• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teknis Pengendalian Gulma

Gulma adalah tanaman yang tumbuhnya tidak diinginkan kehadirannya dalam perkebunan kelapa sawit. Kehadiran gulma menjadi gangguan bagi tanaman utama karena bersaing dalam menyerap hara maupun air di dalam tanah. Pengendalian gulma adalah tindakan mengendalikan pertumbuhan gulma. Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Gulma yang tumbuh di areal pertanaman harus diberantas agar persaingan dengan tanaman utama dapat

11 ditekan karena dapat merugikan tanaman pokok bahkan menurunkan produksi. Pada dasarnya pengendalian gulma dilakukan dengan tiga cara pemberantasan gulma, yaitu kimia, mekanis, dan biologi. Kegiatan pengendalian gulma diawali dengan kegiatan identifikasi gulma untuk mengetahui jenis gulma yang dominan di kebun.

Pengendalian gulma di kebun Manggala I mempunyai sistem BSS (block spraying system) dan BTP (bongkar tanaman penggangu). Pengendalian gulma secara kimia menggunakan bahan jenis herbisida dengan cara menyemprotkan herbisida ke tanaman pengganggu. Sistem penyemprotan dengan BSS mengunakan rayonisasi yang artinya bahwa kegiatan penyemprotan yang dilakukan untuk seluruh divisi di kebun Manggala I menjadi tanggung jawab dari satu divisi tertentu. Divisi yang menjadi penanggung jawab sistem BSS adalah divisi IV dimana pada divisi IV terdapat rumah BSS. Rumah BSS digunakan untuk menyimpan alat-alat penyemprotan dan perlengkapan bagi karyawan dalam pelaksanaan penyemprotan. Rumah BSS berisi sprayer, herbisida, dan perlengkapan safety seperti pakaian khusus semprot, sarung tangan, masker, sepatu bot, dan celemek. Tujuan dibangun rumah BSS adalah untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan karena mereka bekerja berhubungan dengan racun.

Saat penulis melaksanakan kegiatan magang, sistem BSS tidak berfungsi untuk mengendalikan gulma tetapi lebih fokus ke daerah replanting untuk pemupukan daun pada tanaman TBM dan pengendalian hama. Pengendalian gulma di divisi I dilakukan oleh tenaga kerja wanita yang berjumlah 6 orang, terdiri dari 5 orang tenaga penyemprot dan 1 orang pengangkut air dan pengisian racun kedalam alat semprot.

Pengendalian gulma kimia. Pengendalian gulma kimia merupakan pengendalian menggunakan herbisida. Herbisida merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan gulma baik secara selektif maupun non selektif. Pengendalian gulam kimia dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengendalian di piringan dan pengendalian di gawangan. Pengendalian gulma kimia menggunakan alat semprot RB 15. Pestisida yang digunakan adalah merek dagang Prima Up dan Meta Prima. Prima Up mengandung bahan aktif glyphosate 480g setara dengan asam glifosat 356 g l-1 dan Meta Prima yang berbahan aktif metyl metsulfuron 20%. Jenis nozel yang digunakan adalah deflektor bewarna merah dengan lebar semprot 1.5 m.

Pengendalian di piringan. Pengendalian gulma di piringan mempunyai tujuan untuk mengurangi kompetisi hara dan air, meningkatkan efisiensi pemupukan, mempermudah kontrol pelaksanaan panen, dan pengutipan brondolan. Penyemprotan dimulai dengan pembagian hancak kepada karyawan yang dibagi oleh mandor penyemprotan. Penyemprotan dimulai dari jalan koleksi sampai ke pasar tengah setelah itu pindah sisi dari pasar tengah sampai ke jalan koleksiawal. Standar prestasi kerja karyawan dalam pengendalian gulam di piringan 2 ha . Pengendalian menggunakan alat semprot RB 15 dengan kapasitas tangki 15 L. Dosis yang digunakan untuk penyemprotan piringan adalah glyphosate 250 ml dan methyl metsurfuron 0.02 kg dengan merek dagang Prima Up dan Meta Prima, konsentrasi Prima Up yang digunakan adalah 1.6% dan konsentrasi Meta Prima adalah 0.13%. Prestasi kerja karyawan pada pengendalian di piringan

12

adalah 2 ha HK-1 dan saat penulis melaksanakan pengendalian dapat mengikuti prestasi kerja karyawan, yaitu 2 ha HK-1.

Pengendalian di gawangan. Pengendalian gulma di gawangan bertujuan untuk mengurangi kompetisi hara dan air, mempermudah kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan yang lain, dan menekan populasi hama. Pengendalian gawangan dimulai dengan pembagian hanca oleh mandor. Penyemprotan dimulai dari jalan koleksi sampai ke pasar tengah setelah itu pindah sisi dari pasar tengah sampai ke jalan koleksi awal. Setiap karyawan mendapat 1 pasar rintis dengan prestasi kerja 5 ha HK-1 dan prestasi kerja penulis 2 ha HK1 karena penulis belum berpengalaman dalam melaksanakan pengendalian gawangan. Alat semprot yang digunakan adalah RB 15 dengan kapasitas 15 L. Dosis yang digunakan untuk semprot gawangan adalah glyphosate 400 ml dan methyl metsurfuron 0.03 kg . Dalam 1 kep dosis yang digunakan adalah 100ml dengan konsentrasi 0.6% dan 7.5 g untuk methyl metsufuron dengan konsentrasi 0.05%. gambar pengendalian gulma dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pelaksanaan penyemprotan kebun Manggala I (A) semprot piringan, (B) semprot gawangan

Pengendalian gulma manual. Pengendalian gulma manual terdiri dari rawat piringan manual, gawangan manual, dan dongkel anak kayu. Alat yang digunakan untuk pengendalian manual adalah parang, cangkul, babat, dan cados. Pengendalian gulma manual dimulai dari pencabutan kentosan di piringan dan epifit yang ada di batang kelapa sawit. Piringan merupakan areal di sekitar pertanaman kelapa sawit yang memerlukan perhatian khusus dalam pengendalian gulma dengan membersihkan selebar proyeksi tajuk kelapa sawit pada jari-jari 1.5-2 m. Piringan di sekitar tanaman kelapa sawit harus bebas gulma atau dikenal dengan zona W0 yaitu piringan harus benar-benar bersih dari semua gulma sehingga mudah dalam pengutipan brondolan dan mengurangi kompetisi unsur hara dan air karena akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan/pokok.

Pengendalian gawangan. Gawangan memiliki fungsi yang hampir sama dengan piringan. Pengendalian gulma di gawangan bertujuan mengurangi kompetisi hara, air dan sinar matahari, mempermudah kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lain, dan menekan populasi hama (terutama pada TBM).

Gulma yang dominan tumbuh adalah kentosan, Nephrolepis biserata,

Paspalum conjugatum, Melastoma malabathricum, Borreria alata, Asystasia intrusa, dan kopi-kopian. Pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit yang dilaksanakan secara terpadu, yaitu mengkombinasikan cara manual, kimia, dan

13 hayati sehingga membawa hasil yang baik. Prestasi kerja karyawan adalah 3 ha HK-1. Pengendalian gulma manual saat penulis melaksanakan hanya dapat mencapai 1.5 ha HK-1, ini masih jauh dari prestasi kerja karyawan karena penulis belum memiliki pengalaman kerja dalam melaksanakan pengandalian gulma manual.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit adalah strategi pengendalian berdasarkan ekologi yang yang berwawasan lingkungan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan serangga. Konsep pengendalian hama dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama. Pengendalian hama di kebun Manggala I menggunakan sistem biologis. Pengendalian tikus secara biologis dengan membangun kandang burung hantu, sedangkan pengendalian ulat api dan ulat kantong pengendaliannya menggunakan pengembangan benificial plant. Gambar kandang burung hantu dan buah yang terserang hama tikus dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pengendalian hama kebun Manggala I (A) Kandang burung hantu (B) Buah dimakan tikus

Pengendalian hama tikus. Pengendalian ini menggunakan pemasangan kandang burung hantu (BOB) dengan perbandingan 1:20, dimana terdapat 1 BOB dalam kawasan 20 ha. Pembangunan BOB bertujuan untuk menyediakan tempat tinggal bagi burung hantu dan menjadikan burung hantu sebagai musuh alami untuk mengendalikan hama tikus. Jenis burung hantu yang dipelihara adalah Tyto alba. Hama tikus pada umumnya sulit diberantas, karena daerah hidupnya sangat luas. Hama tikus dapat mengkonsumsi mesocarp ±4 ghari-1 sehingga kehilangan hasil produksi mencapai 5% dari produksi normal (Pahan 2008).

Pengendalian kumbang tanduk (Orytes rhinocheros). Kumbang tanduk dapat mengganggu pertumbuhan vegetatif kelapa sawit. Kumbang tanduk menggerek pangkal pelepah muda dan meneruskan gerekannya kearah titik tumbuh dan dapat menyebabkan batang busuk, selanjutnya menyebabkan pokok mati terutama pada TBM. Pengendalian kumbang tanduk menggunakan perangkap yang mengandung feromon. Feromon disebut juga dengan istilah fero

trap. Cara kerja fero trap adalah merangsang kumbang tanduk masuk ke dalam perangkap. Perangkap digantung ditiang penyangga yang lebih tinggi untuk tanaman TBM. Feromon dimasukkan ke dalam ember yang digantung di tiang

14

penyangga. Fero trap cukup efektif untuk mengendalikan hama kumbang tanduk karena bau yang dikeluarkan feromon mampu merangsang datangnya kumbang tanduk. Pengendalian fero trap harus selalu diperhatikan karena bukan kumbang tanduk yang di sekitar perangkap saja yang akan datang.

Pengendalian ulat api. Pengendalian ulat api menggunakan penanaman

benificial plant. Beneficial plant adalah tanaman yang berfungsi untuk konservasi karena dapat berguna sebagai penyedia madu dan tempat inang predator ulat api. Predator ulat api yang umum di perkebunan kelapa sawit adalah Sycanus sp.

Beneficial plant yang ditanam di kebun Manggala I antara lain Casia cobanensis,

Turnera subulata, dan Antigonon leptopus (Gambar 3).

Gambar 3 Beneficial plant kebun Manggala I (A) Casia cobanensis, (B)

Antigonon leptopus, (C) Tunera subulata

Standar penanaman beneficial plant di kebun Manggala I adalah 10 m mewakili 1 ha (1%) dengan komposisi penanaman Casia cobanensis : Antigonon leptopus : Turnera subulata adalah 60% : 20% : 20%. Beneficial plant ditanam di areal terbuka, seperti jalan utama dan jalan koleksi. Penanaman beneficial plant

ditanam secara selang seling dengan lebar 1 m dan panjang 10 m setiap tanaman. Pemupukan

Kemampuan lahan dalam penyedian unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit sangatlah terbatas. Keterbatasan hara dalam tanah harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Setiap unsur hara pupuk memiliki peran masing-masing dan dapat menampilkan gejala tertentu pada tanaman jika ketersediaan dalam tanah sangat kurang. Penyediaan unsur hara dalam tanah harus seimbang sesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Salah satu efek pemupukan yang sangat bermanfaat yaitu meningkatkan kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi lebih stabil. Pemupukan juga melengkapi persedian unsur hara di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman terpenuhi.

Prinsip utama penaburan pupuk di perkebunan kelapa sawit harus menerima setiap jenis pupuk sesuai dengan dosis yang telah direkomendasikan oleh Departemen Riset melalui kegiatan LSU setahun sebelumnya. Pemberian pupuk harus memperhatikan kondisi tanaman. Pemupukan dikatakan efisien dan efektif saat jenis pupuk, dosis pupuk, waktu pemupukan, cara pemupukan, dan tempat pemupukan dilakukan secara benar dan tepat.

15 Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pemupukan yaitu persiapan piringan, material pupuk, tenaga kerja, dan sarana transportasi. Pemupukan di kebun Manggala I menggunakan dua jenis pupuk berdasarkan sumbernya, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik dapat dimanfaaatkan untuk memperbaiki struktur tanah dan memberikan hara bagi tanaman. Umumnya bahan organik merupakan produk limbah seperti janjangan kosong dan Palm Oil Mill Effluent (POME) sehingga tersedia secara murah. Pupuk anorganik adalah pupuk yang telah dikembangkan untuk menambah hara tanah sehingga dapat memenuhi kebutuhan tanaman.

Sistem pemupukan di kebun Manggala I tidak menggunakan sistem until lagi hal ini dikarenakan gudang pupuk selalu kotor dan membutuhkan banyak tenaga kerja saat melakukan penguntilan dan juga membutuhkan banyak goni sebagai tempat pupuk yang sudah diuntil. Pemupukan menggunakan Block Manurring System (BMS) yang sistem pemupukannya terkonsentrasi pada blok per blok. Sistem BMS dilakukan dengan harapan sasaran, mutu pemupukan, kegiatan pengontrolan, dan pengerjaan pemupukan lebih efektif. Pemupukan dilakukan dua semester yaitu pada semester satu dimulai pada bulan Juli-Desember dan semester dua pada bulan Januari-Juni.

Pemupukan tidak boleh dilaksanakan pada kondisi musim hujan atau musim kemarau yang berkepanjangan karena dapat menimbulkan kehilangan hasil yang tinggi melalui pencucian, aliran permukaan, dan erosi. Pemupukan pada musim kemarau akan menimbulkan penguapan yang mangakibatkan panas pada akar sehingga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Organisasi pemupukan terdiri dari mandor pupuk, pengangkut pupuk, pengecer pupuk, dan penabur pupuk sehingga total tenaga kerja berjumlah 14 orang.

Pengeceran Pupuk. Pengeceran pupuk merupakan kegiatan memuat pupuk dari gudang ke dalam truk yang akan disebar di lapangan dan diawasi langsung oleh kepala gudang. Pengeceran dilakukan di jalan koleksi dengan cara dilempar dari truk ke jalan koleksi. Pengeceran pupuk dilakukan dengan membagi dosis yang telah ditentukan, yaitu 1 karung pupuk 50 kg sehingga dapat ditentukan sesuai hancak pemupuk yang telah ditentukan oleh mandor pupuk. Kendala dalam pengangkutan pupuk dari gudang ke lapangan adalah alat angkutan dan ketepatan waktu pengangkutan. Keterlambatan pengangkutan akan mengakibatkan keterlambatan aplikasi pupuk di lapangan. Gambar pengeceran pupuk dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Aplikasi pemupukan (A) Pengeceran pupuk (B) Susunan pupuk telah diecer

16

Pelaksanaan aplikasi pemupukan. Aplikasi pemupukan pada tanaman TM dan TBM menerapkan sistem BMS yang dilaksanakan blok per blok sehingga pengawasannya lebih mudah. Penabur pupuk bertugas menabur pupuk di setiap pokok sesuai dengan dosis hingga merata. Tenaga penabur pupuk harus memiliki kualitas dan kapasitas yang memadai. Tenaga kerja pemupukan di Manggala I merupakan tenaga kerja yang tetap, sehingga pengarahan kerja akan lebih mudah dilaksanakan. Pupuk harus ditabur di piringan dekat dengan tumpukan pelepah mati hal ini bertujuan untuk meminimalisir kehilangan pupuk akibat run off. Pada daerah tersebut akar kelapa sawit yang banyak berkembang adalah akar kelapa sawit yang suka daerah lembab sehingga pemupukan harus lebih banyak disebar pada daerah tumpukan pelepah mati. Norma prestasi kerja pemupukan untuk penabur pada TM adalah 500 kg HK-1 dan 300 kg HK-1 pada TBM. Prestasi kerja pemupuk pada tanaman TM dan TBM seharusnya sama, hal ini disebabkan pemupukan untuk daerah TBM hancak yang sulit untuk dijalani dan tidak memiliki titi atau jembatan penyebrangan. Penulis pada saat melakukan kegiatan pemupukan hanya dapat melakukan pemupukan 100 kg HK-1 dikarenakan penulis belum berpengalaman dalam melaksanakan aplikasi pemupukan.

Gambar 5 Kegiatan pemupukan TM (tanaman menghasilkan) kebun Manggala I Pengawasan pemupukan. Pengawasan pemupukan menjadi hal utama karena kunci akhir dari keberhasilan pemupukan. Kegiatan pengawasan pemupukan penting karena peluang kehilangan hasil yang ditimbulkan sangat tinggi dan dapat merugikan perusahan dalam jumlah yang besar karena 40%-60% dari seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan digunakan untuk pemupukan(Sastrosayono 2003). Pengawasan pemupukan perlu dilakukan terutamapada titik-titik rawan dimana ditemukan kesalahan kerja dalam pelaksanaan pemupukan.

Kelemahan pengawasan dalam mengarahkan pekerja selama pemupukan juga menjadi ciri rendahnya tanggung jawabpara pengawas pemupukan. Penaburan pupuk yang buruk misalnya, penaburan pupuk saat saat curah hujan tinggi dan penaburan pupuk bukan dilakukan di piringan tetapi ditabur di tempat lain atau dibuang.

17 Leaf Sampling Unit (LSU)

LSU merupakan salah satu langkah awal yang dilakukan untuk mengetahui jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga produksi tanaman dapat tercapai secara maksimal. Pengambilan contoh daun dapat dapat dilakukan dengan sistem terpusat atau sistem tersebar. Hasil analisa tersebut merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penentuan rekomendasi dosis pemupukan pada areal. Pengambilan contoh daun dilakukan satu tahun sekali. Pengambilan contoh daun dilakukan mulai pukul 07.00 hingga pukul 12.00 WIB. Daun contoh yang diperoleh harus segera dikirim ke Minamas Research Centre (MRC) yang sebelumnya daun terlebih dahulu dioven di kebun.

Pohon yang akan diambil sebagai pohon contoh harus memenuhi syarat, jika tidak memenuhi syarat harus mengambil pohon barisan di depan atau belakangnya. Pohon yang tidak memenuhi syarat sebagai pohon contoh, antara lain:

1. Pohon yang terletak dipinggir jalan, sungai/parit dan perumahan 2. Pohon sisipan

3. Pohon terserang hama dan penyakit 4. Pohon yang tumbuh miring dilahan datar 5. Pohon abnormal

Daun yang diambil adalah daun ke-17, diambil sebanyak enam daun, tiga dari sisi kanan dan tiga dari sisi kiri. Contoh pengambilan daun dengan menggunakan sistem 10 x 7 = 30, artinya baris sampel ditentukan setiap selang tujuh baris tanaman dan tanaman sampel dalam baris ditentukan setiap selang 10 tanaman. Jumlah sampel dalam satu blok berjumlah 30 tanaman. LSU sebaiknya tidak dilakukan pada musim hujan, musim kemarau yang berkepanjangan, maupun pada saat aplikasi pemupukan di areal yang akan diambil contoh daunnya karena akan berpengaruh pada keakuratan hasil analisis. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan LSU ini adalah egrek, gunting, kuas, cat berwarna biru, alat tulis, plastik bening ukuran 5 kg, blangko LSU, gambar kumpulan daun kelapa sawit yang mengalami defisiensi unsur hara, dan label data LSU per blok pengamatan. Kegiatan pengambilan contoh daun diawali dengan menentukan titik sampling (TS) dimulainya pelaksanaan LSU. Titik awal dimulai dari arah barat- timur (B-T). Pengambilan sampel LSU harus mata lima.

Penunasan (Prunning)

Penunasan atau pengelolaan tajuk merupakan kegiatan memangkas pelepah yang tidak produktif. Penunasan yang tepat merupakan aspek kunci maksimalkan produksi kelapa sawit. Memotong pelepah harus di atas standar perusahaan agar tidak menganggu fotosintesis daun, sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif menjadi optimal. Tujuan dari penunasan mempermudah pekerjaan panen, menghindari kehilangan brondolan yang tersangkut pada ketiak pelepah, mempermudah pengecekan jika ada buah tinggal, dan untuk sanitasi tanaman sehingga membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan hama dan penyakit.

Teknik penunasan di lapangan harus dipahami oleh setiap pemanen agar tidak terjadi under prunning (penunasan terlambat) dan over prunning (penunasan berlebihan). Efek yang disebabkan oleh penunasan terlambat adalah akan terjadi

18

pelepah sengkleh, serangan hama dan penyakit menjadi meningkat, dan terjadi buah busuk. Efek yang disebabkan oleh penunasan yang adalah penurunan pencapaian produksi, jumlah bunga jantan meningkat, jumlah bunga betina yang gugur meningkat, serta penurunan berat rata-rata tandan yang dihasilkan (Pahan 2008).

Penunasan di kebun Manggala I menggunakan sistem penunasan periodik dan penunasan progresif. Tunas periodik adalah penunasan yang dilakukan pada tanaman kelapa sawit yang telah berumur di atas 4 tahun. Tunas periodik dilakukan setiap tahun sesuai dengan rotasi yang disarankan oleh perusahaan yaitu 9 bulan dalam 1 rotasi. Tunas periodik dilakukan dengan memotong pelepah rapat ke batang, selama penunasan periodik dilakukan pembersihan epifit pada batang tanaman sawit. Tunas progresif adalah penunasan yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemanenan. Pemanen melakukan penunasan di setiap hancanyadan bertanggung jawab atas kecukupan jumlah pelepah. Jumlah pelepah yang harus dipertahankan berdasarkan umur tanaman disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah pelepah yang dipertahankan berdasarkan umur tanaman

Umur tanaman (tahun) Jumlah pelepah

dipertahankan Songgoh

<8 56-64 3

8-15 40-48 2

>15 <40 1

Sumber : Sop Harvesting and Prunning Minamas

Alat yang digunakan untuk kegiatan penunasan adalah egrek dan kampak. Egrek digunakan untuk tanaman pokok yang tinggi sedangkan kampak digunakan untuk tanaman pokok yang rendah. Pemotongan pelepah harus miring dan rapat ke batang sawit, yang berfungsi untuk menghindari terjadinya kehilangan brondolan yang tersangkut pada ketiak pelepah. Pelepah yang sudah ditunas, dipotong menjadi dua sampai tiga bagian dan disusun rapi di antara tanaman dengan membentuk huruf “U”. Penyusunan pelepah membentuk huruf “U” bertujuan untuk merangsang pertumbuhan akar karena akar menyukai daerah yang lembab, menekan pertumbuhan gulma, dan mengurangi erosi permukaan. Penulis melakukan penunasan dengan para pemanen dan diawasi oleh mandor panen. Gambar kegiatan penunasan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Penunasan pelepah kelapa sawit kebun Manggala I (A) Penurunan pelepah (B) Pelepah yang tersusun membentuk “U”

19 Pemanenan

Pemanenan merupakan pekerjaan potong buah di perkebunan kelapa sawit karena menjadi menjadi pemasukan utama perusahaan melalui penjualan CPO dan PKO. Keberhasilan pemanenan dan produksi kelapa sawit bergantung pada bahan tanam, tenaga pemanenan, peralatan pemanenan, kelancaran tranportasi, organisasi pemanenan, dan areal pemanenan (Lubis 1992). Pemanenan tanaman kelapa sawit fokus meliputi pekerjaan pemotongan buah masak, memungut brondolan, dan sistem pengangkutan dari pohon ke TPH serta ke pabrik. Fokus utama kegiatan panen adalah memotong semua TBS masak yang harus dipanen dengan interval panen kurang dari 9 hari dengan mutu panen sesuai standar, mengutip seluruh brondolan, serta mengirimkan seluruh TBS yang dipanen ke pabrik kelapa sawit (PKS) selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

Kegiatan panen di kebun Manggala I diawali dengan apel pagi karyawan pada pukul 06.00 WIB di hancak panen yang dipimpin oleh mandor panen. Tujuan apel pagi adalah memeriksa perlengkapan alat panen dan alat keamanan karyawan, mengevaluasi pekerjaan kemarin, serta menjelaskan pembagian hancak.

Sistem panen. Sistem panen di Manggala I adalah block harvesting system

(BHS) yang terkonsentarsi pada 1 seksi panen. Hal ini dilakukan untuk mencapai pemanenan yang merata setiap rotasi sehingga tidak ada areal panen yang tidak terpanen. Pada kebun Manggala I divisi I seksi panen dibagi menjadi 6 seksi panen. Divisi I dibagi menjadi 3 kemandoran yang masing masing kemandoran memiliki jumlah karyawan 10-15 orang. Prestasi kerja karyawan pada saat melaksanakan pemanenan adalah 95-103 tandan atau sesuai dengan basis yang ditentukan oleh perusahaan dan jika melebihi prestasi pemanen mendapatkan basis borong. Prestasi penulis pada saat melaksanakan kegiatan pemanenan adalah 22 tandan dikarenakan pohon yang sudah tinggi dan umur tanaman yang sudah tua, selain itu penulis kurang dalam pengalaman kerja.

Sistem hancak panen yang diterapkan di Manggala I adalah sistem hancak giring tetap, artinya dalam penyelesaian seksi panen, pemanen, dan mandor mendapatkan hancak panen tetap. Jika hancak panennya telah selesai dipanen, pemanen digiring oleh mandor untuk pindah ke hancak berikutnya sesuai dengan nomor hancak yang telah ditentukan. Pelaksanaan panen di Manggala I menggunakan sistem non-DOL (Division of Labour), artinya pemanen melakukan

Dokumen terkait