• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Dramaga terletak di wilayah Bogor Barat dengan luas wilayah 2.437.636 Ha. Sebagian besar tanah yaitu 972 Ha digunakan untuk sawah, 1145 Ha lahan kering (pemukiman, pekarangan, dan kebun), 49,79 Ha lahan basah (rawa, danau, tambak, dan situ), dan 20,30 Ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Darmaga mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan dengan Kecamatan Tamansari/Ciomas, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea, dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat. Kecamatan Darmaga terdiri dari 10 desa, 24 dusun, 72 RW, 309 RT, dan 20.371 KK (Kepala Keluarga), dengan memiliki jumlah lansia sebanyak 7.890 jiwa. Lokasi penelitian yaitu Desa Ciherang (790 jiwa lansia) menduduki peringkat kedua terbanyak jumlah lansia di Kecamatan Dramaga disusul oleh Desa Cikarawang (727 jiwa) menduduki peringkat ketiga dan Desa Babakan (603 jiwa) menduduki peringkat kelima. Desa ciherang merupakan desa yang lebih banyak program pemberdayaan lansia. Hal tersebut dibutikan dengan program yang dikhususkan untuk lansia, seperti pengajian, posyandu lansia, klub senam lansia, dan lain-lain.

Karakteristik Keluarga Lansia Usia suami-istri

Usia suami istri yang menjadi contoh dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan Hurlock (1997) yaitu lansia awal dengan rentang usia 60-75 tahun. Usia lansia berkaitan dengan tahapan hidup yang sudah dilalui. Lansia awal telah melewati tujuh tahapan keluarga sebelumnya yaitu tahapan keluarga baru menikah, keluarga dengan bayi baru lahir, keluarga dengan anak prasekolah, keluarga dengan anak usia sekolah, keluarga dengan anak remaja, keluarga launching centre, dan keluarga setengah baya. Rataan umur lansia dalam penelitian ini adalah 65,29 tahun. Tabel 5 menunjukkan persentase terbesar contoh (14,7%) berada di usia 60 tahun. Terdapat juga contoh yang berada di usia akhir lansia awal (75 tahun) sebesar 2,9 persen.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia (tahun) % 60-65 61,8 66-70 26,5 71-75 11,7 Min-max (tahun) 60-75 Rataan ± SD (tahun) 65,29 ± 4,282 Lama menikah

Rataan lama menikah contoh yaitu 45,4 tahun. Persentase terbesar lansia dalam penelitian ini (14,7%) telah menikah selama 42 dan 44 tahun. Penelitian ini membuktikan bahwa semakin tinggi usia contoh maka semakin lama masa menikahnya. Semua contoh hanya memiliki satu pasangan hingga tahapan keluarga empty nest, yang berarti lansia hanya menikah satu kali. Lansia tidak mengalami perceraian, sehingga semakin menarik diamati proses manajemen dalam kehidupannya.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama menikah

Lama menikah (tahun) %

33-40 11,7 41-45 38,2 46-50 38,3 52-55 11,8 Min-max (tahun) 33-55 Rataan ± SD (tahun) 45,44 ± 4,282 Jumlah anak

Jumlah anak menggambarkan banyaknya orang yang dapat diandalkan lansia dan juga membantu secara ekonomi. Kisaran jumlah anak contoh sebanyak dua hingga sepuluh anak dalam satu keluarga. Rataan jumlah anak contoh yaitu enam orang dengan rataan jarak usia antar anak sebesar 2,91 tahun. Jumlah anak berkaitan dengan ukuran besar keluarga. Besar keluarga menurut Hurlock (1997)

dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7

orang), dan keluarga besar (≥8 orang).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan besaran keluarga

Besaran keluarga %

Keluarga kecil (<4 orang) 2,9

Keluarga sedang (5-7 orang) 40,0

Keluarga besar (>8 orang) 57,1

Min-max (orang) 4-12

Lebih dari separuh keluarga lansia (57,10%) termasuk dalam kategori keluarga besar. Seluruh keluarga contoh hanya bertempat tinggal bersama keluarga inti yaitu ayah, ibu, dan anak-anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada keluarga besar yang ikut tinggal dalam rumah lansia selama tahapan keluarganya.

Pendidikan lansia

Pendidikan suami-istri merupakan salah satu faktor yang diukur dalam ketahanan sosial. Menurut sunarti (2001), keluarga dengan suami-istri yang

bersekolah ≥9 tahun (wajib belajar), maka akan memiliki ketahanan sosial yang lebih baik dibandingkan yang tidak sekolah atau pendidikannya <9 tahun. Karena merupakan batasan wajib belajar sehingga dianggap dapat memberikan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan minimal bagi seseorang untuk menjalankan kehidupannya. Hampir tiga perempat lansia (73,5%) memiliki lama pendidikan kurang dari 9 tahun.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan

Lama pendidikan %

Pendidikan <9tahun 70,6

Pendidikan ≥9tahun 29,4

Min-max (tahun) 0-15

Rataan ± SD (tahun) 5,47± 2,195

Kurang dari seperempat lansia (20,6%) menamatkan pendidikan sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan lansia saat masa usia sekolah disebabkan berada pada zaman perang dan sangat sulit untuk bersekolah. Selain itu, adanya anggapan mengenai pendidikan tidak terlalu penting serta faktor sulitnya akses dan pembiayaan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi mengakibatkan dukungan keluarga agar contoh dapat bersekolah saat masih usia sekolah pun minim.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenjang pendidikan

Jenjang pendidikan % Tidak sekolah 23,5 Tidak tamat SD 26,5 Tamat SD 20,6 SMP/sederajat 11,8 SMA/sederajat 11,8 Diploma 5,9 Sarjana 0

Pendapatan lansia

Pendapatan keluarga merupakan gabungan antara pendapatan suami, istri, dan anggota keluarga lainnya yang berada dalam satu rumah tangga. Pendapatan perkapita merupakan pendapatan keluarga yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga. Pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima oleh keluarga, baik dari semua anggota keluarga yang bekerja atau pemberian rutin. Pendapatan adalah faktor untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga yang berkaitan dengan ketahanan keluarga. Hampir seperempat lansia (23,5%) memiliki pendapatan perkapita di bawah rata-rata kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2011. Batas kemiskinan Kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp226.097,00.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita

Pendapatan perkapita contoh %

< Rp226.097 23,5

≥ Rp226.097 76,5

Rataan (Rp) 541656,9

Min-Maks (Rp) 150.000-1.500.000

Hampir tiga perempat lansia (70,6%) memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Hampir separuh lansia (44,1%) masih bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya sedangkan 11,8 persen lansia memenuhi kebutuhan hidupnya dari pensiunan yang didapatkan tiap bulan. Pekerjaan yang dilakukan oleh lansia adalah bertani dan berdagang di rumah. Sumbangan pendapatan dari anak dibatasi yaitu besaran uang tunai yang diberikan oleh anak kepada lansia setiap bulan. Hampir seperempat lansia yang masih bekerja sendiri (23,5%) berasal dari keluarga kecil, sedangkan seperlima lansia yang mendapatkan sumbangan pendapatan dari anak (20,6%) berasal dari keluarga sedang.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan Besar keluarga

Sumbangan pendapatan (%) Sendiri Anak Sendiri

dan anak Saudara Pensiunan

Keluarga kecil (<4 orang) 23,5 0 0 0 5,9

Keluarga sedang

(5-7 orang) 11,8 20,6 5,8 0 2,9

Keluarga besar (>8 orang) 8,8 5,9 11,8 0 2,9

Manajemen Sumber Daya Keluarga

Manajemen sumber daya keluarga adalah pengelolaan sumber daya keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang dianggap penting oleh keluarga (Gross et al. 1973). Manajemen sumber daya keluarga terdiri dari tiga aspek, yaitu manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan.

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu aspek manajemen sumber daya keluarga yang menyatakan kontribusi sumber daya individu keluarga untuk meningkatkan kemampuan keluarga guna mendapatkan kemampuan lain, baik berupa dukungan maupun pembagian tugas dalam keluarga (Deacon dan Firebaugh 1988). Berdasarkan hasil penelitian terdapat pola peningkatan keikutsertaan suami dalam pengasuhan seiring bertambahnya tahapan. Namun terjadi penurunan keterlibatan langsung orangtua dalam pendidikan seiring bertambahnya tahapan keluarga dengan angka capaian kurang dari 50 persen. hal tersebut berarti keluarga hanya mampu mencapai setengah dari kemampuan maksimal. Berdasarkan item pertanyaan istri diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial dan berorganisasi di luar rumah terdapat penurunan sebesar 5,9 persen contoh pada tahapan anak prasekolah dan tahapan anak sekolah.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen sumber daya manusia menurut tahapan keluarga

No Pertanyaan Rataan tingkat capaian per tahapan (%)

1 2 3 4 5 6 7

1 Keikutsertaan suami dalam pengasuhan anak

- 35,3 47,0 52,9 47,0 - - 2 Istri mendukung pekerjaan suami 100 100 100 100 100 100 100 3 Suami memberikan istri kesempatan

atau waktu untuk kegiatan sosial

100 100 94,1 94,1 100 100 100 4 Suami memberikan istri kesempatan

atau waktu untuk berorganisasi

85,3 85,3 79,4 79,4 85,3 85,3 85,3 5 Keterlibatan langsung orangtua

dalam pendidikan anak

- - 38,2 35,3 29,4 - - Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja;

6. Launching centre;7. Setengah baya

Gambar 2 menunjukkan pengasuhan anak merupakan tugas utama ibu. Hal tersebut ditunjukkan dengan capaian pola pembagian tugas pengasuhan ibu

dominan lebih besar dibanding ayah dan ibu dominan. Angka capaian pengasuhan ibu dominan menurun sebesar 5,9 persen pada tahapan remaja. Pola pengasuhan yang dilakukan oleh ayah dan ibu menjadi dominan dari tahapan anak sekolah dan menuju remaja. Artinya adanya kerjasama yang lebih besar oleh orang tua dalam menangani anak-anaknya ketika beranjak remaja.

Keterangan: 2. Bayi baru lahir; 3. Anak pra-sekolah; 4. Anak sekolah; 5. Remaja Gambar 2 Pembagian tugas pengasuhan anak

Gambar 3 menampilkan bahwa pola pencarian nafkah ayah dan ibu dominan memiliki angka capaian yang lebih tinggi dibanding dengan ayah

dominan. Pola pencarian nafkah dual erner mengalami penurunan pada saat

menuju tahapan keluarga dengan anak prasekolah. Artinya, bahwa ibu yang bekerja melepaskan pekerjaannya saat tahapan tersebut. Hal tersebut dikarenakan saat tahapan keluarga baru menikah dan keluarga dengan anak baru lahir, ibu masih melanjutkan pekerjaan yang dirintis ketika sebelum menikah.

Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya

Gambar 3 Pembagian tugas pencarian nafkah 0 5 10 15 20 25 30 2 3 4 5 Or an g Tahapan keluarga

ayah dan ibu dominan ayah dominan ibu dominan 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 P er sen tase Tahapan keluarga

ayah dan ibu dominan ayah dominan ibu dominan

Saat tahapan keluarga dengan anak prasekolah, jumlah anak yang semakin banyak, membuat ibu memiliki tanggung jawab yang lebih berat dibanding tahapan sebelumnya. Kondisi tersebut membuat ibu memilih untuk fokus pada pengelolaan dan pengerjaan pekerjaan rumah tangga sehingga melepaskan

pekerjaannya. Pola dual erner kembali meningkat saat keluarga menuju tahapan

keluarga setengah baya. Karena pada tahapan tersebut, suami telah mengalami masa pensiun sehingga membuat istri ikut berkontribusi mencari nafkah untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Manajemen Waktu

Manajemen waktu merupakan pengoptimalan penggunaan waktu dalam keluarga. Hal tersebut berkaitan dengan variasi aktivitas dalam setiap rumah tangga (Walker 1976). Seluruh lansia dalam penelitian ini memiliki angka capaian kurang dari 50 persen yang berarti kemampuan manajemen waktu kurang dari setengah dari kemampuan optimal.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen waktu menurut tahapan keluarga

No Pertanyaan Rataan tingkat capaian per tahapan (% )

1 2 3 4 5 6 7

1 Perencanaan harian (tertulis atau

tidak tertulis)

26,5 26,5 29,4 29,4 29,4 29,4 23,5

2 Pengerjaaan dengan tepat waktu

kegiatan yang sudah direncanakan

20,6 20,6 23,5 26,5 26,5 20,6 17,7

3 Pemakaian barang-barang atau

alat elektronik untuk memudahkan pengerjaan pekerjaan rumah tangga

5,9 5,9 8,8 8,8 8,8 8,8 38,2

4 Keterbiasaan pengerjaan

pekerjaan dalam satu waktu

11,8 14,7 14,7 14,7 14,7 14,7 14,7

Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya

Terdapat pola peningkatan pada perencanaan harian, pemakaian alat elektronik untuk efektivitas waktu, dan pengerjaan pekerjaan dalam satu waktu seiring bertambahnya tahapan. Perencanaan harian mencapai tingkat capaian terbesar selama tahapan anak prasekolah hingga launching centre namun kembali menurun pada tahapan keluarga setengah baya. Setiap perencanaan harian yang dilakukan juga tidak sepenuhnya dikerjakan tepat waktu oleh contoh. Terlihat dari angka capaian pengerjaan tepat waktu kegiatan yang sudah direncanakan

yang lebih rendah dibanding capaian perencanaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perencanaan harian tertulis contoh masih sangat rendah.

Pemakaian barang atau alat elektronik dapat mengefisienkan waktu yang dimiliki oleh keluarga untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya. Lebih dari seperempat contoh (38,2%) menggunakan barang elektronik tahapan keluarga setengah baya. Pada enam tahapan sebelumnya, rataan capaian penggunaan alat elektronik berada di bawah 10 persen. Hal ini dikarenakan sulitnya akses untuk mendapatkan barang-barang elektronik saat keluarga berada pada tahapan baru

menikah hingga launching centre. Kesulitan tersebut antara lain harga yang

mahal, ketersediaan barang, dan jauhnya jarak untuk mendapatkannya. Barang elektronik yang sering digunakan oleh keluarga adalah penanak nasi, mesin cuci, dispenser, blender, dan setrika. Pengerjaan pekerjaan dalam satu waktu bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas waktu. Misal, ibu menanak nasi, mencuci piring, dan menggoreng makanan secara paralel. Capaian item tersebut mengalami peningkatan pada tahapan keluarga dengan anak baru lahir.

Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan adalah kegiatan merencanakan, mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penggunaan pendapatan (Nickell dan Dorsey 1959). Kurang dari separuh contoh mengalami pengeluaran lebih besar dari pendapatan sehingga keluarga berhutang. Keadaan tersebut meningkat dengan titik puncak pada tahapan anak sekolah (29,4%). Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan fisik dasar namun tidak diiringi peningkatan pendapatan keluarga.

Separuh contoh mampu menyisihkan uang untuk dibelikan aset pada tahapan bayi baru lahir dan anak prasekolah, terus menurun hingga akhir tahapan yaitu tahapan keluarga setengah baya. Pengurangan alokasi untuk menabung menjadi salah satu cara keluarga untuk mengatasi kesulitan keuangan pada tahapan tersebut. Selain itu, keluarga juga menjual aset dan melakukan pekerjaan sampingan. Sebagian besar contoh memiliki pekerjaan sampingan, seperti berjualan makanan ringan di rumah dan mengurus ternak orang lain, untuk meningkatkan pendapatan di seluruh tahapan keluarganya dengan persentase rataan capaian terkecil berada pada tahapan keluarga setengah baya.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen keuangan menurut tahapan keluarga

No Pertanyaan Rataan tingkat capaian per tahapan (%)

1 2 3 4 5 6 7

1 Pengeluaran lebih besar dari

pendapatan yang membutuhkan keluarga berhutang

5,9 5,9 17,7 29,4 24,5 24,5 11,8

2 Penyisihan uang yang dilakukan

keluarga untuk ditabung atau dibelikan aset (misal: emas, tanah, atau kendaraan)

47,1 50,0 50,0 47,1 47,1 38,2 26,5

3 Keluarga memiliki pekerjaan

sampingan untuk meningkatkan pendapatan

88,2 88,2 88,2 88,2 88,2 88,2 85,3

Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya

Manajemen Sumber Daya Keluarga Berdasarkan Tahapan Keluarga

Pola capaian manajemen sumber daya manusia membentuk parabola terbalik dengan angka capaian terendah (71,8%) di tahapan anak prasekolah. Pola manajemen waktu meningkat hingga tahapan anak sekolah dan remaja (19,9%) lalu menurun pada tahapan keluarga launching centre (18,4%) dan kembali meningkat pada tahapan keluarga setengah baya (23,5%). Manajemen keuangan menurun pada tahapan anak sekolah (68,6%) dan kembali menurun dengan capaian terendah pada tahapan launching centre dan setengah baya (66,7%). Jika dilihat secara keseluruhan maka pola angka capaian mengalami peningkatan atau penurunan pada tahapan keluarga dengan anak usia sekolah.

Tabel 15 Capaian komponen manajemen sumber daya keluarga berdasarkan tahapan keluarga

Komponen manajemen sumber daya keluarga

Tingkat capaian per tahapan (%)

1 2 3 4 5 6 7

Manajemen sumber daya manusia 95,1 80,1 71,8 72,4 72,4 95,1 95,1 Manajemen waktu 16,2 16,9 19,1 19,9 19,9 18,4 23,5 Manajemen keuangan 76,5 77,5 73,5 68,6 69,6 66,7 66,7 Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja;

6. Launching centre;7. Setengah baya

Pola manajemen sumber daya keluarga yang terbentuk selama tujuh tahapan keluarga membentuk parabola terbalik. Titik balik berada di tahapan anak usia sekolah dengan angka capaian 53,9 persen. Capaian tersebut merupakan capaian terendah dibanding dengan tahapan keluarga yang lain.

Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya

Gambar 4 Capaian manajemen sumber daya keluarga berdasarkan tahapan keluarga Berdasarkan sebaran contoh menurut rataan capaian manajemen sumber daya manusia hingga tahapan keluarga setengah baya, masih terdapat 14,7 persen lansia dalam penelitian ini berada pada kategori sedang. Lebih dari tiga perempat contoh (73,5%) memiliki manajemen waktu pada kategori rendah. Sebagian besar lansia dalam penelitian ini (82,4%) memiliki manajemen keuangan dalam kategori sedang. Akan tetapi, masih terdapat 11,8 persen lansia yang memiliki manajemen keuangan pada kategori rendah. Capaian manajemen sumber daya keluarga hanya separuh dari kemampuan maksimum dengan persentase terbesar contoh (82,4%) berada pada kategori sedang.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat capaian dan kategorisasi manajemen sumber daya keluarga seluruh tahapan

Kategori manajemen Rataan tingkat

capaian contoh (%)

%

Rendah Sedang Tinggi Total

Manajemen sumber daya manusia 81,0 0,00 14,7 85,3 100,0

Manajemen waktu 19,0 73,5 5,9 20,6 100,0

Manajemen keuangan 71,0 11,8 61,8 26,5 100,0

Manajemen sumber daya keluarga 56,0 0,0 82,4 17,7 100,0

Ketahanan Keluarga

Ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seiring dengan masalah yang dihadapi keluarga.Berdasarkan penelitian Sunarti (2001) dengan menggunakan pendekatan sistem (input-proses-output) ditemukan faktor dalam ketahanan keluarga, yaitu ketahanan fisik, sosial, dan psikologis. Ketahanan keluarga dalam penelitian ini diukur pada tahapan akhir dalam tahapan keluarga yaitu tahapan empty nest.

57.94 56.42 54.66 53.92 54.17 55.88 57.94 50.00 52.00 54.00 56.00 58.00 60.00 1 2 3 4 5 6 7 P er sen tase Tahapan keluarga

Ketahanan Fisik

Ketahanan fisik keluarga berkaitan dengan kemampuan ekonomi keluarga, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Keluarga akan tahan secara fisik jika terbebas dari masalah ekonomi dan terpenuhinya kebutuhan fisik keluarga. Faktor laten ketahanan fisik dibangkitkan dari sumberdaya fisik, masalah yang berkaitan dengan ekonomi dan kegiatan rumahtangga yang bersifat fisik, penganggulangan masalah ekonomi dan kegiatan fisik keluarga, serta pemenuhan kebutuhan dasar keluarga (Sunarti 2001).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa 58,8 persen contoh memiliki pendapatan di atas rata-rata kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2011. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga sudah memiliki modal dasar untuk memenuhi kebutuhan dasar fisiknya. Akan tetapi lebih dari separuh lansia merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan (58,8%), kesulitan membayar pengobatan (52,9%), dan kesulitan keuangan (55,9%). Hal ini dikarenakan rata- rata garis kemiskinan yang digunakan masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan keuangan tiap bulan contoh. Hampir seluruh lansia (97,1%) melakukan penganggulangan kesulitan pangan, ekonomi, dan membayar pengobatan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya dukungan keluarga (88,2%) dan tetangga atau lingkungan (58,8%) dalam membantu penyelesaian kekurangan tersebut.

Seluruh lansia telah memiliki rumah sendiri di tahapan keluarga lansia namun luas rumah 2,9 persen lansia kurang dari 8 m2 serta masih terdapat 2,9 persen lansia yang tidak memiliki kamar mandi dan WC. Hanya 14,7 persen contoh yang memiliki tanah karena pada fase ini, lansia telah menjual atau mewariskan tanah yang dimilikinya. Hampir seluruh lansia (91,1%) tidak memiliki kendaran bermotor karena lansia sudah merasa khawatir jika mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Frekuensi makan utama sebagian besar lansia (82,4%) kurang dari tiga kali sehari. Hal ini dikarenakan lansia sudah terbiasa untuk makan kurang dari tiga kali sehari. Setiap makan utama, lansia memakan dengan menu lengkap yang terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur, dan buah.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan fisik keluarga Indikator Pertanyaan % Tidak (0) Ya (1) Sumber daya fisik

1. Pendapatan perkapita perbulan (≥Rp226.097) 2. Kepemilikan rumah 23,5 0 76,5 100 3. Kepemilikan tanah 85,3 14,7

4. Kepemilikan kendaraan bermotor 91,1 8,8 Masalah

keluarga fisik

5. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan 41,2 58,8 6. Kesulitan dalam membayar pengobatan 47,1 52,9

7. Kesulitan keuangan 44,1 55,9

8. Kehilangan pekerjaan 97,1 2,9

9. Gangguan kesehatan lansia 20,6 79,4 10. Pasangan mendapat sakit serius 70,6 29,4 Penanggulangan

masalah keluarga fisik

11. Penanggulanan keluarga ketika kesulitan pangan

2,9 97,1 12. Penanggulanan keluarga ketika kesulitan

ekonomi

2,9 97,1 13. Penanggulanan keluarga ketika kesulitan

dalam pengobatan

2,9 97,1 14. Peran keluarga dalam membantu meringankan

pekerjaan rumahtangga

8,8 91,2 15. Peran keluarga dalam membantu kesulitan

ekonomi

11,8 88,2 16. Bantuan tetangga atau lingkungan dalam

meringankan pekerjaan rumahtangga

41,2 58,8 17. Bantuan tetangga atau lingkungan jika

keluarga mendapat masalah ekonomi

38,2 61,8 Kesejahteraan

fisik

18. Frekuensi makan utama (jelaskan) dalam sehari

(0= kurang dari 3 kali, 1=lebih atau sama dengan 3 kali)

82,4 17,6

19. Frekuensi makan lengkap dalam sehari 0 100 20. Frekuensi membeli pakaian dalam setahun (0=

≤1 potong, 1= lebih dari 1 potong) 0 100 21. Lokasi berobat ketika sakit (0=tidak ke sarana

kesehatan, 1= memanfaatkan sarana kesehatan)

8,8 91,2

22. Selalu berobat ke sarana kesehatan setiap sakit 23,5 76,5

23. Luas rumah per kapita 2,9 97,1

24. Adanya kamar mandi dan WC 2,9 97,1 Kesejahteraan

sosial fisik

25. Keyakinan bantuan dari tetangga 0 100

26. Sering membantu orang lain 0 100

Seluruh lansia mendapatkan pakaian baru lebih dari satu potong pertahun. Pakaian tersebut merupakan pemberian anak-anak lansia, sehingga lansia tidak perlu mengalokasikan dana tahunan untuk membeli pakaian. Hampir seluruh lansia (91,2%) berobat ke sarana kesehatan jika sakit. Akan tetapi hanya 76,5 persen contoh yang selalu memanfaatkan sarana kesehatan setiap sakit, lainnya

(23,5%) memilih untuk meminum obat tradisional yang diracik sendiri. Seluruh lansia mengaku sering membantu orang lain karena kondisi sosial yang terbentuk di desa membuat lansia terbiasa untuk saling menolong. Keadaan demikian membuat seluruh lansia yakin tetangga akan membantu saat keluarga lansia mengalami kesulitan.

Ketahanan Psikologis

Ketahanan psikologis merupakan kemampuan anggota keluarga untuk mengelola emosinya, sehingga menghasilkan konsep diri yang positif. Kemampuan tersebut terutama berkaitan dengan masalah-masalah non fisik keluarga. Kemampuan mengelola emosi dan konsep diri yang baik menjadi kunci dalam menghadapi masalah-masalah keluarga yang bersifat non fisik (Sunarti 2001).

Lansia tidak pernah mengalami perceraian selama berumahtangga. Pada tahapan lansia ini, lebih dari separuh lansia (55,9%) mengaku berkonflik dengan pasangan namun tidak pernah menjadi masalah yang serius. Contoh dan pasangan segera menyelesaikan konflik yang terjadi. Konflik yang biasa terjadi mengenai pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kehidupan anak atau cucu, dan hubungan dengan keluarga besar. Lebih dari separuh lansia (73,5%) mengaku sering merasa kesal kepada pasangan dengan 41,2 persen selalu memendam rasa marah. Memendam rasa marah merupakan salah satu cara contoh untuk menjaga hubungan suami-istri. Akan tetapi untuk 58,8 persen lansia yang tidak memendam rasa marah beranggapan bahwa mengutarakan langsung permasalahan merupakan cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan. Masih terdapat kurang dari seperempat lansia yang merasa tidak puas dengan pendapatan saat ini (23,5%), makanan yang dimakan (20,6%), pakaian yang dimiliki (17,6%), dan rumah yang ditempati (17,6%). Hampir seluruh lansia (91,2%) merasa cemas akan kehidupan masa depan. Hal yang membuat lansia cemas adalah masa depan anak dan cucunya serta kehidupan setelah kematian. Sebagian besar lansia (88,2%) sudah merasa puas berhubungan dengan menantu.

Sebagian besar lansia (79,4%) mengalami gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang dirasakan adalah reumatik, asam urat, sakit pinggang, darah tinggi, diabetes, sakit jantung, dan gangguan pendengaran serta penglihatan

menurunnya kemampuan akibat penuaan. Hal tersebut dapat diatasi dengan perhatian keluarga terhadap kesehatan responden (100,0%). Lebih dari separuh lansia merasa kesal terhadap ketidakberdayaan diri sendiri (61,8%) namun mengaku tidak takut jikalau pasangan beralih kepada perempuan atau laki-laki lain (79,4%) karena menurut lansia sudah tidak lagi menarik sehingga kecil kemungkinan untuk berselingkuh. Sebagian besar lansia (79,4%) sudah merasa

Dokumen terkait