• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencapaian Produksi

Kuantitas produksi merupakan jumlah nyata produksi yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan, yang dalam hal ini berarti tonase TBS yang dihasilkan ataupun jumlah minyak kelapa sawit yang berhasil diekstraksi dari TBS yang dihasilkan. Selain itu juga inti kelapa sawit dapat juga memberikan pendapatan kepada perusahaan yaitu dengan menjualnya kepada perusahaan lain.

Perencanaan produksi di Kebun GKE ditetapkan berdasarkan hasil sensus buah. Sensus buah dilakukan untuk memperkirakan produksi tanaman pada semester atau enam bulan berikutnya. Sensus buah untuk semester I dilakukan pada bulan Januari, sementara untuk semester II dilakukan pada bulan Juni. Data produksi harian, bulanan, dan semesteran dipantau secara intensif oleh perusahaan untuk mengetahui persentase pencapaian target bulanan, semesteran, dan tahunan yang ditargetkan dengan batas toleransi penyimpangan sebesar 3 %. Data produksi TBS disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Output TBS Kebun GKE

Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha/thn) 2003 3167 34 909 11.02 2004 3167 39 110 12.34 2005 3286 39 192 11.92 2006 3286 48 630 14.79 2007 3286 48 913 14.88

Sumber : Kantor Besar GKE (2008)

Tingkat produksi kelapa sawit juga di Kebun Gunung Kemasan Estate mengalami peningkatan produksi yaitu pada tahun 2003 – 2007. Sementara antara rentang tahun 2004 ke tahun 2005 luas areal pertanaman di kebun GKE mengalami peningkatan, hal ini disebabkan oleh adanya kerjasama antara kebun

GKE dengan kebun tetangga dengan adanya penambahan blok. Sehingga produksi meningkat. Produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh jumlah pokok produktif, bahan tanaman, kondisi iklim, curah hujan, topografi, kultur teknis, kebijakan perusahaan, dan faktor sosial seperti pencurian TBS. Menurut Rankine dan Fairhurst (1998), terjadinya fluktuasi produksi pada setiap bulan dipengaruhi oleh lima faktor yaitu produksi daun, nisbah kelamin, keguguran bunga, bobot janjang dan iklim. Curah hujan yang tinggi juga akan mendorong pembentukan bunga, sedangkan curah hujan yang rendah akan menghambat produksi bunga (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2000).

Kriteria Matang Panen

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal (Fauzi et al. 2002). Kriteria matang panen yang ideal dipanen adalah 2 brondolan per kg TBS yang jatuh secara alami di piringan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003). Kriteria matang panen di Kebun GKE adalah 5 brondolan yang jatuh secara alami di piringan. Tingkat kematangan dan Kriteria panen di Kebun GKE dapat dilihat pada Tabel 4. Hubungan rendeman minyak dan kadar asam lemak bebas pada tandan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Tingkat Kematangan Buah Pada Tanaman Kelapa Sawit Untuk Kriteria Panen Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan Batas Toleransi Buah tidak membrondol sama sekali, jumlah

brondolan lepas 0 %

Mentah (Unripe)

0 %

Brondolan lepas kurang dari 5 brondol/kg berat janjang atau 12.5 % - 25 % buah luar

membrondol

Kurang matang (Under ripe)

8 %

Brondolan lepas 5 brondol/kg berat TBS atau buah bagian luar telah membrondol 26 % - 50 %

Matang (Ripe) 85 %

Buah sudah membrondol 51 % - 100 % buah luar membrondol atau bagian dalam ikut membrondol

Lewat matang (Over ripe)

5 %

Buah sudah membrondol keseluruhan yang lepas lebih dari 95 %

Janjang kosong (Empty bunch)

2 %

Total 100 %

Sumber : Vademicum Minamas Plantation (2008)

Menurut Mangoensoekarjo (2000) panen buah mentah akan merugikan perusahaan karena produktivitas minyak kelapa sawit menurun. Selain itu pengolahan inti kelapa sawit menjadi sulit karena tempurung buah yang belum matang cukup keras. Kandungan minyak sawit meningkat dari tahap mentah ke matang, kemudian menurun pada tahap lewat matang, sedangkan kandungan ALB meningkat dari buah matang sampai lewat matang. Hubungan antara tingkat kematangan buah dengan rendeman minyak dan kadar ALB disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hubungan Rendeman Minyak dan Kadar ALB Berdasarkan Fraksi

Fraksi Rendeman Minyak (%)

Kadar Asam Lemak Bebas (%) 0 16.0 1.6 1 21.4 1.7 2 22.1 1.8 3 22.2 2.1 4 22.2 2.6 5 21.9 3.8 Sumber : Lubis (1992)

Pengamatan yang dilakukan oleh penulis di lapangan terhadap kualitas mutu buah dengan unsur yang diamati adalah tingkat kematangan buah. Pengamatan dilakukan dengan mengambil sample tujuh tim pemanen dalam satu kemandoran pada satu hari seksi panen.

Hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa jumlah tandan mentah fraksi 00 dan 0 sebanyak 3.28 %. Hal yang menyebabkan besarnya persentase buah mentah yang dipanen adalah pemanen ingin memperoleh premi yang tinggi. Pemanen pada buah mentah akan merugikan perusahaan dikarenakan tandan mentah memiliki rendeman yang rendah. Selain itu, tandan mentah akan disortasi oleh pabrik, sehingga mengurangi pemasukan dari hasil penjualan TBS. Tandan fraksi I sebanyak 8.63 %. Tandan matang fraksi 2 dan 3 sebanyak 82.53 %.

Nilai persentase pada tandan fraksi 2 dan 3 ini belum memenuhi standar kriteria panen tandan yang ideal yaitu minimal sebesar 85 % (Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kelapa Sawit Minamas Plantation). Faktor penyebabnya adalah pada umumnya pemanen ingin memperoleh lebih borong lebih cepat dan apabila target basis borong belum tercapai biasanya pemanen enggan berjalan lebih jauh, sehingga pemanen akan memotong buah yang seharusnya belum dapat dipanen. Pada tandan fraksi 4 dan 5 sebanyak 3.17 % dan 2.40 %. Hal ini terjadi karena kekurangtelitian pemanen pada rotasi sebelumnya ketika memanen di ancaknya.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Tingkat Kematangan Buah di Divisi I Tingkat Kematangan Fraksi No Pemanen Jumlah TBS Persentase (%) 12 13 14 15 17 18 20 Mentah 00 0 0 5 0 3 1 4 0 3 1 6 2 2 0 3 4 26 0.44 2.84 Kurang Matang 1 9 9 8 10 15 11 17 79 8.63 Matang 2 3 57 45 63 49 69 56 43 45 58 53 69 55 55 38 414 341 45.26 37.27 Lewat Matang 4 5 6 5 5 4 3 2 2 2 5 4 4 4 4 1 29 22 3.17 2.40 Jumlah 127 133 143 105 142 147 118 915 100

Sumber : Hasil Pengamatan di lapangan (2008)

Gambar 5. Krani Panen Melakukan Sortasi TBS

Kriteria panen dengan melihat brondolan yang jatuh di piringan kurang diperhatikan oleh pemanen di lapangan. Hal ini disebabkan terkadang brondolan tersangkut di pelepah dan tidak terlihat di piringan. Pemanen lebih melihat pada perubahan warna kulit buah dan mesokarp buah sehingga acuan pengamatan warna kulit dan warna mesokarp ini mengakibatkan tingkat kesalahan panen yang

tinggi yaitu masih ditemukannya buah mentah yang dipanen. Pengamatan warna kulit ini tidak dianjurkan karena perubahan warna kulit dapat dipengaruhi oleh musim dan intensitas cahaya matahari. Pengamatan warna mesokarp dengan cara melukai buah juga tidak dianjurkan karena akan meningkatkan kadar ALB pada buah.

Block Harvesting System (BHS)

Tanaman kelapa sawit pada umur 3 sampai 4 tahun akan memasuki masa tanaman menghasilkan (TM) dimana pada masa tersebut buah kelapa sawit sudah mulai dapat dipanen. Pemanenan dapat terus dilakukan sampai tanaman mencapai umur kurang lebih 25 tahun. Perencanaan yang baik dalam pemanenan mutlak sangat diperlukan. Hal ini perlu dilakukan mengingat panen buah kelapa sawit dilakukan pada areal yang luas dan intensitas panen dapat berlangsung setiap hari jika semua areal pertanaman sudah memasuki masa tanaman menghasilkan. Penentuan sistem panen yang digunakan merupakan salah satu bagian dari perencanaan pemanenan.

Penentuan sistem panen yang digunakan pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh produktivitas dan efisiensi kerja yang optimal. Menurut Tobing (1992) bahwa beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam penentuan sistem panen, antara lain potensi produksi menurut umur tanaman, keadaan topografi areal, dan kondisi tenaga kerja panen baik jumlah maupun kualitasnya. Sistem panen yang umumnya diterapkan di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Indonesia, yaitu sistem ancak tetap dan sistem ancak giring. Kedua sistem ini mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya di lapangan.

Penerapan sistem ancak tetap dimaksudkan agar para pemanen dari setiap kemandoran panen diberikan ancak panen dengan luas tertentu untuk dapat diselesaikan pada hari itu tanpa ada perpindahan ancak. Kelebihan dari sistem ini, diantaranya pemanen tidak perlu melakukan perpindahan ancak yang berarti dapat menghindari kemungkinan terlalu banyak jalan, mandor panen mempunyai cukup waktu untuk mengawasi atau mengontrol pelaksanaan pemanenan, mempermudah mandor panen untuk langsung menegur atau mendenda kesalahan pemanen, dan mencatat hasil yang dilakukan oleh krani panen relatif lebih sederhana karena

tidak ada perpindahan. Kelemahan dari sistem ini, diantaranya mandor panen kurang kreatif dalam usaha pengaturan atau penyusunan kerja yang lebih efektif, pengangkutan TBS dan brondolan yang cepat kurang dapat diharapkan terutama bila tidak dibarengi dengan adanya keharusan segera mengangkat dan mengumpulkan TBS dan brondolan ke TPH, dan sistem ini hanya berorientasi penyelesaian ancak panen bukan peningkatan hasil output panen, namun kualitas ancak juga seringkali kurang diperhatikan.

Penerapan sistem ancak giring dimaksudkan agar pemanen dari setiap kemandoran panen diberikan ancak panen tertentu dalam waktu tertentu, dimana apabila pemanen telah menyelesaikan ancak panen tahapan pertama, maka harus pindah ke ancak panen berikutnya yang telah ditetapkan atau dutunjuk oleh mandor panen sehingga perpindahan dapat terjadi lebih dari dua kali tergantung pada kerapatan buah yang masak. Kelebihan dari sistem ini adalah, TBS dan brondolan dapat sampai di TPH pada waktu yang diinginkan, pengawasan oleh mandor panen lebih intensif karena rentang pengawasan ancak diperkecil, dan pengangkutan tandan buah segar dan brondolan lebih mudah diatur, kelemahan dari sistem ini, diantaranya perpindahan ancak panen akan menimbulkan terjadinya penambahan waktu dan jarak tempuh akan lebih panjang, mandor panen tekadang salah dalam menegur atau mendenda kesalahan pemanenan dikarenakan mandor panen terkadang lupa dengan pemanen yang menyelesaikan ancak tersebut, dan sistem ini hanya berorientasi pada peningkatan output sehingga seringkali pemanen kurang memperhatikan kualitas ancak panen.

Kedua sistem panen tersebut diatas pada dasarnya menghendaki hasil output TBS dan brondolan yang tinggi baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Beberapa tahun belakangan ini, sistem panen yang biasa digunakan mengalami perkembangan. Perkebunan kelapa sawit yang termasuk dalam lingkup Group Guthrie yang ada di Indonesia mengembangkan suatu konsep sistem panen terbaru yang dinamakan dengan Block Harvesting System (BHS). Sistem panen ini sudah mulai diterapkan sejak tahun 2002 walaupun pada awal penerapannya mengalami banyak kendala dan kesulitan. BHS merupakan penggabungan dari sistem ancak panen tetap dan sistem ancak panen giring yang

berorientasi pada peningkatan hasil output dari masing-masing pemanen dan penyelesaian ancak sehingga dapat mengurangi kehilangan produksi.

Dalam mencapai tujuan pelaksanaan BHS yang berorientasi pada peningkatan output pemanen dan penyelesaian ancak panen, perlu disusun langkah-langkah yang sistematis dalam pelaksanaannya di lapangan. Tujuannya agar setiap komponen yang terlibat dalam pelaksanaan BHS mengerti tugas dan tanggung jawabnya sehingga problem produksi yang ada sebelumnya sedikit banyak dapat diatasi. Langkah-langkah pelaksanaan BHS adalah sebagai berikut :

1. Setiap divisi dibagi menjadi enam seksi panen pada peta kebun, dimana setiap seksi panen diberi nama dengan huruf dan dibedakan warnanya dalam peta kebun. Arah perputaran seksi panen ditentukan dan arahnya harus teratur dengan memberikan tanda panah pada peta kebun. Setiap pemanen atau kelompok kecil pemanen (KKP) atau kemandoran panen harus mempunyai ancak panen yang tetap disetiap blok dalam satu seksi panen dimana batas antar pemanen atau antar KKP atau antar kemandoran panen diberi tanda.

2. Penjelasan dan pengertian mengenai Standard Operating Procedure (SOP) panen harus diberikan kepada seluruh pemanen. Tugas mandor dan krani panen adalah memonitor produktivitas, kualitas panen, dan pencatatan administrasi panen.

3. Mandor panen memastikan bahwa seluruh ancak panen sudah dipanen seluruhnya pada hari tersebut dan apabila ada ancak panen yang kosong harus diselesaikan oleh pemanen lain dalam satu KKP.

4. Asisten divisi wajib mengawasi pengangkutan buah dan memastikan hasil panen pada hari tersebut terangkut seluruhnya serta melakukan penilaian terhadap kemajuan pelaksanaan panen, produktivitas, dan efisiensi dengan menganalisa data dari administrasi panen agar dapat dilakukan perbaikan-perbaikan.

Beberapa ketentuan yang dapat dijadikan acuan untuk mendukung langkah-langkah pelaksanaan BHS, antara lain :

1. Setiap divisi hanya mempunyai satu seksi panen per hari sehingga dalam seminggu setiap divisi mempunyai enam seksi panen.

2. Seluruh kemandoran panen dalam satu divisi melakukan panen pada seksi panen yang sama per hari.

3. Ancak panen tiap kemandoran panen atau KKP atau pemanen di dalam blok tiap seksi panen harus jelas dan bersifat tetap.

4. Pemanen dimulai dan diakhiri dengan arah yang sama dan arah perputaran seksi panen harus selaras antar divisi.

5. Panen diselesaikan blok per blok secara berkelanjutan ke arah jalan koleksi.

6. Mobilisasi pemanen antar blok dalam satu seksi panen harus efisien dan efektif.

7. Kebutuhan tenaga kerja panen tiap seksi panen harus sama. Apabila kerapatan panen rendah, maka tenaga kerja panen dapat diperbantukan ke dalam pekerjaan pemeliharaan yang lain.

Pelaksanaan Block Harvesting System (BHS)

Pada dasarnya, sistem BHS memerlukan kerjasama yang baik antar sesama tenaga kerja panen maupun tenaga kerja panen dengan supervisi (asisten, mandor I, dan mandor panen). Hal ini mutlak diperlukan, karena dalam menyelesaikan satu seksi panen baik seluruh tenaga kerja panen dalam satu kemandoran panen maupun antar kemandoran panen harus salalu bersama-sama dalam setiap perpindahan blok sampai selesai satu seksi panen pada hari tersebut. Keuntungan yang diperoleh apabila hal ini berjalan dengan baik adalah buah yang sudah dipanen dapat terangkut semua karena posisi buah berada pada jalur yang sama dan mengurangi kehilangan produksi akibat buah tertinggal di dalam blok maupun di TPH. Komunikasi dan koordinasi antar tenaga kerja panen maupun tenaga kerja panen dengan mandor panen harus dapat berjalan dengan baik.

Pembentukan KKP sangat membantu mandor panen dalam mengarahkan tenaga kerja panen untuk dapat menyelesaikan satu seksi panen dalam sistem BHS ini. Secara keseluruhan, pelaksanaan BHS di Kebun GKE dari segi pelaksanaan prosedur kerja sudah berjalan cukup baik.

Kelebihan lain dari sistem BHS ini adalah jumlah mandor dapat dikurangi sehingga dapat menekan biaya upah tenaga kerja, mandor tidak terlalu banyak

menyediakan waktu untuk membagi ancak pemanen, pemanen tidak perlu berpindah-pindah sehingga kegiatan panen terkonsentrasi, administrasi pencatatan lebih mudah dan sederhana, pengawasan panen lebih efektif, dan pemanen menjadi lebih giat untuk menyelesaikan ancaknya.

Rotasi Panen

Rotasi atau pusingan panen merupakan faktor pembatas dalam menentukan produksi TBS, kualitas mutu buah, mutu transport, pengolahan TBS di PKS, serta biaya eksploitasi. Sementara rotasi panen yang berlaku di Kebun GKE yaitu 6/7. Artinya dalam satu minggu terdapat 6 hari kerja dengan interval 7 hari, sehingga dalam satu bulan setiap seksi dipanen sebanyak 4 kali. Hari kerja setiap pemanen dari hari Senin sampai Sabtu dan jumlah jam kerja setiap hari adalah 7 jam kerja kecuali hari Jumat yaitu hanya 5 jam, maka rincian jam kerjanya ialah sebagai berikut :

- Senin sampai Sabtu (5 x 7) jam + (1 x 5) jam = 40 jam. - Persentase jumlah seksi yang dipanen setiap hari adalah :

 Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu (7 / 40) x 100 % = 17.5 %

 Jumat (5 / 40) x 100 % = 12.5 %

Rotasi Panen Terlambat (Umur Pusingan > 9 hari)

Rotasi / pusingan panen terlambat akan menyebabkan buah cenderung over ripe (terlalu masak), bahkan bisa menjadi empty bunch (janjang kosong). apabila ini terjadi maka akan mengakibatkan :

 Jumlah brondolan meningkat sehingga akan memperlambat penyelesaian ancak panen bahkan basis borongnya sulit tercapai (output kg/HK rendah dan biaya panen meningkat).

 Peluang losses yaitu janjang masak tertinggal di pokok dan brondolan tidak terkutip menjadi sangat tinggi.

Rotasi Panen Terlalu Cepat (Umur Pusingan < 7 hari)

Rotasi / pusingan panen yang terlalu cepat akan mengakibatkan :

 Pemanen cenderung memotong buah under ripe (agak matang) dan unripe (mentah) untuk memenuhi basis kerjanya.

 Akibat meningkatnya buah under ripe (agak matang) dan unripe (mentah) dapat menurunkan % OER (Oil Extraction Rate).

 Meningkatnya biaya pengolahan karena menurunnya kapasitas olah PKS akibat tingginya % buah mogul (unstripe bunch) sehingga proses perebusannya memerlukan waktu yang lebih lama.

Pada saat panen rendah biasanya asisten divisi menyuruh mandor panen untuk melaksanakan kegiatan tunas progresif, sebagai langkah untuk mengatasi rotasi panen yang terlalu cepat. Sedangkan pada saat panen puncak umur pusingan bisa mencapai > 9 hari, hal ini disebabkan oleh tingkat kematangan buah yang tinggi, serta dalam sebulannya banyak hari libur sehingga seksi panen yang biasanya dapat selesai dalam satu hari panen menjadi tidak selesai. Untuk mengatasi hal ini biasanya asisten divisi menyuruh mandor panen untuk melakukan kegiatan kontanan. Yang dimaksud dengan kontanan yaitu kegiatan panen yang dilaksanakan pada hari libur serta sistem pembayaran upah dilakukan pada hari itu juga berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Selain itu jumlah tenaga kerja pengutip brondolan ditambah dengan cara mengalokasikan tenaga kerja perawatan pada kegiatan panen. Rata-rata pusingan potong buah di Divisi I pada bulan Mei 2008 adalah 3.4 dan umur pusingannya 8 – 9 hari.

Angka Kerapatan Panen (AKP)

Angka kerapatan panen adalah perkiraan jumlah tandan matang yang dapat dipanen pada suatu areal atau blok. Tujuan dilakukannya taksasi harian ini adalah untuk memperkirakan berapa unit angkutan yang dibutuhkan untuk mengangkut hasil panen dan untuk mengetahui jumlah tenaga pemanen yang dibutuhkan untuk menyelesaikan panen pada luasan tertentu. Hasil taksasi ini juga digunakan oleh kebun sebagai laporan kepada pabrik pengolah kelapa sawit (PKS) sebagai acuan mandor grading di PKS untuk menentukan berapa unit

angkutan yang harus di grading oleh PKS persentase. Angka kerapatan panen diperoleh dengan membagi jumlah pokok produktif yang dipanen dengan total pokok yang diperiksa dikalikan 100 %. Pokok sampel yang diamati sebesar 5 %. Angka kerapatan panen berguna untuk menentukan berapa perkiraan produksi esok hari yang berhubungan dengan penyediaan tenaga kerja dan angkutan panen. Hasil pengamatan angka kerapatan panen disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengamatan Kerapatan Panen Blok Tahun Tanam Total Pokok Produktif Pokok Sampel Pokok Sampel dipanen Persentase Kerapatan Panen (%) T0 1991 2533 127 53 42 T1 1990 2089 105 43 41 T2 1990 3174 159 73 45 T3 1989 3776 189 56 30 T4 1989 3743 187 46 25 T5 1990 3823 191 61 32 T6 1990 3118 156 57 37

Sumber : Hasil Pengamatan di Lapangan (2008)

Pada Tabel 7. Dapat diketahui bahwa AKP dari blok yang diamati berbeda. Nilai AKP yang diperoleh berkisar antara 25 – 46 %. Menurut Tobing (1992) perbedaan AKP suatu areal dipengaruhi oleh iklim, umur tanaman, dan tempat. Perbedaan AKP dari blok yang diamati diduga karena perbedaan umur tanaman. Umur tanaman berpengaruh terhadap potensi pokok untuk berproduksi yaitu semakin tua umur tanaman maka semakin sedikit pokok untuk berproduksi atau sebaliknya, semakin muda umur tanaman maka samakin banyak pokok berproduksi. Tobing (1992) menyatakan bahwa kisaran nilai AKP 100 % - 25 % menunjukkan produksi tinggi, sedangkan nilai AKP 20 % - 15 % menunjukkan produksi sedang.

Hasil perkiraan produksi melalui perhitungan angka kerapatan panen dapat berbeda dengan produksi aktual di lapangan. Hal ini disebabkan oleh tingkat

ketelitian saat pengamatan masih rendah atau adanya kesalahan dari pemanen itu sendiri baik adanya pemanenan tandan yang belum memenuhi kriteria matang panen atau adanya buah matang tertinggal di pokok.

Dari nilai AKP 45 % dengan berat janjang rata-rata (BJR) sebesar 21.87 kg dan total pokok produktif sebanyak 3 174 pokok, maka perkiraan produksi untuk keesokan hari sebesar 31 237 kg. Dengan contoh perhitungan sebagai berikut :

Estimasi Produksi Harian = Jumlah Pokok Produktif x AKP x BJR = 3 174 pokok x 45 % x 21.87 kg = 31 237 kg

Hasil perkiraan produksi melalui perhitungan angka kerapatan panen dapat berbeda dengan produksi aktual di lapangan. Hal ini disebabkan oleh tingkat ketelitian saat pengamatan, jumlah sampel yang sedikit dan adanya pemanenan terhadap tandan yang belum memenuhi kriteria matang panen. Batas toleransi untuk penyimpangan terhadap produksi yaitu sebesar 3 %.

Penetapan Luas Ancak Panen

Dalam menetukan luasan ancak panen baik luas ancak setiap pemanen, KKP, dan kemandoran panen, maupun luas seksi panen dan jumlahnya mempunyai beberapa pertimbangan yang mempengaruhinya. Dalam menentukan luas ancak panen setiap pemanen dipengaruhi oleh topografi, target output, daya jelajah rata-rata pemanen, jumlah rata-rata output (TBS dan brondolan) setiap rotasi panen, dan waktu penyelesaian ancak setiap pemanen. Penentuan luas ancak panen setiap KKP dipengaruhi oleh fluktuasi kemasakan buah, daya jelajah maksimum pemanen, absensi setiap tenaga kerja panen, hubungan sosial dan kerjasama antar anggota KKP, dan waktu penyelesaian ancak setiap KKP.

Pertimbangan dalam menentukan luas ancak panen setiap kemandoran panen antara lain jumlah tenaga kerja panen tiap kemandoran, waktu penyelesaian ancak setiap kemandoran panen, dan rentang pengawasan dan pembinaan setiap mandor panen yang optimal. Luas dan jumlah seksi panen untuk setiap divisi sangat dipengaruhi oleh luas tanaman menghasilkan, jumlah hari panen dalam seminggu, dan jam kerja harian.

Seksi panen adalah luasan areal panen yang dibagi menjadi 6 bagian, seksi panen itu diperoleh dengan membagi seluruh luas areal divisi I ke dalam 6 hari sesuai dengan proporsi jam kerjanya.

Contoh :

Luas tanaman menghasilkan divisi I : 1086 Ha

Luas seksi hari Jumat : (12.5/17.5) x (1086/5) = 155.08 Ha Luas seksi hari biasa : (1086 – 155.08)/5 = 186.18 Ha

Tabel 8. Luas Seksi Panen Divisi I

Seksi Panen Blok Luas (ha)

Senin (A) T9, T8, T7, T6, T5, T4 188 Selasa (B) T3, T2, T1, T0, S0, S1, S2, S3 185 Rabu (C) S4, S5, S6, S7, S8, S9 186 Kamis (D) R9, R8, R7, R6, R5, R4, R3 195 Jumat (E) R2, R1, R0, Q0, Q1, Q2, Q3 150 Sabtu (F) Q4, Q5, Q6, Q7, Q8, Q9 182 Sumber : Kantor Divisi I (2008)

Seksi panen rata-rata untuk hari Senin – Sabtu adalah 187.2. Sementara untuk seksi panen hari Jumat atau seksi E memiliki luas yang lebih sedikit dari seksi panen hari biasa karena pada hari Jumat panen dilakukan pada blok-blok yang memiliki luasan panen yang kecil dan disesuaikan dengan jam kerja pada hari Jumat yaitu hanya 5 jam. Seksi panen dianjurkan dapat selesai dalam satu hari panen, hal ini bertujuan untuk menjaga agar rotasi dan umur pusingan tetap normal.

Kehilangan Produksi (Losses)

Kehilangan produksi adalah salah satu hal yang harus dihindari dalam mencapai kuantitas dan kualitas produksi yang optimal. Produksi yang optimal

hanya dapat dicapai apabila losses (kehilangan) produksi minimal. Dengan

Dokumen terkait