• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jati merupakan pohon penghasil kayu dengan mutu yang tinggi. Jati termasuk ke dalam komoditas kayu mewah dengan nilai jual yang tinggi karena sifat keawetannya termasuk ke dalam kelas awet 2. Menurut Heyne (1987) dalam Wibowo (2005) jati juga dikenal sebagai teak (Inggris), kyan (Myanmar), sagwan (India), maisak (Thailand), teca (Brazil), java teak (Jerman). Secara ilmiah, taksonomi jati digolongkan ke dalam (Sumarna 2003):

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub kelas : Dicotyledonae

Ordo : Verbenales

Famili : Verbenaceae

Genus : Tectona

Spesies : T. grandis

Jati bukan merupakan vegetasi asli Indonesia. Jati tumbuh alami di Negara India, Burma, Muangthai, dan Vietnam (Wibowo 2005). Jati merupakan spesies yang menggugurkan daun saat musim kemarau sebagai respon untuk mengurangi transpirasi akibat suhu yang tinggi.

2.1.1 Morfologi

Menurut Dephut (2008) habitus jati adalah berupa pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang dapat mencapai 18−20 m. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang mengikuti batang.

Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60−70 cm × 80−100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.

Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6−7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.

Buah berbentuk bulat agak gepeng berukuran 0.5–2.5 cm berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2−4, tetapi umumnya hanya satu kecambah yang tumbuh dalam kegiatan penyemaian. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil.

2.1.2 Tempat Tumbuh

Jati tumbuh subur pada daerah beriklim tropis yang panas serta lembab dengan curah hujan 1200−2500 mm/tahun (Sastrosumarto dan Suhaendi 1985 dalam Wibowo 2005). Jati akan tumbuh lebih baik pada tekstur tanah dengan fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Habitus jati merupakan pohon dengan diameter dan tinggi yang cukup besar, oleh karena itu tanaman ini membutuhkan solum tanah yang dalam untuk pertumbuhan akarnya dengan sifat keasaman tanah (pH) optimum pada 6. Toleransi jati terhadap pH tanah termasuk tinggi karena jati masih bisa tumbuh dengan baik pada pH 4−5. Tanaman jati membutuhkan tanah dengan porositas dan drainasi yang baik untuk pertumbuhannya dalam hal penyerapan hara karena jati termasuk jenis yang sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah (Sumarna 2003). Jati juga dikenal dengan julukan “calciolus tree species” karena jati memerlukan unsur kalsium dengan jumlah yang relatif besar untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini telah dibuktikan dari hasil penelitian dengan menganalisis abu jati yang kemudian ditemukan unsur-unsur yang paling banyak terkandung pada kayu jati yaitu Kalsium (CaO) dengan kadar 31,3%, Pospor (P2O5) dengan kadar 29,7%, dan Silika (SiO2) dengan kadar 25% (Sarjono 1984 dalam Wibowo 2005). Hal ini kemudian diperkuat dengan argumen Sumarna (2003) bahwa unsur hara makro yang penting dalam mendukung pertumbuhan jati adalah:

1. Kalsium (Ca) yang berperan mendukung pertumbuhan meristem batang dan merupakan elemen pembentukan dinding sel. Jati yang ditanam di lahan yang

5

memiliki kandungan kalsium rendah (8,18%−9,27%) menunjukkan pertumbuhan yang kurang baik.

2. Pospor (P) yang dibutuhkan jati berkisar antara 0,022%−0,108% atau setara dengan 19−135 mg/100g di dalam tanah. Jati akan cepat menggugurkan daun jika kekurangan pospor sehingga proses fotosintesis akan terganggu.

3. Kalium (K) dibutuhkan oleh jati pada permukaan atas berkisar antara 0,54%−1,80% (45−625 ppm/100g) dan pada permukaan bawah antara 0,4%−1,13% (113−647 ppm/100g).

4. Nitrogen (N) dengan kadar 0,072%−0,13% pada permukaan tanah dan sekitar 0,0056%−0,05% pada permukaan bawah. Rata-rata nitrogen yang dibutuhkan oleh jati adalah sekitar 0,0039%.

2.1.3 Jati Unggul Nusantara (JUN)

Jati Unggul Nusantara merupakan salah satu merk dagang jati dengan sifat yang unggul serta memiliki kemampuan tumbuh yang lebih cepat jika dibandingkan dengan jati lokal yang selama ini dikenal oleh masyarakat luas. Merk dagang jati unggul yang lain disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Beberapa merek dagang jati unggul yang telah beredar di pasar (Irwanto 2006)

No Nama Dagang Produsen Materi Asal

1 Jati Plus Perhutani Perum Perhutani Jawa

2 Jati Super PT Monfori Thailand

3 Jati Emas PT Katama Suryabudi Birma

4 Jati Unggul PT Bumindo Jawa

5 Jati Unggul Lamongan KBP Lamongan Thailand 6 Jati Kencana PT Dafa Teknoagro Mandiri Jawa

Perkembangan pengetahuan dan ilmu rekayasa genetik (pemuliaan pohon) telah menjawab kegelisahan pasar akan semakin berkurangnya pasokan jati akibat siklus tebang jati yang sangat lama. Hasil dari penelitian serta percobaan dalam pemuliaan pohon telah menghasilkan beberapa jenis jati unggul yang memiliki daur pendek, yaitu dapat di panen mulai umur ±15 tahun, serta memiliki batang silindris yang lurus dengan sedikit cabang. Berbeda dengan jati yang ditanam masyarakat pada umumnya, yang biasanya dikecambahkan dari biji, jati dengan kemampuan super ini dibiakkan dengan cara vegetatif (stek pucuk ataupun kultur jaringan).

Indukan yang akan diklon untuk menghasilkan jati unggul merupakan jati terbaik yang sebelumnya telah dilakukan seleksi terhadap beberapa jati pada suatu tegakan yang memiliki keunggulan dalam hal sifat fisik daripada populasi jati yang ada. Salah satu hasil dari program pemuliaan Perhutani sejak tahun 1982 adalah diperolehnya klon unggulan yakni JPP (Jati Plus Perhutani), setelah sebelumnya dilakukan tes di lapangan pada beberapa lokasi dengan menerapkan sistem silvikultur intensif. JPP dikembangkan melalui stek pucuk, kultur jaringan, dan dengan menggunakan biji yang berasal dari kebun benih klonal. Jati Unggul Nusantara (JUN) merupakan hasil dari pembiakan vegetatif dari JPP.

2.2Uji Klon

Perbanyakan yang dilakukan secara vegetatif atau aseksual (stek, kultur jaringan, dll) merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan suatu sifat anakan yang diinginkan dari induknya. Menurut Finkeldey (2005) perbanyakan aseksual mempunyai arti khusus untuk mengekalkan sifat genotip, populasi atau jenis dari bahaya kepunahan.

Pertumbuhan dari suatu tanaman tidak lepas dari pengaruh lingkungan. Oleh sebab itu interaksi genetik dengan lingkungannya sangat mempengaruhi fenotip suatu tanaman. Uji coba lapangan dilakukan secara periodik untuk mengetahui sifat-sifat yang mempengaruhi performa tanaman uji di lapangan. Sifat-sifat yang diamati biasanya berhubungan dengan karakter pertumbuhan (tinggi dan diameter) serta daya sintas atau daya hidup.

Data yang didapatkan dari penelitian yang berturut-turut, lama-kelamaan akan menunjukkan suatu konsistensi pertambahan pertumbuhan. Konsistensi pertumbuhan suatu sifat yang diamati inilah yang disebut dengan repeatability (Tunner & Young 1969 dalam Carvalho dan Cruz 2003).

III. METODE PENELITIAN

Dokumen terkait