• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rotasi panen

Pemanenan dilaksanakan setiap hari agar agar pabrik dapat beroperasi setiap hari juga panen menggunakan sistem non DOL (division of labour). Pelaksanaan panen perlu memperhatikan beberapa kriteria. Kriteria panen perlu diperhatikan karena tujuan dari pemanenan kelapa sawit untuk mendapatkan rendemen miyak yang tinggi dan kualitas yang baik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah rotasi panen. Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya. Rotasi panen perlu diatur agar hari istirahat pabrik dan pemanen tersedia. Rotasi panen yang diterapkan di kebun kelapa sawit adalah 6/7 artinya dimana dalam seminggu terdapat 6 hari waktu panen dan 1 hari waktu istirahat.

24

Rotasi panen sangat berpengaruh terhadap kualitas buah dan mutu buah yang akan dipanen saat itu. Rotasi panen yang dipanen terlalu cepat mengakibatkan banyak buah yang tidak dapat dipanen dan rotasi panen yang terlalu lama mangakibatkan banyaknya losses, buah kelewat matang, dan buah busuk. Rotasi panen yang panjang mengakibatkan banyak jumlah brondolan yang disebabkan banyaknya tandan matang dan lewat matang di pohon (Sarimah 2008). Rotasi panen divisi 1 kebun Manggala I selama bulan Februari hingga Mei dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rotasi panen divisi I kebun Manggala I selama 4 bulan

Bulan

Rotasi Produksi (kg)

Standar

perusahaan Terpendek Terpanjang Rencana Realisasi ...(Hari)...

Februari 7 6 9 1234 553 833 950

Maret 7 6 10 1 332 378 1 108 920

April 7 6 11 1 243 553 1 087 410

Mei 7 6 10 1 421 204 996 860

Sumber : Hasil pengamatan penulis 2014

Standar rotasi panen yang diterapkan di divisi I Manggala I Estate adalah ≤9 hari. Berdasarkan rotasi panen pada Tabel 8 terlihat range rotasi panen. Rotasi panen terpendek setiap bulannya adalah 6 hari sedangkan rotasi panen terpanjang pada bulan April yaitu 11 hari. Kebun Manggala I tidak memberlakukan sistem 6/7 tetapi menggunakan sistem interval ≤9 hari, dimana setiap blok memiliki jadwal panen yang berbeda setiap minggunya. Rotasi panen yang pendek disebabkan karena buah sedang trek dan mengakibatkan pemanen memotong buah yang kurang masak atau jumlah pemanen yang berlebih. Kondisi buah yang sedikit sedangkan pemanen dituntut untuk mencapai basis mengakibatkan pemanen mangambil resiko dengan memanen tandan mentah atau kurang matang untuk memenuhi basis (Pahan 2008). Rotasi panen yang panjang disebabkan oleh jumlah pemanen yang tidak masuk sehingga kekurangan pemanen. Rotasi panen yang panjang mengakibatkan mutu buah dan kualitas buah menurun dan dapat meningkatkan asam lemak bebas diatas 3%. Penyelesaian dari masalah rotasi panen ini adalah melakukan pemantauan pada daftar rotasi panen di kantor afdeling informasi umur pokok dan kerapatan panen setiap blok, jumlah tenaga kerja, jumlah borongan, persentase siap borong, dan curah hujan (Pahan 2008).

Angka Kerapatan Panen (AKP)

Angka kerapatan panen adalah sejumlah angka yang menunjukkan tingkat kerapatan di dalam suatu areal. Mandor panen mempunyai tugas melakukan taksasi buah yang dapat dipanen esok hari dengan mengetahui persentase AKP. Penulis melakukan pengamatan AKP dilakukan pada sore hari yang dibantu oleh mandor panen. Pelaksanaan kegiatan penentuan taksasi AKP di Kebun ManggalaI dilakukan pada sore hari dengan mengambil blok contoh yang akan dipanen esok harinya. Luasan blok contoh pengamatan yang diambil adalah 3 ha atau 10% dari luasan blok.

25 Angka kerapatan panen digunakan untuk mengetahui taksasi hasil produksi TBS yang akan dipanen dikalikan dengan berat janjang rata-rata (BJR) dan jumlah pohon kelapa sawit di blok yang akan dipanen tersebut. Kerapatan panen menjadi langkah awal yang harus dilakukan untuk memperkirakan total produksi (taksasi), kebutuhan pemanen, kebutuhan truk, dan luasan yang akan dipanen pada esok hari secara tepat (PPKS 2007). Apabila telah diketahui jumlah TBS yang dapat dipanen dari hancak yang telah diamati maka kebutuhan transportasi pengangkutan TBS juga bisa diperkirakan. Ketentuan buah matang disesuaikan dengan standar perusahaan yaitu 5 brondolan . Hasil pengamatan AKP rencana dan realisasi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil pengamatan angka AKP rencana dan realisasi divisi I Blok panen Blok

contoh Tahun tanam Jumlah pokok contoh Jumlah buah matang AKP rencana (%) AKP realisas i (%) C009,C008 C008 1990 400 77 19.25 18.70 D009,D008 D009 1990 400 73 18.25 17.80 D007,C007 C007 1990 400 119 29.75 29.00 B007,B008,A009 B008 1991,1992 400 60 15.00 14.40 A010,B008,B009 B009 1991,1992 400 74 18.50 17.70 A010,B009,B010 A010 1991,1992 , 1994 400 96 24.00 23.80 Rata-rata 400 83.16 20.79

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Contoh perhitungan AKP pada blok contoh yaitu blok C008

AKP = X 100% => AKP = X 100% =19.25% Persentase nilai AKP digunakan untuk memperkirakan produksi yang dapatdiraih pada waktu panen berikut dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Taksasi produksi = %AKP x jumlah pohon per ha x luasan panen x BJR Berdasarkan AKP pada setiap blok contok terlihat AKP rencana dan AKP realisasinya berbeda. AKP rencana lebih besar dari pada AKP realisasi. Nilai AKP rencana rata-rata pada 15.00-29.75% dan AKP rencana yang tertinggi terdapat pada blok C007 dan terendah pada blok B008 sedangkan nilai AKP realisasi rata-rata pada 14.40-29.00% dan AKP tertinggi pada blok C007 dan AKP terendah pada B008. Berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai AKP rencana dan AKP realisasi tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Selisih antara nilai AKP rencana dan AKP realisasi tidak berbeda jauh yaitu 0–0.56%. Selisih yang diperoleh tersebut masih berada dibawah standar maksimal yang telah ditentukan oleh perusahaan yaitu < 5% dari hasil taksasi.

Perbedaan nilai AKP disebabkan oleh tingkat ketelitian yang masih rendah karena adanya kesalahan saat melakukan pengamatan. Menurut Miranda (2009) perbedaan angka kerapatan panen disebabkan oleh tingkat ketelitian saat

26

pengamatan masih rendah atau adanya kesalahan dari pemanen itu sendiri baik pemanenan tandan yang belum memenuhi kriteria matang panen atau buah matang tertinggal di pokok. Nilai AKP yang berada dibawah 15% menunjukkan produksi TBS di kebun tersebut tergolong rendah (Tobing 1992). Nilai AKP pada kebun Manggala I divisi I sudah sesuai dan nilai AKP sudah di atas 15% (Tabel 9).

Tenaga Kerja Panen

Faktor yang harus diperhatikan dalam menuju keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit adalah tenaga kerja. Tenaga kerja adalah ujung tombak perusahaan dalam penentuan produksi kelapa sawit. Tenaga kerja panen akan mempengaruhi produksi yang dapat dicapai dan jumlah biaya yang perlu dikeluarkan. Penentuan tenaga kerja harus memperhatikan luasan areal, jumlah buah yang akan dipanen, dan kemampuan pemanen. Kekurangan tenaga panen akan mengakibatkan tidak maksimalnya produksi yang dihasilkan. Kelebihan tenaga kerja meningkatkan biaya produksi yang harus dibayar kepada tenaga kerja.

Penetapan tenaga kerja panen di divisi Ikebun ManggalaI tidak ditentukan dengan perhitungan taksasi panen tetapi dihitung dari perhitungan luas TM dan kapasitas panen karyawan. Perhitungan tenaga panen dapat dilihat sebagai berikut:

Luas TM : 779.20

Kapasitas panen karyawan per seksi panen : 3 ha

Kapasitas panen karyawan selama 6 seksi : 6 seksi X 3 ha = 18 ha

Kebutuhan TK panen = = = 43.28orang

Selanjutnya perhitungan menggunakan rumus :

TK panen = kebutuhan TK panen + 10% tenaga panen = 43.28+4.32

= 47.6 atau 48 orang

Kebutuhan tenaga panen di divisi Ikebun Manggala I adalah 43 orang. Penambahan 10% jumlah tenaga kerja digunakan untuk mengantisipasi adanya pemanen yang mengalami absensi. Permasalah absensi meliputi cuti, sakit, mangkir, dan lain-lain. Jumlah tenaga kerja di divisi Ikebun ManggalaI belum sesuai karena tenaga panen hanya ada sebanyak 39 orang dan kekurangan 4 tenaga panen berdasarkan perhitungan. Penambahan tenaga panen perlu dilakukan agar dapat berjalan lebih optimal.Pada Tabel 10 dilakukan pengamatan umur pemanen dan lama kerja pemanen terhadap rata-rata jumlah tandan hari-1 dengan menggunakan uji-t.

27 Tabel 10 Hasil uji-t umur pemanen dan lama kerja terhadap rata-rata jumlah

tandan hari-1

Peubah Rata-rata jumlah tandan

hari-1 t-hitung Pr > t Umur pemanen ≤33 87.14 1.84 0.074tn >33 86.33 Lama kerja ≤3 86.59 - 0.84 0.406tn >3 86.97

Keterangan : tn =tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Hasil uji-t pada Tabel 10 dilakukan dengan membandingkan rata-rata jumlah tandan hari-1pemanen yang berumur ≤33 tahun dengan pemanen yang berumur >33 tahun menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada taraf 5%, yaitu bernilai 0.074.Hal ini disebabkan oleh selisih pencapaian jumlah tandan rata-rataantara pemanen ≤33 dan >33 tahun sangat kecil yaitu 0.81 tandan hari-1. Umur pemanen>33 tahun memiliki jumlah rata-rata tandan hari-1yang lebih rendah

dibandingkan pemanen yang memiliki umur ≤ 33 tahun. Rata-rata ouput pemanen

yang memiliki umur ≤ 33 adalah 87.14 tandan hari-1 sedangkan yang memiliki

umur>33 tahun adalah 86.33 tandan hari-1.

Lama kerja dibagi berdasarkan pemanen yang telah bekerja selama ≤ 3 tahun dan yang telah bekerja selama >3 tahun.Hasil uji-t menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan nilai 0.406 (Tabel 10), hal ini menjelaskan bahwa lama kerja pemanen tidak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Terlihat bahwa seluruhnya tidak berbeda nyata, dapat diartikankualitas pemanen baik dari segi umur pemanen, tingkat pendidikan, dan lama kerja tidak berpengaruh terhadap output pemanen. Hal ini bertolak belakang dengan literatur terhadap lama kerja pemanen, karena penulis hanya mengamati lama pemanen dimulai dari masuk kerja di kebun Manggala I. Umur dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas pemanen, sedangkan lama kerja dan upah berpengaruh nyata terhadap produktivitas pemanen (Trismiaty et al. 2008).

Pengawasan Panen

Pengawasan panen sangat perlu diperhatikan dalam kegiatan pemanenan agar dapat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengawasan dapat diketahui dengan dua cara, yaitu laporan tertulis dan laporan fisik. Pengawasan di kebun pada umumnya meliputi pengawasan tenaga kerja, bahan, pembibitan, pembukaan lahan, pemupukan, dan panen. Pengawasan mutu panen dilakukan oleh asisten, mandor I, mandor panen, dan krani buah. Dengan adanya pengawasan mutu panen dapat mengurangi kehilangan hasil panen dan kualitas buah terjaga. Pengawasan mutu panen meliputi panen TBS masak tanpa terkecuali, kutip semua brondolan dengan bersih, dan antrikan TBS secara teratur di TPH.

Kondisi tanaman akan terjaga ketika kesalahan dalam kegiatan panen dapat dikurangi. Pelaksananan mutu panen di kebun Manggala Idivisi I dilaksanakan oleh mandor panen, krani buah, mandor 1, asisten divisi, dan asisten PSQM (plantation sustainable quality management).Pengawasan panen terbagi dua yaitu

28

pengawasan mutu buah dan pengawasan hancak panen. Banyaknya bagian terlibat dalam pelaksanaan pengawasan mutu buah dan pengaasan hancak panen sangat baik karena dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh pemanen dan meningkatkan kualitas hasil pengawasan mutu buah dan pengawasan hancak panen dan dapat terlihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Terlihat mutu buah yang diamati adalah buah matang (ripe), buah kurang matang (under ripe), buah mentah (unripe), dan buah busuk (empty bunch) (Tabel 12). Pengawasan buah masak ketika brondolan lepas > 10 brondol tiap janjang, buah kurang matang brondol lepas < 10 brondol dan buah busuk 95% brondolan sudah terlepas dari janjangan.Berdasarkan hasil pengamatan mutu buahterlihat hampir semua pemanen persentase kematangannya diatas 95% (Tabel 12). Pemanen no 3 memiliki persentase kematangan paling rendah, yaitu 95%. Persentase buah under ripe hanya 2% tertinggi yaitu pada pemanen no 3, 6, 10, 12 dan 15. Buah unripe tidak ditemukan saat penulis sedang pengamatan sedangkan buah empty bunch hampir semua dipanen oleh pemanen. Mutu buah yang rendah harus dihindari karena berpengaruh terhadap kandungan ALB dan minyak sawit yaitu meningkatnya kadar ALB dan menurunnya kandungan minyak yang dihasilkan (Mangoensoekarjo dan Semangun 2006).

Tabel 11 Mutu buah pemanen divisi I kebun Manggala I No pemanen

Mutu buah

Ripe Under ripe Unripe Empty bunch

...(%)... 1 97 1 0 2 2 98 1 0 1 3 95 2 1 2 4 98 1 0 1 5 99 0 0 1 6 96 2 0 2 7 98 1 0 1 8 97 1 0 1 9 98 1 0 1 10 96 2 0 2 11 98 1 0 1 12 96 2 0 2 13 98 1 0 1 14 98 1 0 1 15 97 2 0 1 Standar perusahaan 95 5 0 0

Sumber : Hasil pengamatan penulis (2014)

Pengawasan hancak panen merupakan peubah penilaian terhadap tenaga kerja pemanen dalam pelaksanaan pemanenan TBS kelapa sawit. Pengawasan mutu hancak meliputi buah masak tidak dipanen, brondolan tidak dikutip, pelepah sengkleh, penunasan berat (over prunning), penunasan ringan (under prunning).Kesalahan pemanen dalam panen adalah memotong buah mentah atau kurang matang, pelepah sengkleh, penunasan berat (over prunning), dan penunasan ringan (under prunning).

29 Semua pemanen sudah memanen buah matang dan tidak ada yang tertinggal di pokok. Kehilangan brondolan atau brondolan tidak dikutip tertinggi terdapat pada pemanen nomor 3 dengan kehilangan brondolan 1.31 butir

sedangkan kehilangan brondolan paling rendah pada pemanen nomor 11 dengan kehilangan hasil 0.88 butir pohon-1. Kerugian yang dialami oleh kebun sebesar Rp 5 747 terjadi apabila rata-rata brondolan yang tidak terkutip adalah 3 butir per tandan (Dja’far 1992).

Berdasarkan data di bawah terlihat tingkat kehilangan brondolan masih dapat ditoleransi oleh kebun, karena tingkat kehilangan hasil standar kebun Manggala 1 adalah ≤2 butir . Kesalahan pemanen dalam penunasan tidak terjadi pada over prunning tetapi pada under prunning. Kesalahan under prunning tertinggi pada pemanen nomor 2, 8, dan 13 yaitu sebesar 0.38

sehingga dapat menyebabkan pelepah sengkleh. Pelepah sengkleh terdapat pada setiap pemanen karena mereka selalu melakukan under prunning untuk mengejar basis. Pelepah sengkleh dapat menjadi sumber hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit (Pahan 2008). Over prunning dapat menurunkan produksi karena tanaman akan menghasilkan bunga jantan yang lebih banyak (Anwar dan Purba 2001).

Tabel 12 Pengawasan hancak pemanen di divisi I kebun Manggala I No pemanen Buah matang tidak dipanen (tandan) Brondolan tidak dikutip (butir Pelepang sengkleh (pohon) Over prunning (pohon) Under prunning (pohon) 1 0 1.09 0.20 0 0.25 2 0 1.08 0.18 0 0.38 3 0 1.31 0.29 0 0.19 4 0 1.11 0.15 0 0.22 5 0 1.22 0.13 0 0.30 6 0 1.18 0.18 0 0.37 7 0 0.86 0.20 0 0.17 8 0 1.11 0.15 0 0.38 9 0 0.86 0.24 0 0.23 10 0 1.23 0.32 0 0.29 11 0 0.80 0.39 0 0.28 12 0 0.92 0.52 0 0.19 13 0 1.08 0.23 0 0.38 14 0 1.01 0.19 0 0.22 15 0 0.89 0.16 0 0.29

Sumber : Hasil pengamatan penulis (2014)

Manajemen Transportasi hasil panen

Manajemen tranportasi merupakan salah satu faktor penting untuk mengumpulkan dan mengangkut hasil panen menuju pabrik pada hari itu dengan kerusakan sekecil mungkin. Transportasi hasil panen dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pengangkutan dari pohon menuju ke TPH (recovery) dan

30

pengangkutan dari TPH ke pabrik (evacuation) (Mangoensoekarjo dan Haryono 2003). Pengangkutan dari kebun ke pabrik harus dilakukan secepat mungkin. Kendala yang sering terjadi dalam pengangkutan buah dari TPH ke pabrik adalah jalan kebun yang rusak dan kekurangan unit tranportasi.

Divisi I kebun Manggala I memiliki dua unit tranfortasi yaitu dua dump truck dengan kapasitas muatan sedang dan besar. Setiap unit transportasi terdapat lima orang karyawan yang terdiri dari satu orang supir, empat orang pemuat, dan satu orang KCS yang bertugas memeriksa mutu buah dan menghitung jumlah TBS (Tabel 14).

Tabel 13 Pengamatan tranportasi TBS ke pabrik Jenis unit Waktu muat

(menit)

Waktu ke PKS (menit)

Jumlah muatan (kg)

Truk kapasitas sedang 30.15 13.24 6 100

Truk kapasitas besar 36.16 14.07 7 550

Sumber : Hasil pengamatan penulis (2014)

Waktu pengangkutan truk kapasitas sedang ke pabrik adalah selama 13.24 menit sedangkan truk kapasitas besar selama 14.07 menit (Tabel 14). Rata-rata waktu pengangkutan dari TPH ke pabrik adalah 13.65 menit, ini termasuk waktu yang baik (tidak terlalu lama) sehingga asam lemak bebas tidak akan tinggi.

OER, KER dan FFA

Produk utama dari industri kelapa sawit adalah CPO dan PKO. CPO didapat dari pengolahan pabrik kelapa sawit. CPO diekstrak dari pericarp (daging buah) sementara PKO diekstrak dari inti sawit. Tunggal Mitra Factory (TMF) membagi ekstraksi menjadi dua yaitu Oil Extraction Rate (OER) dan Kernel Extraction Rate (KER). OER adalah persentase CPO yang dihasilkan dari pengolahan TBS sedangkan KER persentase PKO yang dihasilkan pengolahan TBS. Free Fatty Acid (FFA) adalah asam lemak bebas yang terkandung pada minyak kelapa sawit.

Tabel 14 Ekstraksi buah di TMF lima tahun terakhir

Tahun OER KER FFA

...(%)... 2008-2009 23.25 4.93 2.38 2009-2010 23.09 4.84 2.53 2010-2011 22.79 4.75 2.80 2011-2012 22.57 4.81 2.87 2012-2013 22.67 4.85 2.98 Standar perusahaan > 23.75 > 4.75 < 3 Sumber : Kantor besar kebun Manggala I (2014)

Minamas plantation menetapkan target dalam pencapaian OER, KER, dan FFA yang harus dicapai oleh setiap kebun. Target yang ditetapkan oleh Manggala I adalah OER > 23.75%, KER > 4.75 %, dengan kualitas FFA < 3%. Terlihat pada Tabel 8 data FFA >3 sehingga kualitas CPO sudah tergolong baik Dan

31 Pencapaian KER sudah sesuai target karena >4.75 %. Target OER yang ditentukan belum tercapai dalam enam tahun terakhir disebabkan karena mesin pengolahan CPO masih ada yang belum beroperasi dengan maksimal.

SIMPULAN

Simpulan

Kriteria kualitas panen di Kebun Manggala I yang sudah sesuai dengan standar perusahaan adalah kualitas buah matang dengan tingkat persentase buah matang >95%, dengan standar kebun 95%. Kriteria kualitas panen buah busuk masih di atas standar yaitu 1.3% dengan standar kebun 0%. Nilai angka kerapatan panen sudah cukup baik >15%. Nilai KER dan FFA sudah di atas standar perusahaan tetapi nilai OER masih belum memenuhi standar kebun. Penggunaan unit tranportasi muatan besar dapat meningkatkan efisiesi transpor hasil panen divisi I kebun Manggala I.

Saran

Perlu adanya penambahan asisten divisi dan tenaga kerja pemanen agar dapat meningkatkan produksi setiap divisi. Sistem pengawasan dan ketegasan perlu ditingkatkan dari tim supervisi sehingga tenaga kerja yang ada dapat bekerja secara optimal. Pengendalian gulma harus lebih dioptimalkan dengan menambah tenaga kerja pemeliharaan tanaman agar dapat menekan losses dan pengawasan terhadap pelaksanaan panen oleh pemanen dapat dilakukan secara optimal

Dokumen terkait