• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability

Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta menaksir nilai repeatability dari setiap tapak mikro. Tabel 3 menyajikan nilai koefisien keragaman serta pertumbuhan maksimal dan minimal klon JUN pada 4 tapak mikro.

Tabel 3 Nilai rata-rata variabel pertumbuhan pada setiap tapak mikro

TM 1 TM 2

Mean Range CV % Mean Range CV %

D 3,50 ± 0,04 0,2 – 6,19 29,69 3,36 ± 0,04 0,6 – 7,03 30,04 T 343,66 ± 4,62 6 – 663 33,74 334,08 ± 4,53 14 – 733,5 34,69 DS 94,14 ± 0,02 50 – 100 14,59 91,47 ± 0,02 50 – 100 17,13

TM 3 TM 4

Mean Range CV % Mean Range CV %

D 3,48 ± 0,04 0,09 – 6,95 30,35 3,38 ± 0,04 0,21 – 7,64 33,31 T 349,65 ± 4,22 58,5 – 672 32,08 325,80 ± 4,49 5,8 – 710 39,22 DS 96,56 ± 0,01 75 – 100 10,36 93,13 ± 0,02 0 – 100 16,91 TM=tapak mikro; D=diameter; T=tinggi; DS=daya sintas

Tabel 3 menunjukkan pertambahan diameter tertinggi klon JUN pada umur 15 bulan adalah sebesar 7,64 cm yaitu pada tapak mikro 4. Demikian juga dengan pertambahan tinggi klon JUN yang mencapai 7,33 meter. Koefisien keragaman pada setiap tapak mikro menunjukkan angka <50% yang menunjukkan bahwa keragaman pertumbuhan tinggi dan diameter klon JUN umur 15 bulan ini rendah. Semakin rendah nilai koefisien keragaman menunjukkan bahwa tinggi dan diameter klon JUN relatif seragam. Hasil untuk karakter daya sintas, keempat tapak mikro menunjukkan performa yang baik yang ditunjukkan dengan rataan daya sintas yang bernilai >90%. Menurut Na’iem (2004) dalam Mahfuz et al. (2010) nilai daya sintas sebesar 90% sudah termasuk indikator yang baik dalam pertanaman uji, karena faktor lingkungan dianggap sudah sesuai dengan jenis pohon pertanaman uji.

Hasil dari taksiran repeatability terhadap diameter, tinggi, dan daya sintas disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel klon memiliki andil yang tinggi terhadap pertumbuhan diameter dan tinggi JUN pada umur 15

13

bulan. Hal ini ditunjukkan oleh persentase keragaman klon yang lebih tinggi daripada tapak mikro dan interaksi antara klon dengan tapak mikro. Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan nilai repeatability karakter tinggi dan diameter yang besar. Nilai repeatability menunjukkan seberapa besar klon/faktor genetik berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu tanaman.

Tabel 4 Analisis ragam, komponen ragam (%), dan repeatability

Source DF Type III SS

Mean Square F Value Pr > F % % variance 2 Diameter 0,855 ± 0,028 TM 3 7,12 2,37 2,48 0,0591tn 0,10 Klon 41 440,63 10,75 11,25 <,0001** 12,37 TM x klon 123 191,39 1,56 1,63 <,0001** 3,20 Error 2635 2516,71 0,96 84,32 Tinggi 0,729 ± 0,044 TM 3 200445,3 66815,10 5,22 0,0014** 0,48 Klon 41 3032375,8 73960,38 5,78 <,0001** 5,83 TM x klon 123 2464105,7 20033,38 1,57 <,0001** 3,09 Error 2633 33685622 12793,63 90,60 DS 0,044 ± 0,022 TM 3 0,595 0,198 4,09 0,0069** 1,74 Klon 41 2,038 0,050 1,03 0,4303tn 0,27 TM x klon 123 5,845 0,048 0,98 0,5444tn -0,46 Error 542 26,275 0,048 98,45

**= sangat nyata pada taraf 1%; tn= tidak nyata; TM=tapak mikro; DS=daya sintas

Peranan tapak mikro terhadap tinggi juga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1% namun tidak demikian dengan pengaruhnya terhadap diameter. Hal ini diduga terjadi karena kecenderungan pohon muda akan tumbuh ke atas (tinggi) terlebih dahulu sebelum melakukan pertumbuhan ke samping (diameter). Namun demikian, interaksi antara klon dengan tapak mikro-nya menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter dan tinggi JUN. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pohon tidak hanya dipengaruhi oleh genetik atau lingkungan semata, namun perpaduan atau interaksi antara genetik dengan lingkungan (Kramer dan Kozlowski dalam Sofyan et al. 2011). Matheson dan Raymond (1984) dalam Sofyan et al. (2011) menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan materi dari perbanyakan vegetatif akan seringkali menghasilkan interaksi yang sangat kuat antara klon dengan lingkungannya.

Kondisi tapak mikro menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya sintas JUN. Variabel klon serta interaksi klon dengan tapak mikro belum menunjukkan pengaruh yang nyata untuk karakter daya sintas di lapangan. Variabel klon serta interaksi antara klon dengan tapak mikro tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap daya sintas JUN. Hal ini diduga berhubungan dengan perawatan lahan JUN oleh petani penggarap yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan tempat tumbuh jati yang beragam. Pengolahan lahan yang intensif oleh petani penggarap membuat unsur hara yang ada di dalam tanah menjadi lebih kaya karena asupan nutrisi yang ditujukan pada tanaman pertanian secara tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan JUN. Pernyataan ini diperkuat oleh argumen Seldbourne (1972) dalam Sofyan et al. (2011) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan edafis memberikan pengaruh yang lebih kuat jika dibandingkan dengan faktor klimatis.

Ragam error/kesalahan dalam penelitian ini cukup besar yakni lebih dari 80%. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya heterogenitas lingkungan tempat tumbuh JUN. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Yu dan Pulkkinen (2003) pada penelitian klon hibrid Populus spp. umur 3 tahun yang memiliki keragaman error berkisar 80%. Penelitian Yu dan Pulkkinen (2003) memiliki keragaman tempat tumbuh berupa tipe lahan yaitu lahan pertanian dan kehutanan. Burdon (1977) dalam Yu dan Pulkkinen (2003) menyatakan bahwa seharusnya perhatian yang utama ditujukan pada faktor lingkungan daripada faktor genetik itu sendiri untuk pertanaman uji karena karakter lingkungan menjadi sangat penting apakah dapat menjadi lokasi yang baik dalam pertanaman uji ataukah tidak. Pada lokasi penelitian ini, lahan yang kini digunakan untuk uji klon diduga beragam. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya tunggak-tunggak pohon bekas penebangan pada beberapa tempat di salah satu tapak mikro (Gambar 2), sedangkan pada tapak mikro yang lain tidak ditemukan tunggak-tunggak pohon. Hal ini diduga terdapat perbedaan kegunaan lahan, yaitu pertanian dan perkebunan. Namun demikian standar eror repeatability yang dihasilkan pada masing-masing karakter menunjukkan nilai yang sangat kecil yaitu 0,028 untuk karakter diameter; 0,044 untuk karakter tinggi; serta 0,022 untuk karakter daya sintas. Menurut Mathew dan Vasudeva (2003) nilai standar eror yang sangat kecil

15

mengindikasikan bahwa nilai kepercayaan untuk taksiran repeatability yang didapat sangat kuat.

Gambar 2 Trubusan pohon bekas tebangan (lingkaran merah) pada tapak mikro 1 dan 2

Repeatability menunjukkan konsistensi dari klon-klon JUN terhadap performa tumbuhnya. Repeatability dianggap sedang jika berkisar antara 0,4−0,6 sedangkan untuk nilai repeatability kurang dari 0,4 dianggap rendah dan lebih dari 0,6 dianggap tinggi. Nilai repeatability yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan nilai yang tinggi yakni 0,86 untuk pertumbuhan diameter serta 0,73 untuk pertumbuhan tinggi. Nilai repeatability berpengaruh pada korelasi genetik antar beberapa sifat, semakin besar nilai repeatability maka nilai korelasi juga akan semakin tinggi. Nilai repeatability juga menunjukkan kemungkinan pertumbuhan pada generasi selanjutnya akan mirip atau tidak dengan indukannya jika ditanam pada kondisi tempat tumbuh serta perlakuan yang sama.

Nilai repeatability pada setiap tapak mikro disajikan dalam Tabel 5. Nilai repeatability pada Tabel 5 memperlihatkan nilai rata-rata yang tinggi untuk karakter diameter yaitu 0,770 dan bernilai sedang pada karakter tinggi yaitu bernilai 0,592. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa karakter tinggi memiliki tingkat sensitif yang lebih tinggi daripada karakter diameter. Nilai repeatability untuk daya sintas menunjukkan nilai yang sangat kecil. Hal ini disebabkan nilai repeatability pada tapak mikro 1, 2, dan 3 tidak dapat diestimasi karena ragam eror pada saat pengolahan data yang sangat tinggi (Lampiran 2). Hal ini membuat proses penghitungan untuk taksiran repeatability bernilai negatif.

Tabel 5 Taksiran nilai repeatability pada setiap tapak mikro

Tapak mikro Repeatability

Diameter Tinggi Daya Sintas

1 0,760±0,043 0,629±0,055 -

2 0,693±0,050 0,236±0,049 -

3 0,822±0,034 0,781±0,039 -

4 0,806±0,036 0,723±0,046 0,393±0,078

Rata-rata 0.770 0.592 0.098

Tabel 5 memperlihatkan hasil yang paling kecil untuk repeatability karakter tinggi pada tapak mikro 2 yaitu sebesar 0,236. Hal ini disebabkan faktor genetik (klon) pada tapak mikro 2 belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi JUN (Lampiran 3), sedangkan pada tapak mikro yang lain, terlihat bahwa faktor genetik (klon) berpengaruh sangat signifikan pada pertumbuhan JUN. Kecilnya nilai repeatability pada tapak mikro diduga karena serangan hama penggerek pucuk pada tapak mikro 2 paling besar jika dibandingkan dengan tapak mikro yang lain berdasarkan uji Duncan (Lampiran 3). Serangan hama penggerek pucuk membuat nilai tinggi beberapa klon JUN yang terserang di lapangan menjadi kecil.

4.2Korelasi antar variabel pertumbuhan

Penelitian klon JUN pada umur 15 bulan juga mengamati korelasi antara 2 sifat dalam pertumbuhan. Dua sifat yang berbeda dari suatu populasi yang diukur memungkinkan adanya korelasi antara keduanya (White et al. 2009). Tabel 6 menyajikan korelasi antar ketiga variabel yang diukur. Nilai-nilai yang berada di atas diagonal menunjukkan korelasi genetik dan nilai-nilai yang berada di bawah diagonal menunjukkan korelasi fenotipik. Korelasi fenotipik merupakan korelasi yang terjadi pada interaksi faktor genetik dengan lingkungan, sedangkan korelasi genetik merupakan korelasi yang terjadi pada faktor genetik antara 2 sifat yang diukur (Isik 2009). Korelasi genetik dalam pendugaan nilai korelasi juga dihitung karena menurut White et al. (2009) korelasi antar dua sifat yang berbeda mungkin disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga dalam penelitian ini korelasi genetik juga dihitung untuk mengetahui apakah faktor genetik dari klon

17

JUN tersebut memiliki korelasi untuk pertumbuhan 2 sifat yang berbeda. Menurut Williams et al. (2002) korelasi genetik yang dihitung dapat digunakan untuk memprediksi respon pada saat dilakukannya penjarangan atau seleksi, membantu prediksi respon suatu sifat yang sulit diukur dengan menggunakan sifat lain yang mudah diukur, memprediksi respon terhadap seleksi di lokasi satu dengan lokasi yang lain, dan untuk memaksimalkan keunggulan dari sifat tertentu yang dipilih pada waktu yang sama melalui indeks seleksi yang dibangun menggunakan korelasi genetik dan heritabilitas.

Tabel 6 Korelasi fenotipik (bawah diagonal) dan genotipik (atas diagonal)

Diameter Tinggi Daya Sintas

Diameter *** 0,884 0,056

Tinggi 0,801 *** 0,070

Daya Sintas 0,002 0,005 ***

***=garis diagonal

Tabel 6 menyajikan korelasi genetik antara tinggi dan diameter sebesar 0,884 sedangkan untuk korelasi fenotipik antara tinggi dan diameter sebesar 0,801. Nilai tersebut memperlihatkan korelasi yang kuat antara tinggi dan diameter. Hal ini berarti semakin besar diameter batang klon JUN, semakin besar pula nilai tinggi dari klon JUN tersebut. Korelasi antara daya sintas dengan tinggi maupun dengan diameter menunjukkan angka yang kecil, yang berarti bahwa pertumbuhan tinggi serta diameter pohon masih belum diimbangi dengan daya hidup klon JUN di lapangan. Daya sintas suatu tanaman di lapangan dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi tanaman terhadap lingkungan. Selain kemampuan adaptasi, serangan hama dan penyakit juga sangat berpengaruh kepada daya sintas tanaman di lapangan. Hasil korelasi pada Tabel 6 nantinya akan digunakan sebagai patokan dalam kegiatan seleksi (Sofyan et al. 2011). Keputusan untuk melakukan seleksi dilihat dari hasil terbesar yang ditunjukkan pada Tabel 6, dalam hal ini karakter tinggi bisa menjadi dasar kegiatan seleksi. Kesimpulan ini didapat dari hasil korelasi antara tinggi dengan daya sintas (0,070) lebih tinggi daripada korelasi diameter dengan daya sintas (0,056), karena dengan hanya memprioritaskan karakter tinggi JUN maka akan diikuti perbaikan dari karakter daya sintas dan diameter (Sofyan et al. 2011). Namun jika dilihat hasil pada penelitian sebelumnya pada umur 6 bulan hingga 15 bulan, korelasi genetik yang

dihasilkan belum stabil. Oleh sebab itu perlu adanya kajian mengenai korelasi genetik pada tahun-tahun berikutnya agar mendapatkan hasil yang maksimal. Kerangka penyebaran untuk korelasi fenotipik dapat dilihat dalam Gambar 3.

Gambar 3 Kerangka penyebaran korelasi fenotipik

Kekokohan batang yang dihitung merupakan perbandingan antara tinggi total dengan diameter batang (Jayusman 2005 dalam Hidayah 2011). Kekokohan batang menunjukkan keseimbangan pertumbuhan antara tinggi dengan diameter. Semakin tinggi nilai kekokohan batang, maka pertumbuhan JUN di lapangan semakin tidak seimbang. Korelasi antara kekokohan batang dengan daya sintas dihitung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran bibit terhadap daya hidup di lapangan. Gambar 3 menunjukkan kekokohan batang yang optimal untuk kemampuan hidup JUN di lapangan ialah ±100.

y = 95.34x + 10.46 R² = 0.744 0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 5 10 T in ggi (c m ) Diameter (cm) y = -0.013x2 + 2.170x + 10.66 R² = 0.435 0 20 40 60 80 100 120 140 160 0 50 100 K eko ko h an b at an g Daya sintas (%) y = 0.020x + 1.479 R² = 0.147 0 2 4 6 8 0.0 50.0 100.0 D ia m et er (c m ) Daya sintas (%) y = 2.099x + 137.1 R² = 0.132 0 200 400 600 800 0.0 50.0 100.0 T in ggi (m ) Daya sintas (%)

19

Selain menghitung korelasi antar dua sifat klon JUN, dalam penelitian ini juga dihitung korelasi genetik antar tapak mikro. Tabel 7 menyajikan korelasi genetik antar tapak mikro yang diukur.

Tabel 7 Korelasi genetik antar tapak mikro

Korelasi Diameter Tinggi Tapak mikro 1 - 2 0,293 0,582 Tapak mikro 1 - 3 0,227 0,225 Tapak mikro 1 - 4 0,144 0,224 Tapak mikro 2 - 3 0,241 0,216 Tapak mikro 2 - 4 0,210 0,436 Tapak mikro 3 - 4 0,189 0,135 Rata-rata 0.217 0.303

Korelasi genetik yang dihasilkan antar tapak mikro menunjukkan korelasi yang lemah (digambarkan dengan nilai korelasi yang rendah). Korelasi genetik antar tapak mikro ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan keeratan antar tapak mikro yang diukur sangat lemah. Hal ini berarti bahwa antara tapak mikro satu dengan yang lainnya belum ada hubungan yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan diameter JUN yang diukur.

4.3Implikasi pada pemuliaan pohon

Uji Duncan dilakukan untuk melihat pengaruh tapak mikro atau klon terhadap pertumbuhan pohon setelah dilihat sidik ragamnya untuk mengetahui apakah antar tapak mikro atau antar klon berbeda atau tidak dalam hal pertumbuhan. Tabel 8 menyajikan hasil uji beda Duncan terhadap keempat tapak mikro.

Tabel 8 Rangking tapak mikro berdasarkan uji Duncan

Diameter (cm) Tinggi (cm) Daya sintas (%)

Tapak mikro mean Tapak mikro mean Tapak mikro Mean

1 3,5A 3 349,6A 3 96,6A

3 3,5AB 1 343,7AB 2 94,1AB

4 3,4BC 2 334,1BC 4 91,7B

2 3,4C 4 325,8C 1 91,5B

Pada Tabel 8 di atas memperlihatkan tapak mikro terbaik adalah tapak mikro 1 untuk diameter dan tapak mikro 3 untuk tinggi. Tapak mikro 1 dan 3 konsisten pada urutan pertama dan kedua pada variabel tinggi dan diameter. Hal ini diduga disebabkan pengelolaan lahan oleh petani pada tapak mikro 1 dan 3 sudah baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya umur 6 bulan oleh Yunus (2011). Jika dilihat kondisi lapangan tapak mikro 1 dan 3 mayoritas telah bersih dari gulma, sedangkan pada tapak mikro 2 dan 4 masih ada lahan yang belum digarap oleh petani sehingga banyak tumbuh gulma yang bisa mengganggu pertumbuhan JUN. Gambar 4 menunjukkan lokasi pada keempat tapak mikro.

Gambar 4 Penampakan lokasi pada: A) tapak mikro 1, B) tapak mikro 2, C) tapak mikro 3, D) tapak mikro 4

Pada penelitian sebelumnya oleh Yunus (2011) rangking tapak mikro terbaik adalah tapak mikro 2. Tapak mikro 2 merupakan tapak mikro dengan perlakuan pemberian pupuk dasar sebesar 5 kg per lubang tanam. Diduga pengaruh pupuk dasar ini hanya untuk pertumbuhan awal tanaman jati pada tapak mikro, sehingga pada penelitian JUN pada umur 6 bulan pengaruh pupuk dasar tersebut masih terlihat. Penelitian pada umur 15 bulan ini lebih berpengaruh kepada pemeliharaan lahan oleh petani serta respon klon terhadap lingkungannya. Selain rangking tapak mikro, rangking klon juga dihitung untuk mengetahui klon yang memiliki performa paling baik hingga umur 15 bulan. Klon bernomor 1 sampai 42 dibuat untuk menandai nama-nama klon yang diteliti. Sepuluh besar klon terbaik disajikan pada Tabel 9.

(A) (B)

21

Tabel 9 Rangking sepuluh besar klon-klon terbaik untuk pertumbuhan diameter, tinggi, dan daya sintas

Diameter (cm) No Klon Tinggi (cm) No Klon Daya Sintas (%) No Klon Rangking Mean (cm) Σ Klon Mean (cm) Σ Klon Mean (%) Σ Klon 1 4,189 70 35 399,71 67 4 100,00 15 40 2 4,127 68 6 380,04 66 17 97,92 16 37 3 4,118 66 17 379,48 68 11 97,92 16 7 4 4,083 68 13 376,51 67 22 97,92 16 34 5 3,958 67 28 376,09 63 16 97,92 16 21 6 3,958 67 22 374,44 68 6 97,92 16 38 7 3,949 64 3 373,60 68 13 97,92 16 26 8 3,818 68 11 371,14 62 18 97,62 14 3 9 3,804 62 18 369,19 70 35 96,87 16 17 10 3,794 67 4 367,59 64 3 96,87 16 13

4.4Estimasi Perolehan Genetik

Estimasi perolehan genetik dan pendugaan respon pertumbuhan klon JUN berumur 15 bulan disajikan pada Tabel 10. Perolehan genetik merupakan respon dari adanya seleksi, sedangkan proses seleksi didasarkan pada prinsip bahwa nilai genetik dari rata-rata individu terseleksi lebih baik daripada nilai genetik rata-rata seluruh individu dalam populasi (Leksono et al. 2007).

Tabel 10 Rata-rata pertumbuhan dan Estimasi perolehan genetik (%)

Kriteria seleksi

Tapak mikro 1 Tapak mikro 2

D (cm) T (cm) DS (%) D (cm) T (cm) DS (%)

D (cm) 0,50 (14,55) 0,46 (13,43) . 0,45 (13,27) 0,28 (8,22) .

T (cm) 56,52 (16,73) 46,13 (13,66) . 53,97 (15,98) 17,31 (5,12) . DS (%) 0,43 (0,45) 0,48 (0,51) . 0,41 (0,43) 0,29 (0,31) .

Tapak mikro 3 Tapak mikro 4

D (cm) 0,54 (15,74) 0,51 (14,96) . 0,53 (15,44) 0,49 (14,39) 0,02 (0,67) T (cm) 58,78 (17,40) 57,28 (16,96) . 58,21 (17,23) 53,03 (15,70) 3,17 (0,94) DS (%) 0,44 (0,47) 0,53 (0,57) . 0,44 (0,47) 0,51 (0,55) 3,44 (3,67)

Nilai perolehan genetik ditulis dalam tanda kurung; D=diameter; T=tinggi; DS=daya sintas

Estimasi perolehan genetik merupakan nilai kuantitatif dari respon sebuah populasi terhadap seleksi yang dilakukan pada populasi tersebut. Perolehan genetik berkaitan erat dengan nilai repeatability dari masing-masing karakter. Semakin besar nilai repeatability sebuah karakter maka nilai dari perolehan genetik juga akan semakin besar.

Hasil pada Tabel 10 menunjukkan kemungkinan jika dilakukan seleksi berdasarkan diameter maka respon yang dihasilkan terhadap tinggi berkisar 8,22−14,96%. Hasil yang didapatkan jika dilakukan seleksi berdasarkan tinggi maka respon terhadap diameter berkisar 15,98−17,40%. Pernyataan ini memperkuat argumen sebelumnya bahwa karakter tinggi bisa menjadi dasar dalam proses seleksi.

V. KESIMPULAN 5.1Kesimpulan

Kinerja dari 41 klon JUN berumur 15 bulan cukup beragam. Ada beberapa klon yang menunjukkan pertumbuhan yang baik serta juga masih ada klon yang belum menunjukkan pertumbuhan yang baik. Repeatability dari ketiga karakter yang diukur cukup tinggi yaitu 2=0,85 untuk karakter diameter batang dan 2=0,73 untuk karakter tinggi pohon, namun repeatability pada karakter daya sintas masih sangat rendah yaitu 2=0,04. Korelasi genetik antar karakter diameter dengan tinggi menunjukkan korelasi yang sangat kuat yaitu bernilai 0,88. Namun nilai korelasi antara tinggi dan daya sintas sangat lemah yaitu 0,07 kemudian korelasi antara diameter dan daya sintas yaitu 0,06.

Pengaruh tapak mikro pada penelitian JUN berumur 15 bulan ini menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap karakter tinggi dan daya sintas, namun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap karakter diameter. Jarak tanam yang diaplikasikan juga belum menunjukkan hasil yang konsisten jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

5.2Saran

Jika akan dilakukan seleksi awal, karakter tinggi dapat dijadikan acuan untuk mendapat perolehan genetik yang lebih besar. Selain itu perlu referensi lain untuk cara skoring dalam penghitungan daya sintas agar nilai ragam eror pada saat pengolahan data tidak terlalu besar.

UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA

Dokumen terkait