• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup guna mendorong pertumbuhan vegetatif dan generatif yang normal sehingga dapat memberikan produksi tandan buah segar (TBS) yang optimal serta menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) yang tinggi baik kuantitas maupun kualitasnya. Dalam meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit diperlukan penggunakan pupuk secara efektif dan efisien dalam manajemen pemupukan. Manajemen pemupukan harus dibuat sebaik mungkin karena berkaitan dengan biaya, material pupuk, dan tenaga kerja yang jumlahnya relatif besar.

Dalam pelaksanaannya, pemupukan di Gunung Sari Estate adalah kegiatan perawatan yang membutuhkan biaya yang paling besar diantara kegiatan yang lainnya yaitu ± 60 % dari seluruh biaya produksi. Oleh karena itu, strategi pemupukan kelapa sawit yang baik harus mengacu pada prinsip efektivitas dan efesiensi yang maksimum. Menurut Pahan (2010) manfaat pemupukan baru akan terlihat apabila unsur hara pupuk yang diberikan cukup tersedia bagi tanaman. Kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara sangat beragam dan tergantung pada berbagai faktor pembatas.

Efektivitas Pemupukan

Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik dengan maksud untuk menganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam lingkungan yang baik sehingga aplikasi pupuk berpengaruh sangat besar dalam menentukan efektivitas pemupukan. Pemupukan dikatakan efektif jika sebagian besar hara pupuk diserap oleh tanaman. Efektivitas pemupukan yang dilaksanakan di Gunung Sari Estate meliputi prinsip 6T yaitu tepat waktu, tepat dosis, tepat jenis, tepat cara/aplikasi, tepat tempat, dan tepat aman.

Tepat waktu. Pemupukan yang dilakukan di Gunung Sari Estate di mulai pagi hari pukul 07.30 WITA pada kondisi cuaca yang cerah dan dilakukan dalam dua periode tiap tahunnya yaitu pada semester I bulan Juli-Desember dan

semester II pada bulan Januari-Juni. Pahan (2010) menyatakan bahwa waktu dan frekuensi pemupukan ditentukan oleh iklim (terutama curah hujan), sifat fisik tanah, logistik (pengadaan pemupukan) serta adanya sifat sinergis dan antagonis antar unsur-unsur hara. Waktu pemupukan sangat menentukan besarnya jumlah hara yang diserap oleh tanaman maupun tingkat kehilangan hara pupuk. Pemupukan yang baik adalah dilakukan pada saat tanah dalam kondisi lembab atau tanah dalam berada pada kadar air kapasitas lapang yaitu saat awal dan akhir musim hujan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas pemupukan adalah curah hujan. Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat penyerapan hara pupuk oleh tanaman dan kemungkinan kehilangan hara pupuk akibat penguapan (volatilisasi), pencucian (leaching), aliran permukaan (run off) dan erosi. PPKS (2005) menyatakan bahwa manfaat pemupukan yang optimum dilakukan pada saat curah hujan 100-250 mm/bulan. Sedangkan curah hujan minimum adalah 60 mm/bulan dan maksimum 300 mm/bulan. Pada saat curah hujan 100-250 mm/bulan tanah dalam konsidi lembab (kapasitas lapang) sehingga memudahkan terserapnya unsur hara oleh tanaman. Curah hujan di Gunung Sari Estate periode Juli 2010-Juni 2011 dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik Curah Hujan Rata-rata Gunung Sari Estate Periode Juli 2010-Juni 2011

Rata-rata curah hujan tiap bulan di Gunung Sari Estate periode Juli 2010-Juni 2011 tergolong tinggi yaitu 222 mm/bulan. Gambar 18 menunjukkan terjadinya penurunan curah hujan dari 379 mm/bulan menjadi 123 mm/bulan (Oktober ke November 2010) dimana penurunan curah hujan tersebut masih dapat ditolerin dalam pelaksanaan pemupukan karena penurunan masih dalam kondisi curah hujan optimum. Sedangkan penurunan curah hujan yang cukup signifikan dari 203 mm/bulan menjadi 53 mm/bulan (Januari ke Februari 2011) dan penurunan curah hujan dari 165 mm/bulan menjadi 29 mm/bulan (Mei ke Juni 2011) penurunan hujan ini tidak disarankan melakukan aplikasi pemupukan karena berada dibawah curah hujan minimum (<60 mm/bulan) dan kemungkinan kehilangan hara pupuk akibat penguapan (volatilisasi) akan terjadi. Peningkatan curah hujan tertinggi sepanjang periode Juli 2010-Juni 2011 yaitu pada bulan Juli sebanyak 473 mm/bulan.

Untuk mendapat manfaat pemupukan yang optimum seharusnya pemupukan dilakukan pada curah hujan 100-250 mm/bulan atau >60 mm/bulan dan <300 mm/bulan yaitu pada bulan November 2010 sampai Januari 2011 serta bulan Maret sampai bulan Mei 2011. Namun, ketidaktersediaan pupuk di gudang dan kondisi cuaca yang kurang menentu dan tidak bisa diperkirakan sehingga pemupukan di Gunung Sari Estate dilakukan sepanjang bulan September 2010 hingga Juni 2011. Selain itu, terjadi keterlambatan dalam pengadaan pupuk dari pusat sehingga pemupukan disesuaikan dengan ketersediaan pupuk di gudang pupuk. Hal ini dilakukan untuk mengejar keterlambatan aplikasi pemupukan dari bulan rekomendasi Departemen Riset dan untuk mencapai realisasi pemupukan 100 % dari program pemupukan tahun 2010/2011.

Realisasi aplikasi pemupukan di Gunung Sari Estate berdasarkan rekomendasi pemupukan Departemen Riset tahun 2010/2011 dilakukan dua kali aplikasi yaitu semester I (Juli-Desember) dan semester II (Januari-Juni). Jenis pupuk yang digunakan yaitu untuk jenis pupuk yang mudah larut dan menguap seperti NK Blend (pengganti Urea dan MOP) diaplikasi sebanyak 2 kali setahun (2 rotasi), sedangkan frekuensi untuk pupuk yang lambat larut seperti Dolomit, RP dan HGFB diaplikasi sekali setahun. Untuk realisasi aplikasi pemupukan

dapat dilihat pada Tabel 7 dan realisasi pemupukan tahun 2005-2011 di Gunung Sari Estate pada Lampiran 9 .

Tabel 7. Realisasi Pemupukan Gunung Sari Estate Periode Juli 2010- Juni 2011. Jenis Pupuk Rotasi Aplikasi Bulan Rekomendasi Realisasi Bulan CH Rata-Rata (mm) NK Blend 1 Oktober Oktober 379 November 123 Nopember Desember 165 Januari 203 Maret 221 2 April Mei 165 Mei Juni 29 RP 1 Februari Juni 29 Maret

Dolomit 1 Januari April 238

Mei 165 HGFB 1 September September 298 Januari 203 Februari 53 Keterangan: Aplikasi pupuk NK Blend pada bulan Maret merupakan pupuk ekstra karena jumlah total program/rekomendasi pemupukan semester I (Juli-Desember) sudah terealisasi semua pada bulan Januari dan sebagian jumlah program pupuk bulan Oktober diaplikasi bulan Desember

Keterlambatan dalam realisasi pupuk yang terjadi di Gunung Sari Estate

umumnya disebabkan tidak adanya ketersediaan pupuk di gudang dan sulitnya mendapat pasokan pupuk dari pusat/pabrik pupuk dan keterbatasan alat transportasi pengantar pupuk dan faktor cuaca yang kurang menentu sehingga menyulitkan pengiriman pupuk melalui laut.

Adanya keterlambatan pengadaan pupuk ini dapat menghambat waktu aplikasi pemupukan, misalnya aplikasi pupuk NK Blend yang seharusnya diaplikasi pada semester I akibat dari keterlambatan pengadaan pupuk dan ketersediaan pupuk di gudang waktu aplikasinya bergeser ke semester II. Pergeseran ini menyebabkan aplikasi pupuk di semester II akan lebih banyak dan apabila tidak selesai diaplikasi semua pada aplikasi semester II, sisa pupuk akan masuk dalam rencana pemupukan tahun berikutnya sehingga akan meningkatkan

biaya operasional kebun. Pupuk RP, Dolomit dan HGFB juga mengalami keterlambatan dalam aplikasi. Hal ini disebabkan ketersediaan pupuk di gudang dan keterlambatan pengadaan pupuk sehingga bulan rekomendasi pemupukan dari Departemen Riset tidak tercapai dengan baik. Pemupukan RP pada bulan Juni (29 mm/bulan) dan HGFB pada bulan Februari (53 mm/bulan) seharusnya pihak kebun tidak melakukan aplikasi pemupukan karena akan menyebabkan pupuk tidak efektif diserap oleh tanaman dan kehilangan hara pupuk akibat penguapan (volatilisasi) akan terjadi.

Tepat dosis. PPKS (2005) menyatakan bahwa setiap ton TBS yang dihasilkan mengandung hara yang setara dengan 6.3 kg Urea, 2.1 kg TSP, 7.3 kg KCL dan 4.9 Kieserit. Hara tersebut harus dikembalikan dalam bentuk pupuk. Jumlah pupuk yang diberikan biasanya lebih besar dari hara yang terbawa panen karena mempertimbangkan adanya kehilangan hara melalui penguapan, pencucian, aliran air dan erosi. Pemupukan merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan hara tanaman yang terbawa oleh panen. Manual Referensi Agronomi (2008) menyatakan prinsip dasar pemupukan adalah setiap tanaman harus mendapat pupuk dengan dosis yang sama sesuai dengan rekomendasi pemupukan dari Minamas Research Center (MRC). Ketepatan dosis pupuk dipengaruhi oleh sistem pengeceran pupuk, alat penaburan, cara penaburan dan kondisi fisik lahan meliputi topografi, jembatan, titi pasar rintis dan sebagainya.

Pengamatan tepat dosis dilakukan penulis pada saat menjadi pendamping mandor dan asisten. Penulis hanya mengamati tepat dosis pupuk Dolomit dan NK Blend terhadap delapan orang penabur dengan mengamati ketepatan dosis dari masing-masing penabur. Data pengamatan mengenai ketepatan dosis dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan data pengamatan tepat dosis, diketahui bahwa rata-rata dosis pupuk yang diberikan ke setiap tanaman sudah cukup tepat. Dosis rekomendasi MRC untuk pupuk Dolomit yaitu 1.25 kg/pokok sedangkan rata-rata dosis/pokok yang diaplikasikan penabur adalah 1.18 kg/pokok dengan rata-rata persentase ketepatan dosis 94.4 %. Dosis rekomendasi MRC untuk pupuk NK Blend yaitu 2.50 kg/pokok sedangkan rata-rata dosis/pokok yang diaplikasikan penabur adalah 2.80 kg/pokok dengan rata-rata persentase ketepatan dosis 112 %.

Penyebab terjadinya perbedaaan persentase aplikasi tepat dosis pupuk adalah beberapa penabur masih kurang disiplin dalam menjalankan instruksi atasan dam mungkin terjadi karena jumlah pupuk yang diterima perusahaan bukan berupa pupuk per karung melainkan berat bersih pupuk, sehingga berat aktual pupuk per karung belum tentu sesuai dengan berat pupuk yang tercantum dalam kemasan. Hal ini dapat menyebabkan tanaman tidak mendapat asupan hara sesuai rekomendasi pemupukan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil penimbangan yang telah dilakukan oleh Gunung Sari

Estate pada saat pupuk masuk ke gudang pupuk, diketahui bahwa rata-rata pupuk perkarung berkisar antara 49.8 kg hingga 49.9 kg per karung. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya kerusakan karung pupuk pada saat pengangkutan dari pabrik ke pelabuhan, pelabuhan ke kebun, Selain itu, sistem pengangkutan tanpa untilan juga menyulitkan pengeceran sehingga kemungkinan kehilangan pupuk karena pengeceran semakin banyak. Karena sistem pemupukan tanpa untilan (per karung) tersebut maka jumlah pupuk yang diaplikasikan ke dalam blok belum dapat tepat dosis karena adanya kehilangan pupuk di tiap karungnya. Kehilangan pupuk yang mungkin terjadi adalah berat awal pupuk yang tidak sesuai dengan berat kemasan, pupuk tercecer di dalam gudang, kendaraan pengangkut pupuk dan karung pupuk rusak pada saat proses pengangkutan dan pengeceran dari kendaraan ke TPP.

Tepat jenis. Pahan (2010) menyatakan strategi dalam menentukan jenis pupuk diwarnai oleh pertimbangan teknis dan pertimbangan ekonomis. Pertimbangan teknis meliputi sifat pupuk dan sifat tanah, dimana pupuk yang diaplikasikan akan sangat menentukan efisiensi pemupukan. Pertimbangan ekonomis meliputi penggunaan suatu jenis pupuk dikaji dari sisi harga pupuk, nilai harga per satuan, nilai harga per satuan unsur yang tersedia bagi tanaman serta kebutuhan pupuk per satuan luas.

Gunung Sari Estate mengalami perubahan penggunaan jenis pupuk. Pada periode Juli 2008-Juni 2009 jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk tunggal Urea, MOP, rock phosphate (RP), Dolomit, Kieserit dan HGFB. Namun, pada periode Juli 2009-Juni 2010 terjadi perubahan penggunaan jenis pupuk yaitu Urea dan MOP diganti dengan pupuk majemuk NK Blend. Perubahan penggunaan jenis

pupuk ini atas rekomendasi dari Minamas Research Center (MRC). Salah satu hal yang juga menjadi pertimbangan perubahan penggunaan jenis pupuk tersebut adalah tingkat kehilangan hara N pada pupuk Urea yang sangat tinggi. Hal ini didukung oleh kurang menentunya cuaca di Gunung Sari Estate, bila cuaca cerah dan panas maka kemungkinan kehilangan hara karena akibat penguapan (volatilisasi) akan terjadi. Dalam kondisi curah hujan tinggi juga kemungkinan kehilangan hara karena akibat pencucian, dan erosi. Selain itu, manfaat penggunaan pupuk majemuk adalah mampu mengurangi biaya operasional pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan pada tanaman menghasilkan di Gunung Sari Estate disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Jenis Pupuk yang digunakan di Gunung Sari Estate

Unsur Hara Pupuk yang digunakan Kandungan

Unsur % Nitrogen (N) NK Blend N 13 Kalium (K) K2O 36 Magnesium (Mg) Magnesium carbonat (Dolomit) MgO 18-22 CaO 30 Magnesium sulphate (Kieserite) MgO 27

Fosfor (P) Rock Phosphate (RP) P2O5 28

CaO 35

Boron (B) High Grade Fertilizer Borate

(HGFB) B2O3 48

Sumber Data: Kemasan Pupuk

Tepat cara dan tempat. Cara penaburan pupuk di Gunung Sari Estate

adalah cara sebar (brodcasting) secara merata dan tipis pada rumpukan pelepah

atau JJK. Penyebaran pupuk berbentuk huruf “U” menyesuaikan penyusunan

pelepah, dan pupuk tidak menggumpal. Cara penaburan dan tempat penaburan pupuk yang diaplikasikan sangat mempengaruhi jumlah pupuk yang dapat diserap akar tanaman. Dengan penempatan dan aplikasi yang tepat maka diharapkan tanaman dapat menyerap secara maksimal, meminimalkan kehilangan (losses) hara pupuk dan meminimalkan kompetisi dengan gulma.

Penulis melakukan pengamatan ketepatan tempat dengan mengambil 3 blok contoh sebagai pengamatan, yaitu untuk pupuk Dolomit di blok E19, E28 dan I22 dan untuk pupuk NK Blend di blok E21, E23 dan F27. Masing-masing

blok dipilih lima baris tanaman (baris 20, 40, 60, 80 dan 100) kemudian dari tiap baris diambil 10 pokok contoh, sehingga totalnya ada 50 pokok/blok pengamatan. Penulis menghitung jarak terdekat dari aplikasi pupuk ke batang tanaman kelapa sawit, kemudian dibandingkan dengan standar perusahaan yaitu 250 ± 50 cm dari batang tanaman kelapa sawit.

Penulis hanya melakukan pengamatan ketepatan tempat pada pemupukan NK Blend dan Dolomit. Hasil pengamatan ketepatan tempat dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Manual Referensi Agronomi (2008) menyatakan pemupukan pada TM harus dilakukan secara merata pada antrian batang antara 2-3 m dari batang tanaman. Radius tersebut diperhitungkan dari morfologi tanaman bahwa sebaran akar yang optimal mendominasi lingkar batang dengan radius 2-3 m dari tanaman. Selain itu, pada radius tersebut akar kuarterner banyak ditemukan dibawah rumpukan pelepah. Pahan (2010) menyatakan akar kuarterner merupakan salah satu akar absorpsi, dimana akar kuarterner memiliki 54.8% dari 83.7% akar absorpsi. Berdasarkan data hasil pengamatan tepat tempat yang terdapat pada Lampiran 11 dan 12, diketahui bahwa rata-rata radius pupuk NK Blend adalah 248 cm dengan rata-rata persen ketepatan tempat adalah 99.15 % dan rata-rata radius penaburan pupuk Dolomit adalah 255 cm dengan rata-rata persen ketepatan tempat adalah 101.9 %. Hal ini membuktikan bahwa pemupukan di Gunung Sari

Estate telah memenuhi prinsip tepat cara dan tempat.

Tepat aman. Gunung Sari Estate juga melaksanakan prinsip tepat aman dengan baik. Tepat aman adalah aman bagi penaburnya, aman bagi lingkungan, dan aman pengangkutannya. Aman bagi penaburnya yaitu pihak kebun memberikan alat pelindung diri (APD) yang cukup dan memberikan ekstra

fooding yang tiap bulannya. Aman bagi lingkungan, pihak kebun menerapkan konsep buffer zone yaitu dengan membiarkan lahan hijau sepanjang 50 meter pinggir kiri-kanan aliran sungai, sumber mata air disekitar kebun, dan dilarang melakukan kegiatan yang berbahan kimia. Aman pengangkutannya adalah pupuk yang diangkut dari gudang ke lahan tidak tercecer dijalan, kondisi karung pupuk yang diecerkan di tempat pengumpulan pupuk (TPP) tidak sobek sehingga pupuk tidak tercecer di TPP dan di dalam truk. Namun dalam kenyataanya, aman dalam

pengangkutan pupuk belum berjalan dengan baik karena masih ada pupuk yang tercecer pada saat pelangsiran pupuk di TPP.

Efisiensi Tenaga Kerja

Efisiensi Tenaga Kerja. Penentuan jumlah tenaga kerja juga berpengaruh penting terhadap kegiatan pemupukan. Bila tenaga kerja yang digunakan melebihi target maka dapat terjadi inefisiensi tenaga kerja atau pemborosan penggunaan tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan di Gunung Sari Estate adalah karyawan SKU berjumlah 41 orang yang terdiri dari 21 orang karyawan SKU lama dan 20 orang karyawan SKU yang baru diterima oleh pihak kebun dan empat orang pengecer dari karyawan perawatan. Penerimaan karyawan baru tersebut bersifat sementara. Hal ini dilakukan pihak kebun untuk mengejar target realisasi pemupukan tahun 2010-2011. Namun, ketika aplikasi pemupukan anorganik tidak ada, karyawan SKU baru tersebut akan dipindah ke pekerjaan aplikasi JJK karena selama aplikasi JJK dikerjakan oleh karyawan borongan dan pihak perusahaan tidak memperbolehkan adanya karyawan borongan bekerja di kebun Minamas.

Pengawasan kegiatan pemupukan di Gunung Sari Estate dilakukan oleh dua mandor, yaitu satu mandor untuk menghancakkan penabur dan mandor satu lagi untuk mengkawal pengeceran pupuk dari gudang ke lahan aplikasi serta pengeceran pupuk ditiap-tiap TPP. Setelah pengeceran pupuk dan penghancakkan penabur selesai kedua mandor melakukan pengawasan. Pengawasan dilakukan di luar dan di dalam blok. Diluar blok maksudnya mandor mengawasi penabur di sepanjang collection road dan mengecek serta memastikan penabur selesai menabur pupuk pada hancaknya masing-masing. Didalam blok yaitu mandor mengawasi dan memastikan penabur menabur pupuk sampai ke pasar tengah, dan semua pokok mendapat pupuk sehingga dosis pupuk per pokok antara tanaman pinggir dan tengah sama. Prestasi kerja penabur selama penulis magang disajikan dalam Lampiran 13 dan Standar pemupukan untuk berbagai jenis pupuk di Gunung Sari Estate dapat dilihat pada Tabel 6.

Defisiensi Hara

Mangoensoekarjo dan Semangun (2000) mengemukakan bahwa salah satu penyebab tanaman mengalami defesiensi hara adalah sebagai akibat dari pemupukan yang kurang tepat. Selain itu, disebabkan oleh dosis pemupukan yang dilakukan sebelumnya tidak sesuai dengan kebutuhan hara tanaman, kurang efektifnya pemupukan sebelumnya karena pupuk menguap, tercuci air dan piringan pada saat pemupukan yang belum bersih dari gulma sehingga pemupukan kurang tepat sasaran. Defisiensi hara terjadi bila ada hara yang kurang dalam tubuh tanaman maka akan terjadi hambatan pertumbuhan yang bila berlanjut gejala kekurangan unsur hara tersebut dapat terlihat jelas pada kondisi fisik yang ada dan akan menimbulkan gejala-gejala khas yang umumnya dapat dilihat pada daun. Kadar hara daun ke-17 yang menunjukkan defisiensi, optimal, dan berlebihan pada tanaman kelapa sawit.

Menurut Pahan (2010) ciri-ciri tanaman kelapa sawit yang mengalami defisiensi unsur N adalah daun menguning (klorosis) mulai dari ujung anak daun. Defisiensi unsur P anak daun dan pelepah menjadi kemerah-merahan. Defisiensi unsur K bagian tepi anak daun mengering (nekrosis). Defisiensi unsur Mg terjadi klorosis pada daerah sekitar tulang daun sedangkan sebahagian helaian daunnya masih hijau. Defisiensi unsur Ca adalah anak daun muda pada titik tumbuh melengkung yang kemudian mengering pada bagian ujungnya. Sedangkan defisiensi unsur B daun termuda menjadi kecokelatan, membengkok (hook leaf), tumbuh pendek sehingga ujung pelepah melingkar (rounde frond tip), anak daun pada ujung pelepah muda berubah bentuk menjadi kecil seperti rumput (bristle tip) atau tumbuh rapat, pendek, seolah-olah bersatu dan padat (little leaf). Gambar defisiensi hara K, Mg dan B dapat dilihat pada Gambar 16.

Penulis melakukan pengamatan secara visual terhadap gejala defisiensi hara yang tampak pada tanaman kelapa sawit di divisi II Gunung Sari Estate. Pengamatan tersebut diambil dengan membandingkan daun kelapa sawit dengan contoh gambar daun yang mengalami defisiensi. Setiap pohon sampel yang teridentifikasi mengalami satu atau lebih defisiensi hara diasumsikan hanya mengalami satu defisiensi hara dengan gejala yang terlihat paling dominan.

Contoh gambar tersebut diperoleh penulis dari pihak MRC pada saat pengambilan sampel analisis daun (LSU) untuk rekomendasi pemupukan 2011/2012. Data yang diperoleh penulis hanya dari dua blok kebun dari total 15 blok yang ada di Gunung Sari Estate untuk menjadi areal pengamatan, yaitu pada blok F19 dan E24. Masing-masing blok dipilih 10 baris tanam (3, 15, 27, 39, 51, 63, 75, 87, 99 dan 101). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9. Hasil Pengambilan Contoh Daun dan Gejala Kekurangan Hara Blok F19

1995 No Baris

Jumlah Pokok Pokok Defisiensi

Sehat Sakit N K Mg B Fe 3 30 1 2 2 1 15 32 1 1 2 1 27 31 2 1 1 39 29 2 2 1 51 33 3 2 2 63 33 1 3 2 75 33 2 3 3 87 33 2 3 99 32 2 3 1 1 101 33 3 1 4 1 Total 319 7 1 24 17 12 1 Sumber Data : Hasil Pengamatan Penulis (Mei, 2011)

Tabel 10. Hasil Pengambilan Contoh Daun dan Gejala Kekurangan Hara Blok E24

1995 No Baris

Jumlah Pokok Pokok Defisiensi

Sehat Sakit N K Mg B Fe 3 32 1 1 2 1 15 31 2 1 1 27 33 1 3 2 39 33 2 3 2 51 33 3 1 4 1 63 33 3 2 1 75 32 3 5 1 87 34 4 4 1 99 33 2 5 2 101 33 1 1 2 3 1 Total 327 2 2 25 26 15 2 Sumber Data : Hasil Pengamatan Penulis (Mei, 2011)

Berdasarkan pengamatan visual defisiensi unsur hara yang diamati penulis pada blok F19 dan E24 seperti pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah tanaman contoh yang tumbuh normal adalah 79.26 % dari total tanaman contoh sebanyak 646 pokok sampel, sedangkan defisiensi hara terbanyak adalah hara K (7.59 %), diikuti defisiensi Mg (7 %), defisiensi B (4.18 %), defisiensi N dan Fe (0.46 %). Penulis tidak menemukan tanaman yang mengalami defisiensi P dan Cu. Penyebab terjadinya defisiensi hara diduga karena jenis tanah di divisi II Gunung Sari Estate tergolong pada ordo Oxisol, tekstur tanah berpasir dan rendahnya KTK pada sebagian areal. Hal ini bisa mengakibatkan unsur hara yang diperlukan tanaman tidak bisa diserap secara optimal dari tanah atau unsur hara pada tanah tidak tersedia bagi tanaman.

Defisiensi hara K merupakan defisiensi hara terbesar, defisiensi ini lebih disebabkan oleh tekstur tanah di divisi II GSE adalah berpasir dengan KTK yang rendah sehingga ion K+ yang dapat ditukar dalam tanah tergolong rendah. Gejala defisiensi hara Mg muncul diduga karena kondisi jenis tanah di divisi II GSE tergolong dalam ordo Oxisol dengan seri tanah MM-18 Pertoferric Halludox

dimana bila musim hujan dengan intensitas tinggi kondisinya peka terhadap kehilangan pupuk akibat terjadinya pencucian hara yang tinggi akibat adanya lapisan Pertoferric Halludox yang dangkal. Defisiensi B diduga terjadi karena adanya keterlambatan dalam aplikasi sehingga kandungan B dalam tanah rendah (tidak cukup) atau tidak tersedia bagi tanaman. Gejala defisiensi di Gunung Sari

Estate dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Gejala Defisiensi Unsur Hara (a) Defisiensi B, (b) Defisiensi K, (c) Defisiensi Mg

Produktivitas

Produktivitas merupakan hasil dari kegiatan pemeliharaan tanaman. Salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman yang sangat mempengaruhi produktivitas adalah pemupukan. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup guna mendorong pertumbuhan vegetatif dan generatif yang normal sehingga dapat memberikan produksi tandan buah segar (TBS) yang

Dokumen terkait