• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan

Berdasarkan analisis tingkat pentingnya faktor-faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan di sub DAS Kapuas Tengah ternyata dari 10 peubah yang dinilai atau diukur, hanya delapan peubah yang bernilai cukup penting sampai sangat penting sekali dalam mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan (Lampiran 1 dan Tabel 10). Oleh sebab itu peubah suhu dan kelembaban tidak diikutsertakan dalam pembuatan model karena menurut tingkat pengaruhnya, kedua faktor tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebakaran hutan. Hal ini disebabkan suhu dan kelembaban merupakan faktor yang dipengaruhi curah hujan.

Tabel 10. Indeks Pentingnya Setiap Peubah Dalam Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan.

No Peubah alam dan aktifitas manusia indeks

penting Katagori

1 Curah Hujan 10.0 Sangat penting sekali

2 Tutupan Lahan 5.0 Penting

3 Indeks kerapatan vegetasi (NDVI) 4.5 Penting 4 Indeks kadar air vegetasi (NDVMI) 5.5 Penting 5 Jarak dari pemukiman penduduk 7 Sangat penting

6 Jarak dari Sungai 4 Cukup penting

7 Jarak dari Jalan 7 Sangat Penting

8 Tipe Penggunaan Lahan 9 Sangat penting sekali

Peubah curah hujan memiliki katagori yang sangat penting sekali dalam mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan karena curah hujan mempengaruhi terjadinya kebakaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung curah hujan dapat menjadi pengendali kebakaran hutan secara alami. Kebakaran dalam skala luas yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia dapat dipadamkan oleh curah hujan dalam beberapa saat, tergantung intensitas curah hujan yang turun dan kondisi kebakarannya. Secara tidak langsung, curah hujan mempengaruhi kandungan air bahan bakar. Curah hujan dengan frekuensi dan intensitas tinggi akan menyebabkan bahan bakar (vegetasi) memiliki kadar air yang tinggi sehingga bahan bakar lebih sulit untuk terbakar. Dengan kata lain semakin rendah curah hujan maka semakin rawan kebakaran hutan dan lahan.

Peubah tutupan lahan memiliki nilai indeks pentingnya yang berkatagori penting. Hal ini berarti tutupan lahan penting untuk disertakan sebagai peubah pembangun model kerawanan kebakaran hutan dan lahan di sub DAS Kapuas Tengah karena tutupan lahan merupakan bahan bakar hutan penentu perilaku api bereaksi. Mudah tidaknya api bereaksi tergantung pada mudah tidaknya bahan bakar hutan terbakar. Tutupan lahan adalah tipe vegetasi yang terdapat disuatu wilayah. Setiap vegetasi memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memiliki respon yang berbeda terhadap kemudahannya untuk terbakar. Semakin baik tipe tutupan lahan menghantar panas maka semakin rawan hutan dan lahan untuk terbakar.

Peubah NDVI memiliki katagori penting sehingga peubah NDVI disertakan sebagai peubah pembangun model kerawanan karena menunjukkan kerapatan dari suatu vegetasi yang diketahui berdasarkan tingkat kehijauan vegetasi; semakin hijau menunjukkan semakin rapat suatu vegetasi. Nilai NDVI semakin mendekati nilai negatif satu maka semakin aman dari kebakaran hutan.

NDVMI merupakan indeks kadar air vegetasi; memiliki katagori penting yang digunakan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kebakaran hutan di wilayah sub DAS Kapuas Tengah, karena dapat menentukan mudah tidaknya bahan bakar untuk terbakar. Semakin tinggi indeks kadar air vegetasi (NDVMI), maka semakin sulit terjadinya kebakaran.

Peubah tipe penggunaan lahan memiliki katagori sangat penting sekali maka peubah ini digunakan sebagai faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan. Hal ini karena kebakaran hutan dan lahan di wilayah penelitian biasanya terjadi akibat penggunaan api dalam penyiapan lahan pada tipe penggunaan lahan tersebut.

Jarak dari jaringan jalan, pemukiman penduduk memiliki kategori sangat penting sehingga peubah jalan dan pemukiman penduduk digunakan sebagai peubah penyebab kebakaran untuk menentukan pengaruh aktifitas manusia. Semakin jauh lokasi hutan terhadap pemukiman penduduk, jalan dan sungai maka hutan semakin terhindar dari kebakaran.

Berdasarkan hasil korelasi antar peubah yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan ternyata tidak terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar peubah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil korelasi antar peubah yang memiliki nilai

berkisar antara -0.09 hingga +0.19. Hasil korelasi lebih dari 0.6 menunjukkan terdapat hubungan saling mempengaruhi antar peubah. Maka dari itu delapan peubah yang mempengaruhi kerawanan kebakaran hutan dan lahan di sub DAS Kapuas Tengah tersebut dapat dipakai untuk pembuatan model kerawanan kebakaran. Hasil uji multikolinieritas berdasarkan matrik korelasi antar peubah ditunjukkan pada Lampiran 4. Nilai mendekati 0 atau 0 menunjukkan tidak ada hubungan antar peubah. Nilai 1.00 menunjukkan adanya hubungan sebesar 100%. Nilai negatif menunjukkan hubungan yang sebaliknya.

Model Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan

Model kerawanan kebakaran hutan dan lahan pada penelitian ini menggunakan dua metode yaitu ranking dan analisis pemetaan komposit (CMA) berdasarkan hasil skor dan bobot.

Model dengan Metode Ranking

Berdasarkan analisis penyekoran (scoring) yang menggunakan formulasi logis dari urutan tingkat pengaruh penyebab kebakaran hutan dan lahan (Lampiran 5 dan Tabel 11) menunjukkan bahwa skor peubah curah hujan memiliki skor berkisar antara 10 ~ 90; skor tertinggi 90 terdapat pada wilayah yang memiliki jumlah curah hujan bulan Agustus berkisar 46 ~ 57.9 mm, sedangkan skor yang terendah (10) adalah pada wilayah yang memiliki jumlah curah hujan bulan Agustus berkisar 141.1 ∼ 153.0 mm dengan asumsi bahwa semakin rendah curah hujan maka semakin rawan terhadap kebakaran hutan dan lahan.

Skor tertinggi pada daerah tutupan lahan diberikan pada areal perkebunan dengan nilai 110 dan skor terendah adalah pada areal bandar udara dan tubuh air. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa areal perkebunan memiliki peluang yang tinggi menyebabkan kebakaran hutan sebagai akibat prilaku masyarakat setempat yang menggunakan api dalam penyiapan lahan untuk areal perkebunan.

Skor NDVI tertinggi yaitu 50 diberikan pada nilai indeks vegetasi 0.413 ∼ 0.641. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa semakin tinggi nilai indeks vegetasi

maka semakin banyak bahan bakar yang dapat menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.

Skor NDVMI tertinggi yaitu 50 diberikan pada nilai indeks kadar air vegetasi sangat rendah yaitu -0.398 ~ -0.195, karena semakin rendah kadar air vegetasi maka semakin rawan kebakaran hutan dan lahan.

Skor tertinggi pada peubah jarak dari sempadan pemukiman penduduk yaitu 20. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa aktifitas penduduk yang dekat dengan lokasi hutan memiliki peluang yang besar untuk memanfaatkan hutan sehingga semakin tinggi risiko kebakaran hutan yang diakibatkan oleh masyarakat baik secara sengaja ataupun karena kelalaian. Jarak yang dikatakan dekat dengan pemukiman penduduk adalah 0 ~ 2 km sedangkan diluar jarak tersebut dianggap jauh dari lokasi pemukiman penduduk.

Skor tertinggi pada peubah jarak dari sempadan jalan dan sungai yaitu 20 karena berkaitan dengan tersedianya akses dan kemampuan tempuh masyarakat untuk menuju hutan atau lahan yang akan digunakan sebagai daerah pertanian, perkebunan dan perladangan. Semakin dekat dengan akses jarak jalan atau sungai untuk menuju lokasi hutan maka semakin rawan hutan dan lahan terhadap kebakaran.

Skor daerah penggunaan lahan yang tertinggi adalah kebun. Hal ini karena areal perkebunan memiliki peluang yang tinggi terhadap kebakaran hutan terutama dalam tahap penyiapan lahan untuk areal perkebunan.

Tabel 11. Skor Pengaruh Setiap Peubah Terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan

No Peubah Skor Pengaruh

1 Curah hujan 10 ~ 90

2 Tutupan Lahan 10 ~ 110

3 NDVI 10 ~ 50

4 NDVMI 10 ~ 50

5 Jarak dari Jalan 10 ~ 20

6 Jarak dari Pemukiman penduduk 10 ~ 20

7 Jarak dari sungai 10 ~ 20

Berdasarkan analisis pembobotan menggunakan penilaian ahli kebakaran hutan (expert judgement) (Lampiran 6) menunjukkan bahwa bobot pengaruh peubah yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut: Curah hujan berbobot 19%, tipe penggunaan lahan 17%, jarak dari pemukiman dan jalan 14%, NDVMI 11%, tutupan lahan 10%, NDVI 9%, jarak dari sungai 7% (Tabel12).

Tabel 12. Bobot Pengaruh Setiap Peubah Terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan di Sub DAS Kapuas Tengah Berdasarkan Penilaian Ahli (expert judgement)

No Peubah Bobot Pengaruh (%)

1 Curah Hujan 19

2 Tutupan Lahan 10

3 NDVI 9

4 Wetness Index 11

5 Jarak dari pemukiman 14

6 Jarak dari Sungai 7

7 Jarak dari Jalan 14

8 Penggunaan Lahan 17

Jumlah 100

Curah hujan memiliki pengaruh tertinggi terhadap kebakaran hutan dan lahan karena curah hujan dapat mempengaruhi peubah lain seperti tutupan lahan, indeks vegetasi dan indeks kadar air vegetasi dan penyiapan lahan pada areal tipe penggunaan lahan oleh masyarakat. Semakin rendah curah hujan maka semakin berkurang kadar air vegetasi dan kerapatan atau kehijauan vegetasi pada tutupan lahan sehingga memberikan peluang lebih tinggi terjadinya kebakaran hutan.

Pengaruh tipe penggunaan lahan didasarkan pada asumsi bahwa sebagian besar kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dipengaruhi oleh aktifitas manusia dalam penggunaan lahan.

Jarak dari pemukiman dan jalan berkaitan dengan kemampuan tempuh manusia untuk mencapai hutan atau lahan garapan.

Indeks kadar air vegetasi berkaitan dengan kondisi bahan bakar yang mempengaruhi laju pelepasan energi sebagai peluang terjadinya penyalaan pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan.

Tutupan lahan mempengaruhi tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan jenis vegetasi. Semakin baik jenis tutupan lahan menghantar panas maka semakin rawan hutan dan lahan untuk terbakar.

NDVI menunjukkan kerapatan dari suatu vegetasi yang diketahui berdasarkan tingkat kehijauan vegetasi. Semakin hijau menunjukan semakin rapat suatu vegetasi sehingga semakin besar peluang kebakaran hutan dan lahan.

Sungai dapat merupakan pemutus kontinuitas dari suatu peristiwa kebakaran dan kondisi sekitar sungai memiliki kadar air yang tinggi sehingga semakin dekat dengan sungai maka semakin relatif aman dan kelalaian manusia sebagai pengguna akses sungai sebagai transportasi juga relatif kecil. Maka semakin dekat dengan jaringan sungai maka semakin aman dari bahaya kebakaran hutan dan lahan.

Hasil analisis pembobotan dan skor tersebut digunakan untuk pembuatan model kerawanan kebakaran dengan metode ranking. Model kerawanan kebakaran hutan dengan metode ranking dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:

TKB-MR = 0.19 (CH) + 0.09 (NDVI) + 0.11 (NDVMI) + 0.10 (TL) + 0.14 (SPP) + 0.14 (SJ) + 0.07 (SS) + 0.17 (TPL)

Dimana:

TKB-MR : Tingkat Kerawanan Kebakaran berdasarkan Metode Ranking. CH : Nilai skor curah hujan bulanan

NDVI : Nilai skor indeks kerapatan vegetasi (NDVI) NDVMI : Nilai skor indeks kadar air vegetasi (NDVMI) TL : Nilai skor tutupan lahan

SPP : Nilai skor sempadan pemukiman penduduk SJ : Nilai skor sempadan jalan

SS : Nilai skor sempadan sungai TPL : Nilai skor tipe penggunaan lahan

Berdasarkan verifikasi model TKB-MR dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) (Lampiran 7) menunjukkan bahwa luas daerah tidak rawan berdasarkan kepadatan titik panas adalah 1,564 ha sedangkan luas berdasarkan model adalah sebesar 1 043.3 ha. Dengan demikian persentasi akurasi model sebesar 66.7% (Tabel 13). Tabel 13 selanjutnya menunjukkan bahwa akurasi model TKB-MR secara keseluruhan adalah 64.2%. Hal ini dikarenakan terdapat ketidaksesuaian antara luas menurut model dan luas berdasarkan kepadatan titik panas. Oleh karena itu model TKB-MR tidak dapat digunakan untuk penentuan tingkat dan zona kerawanan kebakaran hutan dan lahan di wilayah penelitian. Keadaan ini disebabkan karena pemberian skor setiap peubah pada metode ranking didasarkan penilaian secara kualitatif.

Tabel 13. Sebaran Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan di Sub DAS Kapuas Tengah Menggunakan Model TKB-MR

Tingkat Kerawanan

Luas berdasarkan kepadatan titik panas

(ha) Luas menurut Model TKB-MR (ha) Akurasi Model TKB-MR (%) Tidak Rawan 1 564.0 1 043.3 66.7 Rawan 1 563.5 882.8 56.5 Sangat Rawan 1 566.8 1 005.0 64.2 Rata-rata 62.4

Model dengan Metoda CMA

Berdasarkan analisis penyekoran (scoring) menggunakan rasio jumlah titik panas yang terdapat dilapangan dan yang seharusnya ada pada wilayah penelitian pada setiap peubah.

Skor NDVI. Sebaran nilai NDVI memiliki skor 0 ~ 44 (Tabel 14). Nilai indeks kerapatan vegetasi yang berkisar antara 0.185 ~ 0.413 memiliki skor tertinggi yaitu sebesar 44, artinya kebakaran hutan dan lahan terjadi pada kerapatan vegetasi yang sedang. Nilai indeks > 0.413 memiliki nilai skor yang rendah yaitu 9, ini dikarenakan oleh areal yang memiliki vegetasi banyak dan rapat terdiri dari bahan bakar kasar yaitu bahan bakar yang memiliki ketebalan dan diameter yang besar sehingga mengalami reaksi pembakaran yang lambat dan tidak sempurna.

Selain itu kemudahan bahan bakar untuk terbakar juga ditentukan dari perbandingan luas permukaan terhadap volume bahan bakar. Semakin besar luas per volume bahan bakar maka semakin sempurna reaksi pembakarannya. Nilai NDVI sedang terdiri dari bahan bakar ringan/halus (rumput, alang-alang dan semak) yang mudah menyerap air dan mudah pula melepaskannya sehingga dengan panas yang sedikit saja akan menyebabkan bahan bakar ini mudah terbakar. Selain itu proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna sehingga laju pemasokan oksigen untuk reaksi pembakaran cepat dan laju penguapan air dari bahan bakar juga berlangsung cepat. Skor terendah pada nilai NDVI yang menerangkan non vegetasi (air). Hal ini menerangkan bahwa pada areal non vegetasi (air) tidak mungkin terjadi kebakaran hutan. Hasil perhitungan skor pada peubah NDVI Lampiran 8.

Tabel 14. Skor pada Sebaran nilai NDVI di Sub DAS Kapuas Tengah.

NDVI Luas (ha) Skor

-0.500 ∼ -0.272 159.78 0 -0.272 ∼ -0.043 18 133.90 18 -0.043 ∼ 0.183 174 681.12 29 0.185 ∼ 0.413 1 327 164.04 44 0.413 ∼ 0.641 105 208.18 9 Jumlah 1 625 347.02 100

Skor (NDVMI). Hasil skor pada peubah NDVMI, menunjukkan bahwa nilai skor tertinggi terdapat pada selang nilai antara -0.396 ~ -0,195 yaitu sebesar 36. Sedangkan skor rendah terdapat pada selang nilai antara 0.209 ~ 0.613 yaitu sebesar 15 (Tabel 15 dan Lampiran 9).

Tabel 15. Skor pada Sebaran nilai NDVMI di Sub DAS Kapuas Tengah.

NDVMI Luas (ha) Skor

-0.398 ~ -0.195 14 588.93 36 -0.195 ∼ 0.007 100 594.32 22 0.007 ∼ 0.209 1 456 964.12 27 0.209 ∼ 0.411 52 911.62 15 0.411 ∼ 0.613 239.66 0 Jumlah 1 625 347.02 100

Hasil skor tersebut selaras dengan asumsi bahwa semakin rendah kadar air vegetasi maka semakin rawan vegetasi untuk terbakar maka semakin besar peluang kebakaran hutan dan lahan.

Skor Curah Hujan. Hasil skor menunjukkan bahwa daerah yang memiliki curah hujan rendah ( 100 mm) memiliki peluang kebakaran yang tinggi. Skor tertinggi yaitu 27 terdapat pada daerah yang memiliki intensitas curah hujan antara 81.7 mm sampai 93.6 mm. Ini selaras dengan asumsi bahwa semakin tinggi curah hujan disuatu daerah maka semakin kecil kerawanannya terhadap kebakaran. Selain itu bila dikaitkan dengan kondisi musim kering pada wilayah sub DAS Kapuas Tengah terjadi pada bulan Agustus dan jumlah titik panas terbanyak juga terjadi pada bulan Agustus (Lampiran 10), artinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sub DAS kapuas tengah terjadi pada musim kering. Hal ini dibuktikan dari perhitungan nilai skor Lampiran 11.

Tabel 16. Skor pada Sebaran nilai Curah Hujan bulan Agustus 2002 di Sub DAS Kapuas Tengah.

Jumlah curah hujan Luas (ha) Skor

46.0 ∼ 57.9 174 346.74 13 57.9 ∼ 69.8 453 166.69 18 69.8 ∼ 81.7 363 804.65 21 81.7 ∼ 93.6 185 570.18 27 93.6 ∼ 105.4 113 077.55 11 105.4 ∼ 117.2 74 702.72 4 117.2 ∼ 129.2 58 873.82 2 129.2 ∼141.1 82 893.50 2 141.1 ∼ 153.0 118 911.22 2 Jumlah 1 625 347.05 100

Skor Penutupan Lahan. Hasil skor pada peubah penutupan lahan menunjukkan nilai skor tertinggi pada tutupan lahan terbuka yaitu sebesar 23 (Tabel 17). Hal ini dimungkinkan karena lahan terbuka berada dekat dengan lokasi areal perkebunan, pertanian lahan kering campur semak, hutan rawa sekunder dan hutan tanaman, sehingga apabila terjadi kebakaran di areal sekitar lahan terbuka akan memberikan dampak panas pada areal lahan terbuka tersebut. Areal perkebunan memiliki skor

19, diikuti areal pertanian lahan kering campur semak sebesar 14, semak belukar sebesar 11 dan semak belukar rawa serta hutan rawa sekunder memiliki skor sebesar 8. Skor pada hutan lahan kering sekunder yaitu 2 tergolong kecil. Perhitungan nilai skor yang disajikan pada Lampiran 12.

Tabel 17. Skor pada Jenis Tutupan Lahan di Sub DAS Kapuas Tengah.

Tutupan Lahan Luas (ha) Skor

Areal Perkebunan 115 987.02 19

Bandar Udara 7.85 0

Hutan Lahan Kering Primer 43 077.51 0 Hutan Lahan Kering Sekunder 126 957.00 2

Hutan Rawa Sekunder 21 313.87 8

Hutan Tanaman 12 884.02 7

Lahan Terbuka 2 565.55 23

Pemukiman 1 525.84 0

Pertanian Lahan Kering 6 678.61 9

Pertanian Lahan Kering Campur Semak 1 220 385.09 14

Semak Belukar 65 384.83 11

Semak Belukar Rawa 4 596.56 8

Tertutup Awan 3 073.13 0

Tubuh Air 910.16 0

Jumlah 1 625 347.02 100

Skor Sempadan Pemukiman Penduduk. Skor tertinggi adalah wilayah yang berkisar antara 0 sampai 2 000 meter dari pusat pemukiman (Tabel 18). Skor tersebut menerangkan bahwa 51% kejadian hotspot berada pada wilayah yang dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Adapun wilayah yang diluar jangkauan manusia (> 2 000 m) terdapat 49% kejadian hotspot (Lampiran 13). Hal ini selaras dengan asumsi bahwa semakin dekat dengan aktifitas pemukiman penduduk maka kerawanan kebakaran semakin tinggi.

Tabel 18. Skor pada Jarak dari Sempadan Pemukiman Penduduk di Sub DAS Kapuas Tengah.

Jarak dari Pemukiman Luas (ha) Skor

0 ~ 2000 328 510.58 51

> 2000 1 296 836.47 49

Skor Sempadan Jalan. Pada peubah sempadan jalan, kejadian hotspot yang ditunjukkan dengan skor yang terbesar (55%) terdapat pada jarak > 1 000 m dari jaringan jalan yang ada (Tabel 19). Untuk sempadan dengan jarak kisaran 0 ∼ 1 000 m memiliki skor sebesar 45%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kejadian kebakaran banyak terjadi pada sempadan dengan jarak > 1 000 m dari jaringan yang ada. Hal ini disebabkan oleh peta jaringan jalan yang digunakan sebagai data dasar SIG belum menunjukkan jaringan jalan yang sebenarnya di lapangan. Masyarakat umumnya menggunakan jalan kecil untuk melakukan aktivitasnya, sedangkan jaringan jalan yang terdapat pada data spasial (data dasar) adalah jaringan jalan utama di tingkat propinsi. Selain itu juga dikarenakan oleh pembakaran merupakan tindakan ilegal dan melanggar peraturan pemerintah maka kejadian pembakaran terjadi pada lokasi > 1 000 m dari sempadan jalan (Lampiran 14).

Tabel 19. Skor pada Jarak dari Sempadan Jalan di Sub DAS Kapuas Tengah.

Jarak dari Jalan Luas (ha) Skor

0 ~ 1000 46 806.60 45

> 1000 1 578 540.46 55

Jumlah 1 625 347.05 100

Skor Sempadan Sungai. Skor tertinggi pada sempadan sungai sebesar 64% terdapat pada sempadan dengan jarak > 1 000 m. Sempadan dengan jarak kisaran 0 ∼ 1 000 m memiliki skor sebesar 46% (Tabel 20 dan Lampiran 15). Ini sesuai dengan asumsi bahwa semakin dekat dengan sungai maka semakin mudah penanggulangan atau pemadaman api dari kebakaran sehingga peristiwa kebakaran hanya berlangsung sementara.

Tabel 20. Skor pada Jarak dari Sempadan Sungai di Sub DAS Kapuas Tengah.

Jarak dari Sungai Luas (ha) Skor

0 ~ 1000 282 747.37 36

> 1000 1 342 599.69 64

Skor Tipe Penggunaan Lahan. Skor terbesar pada faktor penggunaan lahan terdapat pada areal transmigrasi yaitu sebesar 31%. Hal ini dikerenakan penduduk pada areal transmigrasi umumnya memiliki pendidikan yang rendah dalam pengelolaan lahan sehingga penduduk tersebut sering melakukan pembakaran hutan secara kurang bijaksana. Perkebunan dan HTI masing-masing sebesar 24% dan 23% (Tabel 21 dan Lampiran 16). Skor terkecil terdapat pada areal HPH yaitu 3%. Berdasarkan hasil skoring tersebut menunjukkan bahwa teknik pembukaan lahan oleh masyarakat setempat adalah dengan cara membakar lahan. Menurut Bapedalda Kalbar (2004), pembukaan ladang dengan cara membakar di Kalbar sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun karena cara ini dipandang mudah dan cepat serta efisien.

Tabel 21. Skor pada Tipe Penggunaan Lahan di Sub DAS Kapuas Tengah.

Penggunaan Lahan Luas (ha) Skor

Areal Penggunaan Lain 1 069 128.72 19

HPH 27 789.77 3

HTI 258 458.16 23

Kebun 263 475.41 24

Transmigrasi 6 494.96 31

Jumlah 1 625 347.02 100

Berdasarkan analisis pembobotan (weighting) menggunakan rerata persentase kepadatan titik panas (hotspot) yang terdapat dilapangan. Pembobotan baik bobot mikro maupun makro pada metode CMA, diperoleh dari perhitungan menggunakan persamaan 4.3 dan 4.4. Pembobotan faktor biofisik dan faktor aktifitas manusia dengan skenario delapan dan tujuh peubah pada model kerawanan kebakaran hutan dan lahan menggunakan metoda CMA adalah sebagai berikut:

Model 1, dengan delapan peubah. Model ini menggunakan seluruh peubah dari faktor biofisik dan faktor aktifitas manusia. Hasil perhitungan bobot mikro, dan makro (Lampiran 17 dan 18)

Hasil analisis bobot mikro dari model 1 (Tabel 22) menunjukkan bahwa diantara faktor aktivitas manusia, peubah yang paling berpengaruh terhadap

kebakaran hutan dan lahan adalah jarak dari sempadan pemukiman dan daerah penggunaan lahan yaitu sebesar 27%, dan yang paling kecil pengaruhnya adalah jarak dari sempadan sungai yaitu sebesar 22%. Faktor biofisik (alam), NDVI sangat berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan yaitu sebesar 52%. Indeks kadar air vegetasi (wetness) mempengaruhi kebakaran sebesar 38%, curah hujan sebesar 6% dan tutupan lahan sebesar 5%.

Persentase bobot makro terhadap pengaruh kebakaran hutan dan lahan secara keseluruhan yaitu 60% untuk faktor aktivitas manusia dan 40% untuk faktor biofisik (alam).

Tabel 22. Bobot Pengaruh Setiap Peubah Terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan Secara Mikro dan Makro Model 1

No Peubah Bobot Mikro Bobot Makro

1 Curah hujan 0.06

2 Tutupan Lahan 0.05

3 NDVI 0.52

4 NDVMI 0.38

Jumlah 1.00 0.40

5 Jarak dari Pemukiman Penduduk 0.27 6 Jarak dari jaringan jalan 0.24 7 Jarak dari jaringan sungai 0.22

8 Daerah penggunaan lahan 0.27

Jumlah 1.00 0.60

Hasil pembobotan ini digunakan untuk pembuatan model kerawanan dengan metoda CMA. Berdasarkan nilai bobot mikro dan makro tersebut maka model kerawanan kebakaran hutan dan lahan dengan metode CMA menghasilkan persamaan berikut:

TKB I-CMA = [(a (0.52 (NDVI) + 0.38 (NDVMI) + 0.06 (CH) + 0.05 (TL)) +(b (0.22 (SS) + 0.24 (SJ) + 0.27 (SPP) + 0.27 (TPL))]

dimana:

TKB I-CMA : Tingkat Kerawanan Kebakaran ( Model I) menggunakan Metode Analisis Pemetaan Komposit (Composite Mapping Analysis/CMA)

b : Bobot Makro Faktor Aktifitas Manusia

Berdasarkan verifikasi model TKB I-CMA dengan menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix) (Lampiran 21), menunjukkan bahwa luas daerah tidak rawan berdasarkan kepadatan titik panas adalah sebesar 1 565.5 ha sedangkan berdasarkan model adalah sebesar 1 215 ha. Dengan demikian persentasi akurasi model adalah sebesar 77.6% (Tabel 23). Tabel 23 selanjutnya menunjukkan bahwa akurasi model TKB I-CMA secara keseluruhan adalah 83.8%. Hal ini menunjukkan bahwa model TKB I-CMA dapat dipakai untuk menentukan tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan, karena akurasinya melebihi 80%.

Tabel 23. Sebaran Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan Menggunakan Model TKB I-CMA

Tingkat Kerawanan

Luas berdasarkan kepadatan titik panas

(ha) Luas Model TKB I-CMA (ha) Akurasi Model TKB I-CMA (%) Tidak Rawan 1 565.5 1 215.3 77.6 Rawan 1 559.3 1 161.5 74.5 Sangat Rawan 1 561.5 1 551.8 99.4 Rata-rata 83.8

Model 2, dengan tujuh peubah. Model 2 disusun tanpa menggunakan peubah penutupan lahan, dengan pertimbangan bahwa NDVI dan NDVMI merupakan turunan dari tutupan lahan.

Hasil analisis bobot mikro dari model 2 (Tabel 24) menunjukkan bahwa diantara faktor aktifitas manusia, peubah yang paling berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan adalah jarak dari pemukiman penduduk dan daerah penggunaan lahan yaitu sebesar 27% dan yang kecil pengaruhnya adalah jarak dari jaringan sungai 22% (Lampiran 19). Faktor biofisik, peubah NDVI memberikan pengaruh terbesar terhadap kebakaran hutan dan lahan yaitu sebesar 54%, peubah curah hujan memberikan pengaruh terkecil yaitu sebesar 6%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh bahan bakar yang ditunjukkan oleh NDVI dan

Dokumen terkait