• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3. Pembentukan Senyawa Poliuretan

4.3.1. Uji Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran ( )

Nilai kekuatan tarik dan kemuluran dari poliuretan masing-masing rasio poliol/TDI setelah dihitung (Lampiran 8) diperoleh hasil (Tabel 4.5; 4.6; 4.7 dan Tabel 4.8) didepan.Salah satu sifat mekanis yang umum diuji dari senyawa polimer dan bahan material adalah meliputi kekuatan tarik dan kemuluran. Nilai analisis kekuatan tarik dan kemuluran poliuretan hasil polimerisasi poliol dengan TDI dengan rasio pencampuran yang bervariasi merupaan faktor penting untuk mengetahui sifat mekanis dari bahan yang diinginkan. Hasil dari pengujian didapatkan Load dan Stroke. Harga Load dalam satuan Kgf dan stroke dalam satuan mm. Hasil pengujian ini diolah kembali untuk mendapatkan kekuatan tarik (σt), kemuluran ( ) dan elastisitas.(Lampiran G) . Pengaruh kenaikan rasio poliol terhadap nilai kekuatan tarik masing-masing PU hasil polimerisasi Poliol-TDI (Gambar 4.14).sedangkan nilai kemuluran (Gambar 4.15).

Grafik Pengaruh Rasio Poliol Terhadap Nilai Kekuatan Tarik PU

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 5/5. 6/4. 7/3. 8/2. Rasio Poliol/TDI (v/v). K e ku at an T ar ik (M P a) PHHEM PHAGEM PEG-1000

Gambar 4.14. Grafik Pengaruh Kenaikan Rasio Poliol Terhadap Nilai Kekuatan Tarik (σt ) PU Hasil Polimerisasi Dari Poliol-TDI

Pengaruh Kenaikan Rasio Poliol Terhadap Nilai Kemuluran PU 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 5/5. 6/4. 7/3. 8/2. Rasio Poliol/TDI (v/v) K e m u lu ra n (% ) PHHEM PHAGEM PG-1000

Gambar 4.15. Grafik Pengaruh Kenaikan Rasio Poliol Terhadap Nilai Kemuluran ( ) PU Hasil Polimerisasi Dari Poliol-TDI

Hasil pengukuran diperoleh nilai kekuatan tarik (σt) terbesar masing-masing adalah PU yang dihasilkan pada rasio poliol/TDI = 7/3 (v/v) yang menggambarkan bahwa pada rasio ini gugus –OH dari poliol tersebut dengan –N=C=O dari TDI menghasilkan senyawa poliuretan yang paling sempurna dimana menggunakan PHHEM diperoleh nilai kekuatan tarik sebesar 6,0 MPa ( kemuluran 47%), PHAGEM sebesar 7,93 MPa ( kemuluran 36,33%) sedangkan menggunakan PEG-1000 sebesar = 9,15 MPa (kemuluran 28,79%).

Dari nilai kemuluran yang dihasilkan pada rasio 7/3 masih kurang baik sehingga untuk memperbaiki nilai kemuluran PU yang terbentuk dengan sifat elastisitas yang tinggi, tidak keras menggunakan kedua poliol tersebut bila diperoses untuk keperluan lanjut masih diperlukan suatu senyawa poliol lainnya dalam memperpanjang rantai dari polimer tersebut. Pada rasio 8 /2 (v/v) disebabkan rasio gugus hidroksil > dari gugus –N=C=O, PU yang terbentuk lembek sehingga mudah putus. Demikian juga untuk rasio poliol /TDI pada 6 /4 maupun 5 /4(v/v) poliuretan yang dihasilkan semakin keras dan rapuh. Urutan nilai kekuatan tarik PU yang

diperoleh untuk polimerisasi menggunakan PEG-1000 > PHAGEM > PHHEM. Nilai kemuluran dengan menggunakan PHHEM maupun PHAGEM ditemukan terbesar pada rasio poliol TDI pada rasio 8/2 (v/v) yang menunjukkan bahwa PU yang memiliki sifat elastis tarbaik Selanjutnya dengan menggunakan gabungan dua jenis poliol PHHEM maupun PHAGEM dengan PEG-1000 ternyata dapat menaikkan nilai kekuatan tarik dari PU yang dihasilkan (Gambar 4.16)

Masing-masing PU yang diperoleh hasil polimerirasi senyawa poliol sintesis (PHHEM dan PHAGEM ) dengan TDI dengan merubah komposisi rasio campuran melalui penambahan senyawa PEG-1000 ternyata dapat meningkatkan kekuatan tarik dari PU yang terbentuk. Pengaruh pemberian PEG-1000 terhadap perubahan nilai kekuatan tarik maupun kemuluran dari PU hasil polimerisasi TDI / (PHHEM atau PHAGEM)/PEG-1000 (Gambar 4.16 dan 4.17), dimana dengan bertambahnya rasio dari PEG-1000 nilai kekuatan tarik semakin bertambah. Demikian juga dengan penambahan PEG-1000 terhadap PU yang diperoleh baik hasil polimerisasi PHHEM atau PHAGEM dengan TDI dapat merubah nilai kemuluran dari PU yang dihasilkan. Nilai kemuluran terbesar diperoleh dari hasil polimerisasi PEG-1000/PHAGEM/TDI pada rasio 2/3/5 (v/v) sebesar 95,41% (Gambar 4.17).

Pengaruh Kenaikan Rasio PEG Terhadap Nilai Kekuatan Tarik Hasil Polimerisasi PEG/Poliol-SIN/TDI 0 1 2 3 4 5 6 0/5/5 1/4/5. 2/3/5. 3/2/5. 4/1/5. 5/0/5. Rasio PEG-1000/Poliol-Sin/TDI (v/v/v) K ekuat an T ar ik( M Pa ) PEG/PHHEM/TDI PEG/PHAGEM/TD

Gambar 4.16. Grafik Pengaruh Penambahan PEG-1000 Terhadap Nilai Kekuatan Tarik PU Hasil Polimerisasi Poliol-TDI

Diagram Kenaikan Nilai Kemuluran PU Pengaruh Penambahan PEG-1000 0 20 40 60 80 100 120 0/5/5 1/4/5. 2/3/5. 3/2/5. 4/1/5. 5/0/5. Rasio PEG-1000/Poliol-sin/TDI(V/v/v) K em ul ur a n ( % ) PEG/PHHEM/TDI PEG/PHAGEM/TD I

Gambar 4.17. Diagram Pengaruh Penambahan PEG-1000 Terhadap Nilai Kemuluran PU Hasil Polimerisasi Poliol -TDI

4. 3.2 Hasil Analisis Spektroskopi FT-IR Poliuretan (PU)

4.3.2.1. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisasi PHHEM Dengan TDI

Hasil analisis spektroskopi FT-IR terhadap senyawa PU yang diperoleh dari polimerisasi PHHEM dengan TDI memberikan spektrum Gambar 4.18 dan 4.19 pada rasio PHHEM/TDI = 3/7 dan 5/5(v/v), untuk rasio 8/2, 6/4 v/v ( lampiran 10)

Gambar 4.19. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisai dari PHHEM / TDI = 5 /5(v/v)

Puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang (ν) = 3768-3414 cm-1 merupakan vibrasi ikatan –NH- dari PU yang terbentuk maupun kemungkinan gugus –OH dari senyawa poliol yang tidak ikut bereaksi, disebabkan rasio gugus – OH > -NCO . ν= 2927- 2855 cm-1 vibrasi ulur dari C-H sp3 didukung dengan munculnya puncak pada daerah ν =1461- 1321 cm-1 yang merupakan vibrasi tekuk dari C-H sp3, ν = 1728 cm-1 melebar dan tumpul adalah vibrasi ikatan C=0 dari ester sekaligus C=O dari gugus amida, ν= 1228 - 1073cm-1 adalah vibrasi ikatan C-O-C- dari ester, puncak yang secara bersaman muncul pada daerah ν= 3530, 1728 dan 1461 cm-1 menunjukkan bahwa hasil reaksi memiliki gugus –NHCOO- pada PU yang terbentuk (Zia dkk.2008). Dalam hal ini untuk rasio PHHEM/TDI = 8/2 tidak ditemukan bahwa adanya gugus C=O dari gugus sianat ( –N=C=O) pada daerah ν = 2300- 2270 cm 1 , membuktikan bahwa secara stoikiometri TDI yang digunakan habis bereaksi membentuk senyawa PU (lampiran 10a). Hasil analisis spektroskopi ini juga membuktikan bahwa untuk rasio PHHEM/ TDI : 8 / 2 (v/v) kelihatan puncak gugus –OH pada daerah bilangan gelombang diatas 3500cm-1 yang tidak

mengalami polimerisasi lanjut sehingga polimer yang dihasilkan masih lembek pada rasio ini PU yang terbentuk dapat digunakan sebagai bahan perekat (adesive).

Untuk PU hasil polimerisasi PHHEM : TDI pada 7/3 (vv) memberikan puncak vibrasi pada daerah (ν) = 3572- 3398 cm-1 merupakan puncak vibrasi ikatan –NH- , maupun kemungkinan gugus –OH dari senyawa poliol yang tidak ikut bereaksi, . ν= 2923- 2855 cm-1 vibrasi ulur dari C-H sp3 didukung dengan munculnya puncak pada daerah ν =1412 cm-1 vibrasi tekuk dari C-H sp3, v = 2274 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=0 dari –N=C=0 yang masih bebas, ν = 1728, 1605 dan 1537 cm-1 melebar dan tumpul adalah vibrasi ikatan C=0 dari ester sekaligus C=O dari gugus amida, pada ν= 1220- 1066 cm-1 adalah vibrasi dari ikatan C-O-C- dari ester, puncak yang secara bersaman muncul pada daerah ν= 3572, 1733 dan 1412 cm-1 menunjukkan bahwa hasil reaksi memiliki gugus uretan –NHCOO-.Selanjutnya PU hasil polimerisasi PHHEM / TDI pada rasio 6 /4 (v/v) (lampiran J-2 ) menghasilkan spektrum yang tidak jauh berbeda terutama puncak vibrasi daerah = 3572, 1733 dan 1412 cm-1 menunjukkan adanya gugus uretan –NHCOO- demikian juga hasil polimerisasi PHHEM/TDI = pada rasio 5/5 (v/v).

4.3.2.2. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisasi PHAGEM dengan TDI

Hasil analisis spektroskopi FT-IR terhadap PU dari polimerisasi PHAGEM / TDI pada rasio PHAGEM / TDI = 7 / 3 dan 4/6 (v/v) (Gambar 4.20 dan 4.21) selanjutnya untuk rasio 8/2, 6/4 dan 5/5 ( Lampiran 11a, 11b dan 11c).

Spektrum PU hasil polimerisasi PHAGEM/TDI = 8/2(v/v)(Lampiran 11a) adanya puncak vibrasi pada daerah ν =3787- 3401 cm-1 merupakan vibrasi ikatan – NH- dari senyawa uretan yang terbentuk maupun gugus –OH dari senyawa PHAGEM yang masih bebas, ν= 2925 - 2857 cm-1 vibrasi ulur C-H sp3 didukung dengan munculnya puncak pada daerah ν =1458 cm-1 merupakan puncak vibrasi tekuk dari C-H sp3, ν = 1723 – 1603 cm-1 adalah vibrasi ikatan C=0 dari ester

sekaligus C=O dari gugus amida, ν= 2278 cm-1 vibrasi dari gugus C=O pada gugus sianat (-N=C=O) ν= 1227- 1067cm-1 adalah vibrasi ikatan C-O-C- dari ester, puncak yang secara bersaman muncul pada daerah ν= 3401, 1728 dan 1541 cm-1 menunjukkan bahwa hasil reaksi memiliki gugus –NHCOO-.

Gambar4.20. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisasi PHAGEM/TDI = 7 / 3 (v/v)

Gambar 4.21. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisasi PHAGEM/TDI = 4/6 (v/v)

Spektrum FT-IR PU hasil polimerisasi PHAGEM / TDI pada 7 / 3 (v/v)(Gambar 4.19) memberikan spektrum dengan puncak vibrasi pada daerah ν = 3854 - 3364 cm-1 merupakan puncak vibrasi ikatan –NH yang terbentuk maupun kemungkinan gugus –OH dari senyawa PHAGEM yang tidak ikut bereaksi, . ν= 2920- 2852 cm-1 vibrasi ulur dari C-H sp3, v = 2360-2274 cm-1 menunjukkan gugus C=0 dari –N=C=0 yang masih bebas, ν = 1719- 1537 cm-1 melebar adalah vibrasi ikatan C=0 dari ester sekaligus C=O dari gugus amida pada gugus uretan, ν= 1227- 1062 cm-1 adalah vibrasi dari ikatan C-O-C- dari ester.

Hasil polimerisasi PHAGEM :/TDI pada rasio 6 /4 dan 5/ 5 ( lampiran Kb dan Kc) yang mana daerah puncak vibrasi dari spektrum yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan menggunakan rasio pada 8 / 2 dan 7 / 3 (v/v). Hasil analisis spektroskopi bahwa pada rasio 8 / 2 (v/v) kelihatan puncak gugus –OH dari senyawa PHAGEM yang tidak mengalami polimerisasi lebih melebar sehingga polimer yang dihasilkan masih lembek demikian juga halnya untuk rasio PHAGEM : TDI 7 /3 (v/v). Untuk poliuretan hasil polimerisasi PHAGEM/TDI= 4/6(v/v) dengan naiknya rasio dari TDI maka gugus –N=C=O yang muncul pada daerah bilangan gelombang (ν )= 2270 cm-1 (Gambar 4.21) semakin besar dan poliuretan yang dihasilkan semakin keras yang ahirnya pada rasio 3 / 7 dan 2 /8 adalah keras dan rapuh..

4.3.2.3. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisasi PEG-1000 dengan TDI

Hasil analisis spektroskopi FT-IR terhadap PU hasil polimerisasi PEG/TDI untuk rasio PEG/TDI = 8/2 dan 4/6 (Gambar 4.22 dan 4.23), selanjutnya untuk rasio 7/3, 6/4, 5/5 (Lampiran 12a, 12b dan 12c).

Gambar 4.22 pada rasio 8/2 (v/v) memberikan spektrum dengan puncak- puncak vibrasi pada daerah v= 3564-3433 cm-1 adalah vibrasi dari gugus –NH- dari poliuretan yang terbentuk, juga kemungkinan masih adanya gugus –OH dari senyawa PEG-1000 yang tidak ikut bereaksi. v= 2928 cm-1 merupakan vibrasi dari – C-H sp3, v= 1633 cm-1 menunjukkan vibrasi dari C=0 pada amida.

Gambar 4.22. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisasi PEG-1000/TDI = 8 / 2 (v/v)

Gambar 4.23. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisasi PEG-1000 /TDI = 4 / 6 (v/v)

Untuk hasil polimerisasi PEG /TDI = 7 /3 dan 6 /4 (v/v) menghasilkan bentuk foam yang elastis, dimana untuk PEG / TDI = 7 /3 (v/v) memberikan spektrum FT-IR (Lampiran 12b dan 12c) pada daerah v= 3567-3445 cm-1 menunjukkan adanya gugus –NH-dan -OH, v= 2929 cm-1 vibrasi dari –CH-sp3, v = 1634 cm-1 vibrasi dari gugus C=O pada amida, demikian juga untuk rasio PEG / TDI = 6 /4 (v/v) daerah v= 3526-3394 cm-1 menunjukkan adanya gugus –NH-dan -OH, v= 2869 cm-1 vibrasi dari –

CH-sp3, v = 2272 cm-1 gugus C=0 pada –N-C=0 dan pada daerah bilangan gelombang 1705, 1621 dan 1536 cm-1 menunjukkan C=0 pada amida. Spektrum FT-IR untuk rasio PEG / TDI =5 /5 (v/v) menghasilkan spektrum yang hampir sama . Selanjutnya untuk polimerisasi PEG-1000/TDI dengan rasio 4/6(v/v) (Gambar 4.23) kelihatan puncak –NH- pada daerah bilangan gelombang 3393 cm-1 semakin melebar menunjunjukan pembentukan uretan semakin banyak demikian juga pada daerah pada daerah 2277 cm -1 yang semakin melebar menunjukkan bahwa gugus C=O dari –N=C=O dari isosianat yang tidak habis bereaksi semakin banyak.

4.3.2.4. Spektrum FT-IR PU Hasil Polimerisasi Gabungan PHHEM/PEG-1000 dan PHAGEM/ PEG-100 dengan TDI

Spektrum FT-IR hasil polimerisasi gabungan dari 2(dua) jenis senyawa poliol hasil sintesis turunan minyak kemiri dengan PEG-1000 baik gabungan PHHEM/PEG-1000 maupun PHAGEM/PEG-1000 dengan TDI menghasikan spectrum (Lampiran 13a, 13b, 13c dan 13d). Untuk poliuretan hasil polimerisasi dari TDI/PEG /PHHEM = 5 /1 /4 (v/v), menghasilkan spektrum dengan puncak vibrasi pada daerah v= 3856 – 3376 cm -1 menunjukkan adanya gugus –NH- dan juga gugus –OH bebas , ν = 2928 cm-1 vibrasi ulur C-H sp3, ν= 2278 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O pada – N=C=O, ν= 1710 – 1536 cm-1 vibrasi C=O pada ester dan amida, ν= 1220-1082 cm-1 vibrasi C-O-C dari ester dan eter, puncak yang bersamaan muncul pada daerah bilangan ν =3376, 1710 dan 1536 cm-1 menunjukkan serapan khas uretan (lampiran 13a). Berturut-turut berikutnya spektrum FT-IR PU hasil polimerisasi untuk rasio TDI / PEG/ PHHEM = 5 / 2 / 3 , 5 / 3 :/2 dan 5 / 4 / 1 (v/v) menghasilkan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi yang sama terutama pada daerah serapan khas dari uretan (-NHCOO) yaitu pada v= 3370-3390 cm-1, 1730-1720 cm-1 dan pada daerah v = 1600-1540 cm-1 (lampiran 13b, 13c dan 13d)

PU hasil polimerisasi TDI /PEG-1000 / PHAGEM = 5 / 1 / 4 (v/v) menghasilkan pu yang keras. Hasil analisis spektroskopi FT-IR menghasilkan

spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah ν= 3387 cm-1 menunjukkan vibrasi dari gugus –NH- , ν = 2927 -2857 cm -1 vibrasi ulur dari ikatan C-H sp3 , ν = 2275 cm-1 vibrasi gugus C=0 pada –N=C=O, ν = 1718 dan 1542 cm-1 vibrasi C=O pada amida dan ester serta pada daerah ν = 1219-1073 cm-1 menunjukkan ikatan C-O-C dari ester (lampiran 15e). Spektrum FT-IR dengan berbagai rasio penggunaan TDI/PEG-1000/PHAGEM= 5/2 /3; 5 / 3 / 2; dan 5 4 / 1 (v/v) memberikan spektrum yang hampir bersamaan terutama pada daerah vibrasi khas uretan (-NHCOO) pada daerah ν= 3370-3390 cm-1, 1730-1720 cm-1 dan pada daerah v = 1600-1540 cm-1 (lampiran 15f, 15g dan 15h).

Dokumen terkait