• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Minyak Kemiri

2.3.1. Penggunaan Oleokimia Dalam Industri Polimer

Gliserol Diikuti reaksi-reaksi seperti:  Amidasi  Klorinasi  Epoksidasi  Hidrogenasi  Sulfonasi  Transesterifikasi  Esterifikasi  Safonifikasi Profilena , farafin dan etilena Sumber : Brahmana,dkk (1994). Ket :: Alami : Sintetis

2.3.1. Penggunaan Oleokimia Dalam Industri Polimer

Turunan lemak dan minyak dalam industri polimer dapat dimanfaatkan sebagai monomer pembentuk bahan polimer maupun sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat polimer tersebut termasuk memperbaiki permukaan maupun merperkuat ketahanan polimer. Asam lemak tidak jenuh seperti oleat (C18:1),

menjadi asam azelat. Asam azelat (asam 1,9-nonanadioat ) dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan polimer nilon 9,9, poliester, disamping itu digunakan secara luas sebagai plastisizer dalam industri resin. (Reck, 1984; Brahmana, 1998). Demikian juga dari asam lemak tidak jenuh melalui oksidasi dapat dihasilkan senyawa poliol yang banyak digunakan sebagai monomer pembentuk polimer seperti polieter, poliester dan poliuretan. Sebagai bahan tambahan penggunaan oleokimia dapat digunakan sebagai : 1) slip agent, 2) pelumas, 3) plastisizer dan stabilizer, 4)

anti static agent dan 5) katalis dan emulsifier.

Bahan anti slip (slip agent) yang biasanya digunakan adalah amida asam lemak C8-C22 seperti dilakukan pada pembuatan plastik film poliolefin (polietilen dan polipropilen) yang digunakan untuk membungkus bahan makan, fungsinya membuat permukaan resin tersebut licin dan tidak terjadi penggumpalan. Senyawa amida asam lemak tersebut yang digunakan biasanya adalah amida asam lemak primer yang dapat dihasilkan melalui amidasi asam lemak secara proses bath pada suhu 2000C dan tekanan 345-650 Kpa selama 10-12 jam (Gambar 2.8). Amida asam lemak banyak digunakan adalah lauramida (C12:0), miristamida (C14:0), palmitamida (C16:0), oleomida (C18:1), stearamida(C18:0) dan dokosamida (C20: 0) (Reck, 1984).

R-C O OH + NH3 R-C O NH2 + H2O

Asam Lemak Amida Asam Lemak

Gambar 2.8. Amidasi Asam Lemak Menjadi Amida Asam Lemak

Bis-Amida dan amida sekundeir banyak digunakan sebagai pelumas pada proses pembuatan plastik. Pelumas pada pelastik ada yang berupa pelumas internal dan eksternal. Pelumas eksternal untuk mencegah lengketnya bahan permukaan yang tadinya mencair pada cetakan logamnya dan biasanya yang digunakan sebagai pelumas eksternal tersebut adalah bis-amida asam lemak maupun amida asam lemak sekundeir dan ini digunakan pada pembuatan poliester, polivinil klorida, polivinil

asetat dan fenolat. Pelumas internal yang larut dalam polimer adalah untuk mengurangi gaya kohesi dari bahan polimer dan meningkatkan alir polimer dalam cetakannya. Senyawa amida yang banyak digunakan sekaligus sebagai pelumas internal dan eksternal biasanya garam asam lemak seperti Ca-stearat, Zn-stearat, Mg-stearat dan Al-Mg-stearat. Disamping itu juga digunakan ester asam lemak seperti steril stearat, gliseril monostearat, gliseril monolaurat (Reck, 1984).

Keton asam lemak seperti stearon dapat digunakan sebagai pelumas pada pembuatan pelastik. Stearon tersebut dibuat dengan mereaksikan asam stearat dengan asam stearat sendiri pada suhu tinggi dengan bantuan katalis kalsium oksida maupun magnesium oksida (Reck, 1984).

O OH C Katalis C17H35 C C17H35 O + CO2 + H2O C17H35 Asam Stearat 2 Stearon

Gambar 2.9. Pembentukan Stearon Dari Asam Stearat.

Disamping penggunaan sebagai pelumas, bahan oleokimia juga digunakan sebagai plastisizer dan stabilizer. Plastisizer dan stabilizer yang banyak digunakan adalah turunan epoksi dari minyak tidak jenuh. Plastsizer ini berfungsi untuk membuat plastik menjadi lunak dalam percetakan serta membantu emulsifier dalam mengendalikan kekentalan pelastik untuk lebih mudah membentuknya. Akan tetapi senyawa epoksi tersebut disamping berfungsi sebagai plastisizer juga sebagai stabilizer, sehingga apabila pelastik itu terkena cahaya panas tidak terdegradasi (Reck, 1984).

Dalam mencegah terjadinya penggumpalan muatan listrik dipermukaan pada proses pembuatan pelastik terjadi akumulasi muatan akibat pemberian muatan listrik dalam proses pencetakan, gesekan ataupun adanya akumulasi debu dan kotoran pada permukaan pelastik. Untuk mencegah ini maka penting digunakan bahan antistatik. Sebagai bahan antistatik banyak digunakan amina dari minyak sapi, minyak kelapa

ataupun gliserol monostearat dan gliserol monooleat. Oleokimia dalam bentuk peroksida asam lemak juga digunakan sebagai katalis, sebagai inisiator pada reaksi polimerisasi radikal bebas peroksida (Reck, 1984 ; Brahmana, 1998).

2.4. Epoksidasi

Hasil oksidasi terhadap ikatan tidak jenuh pada hidrokarbon melalui hasil epoksidasi menghasilkan senyawa siklik tiga anggota dengan gugus oksiran seperti alkena dengan sebuah oksigen. dinamakan senyawa epoksida. Senyawa alkena yang memiliki ikatan π dapat dioksidasi menjadi anekaragam produk, tergantung kepada reagensia yang digunakan. Reaksi yang melibatkan oksidasi ikatan π karbon-karbon dapat dikelompokkan menjadi dua gugus umum :

1. Oksidasi ikatan π tanpa memutuskan ikatan sigma 2. Oksidasi ikatan π yang memutuskan ikatan sigma.

Produk oksidasi tanpa pemutusan ikatan sigma ialah suatu epoksida atau 1,2diol. Senyawa epoksida hasil epoksidasi yang mempunyai atom oksigen dalam cincin beranggotakan tiga disebut juga eter siklik dan jauh lebih reaktif dibanding eter yang lain. Cincin epoksida tersebut dalam larutan berair yang mengandung sedikit asam kuat, produknya adalah etilena glikol (Wibraham, dkk, 1992).

Epoksidasi dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat berguna terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer. Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran epoksida juga dapat dimanfaatkan sebagai zat antara untuk berbagai jenis bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin, dan polimer seperti poliester, poliuretan. Adapun reaksi epoksidasi terhadap senyawa alkena (olefin) adalah (Gambar 2.10) :

Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul olefin:

1. Epoksidasi dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis asam atau enzim 2. Epoksidasi dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi

alkali dengan hydrogen peroksida dan epoksidasi yang dikatalisis logam transisi.

3. Epoksidasi dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX) dengan garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron ikatan rangkap.

4. Epoksidasi dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang digunakan karena dapat menyebabkan degradasi dari minyak menjadi senyawa yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat berantai pendek sehingga oksidasi dengan O2 merupakan metode yang tidak efisien untuk epoksida minyak nabati ( Goud, dkk,. 2006)

Epoksidasi dilakukan terhadap etilen dengan oksigen dari udara menggunakan katalis perak (Ag) , pada suhu 250-330OC menghasilkan etilen oksida. Etilen oksida yang dihasilkan merupakan zat antara pembentukan senyawa seperti etilen glikol , polioksi etilen glikol, serat poliester, etanol amin dan bahan detergen (Gambar 2.11) ( Wisewan, 1978 ). R-C-OH O

+

H2O2 R-C-O-OH

+

H2O O

Asam peroksida peracid air karboksilat R-C-O-OH O

+

C = C -H H H H O C --C

+

R-C-OH O

Peracid Olefin epoksida asam karboksilat

CH2 CH 2 O2, Ag 250-3300C H2C CH2 O

Dokumen terkait