• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Konversi Lahan Sawah di Kota Medan

Alasan yang menyebabkan tingginya tingkat konversi lahan antara lain adalah karena investasi di bidang non sawah jauh lebih menjanjikan. Bahkan menurut Syafa’at, dkk 1995, dalam Sumaryanto (2001) di sekitar pusat pembangunan, nilai rent lahan sawah dibandingkan dengan lahan untuk perumahan (real estate) dan industri berturut-turut bisa mencapai 1:622 dan 1:500. Lagi pula budi daya padi sawah memerlukan tenaga kerja, biaya pembelian pupuk dan obat-obatan yang tinggi, namun harga jual berasnya sangat rendah.

Dari hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa alasan utama petani padi sawah mengkonversi lahannya adalah 40 % atau 12 orang dikarenakan nilai land

rent tinggi, dimana pernyataan ini sesuai dengan model Ricardo (Ricardian Rent)

menjelaskan bahwa alokasi lahan akan mengarah pada penggunaan yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang lebih tinggi, yang tergantung pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh kesuburannya serta kelangkaan lahan. Menurut von Thunen nilai land rent bukan hanya ditentukan oleh kesuburannya tetapi merupakan fungsi dari lokasinya.

Dalam penelitian (Iqbal, dkk, 2007) konversi lahan secara langsung terjadi akibat keputusan para pemilik lahan untuk mengkonversikan sawah mereka ke penggunaan lainnya seperti untuk industri, perumahan, sarana dan prasarana. Konversi lahan kategori ini didorong oleh motif ekonomi, dimana penggunaan lahan setelah

dikonversikan memiliki nilai jual atau sewa (land rent) yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan untuk sawah.

Harga jual lahan mahal menyusul dari faktor yang menyebabkan petani padi sawah menjual lahannya, yakni 33,3% atau 10 dari 30 orang. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi konversi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga terkonversi secara progresif. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan (real estate) atau industri di suatu lokasi konversi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan perumahan (real estate) dan industri yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

Dalam Prayudo (2009), pertambahan jumlah penduduk dikawasan pinggiran secara akumulatif ikut menambah luas kawasan kota karena realokasi kawasan. Semakin berkembangnya kawasan perkotaan tersebut diduga sangat erat hubungannya dengan proses konversi lahan sawah karena selain merupakan pasar potensial bagi kawasan industri juga merupakan pasar potensial bagi pembangunan perumahan (real estate) maupun pembangunan sarana prasarana lainnya. Akibatnya, lahan disekitar pinggiran perkotaan tersebut akan terjadi proses realokasi, jika lahannya lahan sawah akan terkonversi secara alamiah.

Selanjutnya disusul kebutuhan lain yang mendesak atau tepatnya desakan ekonomi 13,3% atau 4 orang yang mendorong petani padi sawah mengkonversi lahannya. Pada saat timbul masalah internal (ekonomi) dalam rumah tangga, petani padi sawah cenderung berfikir menjadikan nilai rupiah dari investasi yang ada, namun cenderung mengarah pada konversi lahannya karena hal ini di nilai lebih cepat prosesnya dan menjanjikan. Seperti biaya mendesak untuk biaya anak sekolah, biaya rumah sakit, dan biaya untuk kebutuhan mendesak lainnya. Sedangkan hasil yang diperoleh dari usaha taninya tidak mencukupi untuk melengkapi biaya yang dibutuhkan. Situasi seperti ini mendorong petani untuk mengkonversi lahannya.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Lestari (2005), meyebutkan bahwa proses terjadinya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian salah satu disebabkan oleh faktor internal yaitu petani lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pengguna lahan. Menurut penelitian yang dilakukan Ilham, dkk (2003), menyatakan bahwa tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi menyebabkan banyak petani menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya secara umum meningkatkan konversi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan pada pihak-pihak pemilik modal.

Harga jual produksi rendah merupakan faktor ke empat menyebabkan petani padi sawah mengkonversi lahannya, 6,7 % atau 2 orang. Bila dibandingkan dengan biaya

yang telah dikeluarkan pada saat proses penanaman produksi petani tidak menerima surplus sesuai yang diharapkan. Misalnya untuk memproduksi 1 Ha padi memerlukan tenaga kerja, biaya pembelian pupuk dan obat-obatan yang tinggi, namun harga jual berasnya sangat rendah. Hal ini membuat petani padi sawah berfikir cepat untuk mengkonversi lahannya ke arah yang mempunyai nilai rent yang tinggi.

Selanjutnya tenaga kerja mahal dan harga input produksi mahal memiliki nilai yang sama yaitu 3,3% atau 1 orang yang mengkonversi lahannya karena hal tersebut. Artinya hanya sedikit petani padi sawah yang mengkonversi lahannya hanya karena tenaga kerja mahal dan karena biaya input produksi mahal. Untuk lebih jelasnya faktor-faktor yang menyebabkan petani padi sawah mengkonversi lahanya ditunjukkan pada Gambar 2.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Jumlah (orang) 12 1 0 1 0 4 2 10 Persentase (%) 40 3.3 0 3.3 0 13.3 6.7 33.3 A B C D E F G H

Gmbar 2. Faktor – faktor petani mengkonversi lahan Keterangan Gambar:

A : Land rent tinggi B : Tenaga kerja mahal C : Ikut-ikutan

D : Harga input produksi mahal E : Serangan hama penyakit F : Kebutuhan mendesak G : Harga jual produksi rendah H : Harga jual lahan mahal

Pengaruh Konversi Lahan Sawah terhadap Jumlah Produksi Padi di Kota Medan

Konversi lahan mengakibatkan luas lahan sawah di Kota Medan cenderung mengalami penurunan. Lahan yang paling banyak mengalami konversi adalah jenis lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan kering, dan menjadi lahan non

pertanian, seperti digunakan untuk bangunan, industri, perumahan (real estate), pusat bisnis dan sebagainya. Menurut data BPS, pada tahun 2004 terjadi penurunan jumlah luas lahan sawah di Kota Medan dari 3.312 Ha menjadi 1.849 Ha di tahun 2005. Terlihat bahwa ada penurunan luas panen dalam kurun waktu satu tahun sebesar 1.463 Ha yang mengindikasikan adanya gejala konversi lahan sawah di Kota Medan. Luas lahan sawah yang semakin berkurang di Kota Medan, sudah tentu akan ikut mempengaruhi jumlah produksi padi. Selengkapnya penurunan luas lahan sawah di Kota Medan dalam kurun waktu sepuluh tahun (1999-2008) ditunjukkan pada Gambar 3. 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun L u a s L a h a n ( H a ) Su mber :Medan dalam angka berbagai tahun terbit

Gambar 3. Luas lahan sawah Kota Medan dalam kurun waktu sepuluh tahun (1999- 2008).

Untuk melihat pengaruh konversi lahan dan produksi padi di Kota Medan tahun 1999-2010 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Luas lahan sawah dan produksi padi di Kota Medan tahun 1999-2010 Tahun Luas Lahan (Ha) (x) Produksi (Ton) (y)

1999 2.903 14.515 2000 3.611 18.055 2001 3.539 17.695 2002 5.320 26.600 2003 2.520 12.600 2004 3.312 16.560 2005 1.849 9.245 2006 2.740 13.700 2007 2.740 10.960 2008 2.740 9.316 Sumber: Lampiran 6

Sebagian besar pengurangan produksi padi akibat konversi lahan sawah terjadi di tahun 2003 dengan proporsi sekitar 12.000 ton dari tahun 2002. Posisi kedua terjadi pada tahun 2005, terjadi penurunan produksi padi sebanyak 7.315 Ton dari tahun sebelumnya. Selanjutnya terjadi penurunan produksi sebanyak 2.740 Ton dan 1.644 Ton pada tahun 2007 dan 2008.

Untuk mengetahui pengaruh konversi lahan sawah terhadap jumlah produksi padi di daerah penelitian disini digunakan model regresi linier sederhana melalui program SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Berdasarkan lampiran 6 diperoleh hasil regresi dari tabel 15, yaitu nilai uji pengaruh konversi lahan sawah terhadap jumlah produksi padi di daerah penelitian (Kota Medan) dapat di lihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil perhitungan pengaruh konversi lahan sawah terhadap produksi padi di Kota Medan Variabel Nilai Konstanta - 1.826,281 Koefesien regresi 5,356 R2 0,915 R 0,957 tThitung 9,267 ttabel 2,306 Signifikansi 0,000

Sumber : Data di olah dari lampiran 6

Hasil estimasi koefisien regresi fungsi produksi padi tahun 1999 - 2008 di atas dapat diartikan sebagai berikut ini.

Nilai 5,356 ini berarti bahwa luas sawah tanaman padi berpengaruh positif terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian, yakni jika terjadi peurunan luas sawah sebesar 1 Ha, maka akan mampu meningkatkan jumlah produksi padi sebanyak 5,356 Ton selama setahun. Simpulan tersebut signifikan karena secara statistik didukung dengan hasil uji t statistik dengan tingkat signifikansi pengujian sebesar α = 5%. Dimana thitung > ttabel (9,267 > 2,306) dengan demikian Ho di tolak dan H1 di terima,

hal ini juga di dukung dengan nilai signifikan 0,000 < α = 5%, (0,00 < 00.05), yang berarti ada pengaruh nyata antara luas lahan dan produksi padi di Kota Medan.

R2 adalah sebesar 0,915 ini berarti bahwa 91,5% persen variasi perubahan dari variabel independen (luas sawah) menentukan naik turunnya perubahan variabel dependen (produksi padi) di setiap kecamatan di Kota Medan, dan sisanya 8,5 % ditentukan oleh faktor diluar model.

Nilai r adalah 0,957 ini berarti bahwa ada hubungan positif dan sempurna serta tergolong sangat kuat antara variabel independen (luas lahan sawah) dengan variabel dependen (produksi padi) di daerah penelitian (Kota Medan).

Menurut Mubyarto (2000:76), dalam pertanian di Indonesia faktor produksi lahan mempunyai kedudukan yang paling penting. Lahan merupakan satu faktor produksi seperti halnya modal dan tenaga kerja, dapat pula dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa (sewa bagi hasil) sesuai dengan permintaan dan penawaran tanah. Selanjutnya, Arifin (1999) meneliti tentang faktor faktor yang mempengaruhi produksi padi, antara lain faktor produksi luas lahan. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa variabel tersebut menunjukkan pengaruh positif dan nyata terhadap produksi padi.

Sebagai konsekuensi logis dari pertambahan penduduk dan pembangunan ekonomi, maka terjadi perubahan alokasi sumberdaya, khususnya sumberdaya lahan sulit dihindari. Akibat tidak diperhatikannya skala prioritas alokasi penggunaan sumberdaya lahan, maka terjadi pula konflik alokasi sumberdaya lahan untuk penyediaan sumber pangan dan pembangunan sarana dan prasarana perumahan (real

konversi lahan sawah di Jawa Barat dalam kurun waktu 1987-1991 mencapai 7.407 Ha pertahun, dan di Jawa Tengah dalam kurun waktu 1989-1993 telah terjadi konversi lahan sawah ke non sawah sebesar 8.638 Ha per tahun, dan dinyatakan juga bahwa terjadinya konversi lahan sawah sangat dipengaruhi oleh permintaan terhadap lahan menurut sektor perekonomian, yaitu penggunaan untuk non pertanian dan pertanian. Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian menunjukkan jumlah yang lebih besar dibanding ke penggunaan pertanian lainnya, seperti untuk perumahan (real estate), zona industri, sarana dan prasarana serta penggunaan lainnya.

Kesimpulannya adalah pengurangan lahan sawah (konversi) baik secara nasional maupun menurut propinsi dan kabupaten menunjukkan angka yang bervariasi. Dari hasil penelitian ini, dengan menggunakan metode proyeksi (trend) diperoleh gambaran bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun (2008-2018) di Kota Medan telah terjadi pengurangan lahan sawah seluas 2.320,467 Ha (lampiran 8). Secara umum konversi lahan sawah lebih banyak terjadi pada provinsi atau kebupaten yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang relatif tinggi, serta kabupaten-kabupaten yang merupakan penyangga pusat-pusat pertumbuhan. Provinsi Sumatera Utara khususnya di Kota Medan.

Dengan demikian, pada kenyataannya bahwa penurunan produksi padi tidak bisa dihindarkan. Akibat konversi lahan sawah di Kota Medan selama kurun waktu sepuluh tahun (1999-2008) dari lampiran 5 diperhitungkan telah hilang sebesar 5.199 Ton atau berkurang 35,8%.

Proyeksi Luas Lahan Sawah dan Produksi Padi di Kota Medan Dalam Sepuluh Tahun Kedepan

Konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah akan mengakibatkan luas lahan sawah menjadi semakin sempit di Kota Medan. Keberadaan luas lahan sawah yang semakin sempit ini akan mempengaruhi jumlah produksi padi di Kota Medan. Tabel 18 menunjukkan luas lahan sawah dan produksi dalam sepuluh tahun terakhir di Kota Medan.

Tabel 18. Luas lahan dan produksi padi sawah Kota Medan tahun 1999-2008 No Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton)

1 1999 2903 14.515 2 2000 3611 18.055 3 2001 3539 17.695 4 2002 5320 26.600 5 2003 2520 12.600 6 2004 3312 16.560 7 2005 1849 9.245 8 2006 2740 13.700 9 2007 2740 10.960 10 2008 2740 9.316

Sumber: Data diolah dari lampiran 1 dan lampiran 4

Tabel 18 menunjukkan bahwa dari tahun 1999 – 2008, luas lahan sawah di Kota Medan cenderung mengalami penurunan, demikian pula dengan produksi padi cenderung menurun sejak tahun 1999-2008. Kenaikan luas lahan memang terjadi,

tetapi kenaikan luas lahan tersebut belum mampu mengimbangi penurunan luas lahan yang terkonversi sejak tahun1999-2008, sama halnya peningkatan produksi memang terjadi akan tetapi peningkatan ini belum mampu mengimbangi penurunan produksi padi yang terjadi sejak tahun 1999 – 2008.

Berdasarkan lampiran 2 dan lampiran 5 dapat di lihat bahwa luas lahan sawah berkurang sebesar 163 Ha atau sebesar 5,6% dan produksi padi juga ikut berkurang sebesar 5.199 Ton atau 35,8% sejak tahun 1999 sampai tahun 2008. Dengan demikian dapat dilihat bahwa konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah atau industri lain, selain mengurangi luas lahan sawah juga menyebabkan penurunan produksi padi di Kota Medan.

Luas lahan sawah dan produksi padi Kota Medan sepuluh tahun mendatang yaitu tahun 2018 merupakan suatu hasil proyeksi luas lahan dan produksi padi pada tahun sebelumnya. Luas lahan sawah dan produksi padi tahun 2018 diramalkan dari data luas lahan sawah dan produksi padi selama sembilan tahun yaitu di mulai dari tahu 2000–2008. Tabel 19 menunjukkan luas lahan sawah dan produksi padi Kota Medan di mulai dari tahun 2000 sampai tahun 2008.

Tabel 19. Luas lahan sawah dan produksi padi Kota Medan tahun 1999-2008. No Tahun Notasi Tahun

(x)

Luas Lahan (Ha) (y) Produksi (Ton) (y) 1 2000 - 4 3611 18.055 2 2001 - 3 3539 17.695 3 2002 - 2 5320 26.600 4 2003 -1 2520 12.600 5 2004 0 3312 16.560 6 2005 1 1849 9.245 7 2006 2 2740 13.700

8 2007 3 2740 10.960

9 2008 4 2740 9.316

Sumber: Data di olah dari lampiran 1 dan lampiran 4

Luas lahan sawah dan produksi padi Kota Medan diperoleh dari suatu hasil metode proyeksi yang dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana melalui program SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Proyeksi Luas Lahan Sawah Kota Medan tahun 2018

Berdasarkan lampiran 7 diperoleh persamaan regresi dari tabel 19 yaitu:

y* = 3.152,333 − 195,2x*

Persamaan menunjukkan bahwa setiap bertambah 1 tahun luas sawah di Kota Medan maka akan berkurang sebesar 195,2 Ha. Proyeksi Luas lahan sawah Kota Medan tahun 2018 seperti yang di tunjukkan pada lampiran 7 yakni seluas 419,533 Ha. Ditunjukkan bahwa proyeksi luas lahan sawah cenderung menurun dalam waktu 10 tahun sejak tahun 2008 adalah sebesar 2.320,467 Ha (lampiran 8).

Konversi lahan yang terjadi di Kota Medan sejak tahun 1999 - 2008dengan kecepatan 5,6% (lampiran 2) apabila tidak diatasi oleh pemerintah maka diproyeksikan tahun 2018 luas lahan sawah di kota Medan 419,533 Ha atau berkurang sebanyak 84% (lampiran 8). Apabila tidak ada tindakan pemerintah untuk mengatasi konversi lahan

sawah Kota Medan sejak tahun 2008 - 2018 maka diproyeksikan sebesar −2.320,467 Ha atau 84% luas lahan sawah dikonversi ke industri non sawah seperti perumahan (real estate) dan industri lain. Namun mengingat bahwa Kota Medan adalah daerah perkotaan besar dengan pertumbuhan penduduk yang padat maka secara otomatis akan capat sekali lahan sawah yang ada dikonversi menjadi seperti perumahan (real

estate) dan industri lain hingga mencapai 84% selama 10 tahun sejak tahun 2008 -

2018.

Untuk lebih jelas grafik luas lahan sawah dan hasil proyeksi luas lahan sawah pada tahun 2018 di Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 4.

Proyeksi Luas lahan Sawah Kota Medan tahun 2018

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2018 Tahun L u as L ah an ( H a) Ga mbar 4. Proyeksi Luas Lahan Sawah di Kota Medan (1999-2018)

Dari Gambar 4 ditunjukkan bahwa luas lahan sawah Kota Medan terus mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai tahun 2018.

Kegiatan ini di dukung dalam teori lokasi (Prayudho, 2009) menyebutkan bahwa pertambahan jumlah penduduk dikawasan pinggiran secara akumulatif ikut menambah luas kawasan kota karena realokasi kawasan. Semakin berkembangnya kawasan perkotaan tersebut diduga sangat erat hubungannya dengan proses konversi lahan sawah karena selain merupakan pasar potensial bagi kawasan industri juga merupakan pasar potensial bagi pembangunan perumahan (real estate) maupun pembangunan sarana prasarana lainnya. Selanjutnya, lahan disekitar pinggiran perkotaan akan terjadi proses realokasi, jika lahannya lahan sawah akan terkonversi secara alamiah.

Proyeksi Produksi Padi Kota Medan tahun 2018

Dari hasil lampiran 9 diperoleh persamaan regresi dari tabel 19 yaitu:

y* = 14.970,111 − 1.405,267 x*

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap bertambah 1 tahun produksi padi Kota Medan cenderung berkurang sebesar 1.405,267 Ton. Proyeksi produksi padi Kota Medan tahun 2018 sebagaimana di tunjukkan pada lampiran 10 yaitu sebesar 4.703,627 Ton. Dapat dilihat bahwa proyeksi padi cenderung menurun dalam waktu sepuluh tahun dari tahun 2008 – 2018 sebesar 4.612,373 Ton.

Konversi lahan yang terjadi selama sepuluh tahun dari tahun 2008 – 2018 menyebabkan berkurangnya luas lahan sawah dan menurunnya produksi padi di Kota Medan. Diproyeksikan produksi padi berkurang sebesar 4.612,373 Ton atau

berkurang sebanyak 49,5% (lampiran 10) dari tahun 2008 – 2018 disebabkan oleh konversi lahan. Dengan cepatnya konversi lahan sawah menyebabkan turunnya produksi padi sawah di Kota Medan. Diproyeksikan akibat dari konversi lahan produksi padi akan berkurang sebesar 49,5% dari produksi padi tahun 2008.

Untuk lebih jelas grafik produksi padi dan hasil proyeksi produksi padi pada tahun 2018 di Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 5.

Dokumen terkait