Benih kubis yang digunakan mempunyai viabilitas awal yang tinggi dengan daya berkecambah (DB) berkisar 86.6798.67% (Tabel 1). Daya berkecambah minimal untuk benih kubis layak edar adalah 75% (DJPTP 1991), sehingga benih masih layak untuk digunakan. Nilai vigor yang ditunjukkan berdasarkan kecepatan tumbuh (KCT) dan indeks vigor (IV) memperlihatkan adanya variasi vigor yang cukup lebar terutama IV dengan kisaran 3077.33% (Tabel 1). Perbedaan vigor awal dapat menyebabkan perbedaan vigor daya simpan benih pada kondisi penyimpanan yang sama.
Tabel 1 Kondisi awal benih kubis sebelum dimulai penelitian
Lot benih Tolok ukur
a
DB (%) Kct % etmal-1 IV (%) KA (%)
G1 98.67a 20.05b 58.00c 6.11b
MG 96.00ab 20.09a 73.67a 5.52c
GC 94.67bc 21.66a 77.33a 5.08d GT 91.33c 16.03d 30.00d 6.57a B3 86.67d 20.62ab 64.67b 3.71e KC 86.67d 18.66c 64.00b 5.43c Uji F ** ** ** ** KK 2.11 3.67 4.41 1.77 a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%; ** = berpengaruh sangat nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa lot benih dengan viabilitas awal (DB 0 bulan) yang sama tidak selalu memiliki vigor awal yang sama. Hal ini terlihat antara lot G1 dan MG, lot GC dan GT, serta antara lot B3 dan KC. Beberapa lot benih yang memiliki nilai DB hampir sama dapat berbeda tingkat vigornya, yang ditunjukkan dengan perbedaan field emergence, daya berkecambah setelah disimpan, dan daya berkecambah setelah mengalami transportasi (Dina et al. 2006). Lot MG menunjukkan nilai DB, KCT, dan IV nyata lebih tinggi dibandingkan lot lainnya yakni sebesar 96%, 20.09% etmal-1,dan 73.67%. Lot GT menunjukkan vigor benih nyata lebih rendah dibanding lot lainnya dengan nilai KCT sebesar 16.03% etmal-1 dan IV sebesar 30%.
Suhu dan kelembaban (RH) ruang simpan selama penyimpanan berkisar 23.329.9 C dan 6185% (Lampiran 3). Pada kondisi ini tidak ditemukan hama gudang maupun cendawan yang berkembang. Selisih RH yang cukup lebar diduga menyebabkan kadar air benih berfluktuasi (Tabel 2). Kadar air benih selama penyimpanan dipengaruhi oleh kelembapan relatif ruang simpan. Kadar air akan meningkat atau menurun seiring dengan meningkat atau menurunnya kelembapan relatif (Copeland dan Mcdonald 2001). Kadar air benih selama penyimpanan berkisar 5.137.08%, sehingga masih aman untuk penyimpanan benih berlemak.
Tabel 2 Persentase kadar air benih kubis setelah penyimpanan
Lot Benih Periode simpan (bulan)
0 1 2 3 4 5 6 G1 6.11 6.15 6.51 6.57 6.80 5.96 6.62 MG 5.52 6.08 6.18 5.78 6.12 6.24 5.89 GC 5.08 6.11 6.30 6.05 6.23 5.49 6.28 GT 6.57 7.07 7.05 7.08 7.05 6.85 6.87 B3 3.71 5.16 5.13 5.13 5.46 5.97 5.55 KC 5.43 5.38 5.99 6.27 7.06 6.31 6.64
Deteriorasi Benih selama Penyimpanan
Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa periode simpan dan lot benih yang tersarang dalam periode simpan berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), dan indeks vigor (IV) benih kubis (Tabel 3). Pengaruh perlakuan pada tolok ukur DB, KCT, dan IV disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 yang memperlihatkan kemunduran benih kubis setelah periode penyimpanan. Kemunduran benih diartikan sebagai turunnya viabilitas yang mengakibatkan rendahnya vigor benih. Pada benih-benih yang mundur, terjadi penurunan daya berkecambah dan kemampuan untuk tumbuh pada kondisi suboptimum (Widajati et al. 2013).
Tabel 3 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh periode simpan dan lot benih terhadap peubah mutu fisiologis benih kubis
Tolok Ukur Periode
simpana Lot benih (periode simpan) a
KK (%)a
Kadar air (%) ** ** 2.93
Daya berkecambah (%) ** ** 4.15
Kecepatan tumbuh ( etma - ** ** 4.31
Indeks vigor (%) ** ** 5.74
a = berpengaruh sangat nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%; KK = koefisien keragaman. Tabel 4 memperlihatkan bahwa awal penurunan DB berbeda antar lot benih yang digunakan. Daya berkecambah pada MG, GT dan B3 mulai menurun sejak bulan pertama penyimpanan. Daya berkecambah pada lot G1 dan GC mulai menurun pada bulan ke 2, sedangkan KC mulai menurun pada bulan ke 4. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa awal kemunduran dapat terjadi beberapa bulan atau tahun, tergantung pada kondisi penyimpanan, macam benih, dan kondisi penyimpanan sebelumnya. Lot MG, GT, dan B3 diduga telah dipanen lebih awal atau mengalami penyimpanan lebih lama sebelum dilakukan penelitian (tanggal produksi benih tidak tercantum).
Tabel 4 Pengaruh periode simpan dan lot benih terhadap daya berkecambah benih kubis (%) setelah penyimpanan
Lot benih
Periode simpan (bulan)a
0 1 2 3 4 5 6
G1 98.67Aa 98.00Aa 75.33Bc 64.00Cc 44.67Ed 46.00Ee 54.00Dc MG 96.00Aab 90.67Bc 88.67BCa 82.67Da 84.67CDa 85.33CDa 73.33Ea GC 94.67Abc 94.67Ab 88.00Ba 85.33Ba 65.33Cc 66.00Cc 69.33Cab GT 91.33Ac 74.67Bf 66.67Cd 64.67Cc 37.33De 41.33Df 29.33Ed B3 86.67Ad 80.67Be 80.00Bb 74.67Cb 72.00Cb 75.33Cb 72.67Ca KC 86.67Ad 87.33Ad 80.00Ab 80.00Aab 71.33Bb 58.00Cd 63.33Cb a
Angka yang diikuti huruf besar yang sama pada baris yang sama atau huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Penyimpanan benih selama 6 bulan menunjukkan penurunan DB pada semua lot benih. Daya berkecambah lebih dari 75% mampu dipertahankan oleh lot MG dan B3 pada bulan ke 5. Lot GT yang diduga memiliki vigor rendah hanya mampu mempertahankan DB 74.67% pada bulan pertama penyimpanan. Periode penyimpanan yang semakin lama menunjukkan penurunan DB yang semakin tinggi (Tabel 4). Pola penurunan daya berkecambah benih kubis selama periode penyimpanan terlampir pada Lampiran 4.
Lot G1 dan MG memiliki viabilitas potensial awal (DB 0 bulan) yang nyata tidak berbeda namun mengalami penurunan viabilitas dan vigor yang nyata berbeda (Tabel 4 dan Tabel 5). Hal ini diduga karena kedua lot tersebut memiliki vigor awal yang berbeda (Tabel 5). Vigor benih dapat ditunjukkan dengan nilai indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh benih (KCT). Lot MG dengan IV 73.67% memiliki nilai viabilitas dan vigor lebih baik selama penyimpanan dibandingkan dengan G1 dengan IV 58%. Lot GC dan GT dengan viabilitas potensial awal yang nyata tidak berbeda tetapi vigor awal (IV dan KCT 0 bulan) yang nyata berbeda menunjukkan penurunan vigor yang berbeda selama periode penyimpanan.
Vigor awal yang berbeda menunjukkan perbedaan kemampuan untuk mempertahankan viabilitas pada kondisi simpan yang sama. Benih dengan vigor awal tinggi memiliki viabilitas dan vigor yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang memiliki vigor awal rendah. Hasil penelitian Budiman (2012) pada benih cabai menunjukkan lot Bendera dengan indeks vigor awal 19% mampu mempertahankan viabilitas lebih tinggi dibandingkan dengan lot Celena dengan indeks vigor awal 8%.
Benih yang bervigor tinggi akan tetap memiliki performa yang baik dan mengalami deteriorasi yang lebih lambat dibandingkan dengan benih bervigor rendah (Dina et al. 2006). Benih yang vigor menunjukkan nilai KCT dan IV yang tinggi (Sadjad 1999). Indeks vigor atau kecepatan tumbuh merupakan indikasi waktu yang diperlukan benih untuk tumbuh serempak selama proses perkecambahan. Jika waktu yang dibutuhkan semakin cepat, kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa semakin baik sehingga dapat diduga potensi hasil yang akan diperoleh lebih tinggi (Andhi et al. 2012).
Tabel 5 memperlihatkan penurunan KCT dan IV benih kubis setelah penyimpanan. Tolok ukur KCT mulai menurun pada bulan pertama, kecuali pada
KC yang mulai menurun pada bulan kedua. Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh yang diperhitungkan sebagai akumulasi kecepatan tumbuh setiap hari dalam tolok ukur persentase per hari. Kecepatan tumbuh yang tinggi mengindikasikan benih memiliki vigor yang tinggi karena mampu berkecambah cepat pada waktu yang relatif singkat (Sadjad 1999). Tabel 5 Pengaruh periode simpan dan lot benih terhadap kecepatan tumbuh dan
indeks vigor benih kubis setelah penyimpanan Lot
benih
Periode simpan (bulan)a
0 1 2 3 4 5 6
Kecepatan tumbuh etma -
G1 20.05Ab 16.93Bc 15.59Cc 8.89Dd 5.53Fc 5.92Fd 7.05Ec MG 20.09Ab 16.13Be 16.66Bb 12.38Cbc 10.85Da 9.93Eb 10.15DEb GC 21.66Aa 18.78Ba 17.68Ca 12.96Dab 8.63Fb 9.45Fbc 11.23Eb GT 16.03Ad 13.27Bf 12.07Cd 8.52Dd 4.18Ed 4.91Ed 4.79Ed B3 20.62Aab 16.54Bd 16.83Bab 13.99Ca 10.29Ea 12.54Da 12.67Da KC 18.66Ac 18.14Ab 15.95Bbc 11.37Cc 10.72Ca 8.90Dc 10.10CDb
Indeks vigor (%)
G1 58.00Ac 54.00Ba 54.67Bb 14.67Cd 5.33Dc 0.00Ee 3.33Dd MG 73.67Aa 35.00Cb 38.67Bd 25.33Dc 2.67Fd 5.33EFd 7.33Ec GC 77.33Aa 56.00Ba 47.33Cc 31.33Db 3.33Fd 12.67Ec 12.33Eb GT 30.00Ad 29.33Ac 27.33Be 10.00Ce 0.00Ee 0.00Ee 4.00Dd B3 64.67Ab 54.67Ca 58.00Ba 44.00Da 43.00Da 29.33Ea 15.00Fa KC 64.00Ab 56.00Ba 56.00Bab 16.00Dd 23.33Cb 25.33Cb 6.67Ec
a
Angka yang diikuti huruf besar yang sama pada baris yang sama atau huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Lot G1, MG, dan B3 memiliki KCT awal yang nyata tidak berbeda, namun menunjukkan penurunan KCT yang berbeda selama penyimpanan. Lot B3 mampu mempertahankan KCT lebih tinggi yaitu 12.67% etmal-1 dibanding lot benih lainnya. Lot GT dengan KCT awal 16.03% etmal-1 hanya mampu mempertahankan KCT sebesar 12.07% etmal-1 pada bulan kedua, selanjutnya mengalami penurunan hingga 4.79% etmal-1 pada akhir pengamatan. Pola penurunan KCT benih kubis selama penyimpanan terlampir pada Lampiran 5.
Indeks vigor merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dalam pengujian viabilitas. Semakin rendah nilai perkecambahan pada hitungan pertama mengindikasikan semakin rendah vigor benih (Copeland dan McDonald 2001). Indeks vigor pada periode simpan 3 bulan menunjukkan variasi IV yang cukup lebar, yaitu berkisar 1044%. Hal ini menunjukkan perbedaan vigor yang nyata pada lot benih yang digunakan. Nilai IV terendah setelah penyimpanan 6 bulan ditunjukkan oleh lot G1 dan GT sebesar 3.33% dan 4.00%. Lot GC dan B3 mampu mempertahankan IV di atas 10%, sedangkan MG dan KC berkisar 67.33% setelah disimpan selama 6 bulan
(Tabel 5). Pola penurunan IV benih kubis selama penyimpanan terlampir pada Lampiran 6.
Lot MG dan GC meskipun memiliki vigor awal yang nyata tidak berbeda namun menunjukkan respon penurunan viabilitas dan vigor yang berbeda setelah disimpan. Hal yang sama terjadi pada B3 dan KC. Proses penurunan vigor benih bersamaan dengan penurunan viabilitas tetapi pada tingkatan lebih rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dari spesies atau kultivar (Justice dan Bass 2002). Daya simpan benih yang disimpan dalam kondisi yang konstan bervariasi antar benih, antar lot, bahkan dalam lot yang sama (Humpreys 1979, Desai et al. 1997).
Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa faktor internal yang memengaruhi lamanya hidup benih meliputi sifat genetik dan fisiologi benih (perbedaan lot) (Tabel 1). Menurut Justice dan Bass (2002) lamanya umur simpan benih dipengaruhi oleh vigor benih (Tabel 1), kadar air, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh struktur dan komposisi kimia benih, kemasakan benih, ukuran benih, dan kerusakan mekanis selama pengolahan.
Kemunduran benih kubis yang cepat diduga akibat suhu ruang penyimpanan dan kandungan lemaknya yang tinggi. Benih dengan kandungan lemak yang tinggi cenderung cepat mengalami kemunduran dan tidak mampu disimpan lama. Hasil penelitian Halimursyadah dan Murniati (2008) pada benih kapas dengan kandungan lemak 32.5% terjadi penurunan daya berkecambah dari 91.73% menjadi 64.66% setelah disimpan selama 12 minggu pada suhu 2829 C.
Devigorasi Benih Akibat Pengusangan Cepat dengan Etanol
Kemunduran benih secara alami (deteriorasi) dapat digambarkan dengan kemunduran benih dipercepat (devigorasi) menggunakan pengusangan cepat kimia dengan etanol (Sadjad 1999). Etanol adalah senyawa organik yang bersifat nonpolar yang dapat mendenaturasi protein (Anggraeni dan Suwarno 2013). Mekanisme denaturasi oleh etanol dapat disebabkan oleh patahnya ikatan hidrogen pada molekul protein atau terikatnya hidrogen dari selaput air yang ada pada protein oleh etanol (Murniati et al. 1986). Pian (1981) menyatakan bahwa denaturasi protein membran menyebabkan rusaknya membran sehingga aktivitas seluler akan berkurang, bahkan terhenti sama sekali.
Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh waktu perendaman larutan etanol 20% dan lot benih yang tersarang dalam waktu perendaman terhadap tolok ukur daya berkecambah akibat pengusangan etan kecepatan tumbuh akibat pengusangan etan dan indeks vigor akibat pengusangan etan benih kubis disajikan pada Tabel 6. Benih yang direndam etanol 20% selama 30 sampai 120 menit menunjukkan penurunan yang nyata terhadap etan etan dan
etan Respon masing-masing lot benih terhadap perendaman etanol 20%
Tabel 6 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh waktu perendaman dan lot benih terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor benih kubis akibat pengusangan
Tolok ukur Waktu
perendamana
Lot benih (waktu
perendaman)a KK (%) a
Daya berkecambah (%) ** ** 4.90
Kecepatan tumbuh etma - ** ** 5.65
Indeks vigor (%) ** ** 6.48
a = berpengaruh sangat nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%; KK = Koefisien keragaman. Tabel 7 Pengaruh waktu perendaman terhadap tolok ukur viabilitas dan vigor
akibat pengusangan
Lot benih Waktu perendaman (menit)
a 30 60 90 120 Daya berkecambah (%) G1 87.33bc 78.00b 62.00a 30.00a MG 96.00a 85.33a 43.33b 0.00d GC 92.00ab 70.67c 29.33b 22.67b GT 79.33c 35.33e 23.22c 0.00d B3 80.00c 48.00d 26.00c 3.33c KC 82.00c 43.33d 25.33c 0.00d
Kecepatan tumbuh etma -
G1 17.99b 15.79ab 12.53a 5.00a
MG 20.65a 16.16a 7.98b 0.00d GC 18.48b 14.46b 4.61cd 3.80b GT 13.36c 6.31d 3.83d 0.00d B3 19.24ab 9.75c 7.67b 0.46c KC 17.57b 9.41c 4.85c 0.00d Indeks vigor (%)
G1 50.00e 54.00a 31.33a 4.67a
MG 65.00b 57.33a 25.33b 0.00b GC 54.00d 41.33b 20.67c 4.00a GT 27.33f 19.33c 8.00e 0.00b B3 70.00a 25.33c 14.00d 0.00b KC 58.00c 24.00c 12.67d 0.00b a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Tabel 7 memperlihatkan bahwa semakin lama waktu perendaman etanol 20% semakin menurun etan etan dan etan Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Dalapati (2012) pada benih padi gogo, Anggraeni dan Suwarno (2013) pada benih kedelai, dan Salehi et al. (2008) pada benih rumput. Etanol
diduga merusak membran lebih banyak sehingga aktivitas metabolisme terganggu karena tidak ada kontrol keluar-masuk metabolit dalam sitoplasma (Maesaroh 2012). Kebocoran membran diduga memengaruhi keadaan embrio dan kotiledon benih kubis yang sebagian besar terdiri atas lipid dan protein.
Lot GT, B3, dan KC menurun lebih cepat setelah perendaman dibandingkan dengan lot G1, MG, dan GC. Pengaruh waktu perendaman benih dalam larutan etanol 20% selama 60 menit menunjukkan variasi yang lebar pada tolok ukur yang diamati (Tabel 7). Nilai etan etan dan etan masing-masing berkisar 35.3385.33%, 6.3116.16% etmal-1, dan 19.3357.33%. Lot G1, MG, dan GC mampu mempertahankan etan lebih dari 70%, sedangkan Lot GT, B3 dan KC mempertahankan etan kurang dari 50% setelah direndam dalam larutan etanol 20% selama 60 menit. Pola penurunan etan etan dan
etan terlampir pada Lampiran 7, Lampiran 8, dan Lampiran 9.
Benih padi yang direndam etanol terjadi peningkatan kebocoran hasil metabolisme berupa protein, gula, dan fosfor (Dalapati 2012). Kebocoran hasil metabolisme mengindikasikan kerusakan membran dan ketidakmampuan benih untuk memperbaiki kerusakan membran selama kemunduran benih (Desai et al. 1997). Banyaknya larutan organik dan anorganik yang keluar sel disebabkan oleh menurunnya integritas membran sebagai akibat dari denaturasi protein membran (Sadiman et al. 2003). Etanol merusak protein fungsional termasuk enzim sehingga dapat menurunkan daya berkecambah benih (Dalapati 2012). Benih dengan viabilitas tinggi akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang rendah (Budiarti 2001).
Lot GC dan GT memiliki viabilitas awal yang nyata tidak berbeda, namun menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengusangan (Tabel 7). Lot GT lebih cepat menurun dan telah kehilangan viabilitasnya pada perendaman selama 120 menit. Hal ini diduga karena lot GT memiliki vigor awal yang lebih rendah dibandingkan dengan GC.
Lot MG memiliki IV lebih tinggi dibandingkan dengan G1, tetapi lebih rentan terhadap deraan etanol. Penyimpangan tersebut teramati pada hasil penelitian sebelumnya, yaitu pada benih mentimun (Rosyad 2013), padi (Belo dan Suwarno 2012), dan beberapa galur padi gogo (Dalapati 2012). Penurunan viabilitas yang berbeda antar lot diduga akibat perbedaan sifat genetik terhadap ketahanan penderaan (Belo dan Suwarno 2012), perbedaan struktur kulit benih, perbedaan kualitas benih sebelum diusangkan (Maulidya 2011), dan kebocoran membran benih pada awal sebelum dilakukan pengusangan (Rosyad 2013).
Perendaman selama 120 menit menunjukkan kehilangan vigor secara total pada lot MG, GT, dan KC, sehingga tidak dapat digunakan sebagai pendugaan daya simpan. Perendaman benih dalam larutan etanol yang semakin lama diduga menyebabkan kerusakan pada komponen protein dan lipid sehingga menyebabkan kematian embrio. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Salehi et al. (2008) pada benih rumput tall fescue (Festuca arundinacea Schreb.). Perendaman benih tall fescue dalam larutan etanol 10% yang semakin lama menyebabkan penurunan daya berkecambah yang semakin tinggi, dan pada perendaman 20 jam menyebabkan kematian embrio.
Hubungan antara Vigor Benih setelah Deteriorasi dan Devigorasi Hasil analisis korelasi antara daya berkecambah benih yang disimpan selama 6 bulan (deteriorasi) dan tolok ukur vigor akibat pengusangan dengan perendaman etanol 20% (devigorasi) menunjukkan nilai koefisien korelasi (kk) yang bervariasi (Tabel 8). Koefisien korelasi menggambarkan tingkat keeratan hubungan linear antara kedua peubah tersebut. Koefisien korelasi dinotasikan dengan r dan nilainya berkisar antara -1 dan 1. Nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linear antara kedua peubah tersebut. Nilai r yang mendekati 0 menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linear (Mattjik dan Sumertajaya 2006).
Tabel 8 Rekapitulasi hasil analisis korelasi antara daya berkecambah setelah penyimpanan dengan tolok ukur vigor akibat pengusangan
Waktu perendaman
Periode simpan (bulan)a
1 2 3 4 5 6 etan 0.65** 0.66** 0.44tn 0.43tn 0.49* 0.40tn etan 0.83** 0.63** 0.27tn 0.34tn 0.51* 0.51* etan 0.83** 0.24tn 0.13tn 0.11tn 0.05tn 0.14tn etan 0.58* 0.83** 0.61** 0.80** 0.85** 0.88** etan 0.86** 0.66** 0.28tn 0.34tn 0.49* 0.56* etan 0.86** 0.20tn 0.15tn 0.12tn 0.01tn 0.16tn etan 0.33tn 0.74** 0.58* 0.86** 0.85** 0.92** etan 0.80** 0.53* 0.18tn 0.24tn 0.41tn 0.40tn etan 0.87** 0.41tn 0.03tn 0.14tn 0.30tn 0.38tn a etan
= daya berkecambah setelah pengusangan,
etan = kecepatan tumbuh setelah
pengusangan, etan = indeks vigor setelah pengusangan; * = nyata, ** = sangat nyata, tn = tidak nyata berdasarkan nilai pearson correlation pada taraf 5%.
Waktu perendaman selama 30 menit menunjukkan korelasi yang erat pada semua tolok ukur, kecuali antara tolok ukur daya berkecambah akibat pengusangan ( etan ) dan daya berkecambah setelah penyimpanan selama 3, 4, dan 6 bulan. Pengusangan selama 60 menit pada tolok ukur indeks vigor ( etan ) nyata tidak berkorelasi dengan daya berkecambah benih setelah disimpan selama 3 sampai 6 bulan. Pengusangan selama 90 menit nyata tidak berkorelasi dengan daya berkecambah benih kubis setelah disimpan selama 2 sampai 6 bulan.
Berdasarkan Tabel 8, waktu perendaman selama 30 menit memiliki korelasi yang erat terhadap daya berkecambah benih setelah penyimpanan dibandingkan dengan waktu perendaman selama 60 dan 90 menit. Tolok ukur indeks vigor setelah perendaman selama 30 menit ( etan ) memiliki korelasi yang erat dengan daya berkecambah benih setelah penyimpanan sehingga dapat digunakan untuk menduga vigor daya simpan benih kubis. Nilai koefisien korelasi (r) tertinggi yaitu 0.92 yang diperoleh dari korelasi antara etan dan daya berkecambah benih setelah disimpan selama 6 bulan. Nilai koefisien korelasi
menggambarkan hubungan yang erat antara daya berkecambah benih setelah disimpan selama 6 bulan dan tolok ukur indeks vigor setelah pengusangan selama 30 menit ( etan ).
Pendugaan Vigor Daya Simpan Benih Kubis
Vigor daya simpan benih kubis dengan tolok ukur DB (VDS) setelah penyimpanan diduga berdasarkan nilai koefisien korelasi yang paling erat yang kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi. Analisis korelasi pada Tabel 8 menunjukkan etan memiliki korelasi yang erat dengan DB benih setelah disimpan selama 6 bulan, sehingga dapat digunakan untuk menduga vigor daya simpan benih kubis setelah disimpan selama 6 bulan.
Analisis regresi antara daya berkecambah benih setelah disimpan selama 6 bulan dengan etan dilakukan untuk mendapatkan persamaan regresi yang dapat menduga VDS benih kubis setelah disimpan selama 6 bulan. Persamaan regresi yang diperoleh berdasarkan analisis tersebut adalah y = 3.338 + 1.054x, dengan x adalah peubah indeks vigor benih setelah perendaman dalam larutan etanol 20% selama 30 menit, dan standar deviasi yang diperoleh sebesar 6.53. Vigor daya simpan benih kubis setelah disimpan selama 6 bulan dapat diduga dengan persamaan regresi y = 3.338 + 1.054x, dengan asumsi regresi linear sederhana. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 83.8% yang menunjukkan bahwa keragaman VDS benih kubis (y) setelah disimpan selama 6 bulan dapat dijelaskan oleh keragaman etan secara linear sebesar 83.8%, sedangkan 16.2% dijelaskan oleh faktor lain.
Simulasi dan Verifikasi Model Pendugaan Vigor Daya Simpan
Simulasi model dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan model yang telah disusun, sehingga dapat ditentukan validitas model tersebut (Hasbianto 2012). Simulasi pendugaan vigor daya simpan benih kubis setelah disimpan selama 6 bulan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 2. Vigor daya simpan dengan tolok ukur DB (VDS) dugaan diperoleh dengan menyubstitusikan nilai
etan sebagai variabel x pada persamaan regresi y = 3.338 + 1.054x. Vigor
daya simpan (VDS) aktual diperoleh berdasarkan hasil pengamatan setelah penyimpanan selama 6 bulan pada tolok ukur DB.
Berdasarkan persamaan y = 3.338 + 1.054x, benih kubis dapat disimpan selama 6 bulan dengan VDS 75% apabila nilai etan minimal adalah 67.99% dengan standar deviasi 6.53. Lot B3 dengan nilai etan sebesar 70% mampu mempertahankan VDS aktual sebesar 72.67% setelah disimpan selama 6 bulan, dengan nilai VDS dugaan sebesar 77.12%. Selisih nilai antara VDS aktual dan VDS dugaan yaitu sebesar 4.45% berada pada selang standar deviasi dari VDS aktual. Lot benih lainnya dengan etan kurang dari 67.99% menunjukkan benih tidak mampu mempertahankan VDS lebih dari 75% setelah disimpan selama 6 bulan (Tabel 9).
Tabel 9 Simulasi nilai vigor daya simpan 6 bulan dengan tolok ukur indeks vigor akibat pengusangan
Lot benih etan
(%)a VDS dugaan (%)a VDS aktual (%) a Sd VDS aktuala GT 27.33 32.15 29.33 5.03 G11 50.00 56.04 54.00 2.00 B3 70.00 77.12 72.67 4.62 MG 65.00 71.85 73.33 1.15 GC 54.00 60.25 69.33 3.06 KC 58.00 64.47 63.33 7.02 Uji-t P-value = 0.99tn a etan
= indeks vigor setelah pengusangan 30 menit, V
DS = vigor daya simpan dengan tolok
ukur daya berkecambah; Stdev = standar deviasi.
Verifikasi model dimaksudkan sebagai tahapan kegiatan pemodelan yang bertujuan menilai kesesuaian hasil simulasi dengan hasil aktual (Qadir 2012). Verifikasi model dapat dilakukan secara kualitatif dengan grafik (Gambar 2) atau secara kuantitatif dengan uji-t (Tabel 9). Gambar 2 menunjukkan adanya kesesuaian antara VDS hasil simulasi dengan VDS aktual benih kubis setelah disimpan selama 6 bulan. Kesesuaian tersebut didasarkan pada data hasil simulasi yang berada dalam selang standar deviasi dari VDS hasil aktual, kecuali lot GC. Lot GC menunjukkan VDS simulasi tidak berada dalam standar deviasi dari VDS aktual.
Lot GC menunjukkan selisih yang lebar antara VDS aktual dan VDS dugaan, yaitu sebesar 9.08%. Standar deviasi pada VDS aktual lot GC sebesar 3.06, sehingga rentang nilai VDS aktual berkisar 66.2872.39%. Nilai VDS dugaan yang diperoleh dari hasil simulasi yaitu 60.25%, tidak berada pada selang standar Gambar 1 Simulasi vigor daya simpan benih kubis pada tolok ukur daya
berkecambah 20 30 40 50 60 70 80 20 30 40 50 60 70 80 V ig or da y a sim pa n (V DS ) 6 bulan (%)
Indeks vigor akibat devigorasi etanol 30 menit (%)
Simulasi Aktual GT G1 B37 MG GC KC y = 3.338 + 1.054x R2 = 83.8%
deviasi dari VDS aktual (Tabel 9 dan Gambar 2). Meskipun demikian, hasil verifikasi nilai VDS menggunakan uji-t menunjukkan nilai p-value (0.99) lebih
besar dari α 5 artinya DS hasil simulasi nyata tidak berbeda (adanya kesesuaian) dengan VDS hasil aktual (Tabel 9).
Berdasarkan hasil verifikasi, model persamaan y = 3.338 + 1.054x dapat digunakan untuk menduga VDS benih kubis setelah penyimpanan selama 6 bulan, dengan asumsi regresi linear sederhana. Asumsi lain yang digunakan adalah benih disimpan dalam kemasan aluminium foil, kadar air benih selama penyimpanan berkisar 5.137.08%, suhu ruang simpan berkisar 23.329.9 C, dan RH ruang simpan berkisar 6185%.
SIMPULAN DAN SARAN
SimpulanVigor daya simpan benih kubis setelah penyimpanan dapat digambarkan