• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum dihitung berdasarkan bahan kering ransum yang dikonsumsi oleh kelinci setiap hari selama penelitian. Menurut Anggorodi (1990) konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian. Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan bila makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Dari hasil penelitian diperoleh rataan konsumsi ransum kelinci seperti tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan± sd

1 2 3 4 5 P0 73,52 82,30 90,64 86,80 74,71 407,96 81,59±7,45 P1 83,70 83,78 67,05 84,49 75,28 394,29 78,86±7,61 P2 77,87 90,73 80,89 80,60 83,42 413,52 82,70±4,90 P3 80,10 82,93 83,25 84,22 90,67 421,17 84,23±3,91 Total 315,19 339,75 321,81 336,11 324,08 1.636,95 Rataan 78,80 84,94 80,45 84,03 81,02 81,85

Dari Tabel 13 terlihat bahwa rataan total konsumsi ransum dalam bahan kering adalah sebesar 81,85 g/ekor/hari. Rataan konsumsi tertinggi yaitu pada P3 sebesar 84,23 g/ekor/hari dan rataan konsumsi terendah adalah P1 yaitu 78,86 g/ekor/hari. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi ytang dihasilkan menunjukan tingkat yang lebih baik dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang memanfaatkan limbah pertanian yang difermentasi menggunakan bioaktifator yang sama terhadap objek penelitian yang sama pula yaitu kelinci rex

lepas sapih. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan berikut menurut hasil penelitian Tarigan (2013) yang menggunakan bioaktifator berupa MOL (mikroorganisme lokal) terhadap pakan yang diberikan kepada objek yang sama yaitu kelinci peranakan rex lepas sapih menunjukan bahwa total rataan konsumsinya mencapai 78,88 g/hari. Menurut hasil penelitian Magdalena (2013) yang menggunakan objek kelinci dan bioaktifator yang sama menunjukkan bahwa total rataan konsumsi yang dihasilkan mencapai 48,17 g/hari atau rataan konsumsi tertinggi mencapai 49,51 g/ekor/hari.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum pelet selama penelitian, maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada tabel 14.

Tabel 14. Analisis ragam konsumsi ransum kelinci selama penelitian

SK DB Jk Kt F Hitung F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 3 77,13 25,71 0,67tn 3,15 4,34 Galat 16 610,94 38,18 Total 19 688,07

Keterangan: tn= tidak berbeda nyata

Berdasarkan analisa keragaman menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P≥0,05) terhadap konsumsi. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh pemberian

kulit daging buah kopi yang dicampur dengan pakan basal dalam bentuk pelet tidak berpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap konsumsi. Dalam hal ini menunjukan bahwa

kulit daging buah kopi fermentasi mempunyai kualitas dan palatabilitas yang relatif sama dengan kulit daging buah kopi tanpa fermentasi.

Tingkat atau perbedaan konsumsi pelet ransum dipengaruhi oleh kondisi tubuh kelinci yang tidak normal dan stres yang diakibatkan oleh lingkungan dan genetik pada kelinci itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1983) yang menyatakan perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain, bobot badan, umur, dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang diakibatkan oleh lingkungan, genetik dan tingkat kecernaan ransum.

Pertambahan Bobot Badan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil rataan bobot badan kelinci selama penelitian seperti yang tertera pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Rataan mingguan pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan

(g/ekor/hari) selama 8 minggu.

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

1 2 3 4 5 P0 33,49 39,24 38,85 41,12 38,56 191,26 38,25±2,84 P1 37,73 37,00 38,52 38,53 38,70 190,48 38,10±0,72 P2 35,57 39,86 41,69 40,10 40,81 198,03 39,61±2,37 P3 39,98 38,34 42,31 41,78 41,33 203,74 40,75±1,60 Total 146,78 154,44 161,37 161,52 159,39 783,51 Rataan 36,69 38,61 40,34 40,38 39,85 39,18

Dari Tabel 15 terlihat bahwa rataan total pertambahan bobot badan kelinci adalah sebesar 39,18 g/ekor/hari. Dengan rataan pertambahan bobot badan tertinggi pada P3 sebesar 40,75 g/ekor/hari dan pertambahan bobot badan terendah pada P1 yaitu sebesar 38,10 g/ekor/hari.

Tabel 16. Analisa keragaman pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex

jantan lepas sapih selama penelitian

SK DB Jk Kt F Hitung F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 3 23,36 7,79 1,86tn 3,15 4,34 Galat 16 66,96 4,19 Total 19 90,33

Keterangan: tn= tidak berbeda nyata

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pelet ransum selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel di atas.

Tabel 16 menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P≥0,05). Hal ini

menunjukan bahwa pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi sebagai bahan campuran dalam pembuatan ransum dalam bentuk pelet tidak berbeda nyata (P≥0,05) terhadap pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan lepas sapih.

Perbedaan pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh lingkungan dan suhu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyu (1992) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, jenis kelamin, energi, metabolisme kandungan protein dan suhu lingkungan. Total pertambahan bobot badan harian pada penelitian ini yaitu sebesar 39,18 g/ekor/hari. Magdalena (2013) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pertambahan bobot badan yang dihasilkan kelinci rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan MOL dalam bentuk pelet mencapai bobot dengan rataan tertinggi yaitu 21,17 g/ekor/hari dengan total rataan yaitu 19,86 g/hari. Menurut Tarigan (2013) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelinci rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan bioaktifator yang sama dalam bentuk pelet menunjukan pertambahan bobot badan tertinggi yaitu 14,88 g/ekor/hari atau dengan total rataan mencapai 11,73 g/ekor. Hal ini menunjukan bahwa pertambahan bobot badan harian selama penelitian sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu faktor yang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P≥0,05)

pada pertambahan bobot badan pada penelitian ini adalah konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata (P≥0,05). Hal ini disebabkan bahwa kulit daging buah kopi

fermentasi dan tanpa fermentasi sama-sama disukai oleh kelinci dan palatabilitas yang hampir sama. Besar kecilnya konsumsi pakan tergantung pada palatabilitas,

kandungan bahan kering pakan, ukuran tubuh ternak, jenis pakan dan keadaan ternak.

Konversi Ransum

Konversi ransum pada penelitian ini dihitung dalam bentuk bahan kering dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggu. Menurut Champbell dan Lasley (1985), konversi pakan dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis pakan yang dikonsumsi.

Tabel 17. Rataan konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

1 2 3 4 5 P0 2,20 2,10 2,33 2,11 1,94 10,67 2,13±0,14 P1 2,22 2,26 1,74 2,19 1,95 10,36 2,07±0,22 P2 2,19 2,28 1,94 2,01 2,04 10,46 2,09±0,14 P3 2,00 2,16 1,97 2,02 2,19 10,34 2,07±0,10 Total 8,61 8,80 7,98 8,33 8,12 41,84 Rataan 2,15 2,20 2,00 2,08 2,03 2,09

Dari data di atas dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum kelinci tertinggi adalah perlakuan P3 sebesar 2,07 dan yang terkecil yaitu pada perlakuan P0 sebesar 2,13.

Konversi ransum memberikan penilaian terhadap efisiensi penggunaan ransum oleh kelinci dengan adanya pertambahan bobot badan yang baik. Untuk melihat pengaruh kulit daging buah kopi fermentasi maka dilakukan analisa keragaman seperti pada Tabel 18 berikut ini.

Tabel 18. Analisa keragaman konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih SK DB Jk Kt F Hitung F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 3 0,0138 0,00460 0,18tn 3,15 4,34 Galat 16 0,3999 0,02499 Total 19 0,4137

Keterangan: tn= tidak berbeda nyata

Dari analisa keragaman di atas menunjukan bahwa konversi pakan kelinci

rex jantan lepas sapih yang diperoleh selama penelitian menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05) tetapi pakan yang difermentasi dapat berpengaruh

menurunkan angka konversinya. Hal ini menunjukan bahwa kulit daging buah kopi fermentasi sebagai bahan campuran dalam bentuk pelet dapat menurunkan konversi ransum tersebut karena efisiensi penggunaan pakannya yang tinggi dan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman dan Sulistiowati (2006) yang menyatakan konversi pakan kelinci yang diberikan pakan fermentasi lebih rendah dari konversi pakan kelinci yang tidak diberikan pakan tanpa fermentasi. Jika nilai konversi pakan yang ditunjukkan rendah, maka efisiensi penggunaan pakan tinggi atau baik. Pakan yang berkualitas akan digunakan seefisien mungkin oleh ternak menjadi produksi atau pertumbuhan maksimal, sehingga konversinya rendah. Behnke (2001) menyatakan pemberian pakan bentuk pelet dapat meningkatkan performa dan konversi pakan ternak bila dibandingkan dengan pakan bentuk mash

Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula konversi pakannya, angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Tabel 19. Tabel rekapitulasi data peformans kelinci peranakan rex lepas sapih selama penelitian

Perlakuan Rataan Parameter

(g/ekor/hari)

P0 81,59tn 38,25tn 2,13tn

P1 78,86tn 38,10tn 2,07tn

P2 82,70tn 39,61tn 2,09tn

P3 84,23tn 40,75tn 2,07tn

Berdasarkan hasil rekapitulasi di atas diperoleh bahwa fermentasi kulit daging buah kopi yang dijadikan bahan pakan campuran untuk ransum dalam bentuk pelet tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P≥0,05) terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi terhadap kelinci peranakan rex

lepas sapih. Tetapi bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan bioaktifator yang sama yaitu MOL terhadap pakan yang diberikan kepada kelinci rex lepas sapi, menunjukkan hasil yang cenderung meningkat dan lebih baik.

Dokumen terkait