• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) Karkas Ayam Broiler

Pengukuran jumlah koloni bakteri yang biasa dikenal dengan Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) pada karkas dilakukan sebanyak empat kali, yaitu sesaat setelah ayam diproses menjadi karkas (kurang lebih 20 menit setelah pemotongan) dianggap sebagai pengamatan awal (0 jam), kemudian dilanjutkan

pengamatan setiap tiga jam, yaitu 3, 6 dan 9 jam postmortem.

ALTB dari Permukaan Karkas Ayam Broiler

Nilai rataan Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) dari permukaan karkas ayam broiler disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan ALTB dari Permukaan Karkas Ayam Broiler

Lama Postmortem (Jam)

Kelompok 0 3 6 9

--- koloni per cm2 (log koloni per cm2) --- 1 1,4x105 (5,15) 1,9x105 (5,28) 3,2x105 (5,51) 8,0x105 (5,90) 2 1,0x106 (6,00) 2,3x106 (6,36) 1,8x107 (7,26) 2,7x107 (7,43) 3 1,9x105 (5,28) 1,8x106 (6,26) 2,3x106 (6,36) 1,9x107 (7,28) Rataan 4,4x105 (5,47) 1,4x106 (5,97) 6,9x106 (6,37) 1,6x107 (6,87)

Proses pemotongan yang dilakukan pada penelitian ini dapat digolongkan sebagai pemotongan tradisional karena tidak menggunakan peralatan mekanis, setiap tahapan proses dilakukan secara manual atau menggunakan peralatan sederhana.

Rataan jumlah ALTB yang diperoleh setelah pemotongan 5,47 log koloni/cm2 masih

lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Setiarto (1987) yang menganalisa jumlah mikroba permukaan karkas ayam broiler di Tempat Pemotongan Tradisional

di Jakarta, yaitu sebesar 4,38 log koloni/cm2. Pemotongan dilakukan di ruangan

terbuka, sehingga kontaminasi udara ruangan oleh debu dapat merupakan penyebab tingginya ALTB dari permukaan karkas ayam broiler. Pemisahan ruang untuk ayam hidup, ruang tempat penyembelihan dan ruang penyimpanan karkas sangat disarankan untuk dilakukan sehingga jumlah ALTB dari permukaan karkas ayam broiler dapat ditekan (Hall dan Maurer, 1980). Grafik hubungan antara lama postmortem dengan ALTB dari permukaan karkas ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 2.

(5 ,9 7) (5 ,4 7) (6 ,3 7) (6 ,8 7) y = 5 ,4 818 + 0,1 532x R2 = 0 ,99 86 5 ,0 5 ,5 6 ,0 6 ,5 7 ,0 7 ,5 8 ,0 8 ,5 0 3 6 9 La m a P o st m o rt e m (J a m ) A LT B P e rm uka a n K a rka s (l og kol oni /c m 2 )

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama postmortem sangat

nyata (p<0,01) meningkatkan Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) dari

permukaan karkas ayam broiler. Berdasarkan hasil uji lanjut polynomialorthogonal,

mendapatkan hubungan yang erat antara lama postmortem dengan ALTB dari

permukaan karkas ayam broiler dengan persamaan y=5,4818+0,1352x. Korelasi

antara perlakuan lama postmortem dan ALTB dari permukaan karkas ayam broiler

dinyatakan sebagai r yaitu sebesar 99,93%. Sehubungan dengan penelitian ini, besarnya nilai r tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama karkas disimpan pada

suhu ruang selama fase postmortem, maka ALTB dari permukaan karkas ayam

broiler akan semakin meningkat.

Keterangan : garis regresi nilai ALTB

batas maksimal cemaran mikroba daging ayam broiler (DSN, 1995) timbulnya bau busuk pada karkas ayam broiler (Mountney, 1983) munculnya lendir pada karkas ayam broiler (Mountney, 1983)

Gambar 2. Hubungan antara Lama Postmortem dengan ALTB dari

Permukaan Karkas Ayam Broiler

Pertumbuhan ALTB dari permukaan karkas ayam broiler meningkat sebesar 0,5 Desimal pada pengamatan 3 jam pertama, ditunjukkan dengan laju generasi sebesar 0,17 log koloni/jam yang setara dengan waktu generasi dari populasi ALTB sebesar 108,36 menit. Pada pengamatan 3 jam berikutnya, pertumbuhan ALTB dari permukaan karkas ayam broiler meningkat sebesar 0,4 Desimal dengan laju generasi sebesar 0,13 log koloni/jam yang setara dengan waktu generasi dari populasi tersebut sebesar 135,45 menit. Pada 3 jam akhir pengamatan populasi ALTB yang didapatkan terus meningkat sebesar 0,5 Desimal dengan laju generasi sebesar 0,17 log

koloni/jam yang setara dengan waktu generasi dari populasi ALTB sebesar 108,36 menit.

Kontaminasi bakteri pada jam ke 0 sampai jam ke 3 postmortem sejumlah

5,47-5,97 log koloni/cm2. Jumlah tersebut tergolong kategori tinggi menurut

Cunningham dan Cox (1987), yaitu berkisar antara log 5-6 koloni/cm2. Batas

maksimum jumlah cemaran bakteri pada daging ayam berdasarkan DSN (1995)

adalah sebesar 106 koloni/g atau 6 log koloni/g. Penelitian ini mendapatkan hasil

bahwa sampai pengamatan 6 jam postmortem, karkas ayam broiler yang disimpan

pada suhu ruang masih berada dibawah batas standar tersebut. Perubahan bau mulai

terdeteksi ketika jumlah total bakteri mencapai 6,5 log koloni/cm2 (Mountney, 1983).

Pada penelitian ini jumlah tersebut tercapai pada 6 jam 39 menit postmortem.

Berdasarkan hal tersebut maka 6 jam 39 menit postmortem merupakan batas kritis

terjadinya kerusakan dan kelayakan konsumsi karkas ayam broiler yang ditandai dengan mulai terdeteksinya bau busuk.

ALTB dari Rongga Karkas Ayam Broiler

Rongga karkas ayam broiler merupakan salah satu tempat yang potensial terhadap terjadinya kontaminasi mikroorganisme karena selama pemrosesan untuk menghasikan karkas terdapat proses pengeluaran jeroan yang biasa dikenal dengan

istilah evisceration. Kontaminasi dapat berasal dari peralatan prosesing seperti pisau

atau alat pemotong lainnya yang kontak langsung dengan karkas, tangan pekerja, udara lingkungan sekitarnya, debu, isi jeroan dan air yang digunakan untuk pencucian (Cunningham dan Cox, 1987). Rataan ALTB dari rongga karkas ayam

broiler selama postmortem dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan ALTB dari Rongga Karkas Ayam Broiler

Kelompok Lama Postmortem (Jam)

0 3 6 9

--- koloni per ekor (log koloni per ekor) --- 1 1,4x107 (7,15) 1,7x107 (7,23) 3,8x107 (7,58) 1,5x107 (7,70) 2 4,4x105 (5,64) 7,0x106 (6,85) 2,6x107 (7,41) 4,6x108 (8,66) 3 5,5x105 (6,74) 5,5x107 (7,74) 7,5x107 (7,88) 9,5x107 (7,98) Rataan 5,0x106 (6,51) 2,6x107 (7,27) 4,6x107 (7,62) 2,0x108 (8,11)

Berdasarkan hasil sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan lama postmortem

tidak berpengaruh terhadap ALTB dari rongga karkas ayam broiler. Namun secara numerik rataan ALTB rongga karkas menunjukkan peningkatan pada setiap 3 jam

5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 0 3 6 9 La m a P o st m o rt e m (Ja m ) A L T B R ong g a K ar k a s ( log kol on i/c m 2 )

posmortem yang diamati. Laju pertumbuhan ALTB dari rongga karkas ayam broiler

selama postmortem dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan : laju generasi WG : Waktu Generasi

Gambar 3. Laju Pertumbuhan ALTB dari Rongga Karkas Ayam Broiler

selama Postmortem

Pertumbuhan ALTB rongga karkas ayam broiler pada 3 jam pertama ditunjukkan dengan peningkatan sebesar 0,76 Desimal dengan laju generasi sebesar 0,25 log koloni/jam yang setara dengan waktu generasi dari populasi ALTB sebesar 71,29 menit. Pada pengamatan 3 jam berikutnya, ALTB rongga karkas ayam broiler meningkat 0,35 Desimal, ditunjukkan dengan laju generasi sebesar 0,12 log koloni/jam yang setara dengan waktu generasi dari populasi tersebut sebesar 154,8 menit. Pada pengamatan 3 jam terakhir, ALTB yang didapatkan terus meningkat sebesar 0,49 Desimal, ditunjukkan dengan laju generasi sebesar 0,16 log koloni/jam dan setara dengan waktu generasi 110,57 menit.

Batas maksimum jumlah cemaran bakteri pada daging ayam berdasarkan

DSN (1995) adalah sebesar 106 koloni/g atau 6 log koloni/g. Mengacu pada

persyaratan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa karkas ayam broiler setelah dipotong tidak memenuhi ketentuan tersebut karena jumlah populasinya melebihi jumlah yang ditentukan, yaitu 6,51 log koloni/ekor sehingga akan sangat berbahaya jika penanganan karkas sebelum dikonsumsi tidak dilakukan dengan baik. Potensi kontaminasi pada ALTB rongga karkas ayam broiler, terutama terjadi pada saat pengeluaran jeroan. Selain itu, pencucian dan air yang digunakan juga dapat menjadi

WG = 71,29 menit

WG = 154,8 menit

kontaminan pada karkas. Pemrosesan karkas ayam pada Rumah Potong Modern, pencucian dilakukan dengan posisi karkas menggantung, sehingga sisa air dari pencucian dapat keluar dengan sempurna. Berbeda dengan pemotongan tradisional, pencucian karkas dilakukan dengan cara mengucurkan air pada karkas kemudian membuang sisa air yang ada dalam rongga tanpa penggantungan karkas. Karkas ayam yang telah dicuci diletakkan pada suatu tempat yang datar sehingga pengeluaran air bekas pencucian tidak sempurna. Hal inilah yang dapat mengakibatkan kontaminasi mikroba terhadap karkas ayam broiler. Penyebab lain tingginya nilai ALTB rongga karkas adalah adanya air dan darah bekas proses pencucian yang masih tersisa dalam karkas (Veerkamp, 2000).

Penanganan yang baik terhadap karkas ayam broiler sebelum dikonsumsi sangat menentukan keamanannya. Penanganan yang dapat dilakukan antara lain menjaga sarana transportasi dan lingkungan penyimpanan karkas tetap bersih karena bakteri yang ada pada karkas ayam dapat berasal dari kontaminasi selama transportasi dan lingkungan penyimpanan karkas (Cunningham dan Cox, 1987). Pencucian karkas harus dilakukan dengan baik dan dijaga semaksimal mungkin agar tidak ada air yang tersisa didalam rongga karkas. Apabila pemasaran karkas dilakukan selama lebih dari 6 jam, maka sebaiknya karkas disimpan pada suhu

rendah kurang dari 7°C (refrigerator), sehingga dapat menekan pertumbuhan bakteri.

Berdasarkan pernyataan Mountney (1983), maka pada pengamatan awal yaitu 0 jam postmortem seharusnya sudah mulai tercium bau busuk. Namun pada penelitian ini bau busuk baru mulai terdeteksi pada pengamatan 6 jam postmortem yaitu ketika jumlah ALTB mencapai 7,62 log koloni/ekor. Hasil tersebut masih bisa dikategorikan normal karena bau busuk daging ayam tercium pada saat total bakteri daging ayam berjumlah 6,5-8 log koloni /cm2. Hal ini disebabkan kandungan glukosa dan glikogen dalam daging masih tinggi sehingga masih dapat digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi hingga 6 jam postmortem. Glukosa dan Glikogen merupakan zat pertama yang akan digunakan oleh bakteri. Setelah cadangan glukosa dan glikogen menipis dan habis, bakteri akan mengggunakan sumber lain yaitu protein dan lemak. Hasil dari fermentasi glukosa dan glikogen daging ayam berupa CO2, H2, dan H2O tidak berhubungan dengan indikator kebusukan (Ray, 2004).

Jumlah Populasi Koliform Karkas Ayam Broiler

Koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik (Fardiaz, 1989). Ditemukannya bakteri koliform dalam karkas ayam broiler menunjukkan bahwa lingkungan atau habitat tempat pengambilan sampel ayam telah terkontaminasi oleh kotoran. Adanya bakteri koliform juga menunjukkan kemungkinan adanya mikroorganisme yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Berdasarkan tempat hidupnya, koliform dibagi menjadi koliform fekal dan koliform non fekal. Koliform fekal biasa ditemukan didalam saluran pencernaan ternak atau manusia, kemudian mengkontaminasi bahan pangan, khususnya karkas ayam broiler.

Jumlah Populasi Koliform dari Permukaan Karkas Ayam Broiler

Nilai rataan koloni koliform dari permukaan karkas ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Jumlah Populasi Koliform dari Permukaan Karkas Ayam Broiler

Lama Postmortem (Jam) Kelompok

0 3 6 9

--- koloni per cm2 (log koloni per cm2) --- 1 6,5x102 (2,81) 4,9x103 (3,69) 9,5x103 (3,98) 1,5x104 (4,18) 2 3,2x103 (3,51) 6,5x103 (3,81) 1,1x104 (4,04) 8,5x105 (5,93) 3 1,3x102 (2,11) 6,0x103 (3,78) 1,4x104 (4,15) 7,0x104 (4,85) Rataan 1,3x103 (2,81) 5,8x103 (3,76) 1,2x104 (4,06) 3,1x105 (4,98)

Hasil sidik ragam menunjukkkan bahwa lama postmortem berpengaruh nyata

(p<0,05) terhadap peningkatan jumlah koloni koliform dari permukaan karkas ayam

broiler. Uji lanjut polynomial orthogonal menunjukkan pengaruh yang sangat nyata

(p<0,01) dengan persamaan y=2,8804+0,2271x. Nilai R2 merupakan koefisien

regresi, sedangkan korelasi antara lama postmortem dengan populasi koliform dari

permukaan karkas ayam broiler dinyatakan sebagai r, yaitu sebesar 98,25%. Jumlah populasi koliform permukaan karkas mengalami peningkatan pada setiap

pengamatan yaitu 3, 6 dan 9 jam postmortem berturut-turut sebesar 0,95; 0,3; dan 0,9

Desimal. Hubungan antara lama postmortem dengan jumlah populasi koliform dari

(4,98) (4,06) (3,76) (2,81) y = 2,8804 + 0,2271x R2 = 0,9654 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 0 3 6 9 La ma P o st m o r te m (J a m ) K o li fo rm P e rmu k a a n K a rka (l og k ol o ni /c m 2 )

Keterangan : garis regresi nilai ALTB

batas maksimal cemaran koliform daging ayam broiler (DSN, 1995) batas maksimal cemaran koliform daging ayam broiler (ICMSF,1996)

Gambar 4. Hubungan antara Lama Postmortem dengan Jumlah Populasi

Koliform dari Permukaan Karkas Ayam Broiler

Peningkatan jumlah total koliform disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dengan cara pembelahan sel yang cepat dalam hitungan menit sehingga dalam beberapa jam jumlah bakteri akan semakin bertambah. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Buckle et al. (1987), bahwa dalam kondisi yang

memungkinkan, pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung terus sampai sejumlah besar populasi sel terbentuk dalam waktu yang singkat. Waktu antara masing-masing pembelahan sel berbeda-beda tergantung dari spesies dan kondisi lingkungan. Laju generasi populasi koliform pada pengamatan 3, 6 dan 9 jam postmortem adalah sebesar 0,32; 0,1 dan 0,31 log koloni/jam. Waktu generasi yang dibutuhkan oleh populasi koliform adalah 57,03 menit pada pengamatan 3 jam postmortem; 180,6 menit pada pengamatan 6 jam postmortem; dan 58,89 menit pada

akhir pengamatan (9 jam postmortem).

Mengacu pada ICMSF (1996), rataan awal jumlah populasi koliform dari

permukaan karkas masih dibawah batas maksimal (3 log koloni/cm2). Namun

berdasarkan syarat mutu mikrobiologi daging ayam (DSN, 1995) maka rataan awal total koliform pada kulit karkas telah melebihi batas maksimum yaitu 2 log koloni/g. Selama prosesing, kontak langsung antara peralatan dan tangan pekerja dengan karkas serta air yang digunakan dalam pencucian karkas memungkinkan terjadinya kontaminasi sejumlah koliform pada permukaan karkas ayam broiler karena menurut

(5,4 0) (5,3 1) (4,1 2) (4,4 0) y = 4,0 953 + 0,1579 x R2 = 0 ,9 072 1 ,5 2 ,0 2 ,5 3 ,0 3 ,5 4 ,0 4 ,5 5 ,0 5 ,5 0 3 6 9 La m a P o s tm o rt e m (Ja m ) K o li fo rm R o ngg a K ar k a s (l og kol oni /e kor )

Cunningham dan Cox (1987), deteksi sejumlah besar koliform pada produk pangan merupakan indikasi sanitasi yang kurang optimal.

Jumlah Populasi Koliform dari Rongga Karkas Ayam Broiler

Rataan jumlah populasi koliform dari rongga karkas ayam broiler disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Populasi Koliform Rongga Karkas Ayam Broiler

Lama Postmortem (Jam) Kelompok

0 3 6 9

--- koloni per ekor (log koloni per ekor) --- 1 3,5x103 (3,54) 1,2x104 (4,08) 3,1x105 (5,49) 4,8x105 (5,68) 2 1,9x104 (4,28) 3,3x104 (4,52) 4,5x105 (5,65) 5,0x105 (5,70) 3 3,5x104 (4,54) 3,9x104 (4,59) 6,0x104 (4,78) 6,5x104 (4,81) Rataan 1,9x104 (4,12) 2,8x104 (4,40) 2,7x105 (5,31) 3,5x105 (5,40)

Jumlah populasi koliform meningkat pada setiap peningkatan waktu

perlakuan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama postmortem

berpengaruh (p<0,05) terhadap peningkatan jumlah koloni koliform. Grafik pola perubahan jumlah bakteri koliform rongga karkas ayam broiler diiliustrasikan pada Gambar 5.

Keterangan : garis regresi nilai ALTB

batas maksimal cemaran koliform daging ayam broiler (DSN, 1995) batas maksimal cemaran koliform daging ayam broiler (ICMSF,1996)

Gambar 5. Hubungan antara Lama Postmortem dengan Jumlah Populasi

Koliform dari Rongga Karkas Ayam Broiler

Hasil uji lanjut polynomial orthogonal menggambarkan suatu fungsi linear

y=4,0953+0,1579x dan R2 sebagai koefisien regresi, sedangkan korelasi antara lama postmortem dan jumlah populasi koliform yaitu sebesar 95,25%. Peningkatan jumlah

populasi koliform pada 3, 6 dan 9 jam postmortem berturut-turut adalah sebesar 0,28;

0,91 dan 0,09 Desimal dengan laju generasi sebesar 0,09; 0,30 dan 0,03 log koloni/jam dan waktu generasi 193,5; 59,53 dan 602 menit. Keadaan tersebut

menunjukkan bahwa koliform dapat tumbuh dengan baik selama waktu postmortem.

Jumlah populasi koliform tertinggi diperoleh pada perlakuan jam terakhir, yaitu 9 jam postmortem.

Mengacu pada ICMSF (1996) dan DSN (1995), jumlah awal koloni koliform telah berada diatas batas maksimal. Pengolahan karkas dengan baik sangat diperlukan untuk menghindari timbulnya gejala infeksi yaitu dengan cara mengolah

karkas pada suhu pasteurisasi atau dipanaskan pada suhu 66°C selama 60 menit dan

70°C selama 6 menit sebelum dikonsumsi. Gejala infeksi dapat ditimbulkan dari galur E. coli yang berkisar 8-10 log sel. Jumlah koliform karkas ayam pada penelitian ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan dosis atau jumlah bakteri patogenik untuk dapat menimbulkan gejala infeksi.

Salmonella

Salmonella merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan terhadap mikroorganisme patogen. Pengujian Salmonella bertujuan untuk mengetahui kelayakan konsumsi dan cara penanganannya, apabila terdapat di dalam karkas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terkandung Salmonella dalam karkas segar ayam broiler. Adanya Salmonella ditandai dengan adanya koloni berwarna merah dengan bintik atau spot hitam dibagian tengah. Uji penegasan dilakukan dengan reaksi biokimia yang dilakukan pada sub-kultur dengan media TSIA. Salmonella dapat dideteksi dengan adanya warna merah pada bagian miringnya dan warna hitam di bagian dasar tabung. Deteksi keberadaan Salmonella dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Deteksi Keberadaan Salmonella

Lama Postmortem (Jam)

0 3 6 9

Permukaan karkas ayam broiler (-) (-) (-) (-) Rongga karkas ayam broiler (-) (+) (+) (+)

Keterangan : (-) tidak terdeteksi adanya Salmonella

Salmonella tidak ditemukan pada permukaan karkas, tetapi didapatkan pada

rongga karkas dari karkas ayam broiler yang disimpan pada suhu ruang (27-29°C)

selama 3 jam postmortem. Populasi Salmonella tetap dijumpai pada akhir pengamatan, yaitu 9 jam postmortem. Hal ini dipengaruhi oleh sampel ayam yang digunakan berbeda pada setiap perlakuan. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa karkas ayam broiler telah terkontaminasi Salmonella pada bagian rongga. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cunningham dan Cox (1987) bahwa metode rinse sensitif bila digunakan untuk mendeteksi keberadaan Salmonella pada karkas ayam broiler. Berdasarkan hasil serotyping yang mengacu pada “Kauffman White Skema”, spesies Salmonella yang ditemukan dalam karkas adalah Salmonella enteritidis, yang ditandai dengan adanya antigen O9 dan O12, serta antigen H spesifik yaitu g, m. Beberapa penelitian terdahulu seperti Jay (2000) dan D’Aoust (2000) mendapatkan bahwa sejak akhir tahun tujuh puluhan, S. enteritidis merupakan spesiesyang paling sering menyebabkan kasus Salmonelosis pada manusia. Sumber-sumber infeksi S. enteritidis dapat berasal dari pakan dan adanya kontak dengan kotoran. Karkas ayam broiler dapat terkontaminasi selama evisceration ketika kontak dengan isi saluran pencernaan atau tembolok. Kontaminasi tersebut dapat ditekan dengan proses pemuasaan yang tepat, yaitu 8-12 jam. Penanganan karkas agar aman dikonsumsi dapat dilakukan dengan mengolah karkas pada suhu pasteurisasi atau dipanaskan pada suhu 66°C selama 60 menit dan 70°C selama 6 menit (Doyle et al., 1997).

Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme selain suhu, nutrisi, aktivitas air, keberadaan oksigen dan zat-zat penghambat. Nilai pH karkas ayam ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob. Jumlah asam laktat akan terbatas bila glikogen yang digunakan menurun dengan cepat karena ternak kelelahan, kelaparan atau stres sebelum dipotong. Salah satu faktor penentu pertumbuhan bakteri yang penting adalah nilai pH, sehingga nilai pH akhir daging sangat penting untuk menentukan ketahanan karkas ayam broiler terhadap pembusukan. Pengukuran nilai pH pada penelitian ini dilakukan setiap tiga jam yaitu

(5 ,5 8) (5 ,6 7) (5 ,9 4) (5 ,7 9) y = 5 ,9 273 - 0,0403 x R2 = 0 ,99 15 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 0 3 6 9 La m a P o st m o rt e m (J a m ) N il a i p H

pada 0, 3, 6 dan 9 jam postmortem. Perubahan nilai pH karkas ayam broiler selama

postmortem dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan: garis regresi nilai pH

Gambar 6. Laju pH Karkas Ayam Broiler selama Postmortem

Nilai pH karkas ayam broiler semakin menurun selama fase postmortem.

Beberapa saat setelah dipotong, nilai pH karkas ayam broiler adalah 5,94 dan mengalami penurunan sebesar 0,36 unit, yaitu menjadi 5,58 diakhir pengamatan

setelah 9 jam postmortem. Hasil ini sesuai dengan penelitian Anadon (2002) yang

mendapatkan bahwa pada karkas ayam broiler akan mengalami penurunan pH dari

awal postmortem (0,25 menit setelah pemotongan) hingga 24 jam postmortem

sebanyak 0,32 unit.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama postmortem berpengaruh

terhadap penurunan nilai pH karkas ayam broiler (p<0,05). Berdasarkan hasil uji

lanjut polinomial orthogonal, mendapatkan korelasi yang erat antara lama

postmortem dengan nilai pH karkas dengan persamaan y=5,9273-0,0404x. Korelasi

antara perlakuan lama postmortem dan nilai pH karkas ayam dinyatakan sebagai r,

yaitu sebesar 99,57%.

Penurunan nilai pH selama postmortem dapat disebabkan oleh dua faktor

yaitu aktivitas non mikrobial dan aktivitas mikrobial. Penurunan nilai pH oleh aktivitas non mikrobial terjadi akibat proses glikolisis anaerob yang menghasilkan asam laktat. Penurunan nilai pH oleh aktivitas mikrobial disebabkan adanya aktivitas

mikroorganisme yang mendekomposisi substrat yang terdapat di dalam karkas ayam broiler berupa karbohidrat, protein dan lemak. Kisaran nilai pH yang diperoleh yaitu 5,58-5,94 merupakan kondisi optimal bagi beberapa mikroorganisme, untuk tumbuh dan berkembang biak. Salah satu mikroorganisme yang tumbuh optimal pada kisaran nilai pH tersebut adalah bakteri asam laktat. Kerja utama bakteri asam laktat yaitu memecah karbohidrat sehingga menghasilkan produk akhir berupa asam laktat. Menurut Lawrie (2003), dalam keadaaan tidak ada substrat karbohidrat, maka mikroorganisme akan menggunakan asam amino dari protein yang menghasilkan produk akhir berupa asam asetat, karbondioksida dan amonia. Akibat yang ditimbulkan dari pemecahan asam amino cistein dan methionin adalah munculnya tanda-tanda kerusakan pada karkas seperti bau busuk dan perubahan warna menjadi lebih pucat. Mikroorganisme yang berperan dalam pemecahan asam amino tersebut

merupakan kelompok bakteri proteolitik, contohnya Pseudomonas dan Proteus.

Lemak oleh mikroorganisme digunakan sebagai sumber energi yang akan menghasilkan asam lemak dan gliserol (Ray, 2004). Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa bau busuk dan perubahan warna menjadi lebih pucat terjadi pada 6 jam postmortem, yaitu ketika nilai pH mencapai 5,67. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, batas terjadinya kerusakan fisik karkas ayam broiler akibat aktivitas

Dokumen terkait