana produksi peternakan (sapronak) berupa DOC, pakan, obat-obatan, sekam, bahan bakar, detergen, kapur, desinfektan), yang jenis, jumlah, jadwal, dan syarat-syarat pemasokannnya akan ditentukan dari waktu ke waktu oleh Pihak Pertama. d. Membantu mengelola penggunaan pakan dan input produksi lainnya, termasuk apabila perlu, mengalihkan sapronak yang tidak digunakan kepada pihak lain.

e. Membantu administrasi dan pengelolaan hutang-piutang peternak. f. Membantu memasarkan ayam hasil budidaya.

g. Bersedia menjadi pembeli siaga atas ayam apabila ayam yang dibudidayakan tidak habis dipasarkan.

Dalam kemitraan inti-plasma, Pihak Kedua selaku plasma berperan dan bertanggungjawab untuk :

a. Dengan biaya sendiri menyediakan lahan dan membangun kandang- kandang ayam, sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pihak pertama. b. Menyediakan perlengkapan kandang sesuai dengan standar yang

ditentukan oleh pihak pertama. c. Menyediakan sendiri tenaga kerja.

d. Melakukan kegiatan budidaya ayam ras pedaging sesuai dengan tata cara budidaya yang diteapkan oleh Pihak Pertama.

e. Menjaga kualitas ayam dengan menggunakan sapronak yang diberikan pihak pertama.

f. Menjalankan prosedur administrasi dan tatacara panen yang ditetapkan. g. Menjaga keamanan kandang dan sapronak, menjalankan sistem

diperkenankan memasukkan ayam tambahan dan/atau pakan yang tidak direkomendasikan ke dalam kandang.

h. Melapor secara periodik perkembangan budidaya ayam ras pedaging kepada Pihak Pertama.

i. Dalam tempo kurang dari 12 jam segera melapor kepada pihak pertama apabila terjadi berjangkitnya penyakit unggas.

3. Pasokan sarana produksi ternak dan jaminan pembayaran

a. Pihak Pertama akan menjual sapronak secara kredit kepada Pihak Kedua. Pihak Kedua akan membeli secara kredit dari pihak pertama pada awal dan selama masa periode budidaya ayam ras pedaging. Sapronak yang telah dibeli oleh pihak kedua menjadi milik dan tanggungjawab pihak kedua.

b. Pembayaran sapronak oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama akan dilakukan pada akhir periode budidaya, yaitu setelah ayam hasil budidaya telah terjual habis atau Pihak Kedua menjual ayam kepada Pihak Pertama. c. Dalam hal penjualan ayam kepada Pihak Pertama, kedua belah pihak akan

menyepakati harga dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan perkembangan harga pasar.

4. Hak para pihak

Pihak Pertama memiliki hak-hak sebagai berikut :

a. Setiap waktu memasuki lokasi farm untuk melakukan pengecekan atas tata cara budidaya ayam, memastikan biosecurity, memeriksa kondisi sapronak dan ayam peliharaan.

b. Mengubah atau meminta Pihak Kedua mengubah tata cara budidaya ayam yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan Pihak Pertama.

c. Memberikan sanksi bila dianggap perlu dan berguna bagi Pihak Kedua. Pihak Kedua memiliki hak-hak sebagai berikut :

a. Mendapat kepastian pasokan sapronak

b. Dalam hal ayam dipasarkan oleh atau dijual kepada Pihak Pertama, mendapat pembayaran ayam setelah dipotong dengan jumlah kredit Pihak Kedua kepada Pihak Pertama.

Mekanisme Kemitraan

1. Prosedur Penerimaan Mitra

Perusahaan dan peternak mitra merupakan rekan kerja yang secara bersama- sama menjalankan kewajiban masing-masing untuk mencapai tujuan bersama, dalam hal ini adalah maksimisasi profit. Peternak mitra mengharapkan perusahaan inti yang bersikap fair, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan peternak mitra. Begitu pula dengan perusahaan yang mengharapkan peternak berkualitas sebagai rekan bisnisnya.

Jumlah perusahaan yang lebih sedikit dibandingkan jumlah peternak yang ingin bermitra menyebabkan perusahaan dapat menentukan mana peternak yang akan menjadi mitranya. Selain itu terbatasnya kapasitas perusahaan untuk melayani peternak mitra juga menyebabkan diperlukannya seleksi calon peternak mitra. Sistem dan prosedur penerimaan mitra dilakukan secara informal namun sesuai tahapan-tahapan yang sudah menjadi kebiasaan.

Peternak yang ingin bergabung dalam kemitraan biasanya mengumpulkan informasi mengenai perusahaan yang menyediakan kemitraan. Informasi

mengenai perusahaan inti dapat diperoleh dari teman sesama peternak, keluarga, maupun langsung dari perusahaan. Selanjutnya mereka akan memilih salah satu perusahaan inti yang sesuai dengan keinginan. Karena ketiga perusahaan di Desa Cogreg memiliki sistem dan aturan yang sama, biasanya calon peternak mitra memilih perusahaan yang paling dekat. Hal ini bertujuan untuk memudahkan berbagai urusan selama kemitraan berlangsung, seperti distribusi input, pengaduan masalah, dan pengontrolan rutin. Pemilihan perusahaan yang terdekat oleh calon peternak mitra biasanya juga disebabkan oleh telah terjalinnya hubungan baik sebagai tetangga diantara keduanya. Hal ini mengakibatkan calon peternak mitra akan merasa segan apabila bermitra dengan perusahaan lain yang lebih jauh.

Setelah menetapkan perusahaan yang diinginkan, calon peternak mitra biasanya langsung menemui pemilik atau atasan perusahaan untuk menyampaikan keinginannya bermitra dengan perusahaan tersebut. Kemudian pihak perusahaan akan menindaklanjuti dengan serangkaian proses seleksi. Aspek pertama yang akan menjadi bahan petimbangan dari perusahaan adalah pribadi calon peternak mitra, yang meliputi kejujuran, latar belakang keluarga, dan kehidupan bermasyarakat. Informasi mengenai kepribadian calon mitra tidaklah sulit didapat karena biasanya kedua pihak telah lama hidup bertetangga. Apabila track record

calon peternak mitra baik, maka perusahaan akan melanjutkan ke tahap seleksi selanjutnya, yakni survei kandang.

Survei kandang merupakan salah satu tahap seleksi yang dilakukan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya lokasi, kondisi, serta kelengkapan fasilitas kandang calon peternak mitra. Kandang peternak yang dapat dijadikan mitra minimal berkapasitas 1 000 ekor ayam. Kandang yang akan digunakan sebagai tempat produksi ayam ras pedaging haruslah milik calon peternak mitra sendiri yang dibuktikan dengan surat tanah. Hal ini ditujukan untuk meminimalisisr permasalahan dikemudian hari yang dapat mengganggu aktivitas produksi ayam ras pedaging, misalnya seperti sengketa tanah. Lokasi kandang yang disyaratkan adalah mudah dijangkau dan berada pada kawasan operasi perusahaan, yaitu wilayah Desa Cogreg. Keamanan lokasi dan kesediaan dari warga disekitar kandang juga menjadi bahan pertimbangan.

Berdasarkan proses survei kandang, maka pihak perusahaan akan menentukan layak atau tidaknya peternak tersebut bergabung sebagai mitra. Apabila layak, maka ditentukan pula berapa skala usaha ternak sesuai dengan kapasitas kandang yang akan digunakan untuk menampung ayam dari perusahaan. Data-data mengenai hal tersebut kemudian dicatat dan kemudian disimpan dalam arsip perusahaan.

Setelah proses survei kandang selesai dan kandang dianggap layak, maka calon peternak mitra akan mendatangi perusahaan untuk membicarakan mekanisme kemitraan. Biasanya pembicaraan mengenai mekanisme kemitraan ini tidak berlangsung lama, karena calon peternak mitra sudah mengetahui mekanisme secara rinci dari rekan-rekan peternak yang sudah terlebih dulu menjalin kemitraan dengan perusahaan tersebut. Dalam pembicaraan ini, biasanya peternak mitra hanya menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti saja serta menyerahkan persyaratan yang diminta perusahaan inti. Persyaratan tersebut adalah fotokopi KTP, kartu keluarga, dan surat tanah. Perusahaan di Desa Cogreg tidak ada yang mensyaratkan jaminan uang tunai kepada peternak mitranya. Apabila persyaratan sudah dipenuhi dan kedua pihak telah sepakat mengenai

mekanisme kemitraan maka calon peternak mitra sudah sah menjadi mitra perusahaan.

2. Penetapan Harga Input dan Output

Selain bertindak seperti inti yang memiliki beberapa peternak mitra, perusahaan biasanya juga merupakan poultry shop yang menyediakan atau menjual sarana produksi ternak ke peternak lain diluar kemitraan. Perusahaan memperoleh pasokan sarana produksi dari beberapa suplier sapronak yang sudah menjalin kerjasama sebelumnya. Pasokan DOC diperoleh dari beberapa perusahaan besar seperti PT Malindo Feedmill, PT Multibreeder Adirama, PT Asia Afrika, PT Kerta Mulya Sejahtera dan PT Peternakan Ayam Manggis. Sedangkan pasokan pakan diperoleh dari PT Charoen Phokpand Indonesia sebagai pemasok pakan utama, PT Malindo Feedmill dan PT Japfa Comfeed Indonesia. Pasokan obat-obatan diperoleh dari PT Mensana Aneka Satwa, PT Multifarma Satwa Maju, PT Medion, PT Hendi Pharmaphindo, dan PT Avian Satwa Anugrah.

Sedikit berbeda dengan sistem kemitraan di daerah lain, sistem kemitraan ayam ras pedaging di Desa Cogreg tidak metapkan harga kontrak untuk input dan output. Harga yang digunakan oleh kedua belah pihak mengikuti harga pasar yang berlaku pada saat itu. Dengan mengikuti harga pasar berarti perusahaan tidak bersedia menanggung risiko harga, atau dengan kata lain risiko harga sepenuhnya ditanggung oleh peternak mitra. Hal ini tentunya sangat merugikan peterank mitra. Tidak adanya harga kontrak untuk input dan output ini turut menjadi salah satu alasan yang menyebabkan kemitraan usaha ayam ras pedaging di Desa Cogreg ini tidak termasuk pada pola kemitraan inti-plasma. Pada pola kemitraan inti-plasma, biasanya perusahaan akan menanggung risiko harga dengan memberikan harga kontrak. Sebagai contoh, apabila harga ayam dipasar lebih rendah dibanding harga kontrak maka peternak akan dibayar sesuai dengan harga kontrak. Sedangkan apabila harga ayam di pasar lebih tinggi dibanding harga kontrak, maka peternak akan dibayar dengan harga pasar ataupun selisih harga pasar dan harga kontrak akan dibagi dua untuk peternak dan perusahaan. Dengan melakukan penetapan harga kontrak seperti itu berarti dalam kemitraan terlah terjadi risk sharing yang pro terhadap kesejahteraan peternak.

Awalnya sistem penetapan harga tanpa kontrak ini dilakukan secara transparan antara perusahaan inti dan peternak mitra, dimana keduanya sama- sama mengetahui harga yang berlaku di pasar dan harga yang diterima perusahaan dari supplier. Namun lama-kelamaan peternak mitra semakin jarang mengecek harga pasar dan cenderung hanya menerima informasi harga dari perusahaan. Hal ini dimanfaatkan perusahaan untuk mengambil keuntungan dengan meningkatkatkan harga input diatas harga pasar.

Peternak mitra sebenarnya mengeluhkan harga sarana produksi yang dinilai cukup mahal, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Peternak lain yang tidak mengikuti kemitraan menganggap bahwa tingginya harga sapronak akan menguntungkan perusahaan secara sepihak dan justru akan merugikan peternak mitra. Hal ini didasarkan bahwa perusahaan inti menerima sapronak dengan harga yang lebih murah tapi justru dijual pada peternak mitra dengan harga yang lebih tinggi dibanding harga pasar, padahal esensi dari kemitraan adalah saling menguntungkan.

Harga output yang berupa daging ayam ras juga tidak ditetapkan melalui harga kontrak. Harga ayam ras merupakan kesepakatan antara perusahaan inti

dengan pembeli ayam yang biasa disebut ‘penangkap’. Perusahaan akan berusaha menawarkan ayam dengan harga yang tinggi sehingga penerimaan yang diperoleh juga tinggi. Sedangkan pembeli ayam yang biasanya memiliki kontak atau akses terhadap seluruh peternak yang ada di desa, akan mencari peternak dengan harga termurah. Hal ini akan menyebabkan persaingan harga diantara peternak hingga harga mencapai keseimbangan. Harga antara perusahaan dan pembeli itulah yang akan digunakan dalam pencatatan penerimaan dan dasar bagi hasil dengan peternak mitra.

3. Pembinaan dan Pengawasan

Peternak mitra mendapatkan pengawasan dari perusahaan melalui petugas penyuluh lapang (PPL). Pengawasan dilakukan untuk membantu peternak yang mengalami kesulitan dalam masa budidaya ternaknya. Pekerjaan yang dilakukan antara lain mengontrol pemeliharaan, melakukan penimbangan bobot ayam, serta membantu peternak menjaga kondisi kesehatan ayam. Perusahaan biasanya memiliki 4-6 PPL yang mendampingi peternak mitra. Pekerjaan sehari-hari PPL adalah mengunjungi peternak-peternak mitra secara bergantian. Perusahaan biasanya memberikan kesempatan bagi PPL untuk mengikuti seminar dan pelatihan dari para pemasok sapronak. Hal ini dilakukan untuk memperluas wawasan dan yang terpenting mampu mentransfer ilmu bagi para peternak bimbingannya. PPL juga biasa disebut ‘medis’ karena sebagian besar tugasnya berhubungan dengan kesehatan ternak. Secara sistematis pelaksanaan kemitraan antara perusahaan dan peternak mitra ayam ras pedaging dapat dilihat pada Gambar 7. Perusahaan KEMITRAAN Perjanjian Kejasama Suplai input Pengelolaan output Inti Poultry shop

Budidaya ayam ras pedaging oleh peternak mitra

Sapronak dan pembinaan

Panen oleh perusahaan

Pemasaran ayam ras pedaging

Bagi hasil dengan peternak mitra :

hasil panen – biaya sapronak

2 Perusahaan produsen/ pemasok sapronak Peternak mitra Seleksi peternak mitra

Gambar 7 Mekanisme Kemitraan Ayam Ras Pedaging di Desa Cogreg Bagi Hasil

Kemitraan usaha ayam ras pedaging yang dilakukan di Desa Cogreg menuntut adanya sistem bagi hasil antara perusahaan dan peternak mitra. Perhitungan bagi hasil dilakukan setelah semua masa panen selesai dan semua ayam habis terjual. Bagi hasil dihitung dengan mengurangkan penerimaan dari penjualan ayam dengan biaya sapronak yang dikeluarkan perusahaan kemudian hasilnya selanjutnya di bagi dua, 50 persen untuk untuk perusahaan dan 50 persen untuk peternak. Sapronak yang masuk dalam perhitungan bagi hasil berupa DOC, pakan, obat-obatan, vitamin, skim, detergen, formalin, sekam, bahan bakar, dan kapur. Biasanya perhitungan bagi hasil ini dilakukan oleh pihak perusahaan dengan memberikan rekapitulasi hasil penjualan ayam dan penggunaan sapronak setiap harinya selama satu siklus produksi. Peternak mitra seharusnya mengecek kembali apakah hasil rekapitulasi yang diberikan perusahaan sudah sesuai dengan kenyataan atau belum. Namun umumnya peternak mitra malas melakukannya dan langsung menerima bagi hasil yang diberikan perusahaan.

Pelaksanaan Kemitraan

Pelaksanaan kemitraan akan dianalisis menggunakan empat indikator yang disebutkan Hafsah (2000) sebagai manfaat yang seharusnya diterima dalam kemitraan, yaitu produktivitas, efisiensi, risk sharing, serta jaminan kuantitas, kualitas dan kontinuitas.

1. Produktivitas

Kemitraan ayam ras pedaging di Desa Cogreg memberikan manfaat terhadap aspek produktivitas. Hal ini dibuktikan dengan tingkat produksi ayam ras pedaging oleh peternak mitra yang lebih tinggi dengan penggunaan input yang relatif lebih rendah dibandingkan peternak mandiri. Tingginya produksi ayam ras pedaging pada peternak mitra disebabkan oleh adanya pemantauan dan pembinaan oleh perusahaan inti. Pemantauan, khususnya mengenai kesehatan dan perkembangan ayam, menyebabkan tingkat kematian lebih rendah dibandingkan pada peternak mandiri. Selain pemantauan terhadap kesehatan ayam, pemantauan dan pembinaan juga dilakukan terkait penggunaan input. Peternak mitra dihimbau untuk menggunakan input sesuai kebutuhan. Misalnya untuk pemberian obat-obatan, obat-obatan yang diberikan harus sesuai dosis dan diawasi oleh petugas penyuluh lapang inti. Hal ini menyebabkan penggunaan input oleh peternak mitra lebih rendah dibandingkan pada peternak mandiri.

2. Efisiensi

Perusahaan dapat melakukan penghematan dalam mencapai target dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh peternak mitra. Dengan menjalin kemitraan dengan peternak, perusahaan dapat meminimalisir biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk investasi (tanah, kandang, dan peralatan) serta biaya tenaga kerja. Sebaliknya peternak mitra yang umumnya lemah dalam hal teknologi dan sarana produksi, dapat memanfaatkan hal tersebut dari perusahaan mitra. dengan menjalin kemitraan, peternak mitra akan akses terhadap teknologi yang diterapkan oleh perusahaan inti. Teknologi yang dimaksud di sini tidak selalu berbentuk teknologi canggih. Teknologi yang

dimaksud dapat berupa pakan dan obat-obatan berkualitas ataupun metode pemeliharaan ayam yang lebih efektif. Perusahaan inti yang juga sebagai

poultry shop lebih mengetahui input yang berkualitas dan memiliki akses mudah untuk mendapatkannya. Kemudian perusahaan inti akan menggunakan input tersebut untuk produksi di peternak plasma dengan harapan hasil yang lebih baik. Selain itu peternak mitra juga efisien dalam penggunaan input karena adanya pendampingan dari perusahaan.

3. Risiko

Risiko yang ada diharapkan dapat ditanggung secara bersama-sama (risk sharing) dengan adanya kemitraan. Namun pada pelaksanaan kemitraan ayam ras pedaging di Desa Cogreg ini nampaknya risiko lebih banyak ditanggung oleh peternak dibandingkan oleh perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya kontrak harga di awal, baik untuk harga input maupun harga output. Harga dibiarkan mengambang mengikuti harga pasar yang berarti perusahaan inti tidak mau menanggung risiko harga.

4. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas

Produk akhir dari suatu kemitraan ditentukan oleh dapat tidaknya produk tersebut diterima oleh pasar. Indikator diterimanya suatu produk oleh konsumen adalah kesesuaian mutu yang diinginkan konsumen. Perusahaan memerlukan barang dengan kualitas dan kuantitas tertentu secara kontinu. Perusahaan perlu selalu memantau kegiatan produksi di seluruh kandang peternak mitra untuk menekan mortalitas ayam sehingga tingkat produksi minimum dapat terlampaui. Selain itu perusahaan juga perlu melakukan pengaturan siklus produksi untuk setiap peternak mitra untuk menghasilkan produk secara kontinu.

Peternak mitra mendapatankan jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas untuk input atau sarana produksi ternak. Saprotan yang diterima peternak mitra sudah pasti memiliki kualitas yang baik, hal ini dikarenakan perusahaan inti juga memiliki kepentuingan dalam mendapatkan hasil produksi yang baik. Kuantitas saprotan yang diberikan kepada peternak mitra tidak akan kurang dari jumlah yang dibutuhkan karena perusahaan inti yang juga sebagai poultry shop memiliki stok saprotan yang cukup untuk peternak mitra maupun untuk dijual. Disamping itu penggunaan saprotan oleh peternak mitra juga lebih tepat dibandingkan dengan peternak mandiri karena adanya pengawasan dan pembinaan dari perusahaan inti untuk menggunakan saprotan sesuai kebutuhan.

Walaupun ada jaminan kualitas dan kuantitas saprotan bagi peternak mitra, namun pola kemitraan yang diterapkan di Desa Cogreg ini merugikan peternak dari sisi jumlah siklus produksinya. Dampak dari harus terjaminnya kontinuitas saprotan untuk seluruh peternak mitra dari suatu perusahaan inti adalah jumlah siklus produksi per tahun yang lebih sedikit dibandingkan peternak mandiri. Dalam satu tahun, peternak mandiri biasanya memiliki delapan kali siklus produksi, sedangkan peternak mitra hanya enam kali. Hal tersebut akan menyebabkan pendapatan per tahun dari peternak mitra lebih sedikit dibanding peternak mandiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam pelaksanaan kemitraan usaha ayam ras pedaging di Desa Cogreg, peternak mitra memang

mendapatkan manfaat dalam hal peningkatan produktivitas dan efisiensi. Namun dalam hal penanggungan risiko, peternak mitra banyak dirugikan dibanding perusahaan khususnya untuk risiko harga. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kontrak harga di awal perjanjian.

Pola kemitraan usaha ayam ras pedaging di Desa Cogreg tidak termasuk ke dalam kelima pola kemitraan yang diungkapkan Sumardjo et al. (2004). Secara sekilas kemitraan yang dijalankan memang mirip dengan pola inti-plasma. Namun pada pelaksanaannya, kemitraan yang dijalankan merupakan perpaduan antara pola inti-plasma dan dagang umum. Padahal pola inti-plasma dan dagang umum sangat bertolak belakang. Pola inti-plasma biasanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani atau peternak kecil dengan melakukan pembinaan dan pembagian penanggungan risiko, sedangkan pola dagang umum biasanya sangat berorientasi pada penjual dan profit.

Dikatakan seperti pola inti plasma karena ada perusahaan yang berperan dalam menyediakan sapronak, melakukan pembinaan, dan mengelola seluruh hasil produksi plasma, serta ada peternak mitra yang bertugas melakukan proses budidaya. Namun hal yang tidak sesuai dengan pola kemitraan inti plasma adalah lahan yang digunakan milik peternak mitra, tidak adanya harga kontrak dan perusahaan membawa tengkulak saat panen. Ketiga hal ini biasanya tidak dilakukan pada pola kemitraan inti-plasma karena akan merugikan peternak mitra. Sedangkan mirip pola dagang umum karena perusahaan awalnya merupakan sebuah poultry shop yang menjual berbagai kebutuhan sarana produksi ternak. Perusahaan yang juga merupakan poultry shop inilah yang menjadikan perjanjian kemitraan yang dibuat tidak menguntungkan peternak mitra. Perusahaan akan lebih berorientasi pada profit dari penjualan sapronak dibandingkan membina

Dokumen terkait