• Tidak ada hasil yang ditemukan

� % (Fudholi, 2013). d. Kecepatan penyembuhan luka pada tikus:

Wound closure % = ar a u a pa a ar −0−ar a u a pa a ar −nar a u a pa a ar −0 x %(Thu et al. 2012).

e. Data hasil tiap uji pengukuran diuji statistik menggunakan software R for statistic ver. 3.2.3.

Analisis Kualitatif Pengamatan histopatologi akan memberikan perbandingan hasil secara mikroskopis antara struktur kulit penyembuhan luka eksisi dan struktur kulit normal tikus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Formula sediaan hydrocolloid matrix merupakan modifikasi dari formula sediaan transdermal pada penelitian yang dilakukan oleh Pudyastuti dkk. (2014), di mana pada penelitian terdahulu digunakan zat aktif pentagamavunon, sedangkan pada penelitian ini digunakan zat aktif piroksikam. Sediaan hydrocolloid matrix divariasi pada salah satu polimernya yaitu PVP K-30, yang memiliki variasi 1,5%, 2% dan 2,5%.

Uji Sterilitas Sediaan Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Uji sterilitas dilakukan untuk melihat kesterilan sediaan yang diproduksi. Sediaan yang digunakan untuk pengobatan ulkus kaki diabetik harus steril untuk meminimalisir terjadinya infeksi pada area luka. Hasil uji sterilitas pada Gambar 1 menunjukkan bahwa sediaan hydrocolloid matrix dari setiap formula steril, karena tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Bintik-bintik yang terlihat pada gambar merupakan bintik-bintik uap air yang mengembun pada kaca cawan petri.

Uji Sifat Fisik

Uji sifat fisik yang dilakukan adalah uji organoleptis, uji keseragaman bobot, uji ketebalan, uji larutan pH sediaan, uji persentase moisture content, uji persentase moisture absorption, dan uji ketahanan pelipatan. Formula PVP 1 dan PVP 2 memiliki karakteristik organoleptis yaitu warna kuning merata, dengan zat aktif piroksikam yang terdispersi homogen, dan halus. Formula PVP 3 memiliki karakteristik tekstur tidak rata, dan agak lengket yang mungkin disebabkan karena masih terdapatnya sisa-sisa air atau pelarut yang tidak menguap.

8

Gambar 1. Hasil uji sterilitas: (a) Kontrol negatif; (b) Basis; (c) PVP 1; (d) PVP 2; (e) PVP 3; O = tempat meletakkan sediaan

Pembuatan formula hydrocolloid matrix dilakukan dengan metode penguapan pelarut atau solvent casting (Pudaystuti dkk. 2014), sehingga dibutuhkan pengeringan yang baik, untuk dapat menghilangkan pelarut yang digunakan. Formula PVP 3 dengan konsentrasi PVP K-30 paling besar, memiliki sifat lengket pada sediaannya dibandingkan dengan formula lain. Hal ini juga dapat disebabkan karena sifat PVP K-30 yang higroskopis yang mudah menyerap kelembaban udara di sekitarnya sehingga permukaan matriks menjadi basah, lebih mudah lembab dan menjadi lengket (Pudyastuti dkk. 2014). Hal ini dapat diminimalisir dengan membalik sediaan setelah pengeringan 2 hari sehingga sediaan dapat kering merata, namun, harus dipastikan pula sterilitasnya dengan melakukan pembalikan sediaan di LAF.

Hydrocolloid matrix yang dibuat memiliki bobot dan ketebalan yang seragam, walaupun terdapat matriks yang lebih tipis dalam satu cawan petri yang sama. Hasil uji sifat fisik keseragaman bobot sediaan ditunjukkan pada Tabel II. Formula PVP 1 dan PVP 2 masing-masing menunjukkan bahwa sediaan memiliki bobot yang seragam, ditunjukkan dari kecilnya nilai standard deviation dan memiliki CV yang kurang dari 10% (British

1 3 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1

9

Pharmacopoeia, 1993) yaitu 3,50% dan 3,25% kecuali pada formula PVP 3 yang memiliki CV sebesar 13,84%, yang menunjukkan adanya variasi bobot (Shirsand et al. 2012), dikarenakan sifat lengket yang dimiliki formula tersebut, di mana masih terdapat sisa-sisa air yang menyebabkan bobot sediaan bertembah. Ketebalan sediaan yang ditemukan dalam penelitian ini berada di antara 0,16 mm sampai 0,29 mm, di mana tidak lebih dari 0,69 mm (Thu et al. 2012). Sediaan memiliki nilai pH masing-masing formula adalah 6,9, 6,8 dan 6,9 yang sesuai dengan range pH kulit, yaitu 4-7 (British Pharmacopoeia, 1993).

Uji moisture content dilakukan dengan tujuan melihat berapa kandungan air yang terdapat dalam sediaan, sedangkan moisture absorption untuk melihat seberapa besar daya serap sediaan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan sediaan dalam menyerap cairan, terutama eksudat pada ulkus kaki diabetik. Pada basis, nilai moisture content diurutkan dari yang terendah adalah Basis 1 < Basis 2 < Basis 3, hal ini sudah sesuai dengan teori, di mana basis dengan proporsi PVP 30 paling tinggi, banyak mengandung air, karena sifat PVP K-30 yang higroskopis, sehingga mampu menarik lembab, namun, dapat disebabkan karena sediaan kurang kering sehingga masih terdapat air yang belum menguap yang mempengaruhi moisture content sediaan. Formula diurutkan dari yang terendah adalah PVP 3 < PVP 1 < PVP 2, hal tersebut tidak sesuai teori, di mana seharusnya PVP 3 memiliki moisture content paling tinggi, karena kurangnya pengendalian pengacau seperti suhu dan RH pada desikator, sehingga sulit dikontrol penyerapan airnya.

Hasil uji moisture absorption basis diurutkan dari yang terendah yaitu Basis 3 < Basis 2 < Basis 1, sedangkan pada formula diurutkan dari yang terendah adalah PVP 1 < PVP 3 < PVP 2, baik basis dan formula belum sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa proporsi PVP tertinggi menghasilkan moisture absorption tertinggi. Hal ini dapat terjadi karena penyerapan sediaan bergantung dari moisture content, di mana sediaan yang memiliki moisture content tinggi akan cenderung menarik air lebih sedikit. Dari data uji moisture absorption, didapatkan data kecepatan moisture absorption dari setiap basis dan formula, basis 1 dan formula 2 memiliki kecepatan yang paling besar dalam menyerap kelembaban di lingkungan sekitar.

Uji ketahanan pelipatan dilakukan untuk mengevaluasi fleksibilitas dari setiap formula. Nilai ketahanan pelipatan yang ditemukan dalam penelitian ini memiliki range 25-77. Menurut penelitian transdermal film yang dilakukan oleh Pudyastuti dkk. (2014), sediaan transdermal film memiliki nilai ketahanan pelipatan lebih dari 300, dinyatakan elastis. Maka dapat disimpulkan, sediaan hydrocolloid matrix yang dibuat, kurang fleksibel dan elastis.

10 Uji Keseragaman Kandungan Obat

Uji keseragaman kandungan obat dilakukan pada setiap formula, dan didapatkan kandungan obat masing-masing 0,612±0,064 mg, 0,642±0,125 mg, dan 0,559±0,073 mg. Hasil tersebut didapatkan dengan mengonversikan nilai absorbansi yang didapat ke persamaan kurva baku y = 0,0482 x + 0,0009 dengan nilai R 0,9998. Hasil dari uji keseragaman kandungan dapat dilihat pada Tabel II. Masing-masing formula memiliki CV 10,458%, 19,485% dan 13,074%. Dari nilai SD dan CV tersebut menunjukkan bahwa kandungan obat tidak homogen, karena nilai SD dan CV relatif besar.

Evaluasi kandungan obat dilihat pula dari kandungan obat terukur dibagi dengan kandungan obat teoritis, dan didapatkan hasil masing-masing 89,726%, 95,174% dan 83,219% untuk formula PVP 1, PVP 2 dan PVP 3, di mana formula PVP 2 memiliki persen kandungan obat paling tinggi, dan formula PVP 3 memiliki persen kandungan obat paling rendah. Hal ini tidak sesuai teori di mana konsentrasi polimer paling banyak (PVP 3) dapat mengikat lebih banyak zat aktif dibandingkan konsentrasi polimer paling sedikit (PVP), ini dapat disebabkan karena ketidakhomogenan sediaan, di mana adanya variasi bobot pada setiap potongan sediaan. Range penerimaan keseragaman kandungan obat menurut U.S Pharmacopeial Convention (2006) adalah 85% - 115%.

Uji Pelepasan Obat secara In Vitro

Hasil pengujian pelepasan obat piroksikam dari matriks hydrocolloid dilakukan selama 6 jam (DE360) menggunakan alat Franz Diffusion Cell. Hasil DE360 uji pelepasan obat piroksikam dapat dilihat pada Tabel II. Uji pelepasan obat memiliki hasil data DE360 masing-masing sebesar 33,69±13,39%, 53,87±17,10%, dan 63,83±16,21%.

Gambar 2. Grafik waktu vs %release hydrocolloid matrix piroksikam 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 50 100 150 200 250 300 350 400 % Rel e a s e Waktu (Menit)

Grafik Waktu vs % Release Obat Piroksikam

11

Tabel II. Rata-rata hasil evaluasi sifat fisika kimia sediaan hydrocolloid matrix piroksikam

Keterangan: a=disimpan dalam suhu 37oC; b=disimpan dalam suhu 45oC; *=p-value < 0.05 (berbeda signifikan, tidak stabil)

For-mula M ing g u Organoleptis Bobot ± SD (gram) Kete-balan (mm) pH Moisture Content ± SD (%) Moisture Absorption ± SD (%) Kecepatan Moisture Absorption (g/jam) Ketahanan Pelipatan Kandungan Obat ± SD (mg) DE360 (%) Warna Kejernihan Kehalusan Lain

Basis 1 0

Tak

berwarna Jernih Halus

Tidak Lengket 0,024± 0,003 0,25 6,9 3,042± 1,811 6,290± 3,881 4,583x10 -5 24 - - Basis 2 0 Tak

berwarna Jernih Halus

Tidak Lengket 0,033± 0,003 0,32 6,9 4,805± 2,652 6,009± 3,765 1,833x10 -5 45 - - Basis 3 0 Tak

berwarna Jernih Halus Lengket

0,014± 0,001 0,18 6,9 4,972± 3,066 5,614± 4,414 2,250x10 -5 44 - - PVP 1

0 Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,012± 0,0004 0,16 6,9 4,085± 2,081 6,712± 3,251 4,083x10 -5 77 0,612±0.064 33,69± 13,39

4a Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,010± 0,002* 0,20 7,1 1,211± 0,870* 8,836± 3,937 3,750x10 -5 25 0,571±0.056

4b Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,011± 0,003 0,15 7,2 1,010± 1,084* 3,572± 1,934 1,667x10 -5 25 0,477±0.085 * PVP 2

0 Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,016± 0,0005 0,28 6,8 5,166± 2,968 8,980± 3,608 7,250x10 -5 50 0,642±0.125 53,87± 17,10

4a Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,015± 0,003 0,20 7,0 3,326± 2,082 1,955± 0,859 2,750x10 -5 25 0,655±0.088

4b Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,013± 0,002* 0,15 7,2 0,983± 1,013* 4,850± 3,037* 2,500x10 -5 40 0,651±0.045 PVP 3

0 Kuning Terdispersi Halus Lengket 0,026±

0,0036 0,29 6,9 2,607± 1,386 7,621± 3,635 7,000x10 -5 25 0,612±0.073 63,83± 16,21

4a Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,010± 0,004* 0,10 7,0 8,695± 9,055 1,400± 1,774 3,334x10 -6 25 0,533±0.034

4b Kuning Terdispersi Halus Tidak Lengket 0,013± 0,004* 0,20 7,0 0,746± 0,787 3,806± 2,614 2,000x10 -5 15 0,531±0.034

12

Proses uji pelepasan obat dilakukan dengan penambahan metanol sebesar 30% pada medium disolusi yaitu PBS dengan pH 6,4, hal tersebut dilakukan karena zat aktif piroksikam yang sulit larut dalam air (Dhawan et al. 2016), sehingga dibutuhkan ko-solven seperti metanol.Namun,adanya polimer PVP K-30 dapat pula meningkatkan kelarutan obat karena adanya mekanisme pembentukkan pori dan mencegah kristalisasi obat dalam matriks (Kadajji and Betageri, 2011), karena PVP K-30 merupakan polimer hidrofilik yang mudah larut dalam cairan.

Mekanisme PVP K-30 dapat meningkatkan kelarutan piroksikam dan mencegah kristalisasinya adalah dengan membentuk ikatan hidrogen antara gugus O-H dan satu gugus N-H pada piroksikam dengan gugus karbonil pada PVP K-30 (Wu et al. 2008). Polimer HPMC sendiri berfungsi sebagai pengontrol pelepasan obat sehingga dapat meningkatkan disolusi obat dengan kelarutan yang buruk (Rowe et al. 2009). Grafik pelepasan obat piroksikam dari sediaan hydrocolloid matrix ditunjukkan pada Gambar 2.

Pada uji pelepasan obat dapat diurutkan dari DE360 yang terendah yaitu PVP 1 < PVP 2 < PVP 3, hal tersebut dikarenakan penggunaan polimer hidrofilik seperti PVP K-30 dan HPMC menyebabkan permeabilitas matriks meningkat, sehingga semakin tinggi proporsi polimer hidrofilik, difusi obat melalui matriks juga lebih cepat (Kandavilli et al. 2002). Formula PVP 3 memiliki proporsi polimer hidrofilik paling banyak, sehingga pelepasan matriks lebih cepat pada formula PVP 3. Formula PVP 1 memiliki DE360 yang relatif kecil disebabkan karena proporsi polimer yang paling sedikit, hal ini menyebabkan pori yang terbentuk lebih sedikit, sehingga pelepasan matriks lebih lambat. Selain itu, matrix yang terlihat seperti suspensi padat, diduga adalah kristal piroksikam yang tidak larut dan ketika uji pelepasan, pelarut akan lebih mudah melarutkan polimer dalam matrix, dan tidak dapat melarutkan kristal zat aktif.

Uji Stabilitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Uji stabilitas dilakukan dengan menempatkan sediaan pada 2 suhu berbeda yaitu 37oC dan 45oC dan didiamkan selama 4 minggu. Uji ini juga dilakukan untuk melihat apakah sediaan stabil secara fisik (dilihat dari nilai keseragaman bobot, moisture content, dan moisture absorption) maupun secara kimia (dilihat dari kandungan obat) selama waktu penyimpanan, dan pada suhu berapa sediaan sebaiknya disimpan. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa formula PVP 1 stabil secara kimia pada suhu 37oC, namun tidak stabil secara fisik. Pada suhu 45oC, formula PVP 1 stabil secara fisik yang ditunjukkan dengan nilai p-value uji keseragaman bobot dan moisture absorption > 0.05.

13

Formula PVP 2 stabil secara fisik dan kimia pada suhu 37oC, dan stabil secara kimia pada suhu 45oC, namun tidak stabil secara fisik pada suhu tersebut. Formula PVP 3 stabil secara fisik (moisture content dan moisture absorption) dan kimia pada suhu 37oC dan 45oC, namun tidak stabil secara keseragaman bobot. Hasil uji stabilitas dapat dilihat pada Tabel II.

Parameter kritis yang digunakan pada penelitian ini adalah keseragaman kandungan obat, sehingga dapat disimpulkan bahwa formula PVP 1 stabil pada suhu 37oC, formula PVP 2 stabil pada suhu 37oC dan 45oC, dan formula PVP 3 stabil pada suhu 37oC dan 45oC. Uji Iritasi Sediaan Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Uji iritasi sediaan dilakukan dengan menggunakan basis tanpa obat untuk melihat apakah sediaan yang dibuat akan mengiritasi penggunanya saat digunakan. Hasil menunjukkan tidak terdapat iritasi berupa eritema maupun udema pada bagian penempelan basis, dengan nilai indeks iritasi primer sebesar 0.0, sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan dapat digunakan tanpa mengiritasi penggunanya (sangat ringan) (ISO 109939-10, 2002). Uji iritasi hanya menggunakan basis (tanpa zat aktif) karena piroksikam dinilai memiliki sifat anti-inflamasi (Dhawan et al. 2016), sehingga kecil kemungkinan adanya iritasi saat digunakan. Data ditunjukkan pada Tabel III.

Tabel III. Hasil uji iritasi basis hydrocolloid matrix piroksikam

Jam Kelinci Eritema Udema

Basis 1 Basis 2 Basis 3 Basis 1 Basis 2 Basis 3

24 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 48 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 72 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 Indeks Iritasi Primer 1 0,0 2 0,0 3 0,0

14 Dasar Pemilihan Formula Optimal

Kriteria formula optimal yang digunakan untuk uji aktivitas dilihat dari analisis fisik dan kimia, serta uji stabilitasnya. Analisis statistik digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antar formula.Analisis statistik menggunakan software R, dan didapatkan nilai p-value. Pada uji sifat fisik, seperti moiusture content, dan moisture absorption, memiliki nilai p-value > 0,05, yang berati tidak terdapat perbedaan signifikan antara ketiga formula, begitu juga dengan uji sifat kimia yaitu kandungan obat dan pelepasan obat yang memiliki p-value > 0,05, sehingga ketiga formula memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai formula optimal. Formula PVP 2 dipilih dengan pertimbangan memiliki rata-rata moisture content, moisture absorption dan kecepatan absorpsi yang paling tinggi, sehingga diharapkan dapat menyerap eksudat pada ulkus dengan baik. Selain itu, formula PVP 2 memiliki rata-rata kandungan obat paling tinggi, dan memiliki DE360 yang berada pada angka 53,87±17,10%.

Uji Aktivitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Uji aktivitas ini dilakukan dengan menggunakan hewan uji tikus. Tikus yang digunakan memiliki kriteria sebagai berikut: tikus spesies Rattus novergicus dengan galur Wistar, berusia 2 bulan, memiliki bobot berkisar antara 160-200 gram.

Tabel IV. Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi

Perla-kuan

Hari Penyembuhan

(Rata-rata±SD (hari)) Keterangan

Tikus Non Diabetes

Tikus

Diabetes Tikus Non Diabetes Tikus Diabetes

Kontrol 15±0.577 17±0.577

(a) Kontrol Non Diabetes

Belum terdapat serat kolagen, jaringan ikat sudah terbentuk; Terdapat jaringan granulasi dan pembuluh darah yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi

(b) Kontrol Diabetes

Belum terdapat serat kolagen. Terdapat jaringan granulasi, dan terdapat jaringan ikat yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi

15

Tabel IV. (Lanjutan) Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi

Basis 15±0.000 16±0.577

(c) Basis Non Diabetes

Belum terdapat serat kolagen, lapisan epidermis menutup sempurna; Terdapat jaringan granulasi dan pembuluh darah menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi

(d) Basis Diabetes

Serat kolagen belum terlalu rapat dan teratur, masih terdapat jaringan granulasi, dan jaringan ikat belum terbentuk sempurna menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap remodelling

Formula 15±0.000 16±0.577

(e) Formula Non Diabetes

Belum terdapat serat kolagen, terdapat jaringan granulasi; Jaringan ikat belum sempurna dan lapisan epidermis terbentuk sempurna yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi

(f) Formula Diabetes

Serat kolagen masih belum rapat dan masih terdapat jaringan granulasi; Lapisan epidermis dan jaringan ikat sudah terbentuk sempurna yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap awal

remodelling Tanpa Perla-kuan - - (g) Kulit Sehat

Bagian-bagian struktur kulit tikus lengkap (tanpa jaringan granulasi), di mana terdapat bagian epidermis, dan jaringan ikat, susunan kolagen sangat teratur, karena tidak mengalami

16

Tabel IV. (Lanjutan) Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi

Keterangan: 1 = epidermis 2 = jaringan granulasi 3 = pembuluh darah 4 = folikel rambut 5 = jaringan ikat 6 = kolagen

Tikus yang digunakan berjumlah 6 ekor, yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu tikus diabetes dan tikus non diabetes. Pemberian hydrocolloid matrix dilakukan setiap 24 jam hingga luka sembuh. Luka dipantau setiap hari, dan dihitung %wound closure hingga didapat wound closure 100%. Rata-rata luka mencapai %wound closure hingga 100% pada kelompok tikus non diabetes adalah 15 hari, sedangkan pada kelompok tikus diabetes, penutupan luka hingga 100% mencapai 16-17 hari.

Data hari %wound closure mencapai 100% yang ditunjukkan pada Tabel IV. Analisis statistik dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara %wound closure kelompok tikus diabetes dengan kelompok tikus non diabetes. Hasil statistik antara kontrol dengan formula PVP 2 pada tikus diabetes menunjukkan bahwa penyembuhan luka kontrol lebih lama dibandingkan dengan formula PVP 2, namun formula PVP 2 tidak secara signifikan dapat mempercepat proses penyembuhan luka sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan belum dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes.

Uji Histopatologi

Uji histopatologi dilakukan setelah penutupan luka mencapai 100%. Uji ini dilakukan untuk melihat struktur kulit secara mikroskopis dan membandingkan struktur kulit dari kelompok tikus diabetes dengan struktur kulit dari kelompok tikus non diabetes. Interpretasi hasil uji histopatologi dapat dilihat pada Tabel IV. Dari hasil uji histopatologi, kontrol, basis dan formula pada tikus non diabetes masih dalam proses proliferasi, hal ini berarti bahwa luka sudah menutup, tetapi proses penyembuhan luka belum sempurna. Kontrol pada tikus diabetes juga masih dalam proses proliferasi, sedangkan basis dan formula pada tikus diabetes masuk dalam proses remodelling dan proses awal remodelling.

KESIMPULAN

Kombinasi polimer PVP K-30 dan polimer HPMC E6 sebesar 2% dan 4.5% merupakan formula optimal dalam pembuatan matriks hydrocolloid piroksikam. Kombinasi ini dapat menghasilkan matriks yang homogen, warna merata, dengan nilai moisture content sebesar 5,166%, moisture absorption sebesar 8,980% dan DE360 sebesar 53,87%.

17

Hydrocolloid matrix tidak mengiritasi, namun efektivitas matriks sebagai sediaan penyembuhan luka tidak berbeda signifikan dengan kontrol. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukan pengujian moisture content dan moisture absoprtion lebih dari 24 jam dan keduanya dilakukan dengan climatic chamber sehingga didapatkan bobot konstan yang lebih presisi. Saran lain dapat dilakukan optimasi konsentrasi obat piroksikam agar sediaan yang terbentuk lebih jernih (bukan terbentuk suspensi padat) dan dapat meningkatkan pelepasan obat.

Dokumen terkait