• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Kajoran merupakan daerah strategis yang subur, dan tepat berada di bawah kaki Gunung Sumbing dengan topografi wilayah yang mencakup dataran rendah hingga dataran tinggi. Ketinggian wilayah di Kecamatan Kajoran berkisar antara 451m dpl-475m dpl. Berdasarkan topografi wilayah tersebut, Kecamatan Kajoran memiliki potensi untuk budidaya berbagai jenis tanaman mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, sehingga banyak komoditas sayuran dan buah-buahan yang bisa dikembangkan.

Secara geografis Kecamatan Kajoran terletak di antara 07◦30’14,6 lintang selatan dan 110◦05’50,6” bujur timur, dengan luas wilayah mencapai 8 341 km2. Kecamatan Kajoran sendiri merupakan kecamatan yang memiliki wilayah terluas dibanding kecamatan lainnya, yaitu mencapai 7.68% dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Magelang, dan tercatat memiliki 29 desa yang terbagi menjadi 140 dusun. Beberapa daerah yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kajoran diantaranya adalah, Kecamatan Tempuran yang berbatasan dengan Kecamatan Kajoran di sebelah Timur, kemudian di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo, sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kecamatan Salaman, dan pada wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kaliangkrik.

Tipe iklim di Kecamatan Kajoran termasuk B1 (Oldeman) yang berarti wilayah tersebut mempunyai bulan basah antara tujuh hingga sembilan bulan, dan bisa ditanami padi secara terus-menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik, dan pemanenan yang dilakukan pada bulan kemarau bisa mengasilkan produksi yang tinggi. Adapun curah hujan rata-rata di Kecamatan Kajoran berkisar antara 2 186 mm/tahun dengan rata-rata jumlah hari hujan 103 hari. Kecamatan Kajoran termasuk daerah yang sejuk, dan cenderung dingin dengan suhu antara 16-26◦ C. Kondisi iklim yang dimiliki Kecamatan Kajoran memungkinkan daerah ini untuk mengoptimalkan budidaya baik dari komoditas pertanian, perkebunan, kehutanan hingga peternakan. Tercatat beberapa komoditas unggulan di Kecamatan Kajoran memiliki hasil panen yang memuaskan diantaranya adalah ubi kayu yang mencapai 250 kwintal/ha, padi sebanyak 79 kwintal/ha, jagung dengan rataan 36 kwintal/ha, kentang sebanyak 120 kwintal/hektar, kubis dengan total 170 kwintal/ha dan daun bawang mencapai 210 kwintal/ha.

Jumlah penduduk di Kecamatan Kajoran adalah 52 403 jiwa yang terdiri dari 26 462 laki-laki dan 25 977 perempuan. Sebagian besar warga Kecamatan Kajoran sudah menempuh pendidikan minimal sampai tingkat Sekolah Dasar yaitu sebanyak 19 083 jiwa, sedangkan yang tidak tamat Sekolah Dasar sebanyak 7 635 jiwa. Sisanya sudah menempuh pendidikan sampai tingkat Menengah Pertama sebanyak 8 018 jiwa, tamat SMA sebanyak 3 566 jiwa, melanjutkan ke tingkat Diploma 290 jiwa, tamat sarjana 292 jiwa dan menyelesaikan pendidikan hingga pascasarjana sebanyak tujuh jiwa.

Di Kecamatan Kajoran terdapat beberapa macam kelembagaan tani baik di tingkat Rukun Tetangga, dusun hingga desa. Di tingkat desa telah tumbuh kelompok tani baik berdasarkan hamparan maupun domisili sebanyak 136

kelompok yang tersebar di 29 desa. Kelompok yang terbentuk terdiri dari kelompok pemula sebanyak 102 kelompok, 27 kelompok kategori lanjut, dan empat kelompok kategori Madya. Selanjutnya terbentuk juga Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), setiap desa mempunyai satu Gapoktan, sehingga total Gapoktan di Kecamatan Kajoran adalah 29 Gapoktan di mana sembilan diantaranya sudah memiliki Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Terdapat juga Kelembagaan di luar bidang pertanian, salah satunya di bidang kehutanan yaitu LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) sebanyak 16 kelompok. Kecamatan Kajoran juga mempunyai kelompok yang berdiri berdasarkan kesamaan jenis komoditi, yaitu tembakau dalam wadah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Kelembagaan yang terbentuk di Kecamatan Kajoran bukan hanya ditujukan untuk warga laki-laki saja, tetapi warga perempuan juga membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) yang mulai tumbuh di delapan desa sebanyak 12 KWT, selain itu terdapat juga kelompok yang menjalankan Program Aksi Desa Mandiri Pangan (Proksi Demapan) sebanyak 15 kelompok yang tersebar di tujuh desa (BPPK Kajoran 2014).

Program Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan

Sebelum masuknya program pemanfaatan pekarangan, masyarakat setempat memanfaatkan lahan pekarangan sebagai tempat untuk menanam tanaman hias sebagai penambah keindahan sekitar rumah dan tanaman buah. Khusus untuk tanaman buah mereka sudah menanamnya sejak lama, dengan tujuan sebagai tanaman peneduh yang buahnya bisa sekaligus dikonsumsi seperti mangga, rambutan, pepaya hingga kelengkeng. Sejak berjalannya kegiatan pemanfaatan pekarangan di Kecamatan Kajoran, warga mulai mengganti tanaman hias menjadi tanaman sayuran. Mereka masih bisa mendapatkan manfaat keindahan dari tanaman sayuran, baik dari keindahan warna hijau dari sayur, hingga susunan tanaman yang ditanam dalam bentuk vertikal. Melalui penanaman sayuran di pekarangan, masyarakat mendapatkan banyak manfaat, yaitu pekarangan menjadi indah serta mendapatkan hasil panen sayuran untuk konsumsi rumah tangga, hingga pendapatan tambahan dari penjualan sayuran pekarangan. Keperluan bahan sayuran seperti sawi, kangkung, daun bawang hingga rempah-rempah seperti jahe, lengkuas, kunyit hingga sereh bisa mereka dapatkan di pekarangan. Manfaat yang mereka rasakan adalah kemudahan untuk mendapatkan bahan- bahan makanan dari pekarangan pada saat dibutuhkan sewaktu-waktu tanpa harus pergi ke warung. Sebelum adanya kegiatan pemanfaatan pekarangan mereka memang harus pergi ke pasar ataupun warung untuk mendapatkan bahan sayuran yang mereka butuhkan, jika suatu waktu mereka membutuhkan bahan sayuran maupun rempah-rempah secara mendadak, mereka harus meluangkan waktu untuk ke warung terdekat yang menjual bahan sayuran. Kini berkat adanya kegiatan pemanfaatan pekarangan mereka bisa menenam sayuran yang palingmereka butuhkan, serta mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan bahan sayuran di pekarangan rumah.

Program optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan telah dilaksanakan sejak tahun 2010 di Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. Kegiatan tersebut diawali dari adanya program yang diselenggarakan oleh Badan Ketahanan Pangan yaitu P2KP (Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan). Kelompok yang

pertama kali melaksanakan program tersebut adalah KWT Srikandi di Dusun Krumpakan, dan KWT Melati di Dusun Tuanan, baru kemudian pada tahun 2013 terpilih lagi dua KWT, yaitu KWT Setiti Desa Madugondo dan KWT Wajahra Desa Bangsri. Program P2KP dibentuk untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melakukan optimalisasi lahan pekarangan. Kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan dengan upaya pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan keluarga. Sumber pangan yang dibudidayakan merupakan pangan lokal yang bisa dengan mudah didapatkan di sekitar rumah warga, seperti umbi-umbian, sayuran dan buah lokal sebagai tambahan untuk ketersediaan karbohidrat, vitamin, mineral dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi/kawasan perumahan yang saling berdekatan. Hal tersebut dilakukan untuk membentuk kawasan yang kaya akan sumber pangan hasil produksi sendiri sehingga tercipta kesinambungan dalam melaksanakan optimalisasi pekarangan.

Kelompok Wanita Tani (KWT) diarahkan untuk bisa mendiseminasikan ilmu yang mereka peroleh dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan di lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut maka pada tahun 2011 KWT Melati di Dusun Tuanan melakukan diseminasi kegiatan optimalisasi lahan pekarangan yang difasilitasi oleh penyuluh pendamping ke KWT Melati di Dusun Salakan, yang kemudian lebih di kenal dengan KWT Melati II. Kelompok bentukan diseminasi tersebut ternyata berkembang lebih pesat dibandingkan dengan KWT pokok yang menerima program P2KP. Hal tersebut dikarenakan kegiatan optimalisasi pekarangan di KWT Melati I tidak terpusat dalam satu kawasan, jarak antara rumah warga dengan warga yang lain cukup jauh sehingga sulit untuk saling mengontrol satu sama lain, selain itu faktor keterbatasan ketersediaan air juga turut menyumbang lesunya optimalisasi lahan pekarangan di KWT Melati I.

Keberhasilan KWT Melati II dalam melakukan optimalisasi pemanfaatan pekarangan turut memicu KWT di daerah lain tergerak untuk melakukan kegiatan serupa. Pada tahun yang sama mulai muncul KWT yang dulunya berasal dari kelompok Dasawarsa berusaha secara swadaya melakukan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan. Berdasarkan kesepakatan bersama dengan anggota kelompok, beberapa desa memilih untuk menggabungkan kelompok Dasawisma dengan KWT swadaya. Adapun kegiatan seperti pertemuan PKK, arisan, jimpitan, simpan pinjam dan tabungan lebaran tetap dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari pembentukan kepengurusan ganda, dan mengefisiensikan waktu pertemuan. Adapun beberapa kelompok lainnya tetap mempertahankan kelompok Dasawisma dengan membentuk kepengurusan baru pada KWT program optimalisasi pemanfaatan pekarangan. Pembentukan KWT tersebut tidak semata- mata hasil bentukan warga sendiri, tapi difasilitasi oleh penyuluh pendamping. Penyuluh memfasilitasi proses pembentukan KWT, membuat rancangan perencanaan kegiatan hingga membantu membelikan bibit untuk modal awal kegiatan dan mendampingi di setiap kegiatan KWT. Beberapa KWT yang melaksanakan kegiatan optimalisasi dengan dana Swadaya adalah KWT Nastiti Desa Lesanpuro, KWT Kenanga Desa Wonogiri, KWT Ngudimakmur Desa Pucungroto dan KWT Majumakmur Desa Bumiayu.

Maraknya pelaksanaan kegiatan pemanfaatan pekarangan juga memicu program lainnya seperti Prima Tani dan KRPL mengalirkan pelaksanaan programnya di Kecamatan Kajoran. Program Prima Tani diarahkan pada KWT Sembodro, di Desa Madukoro I. Sementara itu program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dilaksanakan di KWT Bukitmadu, Desa Madukoro II. Semua KWT baik yang mendapatkan program dari pemerintah maupun swadaya, dalam kurun waktu empat tahun terakhir telah melaksanakan kegiatan optimalisasi lahan pekarangan dengan didampingi oleh satu penyuluh di tiap KWT.

Aktivitas Kelompok Wanita Tani

Program optimalisasi lahan pekarangan yang dilaksanakan oleh dua belas KWT di Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang, mempunyai tujuan yang sama yaitu membantu meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan keluarga dengan cara memaksimalkan budidaya komoditas lokal di lingkungan perumahan warga. Seluruh kelompok baik yang berasal dari program pemerintah maupun swadaya mendapatkan bimbingan dan difasilitasi kegiatannya oleh penyuluh pendamping dari Balai Penyuluh Pertanian dan Kehutanan (BPPK) Kecamatan Kajoran. KWT yang mendapatkan bantuan dari pemerintah seperti P2KP, KRPL dan Prima Tani mendapatkan bantuan dana yang lumayan besar, sedangkan KWT swadaya hanya mendapatkan bantuan senilai dua juta rupiah dari penyuluh pendamping. Sementara dana operasional lainnya diperoleh dari iuran kas rutin anggota dan dana simpan pinjam yang dikelola KWT.

Berikut adalah dua bentuk pengelolaan dana dari kelompok swadaya dan kelompok pemerintah:

(1) Pengelolaan dana swadaya

Dana swadaya merupakan dan yang diperoleh dari iuran anggota kelompok, dan beberapa tambahan dana yang diperoleh dari BPPK ataupun desa untuk dikelola oleh KWT. Dana tersebut dikelola dan dikembangkan dengan sistem simpan pinjam dan pengelolaan dana lainnya diantaranya adalah dana jimpitan anggota, dana lumbung desa, dana sosial, dana tabungan hari raya, dana sewa tanah/lahan usaha, dana unit produksi jamur tiram dan dana unit pemasaran hasil olahan. Masing-masing KWT mempunyai kebijakan yang berbeda dalam mengelola dana swadayanya, tetapi pada intinya dana swadaya diusahakan untuk bisa terus berputar, sehingga bisa terus digunakan untuk kegiatan selanjutnya.

(2) Pengelolaan sumber dana lain

Kelompok Wanita Tani yang mempunyai sumber dana lain merupakan KWT yang telah mendapatkan bantuan dari program pemerintah diantaranya adalah P2KP, KRPL dan Prima Tani. Beberapa KWT yang berprestasi seperti di KWT Melati II mendapatkan tambahan sumber dana dari prestasi yang diraihnya, diantaranya adalah dana pembinaan Gubernur Jawa Tengah, dana penghargaan Adikarya Pangan Nusantara (APN) 2013, dana kegiatan PNPM, dan dana yang diperoleh dari kas kompensasi sebagai lokasi kunjungan dan studi banding.

Perbedaan pengelolaan dana tersebut bukan menjadi kendala yang berarti bagi KWT. Mereka tetap mendapatkan pendampingan dan fasilitasi dari penyuluh di BPPK Kajoran. Penyuluh pendamping memberikan porsi materi dan pelatihan

yang sama dengan seluruh KWT. Mereka diberikan materi dan pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah pada tiap-tiap KWT. Begitu pula dengan proses perencanaan dan sosialisasi, pendekatan dan kegiatan yang dilakukan dilaksanakan dengan porsi yang sama dengan keduabelas KWT. Beberapa kegiatan yang berlangsung di KWT pelaksana optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah sebagai berikut:

(1) Perencanaan kegiatan

Tahapan ini merupakan fase yang sangat penting, dimana pertama kali anggota KWT dilibatkan untuk menyampaikan aspirasinya baik itu mengenai kebutuhan bibit, polybag, pemilihan lahan untuk kebun bibit maupun laboratorium lapang, pemilihan kebun sekolah, dan perencanaan pengembangan kegiatan optimalisasi lahan pekarangan. Penyusunan perencanaan kegiatan dilaksanakan dengan jalan musyawarah, yang turut melibatkan tokoh masyarakat, serta penyuluh pendamping. Beberapa KWT pada musyawarah perencanaan kegiatan juga mengagendakan pembuatan rencana kegiatan kerja selama satu tahun ke depan. Melalui pembuatan rencana kegiatan kerja tersebut, masing-masing anggota secara tidak langsung belajar untuk bertanggungjawab dengan aktivitas yang telah disepakati bersama, serta membantu kelompok tetap fokus dengan kegiatan optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan. Salah satu bentuk perencanaan program kerja KWT yang disusun oleh KWT Melati II disajikan pada Lampiran 3.

(2) Pertemuan Rutin

Demi menjalin kebersamaan, dan memupuk rasa saling memiliki antar anggota KWT, maka di setiap KWT telah disepakati untuk menggelar pertemuan rutin. Waktu dan intensitas pertemuan menjadi hak KWT untuk menentukan sendiri, sehingga antar KWT memiliki waktu pertemuan rutin yang berbeda. Jadwal yang sering digunakan KWT biasanya adalah selapan yang merupakan istilah untuk menyebutkan waktu perminggu di kalender Jawa. Kebanyakan KWT menggelar pertemuan 1 atau 2 kali tiap selapan, bahkan diantaranya ada yang menggelar pertemuan hingga 1 kali setiap minggunya. Setiap pertemuan rutin, juga diagendakan untuk membayar iuran rutin dan melaporkan pembukuan keuangan kelompok. Pertemuan rutin tidak hanya didatangi oleh anggota dan pengurus KWT saja, tetapi juga dihadiri oleh penyuluh pendamping. Penyuluh pendamping yang datang biasanya memberikan informasi terbaru terkait pengelolaan pekarangan serta mendampingi jalannya diskusi mengenai permasalahan yang terjadi pada tanaman pekarangan anggota KWT.

(3) Pelaksanaan Piket

Setiap KWT yang melaksanakan program optimalisasi lahan pekarangan dianjurkan untuk memiliki laboratorium lapang ataupun kebun bibit. Tercatat sebanyak 12 KWT yang ada di Kecamatan Kajoran sudah mempunyai laboratorium lapang, tapi tidak semua KWT memiliki kebun bibit. KWT yang memiliki kebun bibit hanyalah yang mendapatkan program bantuan dari pemerintah (P2KP dan KRPL). Jadwal pelaksanaan piket berbeda-beda disesuaikan dengan kebijakan masing-masing KWT. Salah satu bentuk kebijakan yang dibuat oleh KWT adalah adanya denda untuk anggota yang tidak datang sesuai dengan jadwal piket yang sudah disepakati, jumlah anggota per kelompok piket, hingga kegiatan wajib yang harus dilakukan

pada saat piket. Anggota yang mendapatkan giliran piket bertugas untuk menyirami tanaman, membersihkan laboratorium maupun kebun bibit dan memeriksa kesuburan tanaman, sebagaimana tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2. Kegiatan piket di laboratorium lapang di KWT Melati II dan KWT Setiti.

(4) Kegiatan Produksi Sayuran dan Jamur

Seluruh anggota KWT di Kecamatan Kajoran telah memanfaatkan lahan pekarangannya sebagai tempat untuk membudidayakan sayuran, walaupun lahan yang dimiliki tiap anggota berbeda luasnya. Anggota yang memiliki lahan sempit bukan berarti tidak bisa memanfaatkan lahan pekarangannya, justru berbagai cara ditempuh untuk memaksimalkan fungsi dari lahan sempit tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan rak bersusun, sehingga bisa memuat berbagai macam sayuran dalam polybag, seperti yang terlihat di Gambar 3.

Gambar 3. Kegiatan produksi sayuran dan jamur tiram di KWT Bukit Madu dan Melati II.

Kegiatan lainnya yang dilakukan oleh KWT adalah dengan memproduksi Jamur tiram. Terdapat 2 KWT di Kecamatan Kajoran yang telah melakukan produksi jamur tiram yaitu KWT Melati II dan KWT Bukitmadu. Unit produksi jamur tiram dikelola bersama-sama oleh seluruh anggota. Setiap musim panen jamur tiba, jamur bisa dipanen hingga seminggu sekali. Hasil panen dijual ke pasar, ataupun tukang sayur yang datang ke daerah KWT. Keuntungan dari hasil panen jamur kemudian dimasukkan sebagai dana kas KWT.

(5) Kegiatan pelatihan pertanian dan pengolahan hasil pekarangan.

Pelatihan menjadi agenda yang selalu ditunggu-tunggu oleh anggota KWT. Penyuluh sengaja mendatangkan petugas ahli yang sesuai dengan tema pelatihan. Pelatihan yang biasa digelar di KWT Kecamatan Kajoran berupa

pelatihan kegiatan pertanian hingga pengolahan pangan hasil pekarangan. Kegiatan pelatihan dalam bidang pertanian berupa pelatihan pembuatan pupuk, pelatihan pembuatan log jamur tiram, hingga pelatihan tanaman hidroponik. Sementara untuk pelatihan pengolahan bahan pangan biasanya mengambil bahan lokal yang banyak tersedia di lingkungan KWT, sehingga pelatihan yang diberikan di tiap KWT kadang berbeda-beda. Pelatihan pengolahan pangan merupakan salah satu kegiatan yang menjadi favorit para Ibu-ibu anggota KWT. Bahan-bahan pangan yang diolah merupakan bahan pangan lokal yang selama ini hanya diolah secara tradisional, seperti digoreng maupun direbus. Bahan pangan lokal tersebut diolah menjadi menu makanan yang menarik seperti ubi yang diolah menjadi brownies, es krim hingga stick, umbi ganyong yang diolah menjadi bahan baku eggroll, hingga pelatihan membuat umbi-umbian menjadi tepung. Kegiatan pelatihan tersebut terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kegiatan pelatihan di KWT Melati II.

Karakteristik Kelompok Wanita Tani

Karakteristik merupakan ciri khas yang melekat pada sesuatu (benda, orang ataupun makhluk hidup lainnya) yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan pengertian tersebut maka karakteristik kelompok dalam penelitian ini merupakan ciri khas yang melekat dalam kelompok wanita tani pelaksana kegiatan pemanfaatan pekarangan di Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.

Karakteristik kelompok dapat menjadi pembeda dan ciri yang khas antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Menganalisis karakteristik kelompok dalam program pembangunan penting untuk dilakukan karena program pembangunan dilaksanakan pada beranekaragam kelompok masyarakat. Kelompok satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan latarbelakang sosial, ekonomi hingga lingkungannya. Sama halnya dengan karakteristik KWT di Kecamatan Kajoran, selalu ada hal yang membedakan antara KWT satu dengan KWT yang lainnya, meskipun melaksanakan program yang sama dan dalam satu binaan yang sama yaitu di bawah bianaan penyuluh pendamping BPPK Kecamatan Kajoran. KWT di Kecamatan Kajoran berasal dari beragam jenis program baik dari pemerintah maupun swadaya. Program pemerintahan yang membawahi kegiatan pemanfaatan pekarangan di Kecamatan Kajoran terbagi dalam tiga jenis yaitu P2KP, KRPL dan Prima Tani. Beberapa hal

yang membedakan dan membentuk karakteristik pada tiap KWT diantaranya adalah umur kelompok, pengalaman kelompok dan luas lahan pekarangan. Jumlah dan presentase karakteristik KWT di Kecamatan Kajoran bisa dilihat di Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan persentase karakteristik kelompok wanita tani di Kecamatan

Kajoran tahun 2014.

Karakteristik kelompok Jumlah (kelompok) Persentase (%)

Umur kelompok (tahun)

Baru (< 2 tahun) 4 33.33 Sedang (2-3 tahun) 3 25.00 Lama (> 3 tahun) 5 41.67 Jumlah 12 100 Pengalaman kelompok Rendah 7 16.67 Sedang 3 25.00 Tinggi 2 58.33 Jumlah 12 100 Luas lahan Sempit (< 27.88m2) 1 8.33 Sedang (27.88m2 - 43.04m2) 9 75.00 Luas (> 43.04m2) 2 16.67 Jumlah 12 100 Umur Kelompok

Umur kelompok dalam penelitian ini merupakan lamanya kelompok wanita tani berdiri, dihitung dengan menggunakan satuan tahun sejak tahun pertama KWT berdiri sampai saat penelitian ini dilakukan. Umur KWT dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga kategori yaitu kelompok yang baru (< 2 tahun), kelompok berumur sedang (2-3 tahun) hingga kelompok yang telah lama berdiri (> 3 tahun). Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 2, bisa dilihat bahwa sebagian besar KWT telah berumur lebih dari dua tahun. Adapun umur kelompok paling lama berusia empat tahun, dan sebanyak lima KWT berada pada kategori tersebut. Kelompok yang masuk dalam kategori lama telah berdiri sejak tahun 2010. Kelompok tersebut berdiri dalam tahun yang sama sejak program optimalisasi pemanfaatan pekarangan pertama kali diimplementasikan di Kecamatan Kajoran. Sementara kelompok yang masuk dalam kategori baru, telah berdiri antara tahun 2013 hingga 2014.

Pengalaman Kelompok

Pengalaman kelompok dalam penelitian ini terdiri dari intensitas kelompok menggelar pertemuan rutin, intensitas kelompok dalam mengikuti studi banding ke KWT lain maupun dikunjungi KWT lainnya, hingga pengalaman KWT dalam mengikuti dan menjuarai perlombaan. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang telah tercantum di Tabel 2, bisa dilihat bahwa mayoritas kelompok yaitu sebanyak tujuh kelompok berada pada kategori berpengalaman rendah. Beberapa hal yang menyebabkan tingkat pengalaman kelompok rendah adalah intensitas pertemuan rutin yang digelar KWT hanya berlangsung sekali hingga dua kali dalam sebulan. KWT biasanya mengadakan pertemuan setiap selapan sekali, ataupun setiap tanggal tertentu yang telah disepakati bersama. Hanya ada dua KWT yang menggelar pertemuan rutin hingga empat kali pertemuan setiap

bulannya. Pertemuan rutin biasanya beragendakan diskusi masalah pekarangan, penyuluhan mengenai pekarangan yang dilakukan oleh penyuluh pendamping, arisan, iuran kas, lumbung desa, hingga tabungan simpan pinjam. Setiap pertemuan yang dijadwalkan telah disepakati bersama dengan penyuluh, sehingga penyuluh selalu mengusahakan untuk datang ke dalam pertemuan KWT. Kedatangan penyuluh dalam pertemuan diisi dengan sharing informasi dan masalah yang dihadapi KWT, pemberian informasi mengenai inovasi baru dalam budidaya tanaman pekarangan hingga perencanaan kegiatan pelatihan bagi KWT. Melalui pertemuan rutin itulah interaksi anatara anggota terjadi, mereka saling berbagi pengalaman mengenai perkembangan tanaman pekarangan di rumah masing-masing, mendiskusikan masalah kebun bibit dan laboratorium lapang hingga mengevaluasi kinerja KWT dalam sebulan terakhir. Oleh karena itu intensitas KWT dalam mengadakan pertemuan ini menjadi salah satu indikator tinggi rendahnya pengalaman dari KWT itu sendiri. Sejalan dengan hasil penelitian Hanson (2014) bahwa adanya kelompok yang dibentuk untuk menghimpun wanita rumah tangga dalam melakukan kegiatan berkebun membuat

Dokumen terkait