• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi DAS Cidanau

Daerah penelitian adalah wilayah DAS Cidanau di Propinsi Banten. Secara administratif DAS ini mencakup 2 wilayah kabupaten yaitu kabupaten Serang dan kabupaten Pandeglang. Secara geografis DAS Cidanau berada pada 105o 49’ 17” BT sampai 106o 06’ 03” BT dan 06o 08’ 25” LS sampai 06o 15’ 47” LS. Peta Lokasi disajikan pada Lampiran 1.

Luas wilayah DAS Cidanau seluruhnya 22 620 ha yang terbagi menjadi 6 Sub DAS yaitu, Cikalumpang, Cisaat, Cisawarna, Cicangkedan, Cikondang dan Cibojong. Sub DAS Cisaat dan Sub DAS Cisawarna merupakan wilayah hulu DAS Cidanau. Pada wilayah gabungan dua Sub DAS ini terdapat Rawa Danau. Rawa Danau merupakan bagian paling hulu dari Sungai Cidanau. Sub DAS Cikalumpang dan Sub DAS Cibojong merupakan wilayah tengah bagian DAS Cidanau. Sub DAS Cikondang dan Sub DAS Cicangkedan merupakan wilayah DAS Cidanau bagian hilir dan berbatasan langsung dengan Selat Sunda, tempat bermuaranya Sungai Cidanau. Sungai Cidanau sebagai sungai utama terletak di wilayah DAS bagian tengah dan hilir.

Tabel 3. Luas Sub DAS

Sub DAS Luas (ha) % Wilayah Administrasi

1 Cisawarna 3820 16.89 Kecamatan : Ciomas, Pabuaran, Padarincang

2 Cisaat 6100 26.97 Kecamatan : Ciomas, Pabuaran, Padarincang

3 Cikalumpang 7200 31.83 Kecamatan : Padarincang, Pabuaran, Mandalawangi

4 Cibojong 3000 13.26 Kecamatan : Cinangka, Padarincang, Mandalawangi

5 Cicangkedan 1300 5.75 Kecamatan Cinangka

6 Cikondang 1200 5.31 Kecamatan Cinangka

Iklim

Keadaan iklim kabupaten Serang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Iklim tropis dengan temperatur rata-rata 26.5 oC, temperatur maksimum 31.7 oC dan temperatur minimum 22.5 oC dengan ketinggian 25 – 600 m di atas permukaan laut. Angin barat dan tenggara yang bertiup setiap 6 bulan sekali, baik pada musim hujan atau musim kemarau, curah hujan 2000 – 3000 mm/tahun. Curah Hujan yang cukup tinggi pada bulan-bulan Desember, Januari, Pebruari dan Maret.

Topografi

Kabupaten Serang merupakan wilayah dengan ketinggian antara 25 sampai dengan lebih dari 1300 m diatas permukaan laut. Berdasarkan ketinggian, Kabupaten Serang dapat dibagi menjadi dua yaitu: daerah dengan ketinggian 25 m sampai dengan 600 m dan daerah dengan ketinggian lebih dari 600 m sampai dengan 1300 m. Daerah yang mempunyai ketinggian lebih dari 600 m terdapat diperbukitan Gunung Karang. Sedangkan yang lainnya kurang dari 600 m dari permukaan laut. Kemiringan lahan bervariasi mulai dari yang datar hingga bergelombang. Wilayah yang terbesar yaitu 39.36 % yang merupakan wilayah datar. Wilayah ini tersebar pada seluruh Sub DAS dengan wilayah terluas di Sub DAS Cikalumpang.

Tabel 4. Kelas kemiringan lahan DAS Cidanau

Lereng (%) Sub DAS 0-8 8-15 15-25 25-45 >45 Jumlah (ha) Cisawarna Cisaat Cikalumpang Cibojong Cicangkedan Cikondang 1929 589 675 672 714 2330 1229 445 484 412 3107 172 2245 1239 1068 924 176 702 733 425 463 743 104 - - 151 520 169 182 18 7831 4900 4579 2960 1040 1310 Jumlah 8904 3429 4340 3310 2637 22620 Persentase 39.36 15.16 19.19 14.63 11.66 100

Jenis Tanah dan Tata guna Lahan

Jenis tanah yang terdapat di DAS Cidanau adalah Latosol, Regosol, Alluvial dan Andosol. Tanah-tanah tersebut berasal dari batuan induk undefferentiated vulcanic product seluas 20482 ha (90.55%) dan bahan induk lainnya Miocene Sedimentary

1307 ha (5.78 %) dan Alluvium seluas 831 ha (3.67 %). Penyebaran jenis tanah dijelaskan pada Tabel 5.

Tabel 5. Penyebaran jenis tanah DAS Cidanau Luas Penyebaran (ha) Sub DAS

Latosol Alluvial Regosol Andosol Jumlah (ha) Cisawarna Cisaat Cikalumpang Cibojong Cicangkedan Cikondang 2852 1657 - 70 2330 1657 194 443 4236 3595 - - 2404 556 - - 583 85 542 - 762 102 176 - 4579 4900 7831 2960 1310 1040 Jumlah 13107 8088 912 513 22620 Persentase 57.94 35.76 4.03 2.27 100

Tata guna lahan yang ada di DAS Cidanau meliputi sebagian besar perkebunan dan persawahan. Selain itu penggunaan lahan juga untuk tegalan, pemukiman, hutan rakyat dan hutan rawa, dijelaskan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah dan jenis penggunaan lahan di DAS Cidanau

Luas

No. Tata Guna Lahan

(Ha) (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sawah Tegalan Perkebunan Pemukiman Hutan Rakyat Hutan Rawa 7748 122 8304 344 4193 1909 34.25 0.54 36.71 1.52 18.54 8.44 Jumlah 22620 100.00

Curah Hujan Wilayah

Hasil analisa curah hujan wilayah dengan menggunakan metode poligon Thiessen menghasilkan nilai rata-rata Thiessen berdasarkan bobot luas wilayah stasiun curah hujan yang melingkupinya, selengkapnya dijelaskan pada Tabel 7.

Tabel 7. Stasiun curah hujan dan persentase bobot

No Stasiun Luas(ha) Bobot

1 Cinangka 4000 0.177 2 Padarincang 13420 0.593 3 Ciomas 3600 0.159 4 Pandeglang 1600 0.071 Jumlah 22620 1.000 Infiltrasi

Pengukuran dan analisa infiltrasi menggunakan persamaan (7) didapat nilai kapasitas infiltrasi yang merupakan nilai rata-rata selama 24 jam (1 hari) untuk lokasi 1 (sawah) yaitu sebesar 3.01 mm/jam, untuk lokasi 2 (kebun campuran) sebesar 2.06 mm/jam dan lokasi 3 (hutan) sebesar 1.65 mm/jam. Hasil infiltrasi di tiga titik pengukuran di wilayah dapat pada Lampiran 11.

Dari hasil infiltrasi, maka nilai rata-rata kapasitas infiltrasi akan digunakan sebagai salah satu koefisien yang digunakan dalam model tangki yaitu koefisien infiltrasi tangki, yang merupakan salah satu parameter di tanki yang paling atas. Parameter ini akan menentukan besarnya koefisien lubang tangki kearah bawah atau nilai z pada daerah tertentu sesuai dengan kapasitas infiltrasi tersebut.

Model Ketersediaan Air Kalibrasi Model

Kalibrasi model ketersediaan air menggunakan data aktual tahun 1996 berupa data hujan harian, data evapotranspirasi harian dan data debit harian. Hasil kalibrasi model mencakup nilai-nilai parameter model ketersediaan air. Kalibrasi model dilakukan dengan menggunakan data curah hujan dan evapotranpirasi tahun 1996 harian. Setelah didapat hasil berupa debit simulasi, kemudian dilakukan secara coba ulang parameter-parameter kalibrasi. Nilai-nilai koefisien diubah-ubah hingga nilai debit simulasi mendekati nilai debit aktual.

Kalibrasi model dilakukan parameter mencakup besarnya nilai perkolasi (z), besarnya nilai lubang sisi samping tangki (a) yang menjadi aliran antara/aliran dasar, besarnya nilai kandungan air tanah (xx) serta besarnya simpanan maksimum dalam tanah (dmax) untuk setiap tingkat tangki.

Penentuan nilai z pada tangki di tingkat pertama di dasarkan pada kapasitas infiltrasi pada daerah tertentu. Nilai kapasitas infiltrasi dikalikan dengan lama hujan maksimum yang diasumsikan terjadi selama 3 jam dan besarnya nilai curah hujan maksimum sebesar 50 mm (Sutoyo, 1999), penentuan nilai z untuk tingkat selanjutnya berdasarkan proporsi besarnya air yang masuk ke dalam tanah yang akan semakin berkurang sesuai dengan kedalaman tanah. Nilai koefisien kalibrasi z dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Koefisien z

Rawa Hutan Kebun Sawah Tingkat 1 0.1803 0.0991 0.1236 0.1803 Tingkat 2 0.0800 0.0350 0.0550 0.0900 Tingkat 3 0.0180 0.0100 0.0100 0.0280 Tingkat 4 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000

Penentuan nilai koefisien a, xx dan dmax dilakukan secara coba ulang hingga mendapatkan nilai tepat yang menghasilkan keluaran debit simulasi dengan nilai mendekati dengan nilai aktual data pengukuran. Penentuan nilai dmax ditentukan dengan mengasumsikan bahwa nilai dmax tidak melebihi simpanan maksimum yang merupakan pengurangan antara total curah hujan yang terjadi dengan total evapotranspirasi yang terjadi. Hasil Kalibrasi parameter dijelaskan pada Tabel 9. Grafik penampakan debit hasil kalibrasi tahun 1996 ditunjukkan dengan Gambar 9.

TANGKI Tingkat a xx dmax 1 0.08000 70 250 2 0.01000 25 300 3 0.00700 120 350 Rawa 4 0.00280 550 500 1 0.08000 5 150 2 0.01000 10 350 3 0.00100 120 380 Hutan 4 0.00085 500 500 1 0.07000 5 170 2 0.00500 10 250 3 0.00050 80 270 Kebun 4 0.00035 155 500 1 0.08000 25 200 2 0.01000 25 380 3 0.00080 120 350 Sawah 4 0.00055 255 500 Validasi Model

Validasi model ketersediaan air menggunakan data aktual tahun 1997 berupa data hujan harian, data evapotranspirasi harian dan data debit harian. Validasi model dilakukan unuk mendapatkan debit model hasil simulasi. Nilai debit simulasi dikatakan telah mendekati nilai yang aktual diketahui dengan penghitungan koefisien determinasi (R2) antara debit simulasi dengan debit aktual mendekati sumbu y = x dengan nilai lebih dari 0.5 yang berarti bahwa hasil simulasi model telah

menggambarkan kebenaran lebih dari 50% terhadap data aktual. Proses kalibrasi dengan data tahun 1996 didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar 0.6 sehingga model sudah layak digunakan. Validasi model dengan menggunakan data tahun 1997 mendapatkan hasil nilai koefisien determinasi sebesar 0.78. Pengujian model juga dilakukan dengan penampakan grafik antara debit aktual dengan debit simulasi. Grafik penampakan debit hasil validasi tahun 1997 dapat ditunjukkan dengan Gambar 10.

Hasil validasi terhadap data tahun 1997 dapat di lihat bahwa debit hasil simulasi menunjukkan nilai yang responsif seiring dengan peningkatan atau penurunan curah hujan yang terjadi. Validasi juga dilakukan untuk data tahun 2001 dengan grafik hasil validasi data tahun 2001 disajikan pada Gambar 11 dan hubungan antara data debit aktual dan model digambar kan pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik antara debit model dan debit aktual validasi data tahun 2001

Prediksi Ketersediaan Air di Masa Mendatang

Untuk menduga debit tahun yang akan datang berdasarkan analisa curah hujan tahunan selama 10 tahun. Hasil prediksi dengan peluang kejadian hujan 80%

0 5 10 15 20 25 0 5 10 15 20 25

Debit Aktual (mm/hari)

D e b it M o d e l ( m m /h a ri ) R2=0.86 y = x

didapat angka hujan tahunan sebesar 2 517 mm/tahun. Tahun dengan hujan yang mendekati peluang tersebut adalah data hujan tahun 1998, sehingga prediksi debit ketersediaan air untuk tahun yang akan datang menggunakan data tersebut. Data harian tahun 1998 yang berupa data curah hujan dan data evapotranspirasi digunakan sebagai masukan model ketersediaan air sehingga didapat hasil volume tahunan debit sebesar 1 020 mm dengan debit maksimum sebesar 22.01 m3/det, debit minimum sebesar 3.44 m3/det dan debit rata-rata sebesar 6.75 m3/det.

Model Kebutuhan Air Kalibrasi Model

Kalibrasi dilakukan dengan data aktual tahun 1998-2000 (3 tahun), untuk mencari nilai koefisien koefisien kebutuhan air penduduk (Cp) dan juga koefisien kebutuhan air industri (CI). Data tiga tahun akan menghasilkan tiga persamaan untuk kebutuhan air penduduk dan juga tiga persamaan untuk kebutuhan air industri. Kalibrasi dilakukan dengan metode least square dengan bantuan software EUREKA The Solver Ver 1.0.

Hasil kalibrasi model kebutuhan air untuk kebutuhan air penduduk menghasilkan nilai koefisien Cp untuk klas sosial tinggi bernilai 0.5, untuk koefisien Cp klas sosial menengah bernilai 0.44 dan untuk koefisien Cp klas penduduk rendah bernilai 0.07. Hasil kalibrasi model kebutuhan air untuk kebutuhan air industri menghasilkan nilai koefisien CI untuk industri besar bernilai 13.75, koefisien CI untuk industri menengah bernilai 15.17 dan untuk koefisien CI industri kecil bernilai 14.05.

Tabel 10. Hasil kalibrasi model kebutuhan air penduduk

Tahun Cptinggi Cptengah Cprendah

KA aktual (liter/hari) KA model (liter/hari) Eff 1998 0.5 0.44 0.07 7 315 074 7 817 931 0.994 1999 0.5 0.44 0.07 8 127 860 8 686 590 2000 0.5 0.44 0.07 9 483 118 10 934 014

Tahun CI besar CI menengah CI kecil KA aktual

(liter/hari) KA model (liter/hari) Eff 1998 13.75 15.17 14.05 76 973 683 88 810 462 0.940 1999 13.75 15.17 14.05 97 502 923 99 848 740

2000 13.75 15.17 14.05 91 324 381 93 153 625

Setelah nilai koefisien didapat, selanjutnya dilakukan perubahan pada persamaan model kebutuhan air mencakup kebutuhan air penduduk dan juga kebutuhan air industri. Model kebutuhan air dengan mengasumsikan bahwa nilai kebutuhan air dasar penduduk sebesar 50 liter/hari (White, et al 1972), maka untuk menghitung kebutuhan air penduduk dengan memodifikasi persamaan (3) menjadi:

Ypenduduk tinggi = 0.5 KAPo Pt ………(10)

Dimana: Ypenduduk tinggi = Jumlah kebutuhan air penduduk klas sosial tinggi (liter/hari)

Pt = Jumlah penduduk klas sosial tinggi (jiwa)

KAPo = Kebutuhan air dasar untuk penduduk (l/hari/jiwa)

Ypenduduk menengah = 0.44 KAPo Pm ………(11)

Dimana: Ypenduduk menegah= Jumlah kebutuhan air penduduk klas sosial menengah (liter/hari)

Pm = Jumlah penduduk klas sosial menengah (jiwa)

KAPo = Kebutuhan air dasar untuk penduduk (l/hari/jiwa)

Ypenduduk rendah = 0.07 KAPo Pr ………(12)

Dimana: Ypenduduk rendah = Jumlah kebutuhan air penduduk klas sosial rendah (liter/hari)

Pr = Jumlah penduduk klas sosial rendah(jiwa)

KAPo = Kebutuhan air dasar untuk penduduk (l/hari)

Model kebutuhan air dengan mengasumsikan bahwa nilai kebutuhan air dasar untuk industri sebesar 100 000 liter/hari (Purwanto, 1995), maka untuk menghitung kebutuhan air industri dengan memodifikasi persamaan (4) menjadi:

Yindustri besar = 34.38 KAIo Ib ………(13)

Dimana: Yindustri besar = Jumlah kebutuhan air industri besar (liter/hari)

Ib = Jumlah industri besar

KAIo = Kebutuhan air dasar untuk industri (liter)

Yindustri menengah = 15.17 KAIo Im ………(14)

Dimana: Yindustri menengah= Jumlah kebutuhan air industri menengah (liter/hari)

Im = Jumlah industri menengah

KAIo = Kebutuhan air dasar untuk industri (liter)

Yindustri kecil = 3.51 KAIo Ik ………(15)

Dimana: Yindustri kecil = Jumlah kebutuhan air industri kecil (liter/hari)

Ik = Jumlah industri kecil

Validasi Model

Validasi dilakukan dengan data tahun 2001 untuk data kebutuhan air penduduk dan juga data kebutuhan air industri. Validasi dilakukan dengan menggunakan persamaan-persamaan hasil kalibrasi nilai-nilai koefisien parameter kebutuhan air. Hasil validasi model kebutuhan air penduduk menghasilkan jumlah kebutuhan air penduduk untuk tahun 2001 berjumlah 12 959 m3/hari dan untuk kebutuhan air industri berjumlah 94 465 m3/hari, dibandingkan dengan data aktual kebutuhan air penduduk berjumlah 10 110 m3/hari dan untuk kebutuhan air industri berjumlah 91 445 m3/hari.

Supply-Demand Air untuk Perkembangan Wilayah

Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk maka bertambah pula pemenuhan kebutuhan hidup. Pemenuhan kebutuhan hidup tidak terlepas dari pemenuhan akan barang dan jasa yang didukung oleh industri yang maju. Air merupakan kebutuhan pokok penting hidup manusia, dengan bertambahnya jumlah penduduk maka akan bertambah pula pemenuhan kebutuhan air. Khusus untuk kota Cilegon yang merupakan kota industri pertumbuhan industri akan membuat bertambahnya jumlah industri sehingga jumlah pemenuhan kebutuhan air juga meningkat.

Hasil skenario 1 prediksi kebutuhan air dengan menggunakan STELLA dapat ditunjukkan dengan Gambar 13.

Gambar 13. Grafik hasil skenario 1 program STELLA

Hasil simulasi skenario 1 kebutuhan air penduduk dan industri di kota Cilegon dilakukan hingga tahun 2025, dimana terlihat peningkatan jumlah penduduk diikuti juga dengan peningkatan kebutuhan air penduduk. Begitu pula peningkatan jumlah industri juga menyebabkan peningkatan dalam pemenuhan kebutuhan air industri. Ketersediaan air (water stock) yang berasal dari hasil model ketersediaan air diperkirakan akan mengalami penurunan persediaan menjelang tahun 2025, terlihat dengan berpotongannya garis water stock dengan garis TotalWaterDemand yang terjadi sebelum tahun 2018.

Salah satu aplikasi model kebutuhan air adalah untuk memprediksi penyediaan air baku berkelanjutan untuk industri yang harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, hal ini diharapkan menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah/Kota untuk dapat mengantisipasinya. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tersedianya lapangan kerja yang didukung oleh pertumbuhan industri yang dipenuhi kebutuhan airnya merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan komunitas suatu wilayah.

Untuk meningkatkan ketersediaan air yang berkelanjutan berbagai cara harus diupayakan semaksimal mungkin. Menurut Harmailis (2001), dengan melakukan alternatif perubahan yang merupakan kombinasi dari perubahan hutan menjadi kebun 25%, kebun menjadi hutan 50% dan kebun menjadi sawah 50% akan menghasilkan rasio terkecil perbandingan debit maksimum dan minimun sebesar 21.73%. Skenario 2 ini memberikan perubahan debit minimum yang semula 4.3 m3/det menjadi 4.7 m3/det yang setara dengan penambahan debit ketersediaan sebesar 1 122 mm. Hasil penambahan debit ketersediaan ini dapat ditunjukkan dengan Gambar 14.

Gambar 14. Grafik hasil skenario 2 program STELLA.

Gambar 14 terlihat dengan adanya perubahan tata guna lahan sesuai dengan skenario 2 maka terlihat adanya ketersediaan air water stock yang lebih baik dibanding dengan skenario 1 yaitu dengan berpotongannya garis water stock dengan garis TotalWaterDemand yang terjadi setelah tahun 2018.

Skenario 3 memberikan perubahan debit minimum yang semula 4.3 m3/det menjadi 4.8 m3/det yang setara dengan penambahan debit ketersediaan sebesar 1 138 mm. Hasil model supply-demand ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik hasil skenario 3 program STELLA.

Skenario 4 yang merupakan penerapan teknologi perbaikan saluran dengan pipanisasi diharapkan akan meningkatkan efesiensi penyaluran air ditunjukkan dengan Gambar 16, dapat diterangkan bahwa berpotongannya garis water stock

dengan garis TotalWaterDemand yang terjadi jauh setelah tahun 2018.

Perubahan tata guna lahan menjadi hutan atau sawah dapat meningkatkan ketersediaan air. Hutan mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi sehingga air hujan tidak langsung menuju sungai tetapi tersimpan lebih dahulu sebagai cadangan air tanah. Sawah mempunyai kapasitas infiltrasi kecil namun karena sistem pengelolaan berteras maka dapat menyimpan air lebih lama. Tata guna lahan kebun mempunyai aliran permukaan yang besar sehingga air hujan yang jatuh langsung menuju sungai.

Gambar 16. Grafik hasil skenario 4 program STELLA.

Upaya untuk menjaga keberlanjutan ketersediaan air tindakan yang dapat dilakukan untuk DAS Cidanau adalah dengan membangun tampungan (reservoir) dan dapat pula dengan terasering (terrace). Pembangunan tampungan dimaksudkan untuk menahan air agar tersimpan dan tidak langsung menjadi aliran permukaan yang akhirnya langsung ke laut. Pembangunan terasering berguna sebagai bangunan pengendali erosi secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek lereng atau memperkecil kemiringan sehingga juga dapat mengurangi aliran permukaan langsung.

Dokumen terkait