• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan agar ternak dapat hidup, meningkatkan pertumbuhan bobot badan ternak dan berproduksi. Pengambilan data konsumsi ransum itik Porsea dilakukan setiap minggunya, data konsumsi ransum diperoleh dengan cara melakukan penimbangan ransum sisa yang dilakukan setelah seminggu. Data hasil pengamatan terhadap rataan konsumsi ransum itik Porsea dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan konsumsi ransum itik Porsea (gram/ekor/minggu).

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 P0 506,98 506,97 502,91 524,55 2041,42 510,35

P1 519,93 521,91 517,20 523,94 2082,99 520,75

ͣ

P2 521,68 519,01 523,71 521,32 2085,73 521,43

ͣ

P3 519,44 520,06 521,56 516,56 2077,62 519,41

ͣ

P4 519,11 521,03 519,11 514,59 2073,84 518,46

ͣ

Total 2587,15 2588,99 2584,50 2600,96 10361,59 518,08 Ket. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum itik Porsea tertinggi

terdapat pada P2 (521,43 gram/ekor/minggu), kemudian diikuti P1 (520,75 gram/ekor/minggu), P3 (519,41 gram/ekor/minggu), P4 (518,46 gram/ekor/minggu) dan terendah terdapat pada P0 sebesar 510,35

Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum Itik Porsea secara umum sebesar 518,08 gram/ekor/minggu. Angka tersebut lebih tinggi daripada pemeliharaan itik menurut Sinaga (2015) yaitu rata-rata 108,84 gram/ekor/minggu. Hal ini disebabkan karena palatabilitas terhadap ransum tinggi dan lingkungan yang seimbang, sesuai dengan pernyataan Piliang (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada tingkat konsumsi ransum Itik Porsea. Ransum yang paling rendah dikonsumsi adalah perlakuan P0 yaitu ransum + 10% tepung Ikan Pora-pora.

Secara keseluruhan uji duncan menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan pora-pora dalam ransum Itik Porsea dapat mengimbangi pemakaian tepung ikan komersial pabrikan lokal. Bahkan pada perlakuan P2 yaitu ransum dengan 5% tepung ikan komersial + 5% tepung ikan pora-pora lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P0 dalam hal konsumsi ransum Itik Porsea.

Meningkatnya konsumsi ransum pada pemakaian tepung ikan pora-pora yaitu pada P1, P2, P3 dan P4 diasumsikan karena kandungan protein dan asam amino yang terdapat pada tepung ikan pora-pora yang memberikan pengaruh terhadap palatabilitas ransum sehingga disukai Itik Porsea. Tepung ikan pora-pora mengandung lisin sebesar 4,31% (Sihaloho, 2014) sementara tepung ikan komersial mempunyai kandungan lisin sebesar 2,31% (Sitompul, 2004). Hal ini

sesuai dengan pernyataan Willamson dan Payne (1993) yang mengatakan bahwa pengukuran konsumsi ransum dipengaruhi oleh perbedaan ternak, palatabilitas ransum dan seleksi terhadap ransum. Konsumsi ransum juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi ransum ternak menjadi berbeda. Pemberian ransum secara ad libitum juga memberikan pengaruh pada konsumsi ransum sehingga ternak tidak mengalami penurunan konsumsi. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting dalam menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan pengaruh terhadap tingkat produksi ternak.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan Itik Porsea dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penimbangan bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal penimbangan. Perhitungan bobot badan dilakukan dengan sekali dalam seminggu. Data hasil pengamatan pertambahan bobot badan Itik Porsea dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan pertambahan bobot badan Itik Porsea (gram/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 P0 130,46 132,27 133,78 128,85 525,35 131,34

ͣ

P1 134,52 145,14 125,68 136,95 542,29 135,57

ͣ

P2 143,20 121,10 128,04 154,80 547,14 136,79

ͣ

P3 135,68 140,54 131,78 120,30 528,30 132,08

ͣ

P4 112,84 113,52 118,60 120,77 465,72 116,43

Total 656,70 652,57 637,88 656,70 2608,81 130,44 Ket. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan tertinggi yaitu pada perlakuan P2 (136,79 gram/ekor/minggu), kemudian diikuti perlakuan P1 (135,57 gram/ekor/minggu), P3 (132,08 gram/ekor/minggu), P0 (131,34 gram/ekor/minggu) dan terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 116,43 gram/ekor/minggu.

Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan Itik Porsea secara umum sebesar 130,44 gram/ekor/minggu. Angka tersebut lebih tinggi daripada pemiliharaan itik menurut Akiki (2014) yaitu sebesar 105,65 g/ekor/minggu. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya umur, genetik, nutrisi, lingkungan bobot awal dan penyakit. Pemeliharaan dan pengendalian penyakit yang baik terhadap setiap perlakuan menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pertambahan bobot badan. Selain itu, nutrisi yang terkandung dalam setiap perlakuan yang diberikan juga sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan itik selama penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tomaszewska et al., (1988) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukaan berhubungan dengan berat dewasa. Dilanjutkan dengan pernyataan Tillman et al.,(1991) yang menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan pertumbuhan yang sedang tumbuh. Kualitas ransum erat hubunganya dengan pemilihan bahan-bahan ransum makanan penguat.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama

memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) pada tingkat pertambahan bobot badan Itik Porsea sampai umur 12 minggu.

Perbedaan rata-rata pertambahan bobot badan dari setiap perlakuan yang diberikan selama penelitian dimana perlakuan P2 lebih tinggi daripada perlakuan P0, P1, P3 dan P4 diasumsikan karena keseimbangan nutrisi perlakuan P2 sangat bagus untuk ternak Itik Porsea terutama dalam kesimbangan pemberian tepung ikan dimana hubungannya terhadap kandungan protein dalam ransum yang sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al., (1991) yang menyatakan bahwa protein yang ada pada kandungan ransum merupakan komponen utama penyusun utama jaringan tubuh yaitu untuk pertumbuhan sel, penyusun struktur sel, memelihara membran sel, mengatur keseimbangan air, buffer asam basa darah, carrier terhadap nutrient, darah dan oksigen serta yang utama adalah penyusun jaringan tubuh. Protein yang disusun oleh beberapa asam amino yang terdapat dalam tepung ikan pora-pora signifikan dalam memberikan pengaruh untuk mendukung pertumbuhan jaringan tubuh yang mengalami perombakan dalam alih konversi ransum menjadi daging yang tampak dalam pertambahan bobot badan setiap minggu dengan kandungan protein dan asam amino.

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dalam waktu yang sama. Konversi ransum adalah indikator teknis yang menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, semakin rendah angka

konversi ransum berarti semakin efisien. Data hasil pengamatan konversi ransum itik peking dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan konversi ransum Itik Porsea

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 P0 3,79 3,80 3,78 4,27 15,65 3,91

ᵗⁿ

P1 3,95 3,74 4,20 3,94 15,82 3,96

ᵗⁿ

P2 3,64 4,36 4,11 3,43 15,54 3,89

ᵗⁿ

P3 3,94 3,83 4,06 4,45 16,28 4,07

ᵗⁿ

P4 4,70 4,73 4,13 4,40 17,96 4,49

ᵗⁿ

Total 20,02 20,46 20,29 20,49 81,25 20,31 Rataan 4,00 4,09 4,06 4,10 16,25 4,06 tn: tidak nyata (P>0,05)

Berdasarkan Tabel 15 diatas dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum itik peking selama penelitian adalah 4,06.

Untuk mengetahui pengaruh konversi ransum selama penelitian, maka dilakukan sidik ragam seperti yang tertera dibawah pada Lampiran 10. Perbedaan tingkat konversi ransum Itik Porsea pada lampiran 7 menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan gabus pora-pora dengan level yang sama memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum Itik Porsea dimana angka konversi dari kedua perlakuan yang menggunakan tepung ikan pora-pora dari level 2,5% sampai dengan level 10% bila dibandingkan dengan perlakuan P0 (tanpa menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir). Artinya, baik ransum yang menggunakan tepung ikan komersial maupun ransum yang menggunakan tepung ikan pora-pora pada level 2,5% sampai dengan 10% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konversi ransum Itik Porsea.

Rekapitulasi data penelitian

Rekapitulasi data selama penelitian dapat dilihat pada tabel 18 berikut. Tabel 16. Rekapitulasi data performans Itik Porsea

Perlakuan Konsumsi (g/ekor/mg) PBB (g/ekor/mg) Konversi P0 510,35

131,34

ª

3,91

ᵗⁿ

P1 520,75

ª

135,57

ª

3,96

ᵗⁿ

P2 521,43

ª

136,79

ª

3,89

ᵗⁿ

P3 519,41

ª

132,08

ª

4,07

ᵗⁿ

P4 518,46

ª

116,43

4,49

ᵗⁿ

Rataan 518,08 130,44 4,06

Ket. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama memberikan pengaruh nyata (P<0,05) tn : tidak nyata (P>0,05)

Berdasarkan Tabel 16 di atas diperoleh bahwa rataan konsumsi selama peneltian sebesar 518,08 g/ekor/minggu, rataan pertambahan bobot badan sebesar 130,44 g/ekor/minggu, dan rataan konversi ransum sebesar 4,06.

Dokumen terkait