• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis) sebagai Substitusi Tepung Ikan Komersial Dalam Ransum terhadap Performans Itik Porsea Umur 0-12 Minggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis) sebagai Substitusi Tepung Ikan Komersial Dalam Ransum terhadap Performans Itik Porsea Umur 0-12 Minggu"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG IKAN PORA-PORA (Mystacoleucus

padangensis) SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN

KOMERSIAL DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS

ITIK PORSEA UMUR 0-12 MINGGU

SKRIPSI

OLEH

FAZAWAO ZEGA 100306057

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN TEPUNG IKAN PORA-PORA (Mystacoleucus

padangensis) SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN

KOMERSIAL DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS

ITIK PORSEA UMUR 0-12 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:

FAZAWAO ZEGA 100306057/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

(3)

Judul : Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis) sebagai Substitusi Tepung Ikan Komersial Dalam Ransum terhadap Performans Itik Porsea Umur 0-12 Minggu

Nama : Fazawao Zega NIM : 100306057 Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si

Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRAK

FAZAWAO ZEGA, 2015 “Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) sebagai Substitusi Tepung Ikan Komersial dalam Ransum terhadap

Performans Itik Porsea umur 0-12 Minggu” dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NURZAINAH GINTING.

Ikan pora-pora adalah salah satu jenis ikan yang terdapat di perairan Danau Toba dan dijual oleh para pedagang di pasar tradisional khususnya di sekitar perairan Danau Toba. Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 3 bulan, dimulai bulan September 2014-November 2014. Penelitian ini menggunakan 100 ekor day old duck (DOD) itik porsea dan rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan 4 ulangan dan setiap ulangan teridiri dari 5 ekor DOD. Perlakuan terdiri atas ransum P0 = ransum dengan 10% tepung ikan komersial, P1 = ransum dengan 2,5% tepung ikan pora-pora + 7,5% tepung ikan komersial, P2 = ransum dengan 5% tepung ikan pora-pora + 5% tepung ikan komersial, P3 = ransum dengan 7,5% tepung ikan pora-pora + 2,5% tepung ikan komersial, P4 = ransum dengan 10% tepung ikan pora-pora.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung ikan pora-pora sebagai substitusi tepung ikan komersial memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan (510,35; 520,75; 521,43; 519,41 dan 518,46), memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan (131,34; 135,57; 136,79; 132,08 dan 116,43) dan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap konversi pakan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Pemanfaatan tepung ikan pora-pora dapat menggantikan tepung ikan komersial dalam meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan Itik Porsea umur 0-12 minggu. Penggunaan tepung ikan pora-pora dalam ransum dapat mengimbangi kualitas tepung ikan komersial pabrikan lokal.

(5)

ABSTRACT

FAZAWAO ZEGA, 2015 "Utilization of Pora-pora Fishmeal (Mystacoleucus padangensis) as Substitute Commercial Fishmeal in the Ration performances of Porsea ducks aged 0-12 weeks" under supervised by TRI HESTI WAHYUNI and NURZAINAH GINTING.

Pora-pora Fish is one type of fish found in the waters of Lake Toba and sold by traders in traditional markets, especially in the waters of Lake Toba. Research has been conducted at the Laboratory Animal Sciences Program of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for three months, starting in September 2014 and November 2014. This study used 100 head day old duck (DOD) Porsea and design used was a completely randomized design (CRD) consisted of 5 treatments 4 replications and each replication consisted of 5 head DOD. The treatments consisted of rations P0 = ration with 10% commercial fishmeal, P1 = ration with 2,5% pora-pora fishmeal + 7,5% commercial fishmeal, P2 = ration with 5% pora-pora fishmeal + 5% commercial fishmeal, P3 = ration with 7,5% pora-pora fishmeal + 2,5% commercial fishmeal, P4 =ration with 10% pora-pora fishmeal.

The results showed that the use of feeding pora-pora fishmeal as a commercial fishmeal substitutes significantly different (P<0,05) on feed consumption (510,35; 520,75; 521,43; 519,41; and 518,46 respectivly), giving significantly different (P<0,05) on body weight gain (131,34; 135,57; 136,79; 132,08; and 116,43 respectivly) and provide not significantly different (P>0,05) on feed conversion ration (FCR). The conclusion of this study is utilization of pora-pora fishmeal can replace commercial fishmeal in increasing feed intake and body weight gain Ducks Porsea aged of 0-12 weeks. The use of fish meal in the ration pora-pora can compensate for the quality of local manufacturers of commercial fishmeal.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis)

sebagai Substitusi Tepung Ikan Komersial Dalam Ransum terhadap Performans Itik Porsea Umur 0-12 Minggu”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis Bapak Faigidodo Zega dan Ibu Filisa Zega yang telah mendidik

penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang

telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis.

(7)

DAFTAR ISI

Parameter Penelitian ... 17

Konsumsi Pakan ... 17

Pertambahan Bobot Badan ... 18

Konversi Pakan ... 18

(8)

Bahan dan Alat Penelitian ... 19

Bahan ... 19

Alat ... 19

Metode Penelitian ... 20

Peubah Yang Diamati ... 21

Pelaksanaan Penelitian... 22

Persiapan kandang ... 22

Penyusunan ransum ... 22

Pemilihan DOD itik porsea ... 22

Pengolahan tepung ikan pora-pora... 23

Pemeliharaan ... 24

Pengambilan Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi ransum... 25

Pertambahan bobot badan... 27

Konversi ransum ... 29

Rekapitulasi data penelitian... 31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebutuhan gizi itik pedaging (%) ... 8

Tabel 2. Kebutuhan pakan itik pedaging (%) ... 9

Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung ikan (%) ... 10

Tabel 4. Kandungan nutrisi ikan pora-pora (%) ... 12

Tabel 5. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 Kabupaten Karo (ton) ... 12

Tabel 6. Data produksi ikan pora-pora tahun 2012 Kabupaten Samosir (ton) ... 12

Tabel 7. Kandungan nutrisi tepung jagung (%)... 13

Tabel 8. Kandungan nutrisi bungki kedelai (%) ... 13

Tabel 9. Kandungan nutrisi dedak (%) ... 14

Tabel 10. Kandungan nutrisi bungkil kelapa (%)... 15

Tabel 11. Susunan dan komposisi ransum pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 untuk umur 0-2 minggu ... 20

Tabel 12. Susunan dan komposisi ransum pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 untuk umur 2-12 minggu ... 21

Tabel 13. Rataan konsumsi Itik Porsea (gram/ekor/minggu) ... 26

Tabel 14. Rataan pertambahan bobot badan Itik Porsea (gram/ekor/minggu) ... 27

Tabel 15. Rataan konversi ransum Itik Porsea ... 30

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Grafik rataan konsumsi ransum Itik Porsea selama penelitian

(g/ekor/minggu) ... 36

Lampiran 2. Grafik rataan pertambahan bobot badan Itik Porsea selama penelitian (g/ekor/minggu) ... 36

Lampiran 3. Grafik rataan konversi ransum Itik Porsea selama penelitian ... 37

Lampiran 4. Grafik rekapitulasi data performans Itik Porsea selama penelitian ... 37

Lampiran 5. Analisis sidik ragam konsumsi ransum Itik Porsea ... 38

Lampiran 6. Analisis sidik ragam pertambahan bobot badan Itik Porsea ... 38

Lampiran 7. Analisis sidik ragam konversi ransum Itik Porsea ... 38

Lampiran 8. Uji lanjut konsumsi ransum itik porsea ... 39

(11)

ABSTRAK

FAZAWAO ZEGA, 2015 “Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-pora (Mystacoleucus padangensis) sebagai Substitusi Tepung Ikan Komersial dalam Ransum terhadap

Performans Itik Porsea umur 0-12 Minggu” dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NURZAINAH GINTING.

Ikan pora-pora adalah salah satu jenis ikan yang terdapat di perairan Danau Toba dan dijual oleh para pedagang di pasar tradisional khususnya di sekitar perairan Danau Toba. Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 3 bulan, dimulai bulan September 2014-November 2014. Penelitian ini menggunakan 100 ekor day old duck (DOD) itik porsea dan rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan 4 ulangan dan setiap ulangan teridiri dari 5 ekor DOD. Perlakuan terdiri atas ransum P0 = ransum dengan 10% tepung ikan komersial, P1 = ransum dengan 2,5% tepung ikan pora-pora + 7,5% tepung ikan komersial, P2 = ransum dengan 5% tepung ikan pora-pora + 5% tepung ikan komersial, P3 = ransum dengan 7,5% tepung ikan pora-pora + 2,5% tepung ikan komersial, P4 = ransum dengan 10% tepung ikan pora-pora.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung ikan pora-pora sebagai substitusi tepung ikan komersial memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan (510,35; 520,75; 521,43; 519,41 dan 518,46), memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan (131,34; 135,57; 136,79; 132,08 dan 116,43) dan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap konversi pakan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Pemanfaatan tepung ikan pora-pora dapat menggantikan tepung ikan komersial dalam meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan Itik Porsea umur 0-12 minggu. Penggunaan tepung ikan pora-pora dalam ransum dapat mengimbangi kualitas tepung ikan komersial pabrikan lokal.

(12)

ABSTRACT

FAZAWAO ZEGA, 2015 "Utilization of Pora-pora Fishmeal (Mystacoleucus padangensis) as Substitute Commercial Fishmeal in the Ration performances of Porsea ducks aged 0-12 weeks" under supervised by TRI HESTI WAHYUNI and NURZAINAH GINTING.

Pora-pora Fish is one type of fish found in the waters of Lake Toba and sold by traders in traditional markets, especially in the waters of Lake Toba. Research has been conducted at the Laboratory Animal Sciences Program of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for three months, starting in September 2014 and November 2014. This study used 100 head day old duck (DOD) Porsea and design used was a completely randomized design (CRD) consisted of 5 treatments 4 replications and each replication consisted of 5 head DOD. The treatments consisted of rations P0 = ration with 10% commercial fishmeal, P1 = ration with 2,5% pora-pora fishmeal + 7,5% commercial fishmeal, P2 = ration with 5% pora-pora fishmeal + 5% commercial fishmeal, P3 = ration with 7,5% pora-pora fishmeal + 2,5% commercial fishmeal, P4 =ration with 10% pora-pora fishmeal.

The results showed that the use of feeding pora-pora fishmeal as a commercial fishmeal substitutes significantly different (P<0,05) on feed consumption (510,35; 520,75; 521,43; 519,41; and 518,46 respectivly), giving significantly different (P<0,05) on body weight gain (131,34; 135,57; 136,79; 132,08; and 116,43 respectivly) and provide not significantly different (P>0,05) on feed conversion ration (FCR). The conclusion of this study is utilization of pora-pora fishmeal can replace commercial fishmeal in increasing feed intake and body weight gain Ducks Porsea aged of 0-12 weeks. The use of fish meal in the ration pora-pora can compensate for the quality of local manufacturers of commercial fishmeal.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini memicu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang baik, antara lain protein. Protein hewani sampai saat ini digemari oleh masyarakat baik protein dari ternak ruminansia besar, menengah, kecil maupun protein hewani asal unggas. Salah satu unggas yang mulai digemari masyarakat adalah itik.

Wasito dan Eni (1994) menyatakan bahwa pemeliharaan itik masih banyak dilakukan secara tradisional, berbeda dengan pemeliharaan ayam yang telah berkembang pesat, sesuai dengan perkembangan teknologi. Pemeliharaan itik masih terbatas pada daerah-daerah yang keadaan alamnya masih memungkinkan, seperti daerah rawa, danau, pinggiran sungai, persawahan yang luas. Keadaan ini menyebabkan produktivitas atau populasi tidak stabil.

Penanganan ternak itik yang kurang bagus dapat menyebabkan pertumbuhan yang sangat lambat dan bahkan dapat menyebabkan kematian ternak itu sendiri sehingga menyebabkan kerugian besar bagi peternaknya. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan menyediakan pakan yang berkualitas.

Perkembangan ternak itik di Kabupaten Toba Samosir memiliki prospek yang sangat cerah, hal ini dapat diketahui dari data yang menyebutkan bahwa jumlah ternak itik di Kabupaten Toba Samosir yang tersebar di 16 kecamatan berjumlah 180.410 ekor. Sedangkan di Kecamatan Porsea sendiri berjumlah 18.113 ekor pada tahun 2012 ( BPS Kabupaten Toba Samosir, 2013).

(14)

dikeluarkan dalam kegiatan usaha peternakan. Pada pola pemeliharaan intensif, biaya produksi ternak terbesar berasal dari pakan yaitu sebesar 60 -70%. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang peternakan sangat penting untuk menghasilkan pakan alternatif lain yang berpotensi dalam usaha menekan penggunaan pakan komersial yang membutuhkan biaya yang besar sehingga para peternak dapat memperoleh untung yang lebih besar. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan tepung ikan yang tersedia lokal.

Tepung ikan adalah sumber bahan makanan yang berprotein tinggi dan sangat baik bagi ternak itik. Secara keseluruhan tepung ikan mengandung protein tinggi antara 50-70%. Selain protein, tepung ikan juga memiliki kandungan gizi yang lain seperti kalsium dan fosfor. Semuanya ini sangat baik untuk menunjang daya pertumbuhan dari ternak itik.

Tepung ikan merupakan salah satu produk perikanan yang diperlukan dalam jumlah yang tinggi di Indonesia, terutama dalam memasok kebutuhan industri pakan ternak, ikan dan udang. Tepung ikan mengandung senyawa-senyawa esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan oleh ternak. Senyawa-senyawa tersebut antara lain: protein, asam lemak omega 3, vitamin dan mineral. Senyawa-senyawa tersebut juga sangat berperan penting dalam masa pertumbuhan itik.

(15)

Pada saat hasil tangkapan berlebihan dari para nelayan maka terjadi over

supply sehingga harga Ikan Pora-pora menjadi sangat murah yaitu sekitar Rp. 500/kg (Dinas Pertanian Karo, 2012). Akibatnya nelayan tidak tertarik menangkap Ikan Pora-pora. Hal ini sangat disayangkan karena Ikan Pora-pora masih mempunyai potensi untuk diolah menjadi tepung ikan yang merupakan sumber protein bagi ternak komersil misalnya.

Indonesia banyak mengimport tepung ikan dari Brazilia. Hal ini akan membawa dampak terhadap devisa Indonesia. Bila import tepung ikan dapat dikurangi dengan memanfaatkan tepung ikan lokal maka merupakan suatu terobosan yang baik bagi perekonomian Indonesia.

Dari pemaparan di atas penulis tertarik dalam memanfaatkan ikan pora -pora dan mengetahui pengaruh pemberian ikan -pora--pora dalam ransum itik porsea umur 0-12 minggu.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian tepung ikan pora-pora dalam menggantikan tepung ikan komersial dalam ransum itik Porsea terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan itik Porsea umur 0-12 minggu.

Hipotesis Penelitian

(16)

Kegunaan Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Itik Porsea

Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam kelas :

Aves, ordo: Anseriformes, famili : Anatidae, sub famili : Anatinae, tribus : Anatini, genus : Anas dan spesies: Anas platyrhynchos. Atas dasar umur dan jenis kelaminnya itik dibedakan satu sama lain dengan nama yang berbeda-beda. Duck

adalah sebutan itik secara umum, apabila tidak melihat umur maupun jenis kelaminnya. Duck juga mempunyai arti itik dewasa betina. Drake adalah itik jantan dewasa, sedangkan drakel atau drakeling berarti itik jantan muda. Duckling

adalah sebutan untuk itik betina, atau itik yang baru menetas (Day Old Duck = DOD). Itik jantan atau betina muda yang dipasarkan sebagai ternak potong pada umur 7 sampai 10 minggu, lazim disebut green duck (Srigandono, 1997).

Menurut Tarigan (2007) bahwa Itik Porsea memiliki warna bulu penciled

dan memiliki tubuh yang ramping serta berdiri dengan tegak melebihi dari entok. Itik Porsea memiliki panjang tibia berkisar antara 8,766-11,266 cm dengan koefisien keragaman 6,240%. Selain itu, panjang dari tarsometatarsus berkisar antara 5,598-7,518 cm dengan koefisien keragaman 7,285%. Panjang jari berkisar 5,054-5,982 cm dengan koefisien keragaman 4,204%. Panjang sayap berkisar 18,28-20,72 cm dengan koefisien keragaman 3,218%. Sedangkan panjang maxilla berkisar 3,584-5,452 cm dengan koefisien keragaman 10,336%. Itik Porsea ini banyak terdapat di Desa Narumonda VIII Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara.

(18)

yang tinggi dapat mempengaruhi besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan. Pemberian ransum memegang porsi sebesar 60 sampai 70 persen dari total biaya produksi (Ichwan, 2003).

Itik merupakan salah satu unggas air. Sebagai unggas air, ternak ini memiliki kulit yang tebal yang disebabkan oleh adanya lapisan lemak tebal yang terdapat di lapisan bawah kulit. Daging itik dibanding spesies unggas lainnya (itik, ayam, kalkun), mengandung lemak yang lebih tinggi. Lemak unggas, pada umumnya sebagian besar terdiri atas asam lemak tidak jenuh (Pisulewski, 2005).

Menurut Srigandono (1998), menyatakan bahwa itik pedaging adalah itik yang mampu tumbuh cepat dan dapat mengubah pakan secara efisien menjadi daging yang bernilai gizi tinggi. Di samping itu, itik pedaging harus memiliki konformasi dan struktur perdagingan yang baik. Selain itu, tujuan pokok pemeliharaan itik pedaging adalah untuk menghasilkan daging bagi konsumsi manusia.

Sistem Pencernaan Itik

Sistem digesti adalah suatu lintasan organ yang menghubungkan

antara lingkungan dengan proses metabolisme alamiah pada hewan (Nesheim et al., 1979).

(19)

mengeluarkan getah-getah pencernaan pepsin dan asam khlor yang melumasi makanan untuk dicerna di dalam lambung otot, lambung otot atau ampela

merupakan lambung berdinding jaringan otot yang kuat dan tebal berwarna kemerahan. Di sinilah ampela berfungsi sebagai penggiling makanan terutama biji-bijian yang sudah dilumuri enzim pepsin dan asal khlor, sehingga menjadi lumat, usus halus merupakan saluran panjang yang berawal dari lubang keluar lambung otot, usus besar merupakan penampung zat-zat makanan yang sudah dicerna dan diserap oleh usus halus. Sebelum masuk ke usus besar, harus melewati simpang tiga sampai kloaka, kloaka merupakan muara dari beberapa saluran, seperti saluran usus besar, saluran telur dan saluran kencing (Wasito dan Eni, 1994). Pencernaan diartikan sebagai pengelolaan pakan sejak masuk dalam mulut sehingga diabsorbsi. Secara garis besar fungsi saluran pencernaan adalah sebagai tempat pakan ditampung, tempat pakan dicerna, tempat pakan diabsorbsi dan tempat pakan sisa yang dikeluarkan (Kamal, 1994).

Ransum Itik

Bahan pakan yang digunakan untuk ternak itik sebaiknya murah, tidak beracun, tidak asin, kering, tidak berjamur, tidak busuk/bau/apek, tidak menggumpal, mudah diperoleh dan palatable (Ketaren,2001).

(20)

Untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan efisiensi penggunaan makanan maksimum, kepada itik perlu diberikan ransum yang mengandung protein kasar

sebesar 24% dan Energi Metabolis 12,97 Mj/kg (3100 kkal/kg) (Oluyemi dan Fetuga, 1978).

Berdasarkan kegunaannya bahan baku pakan ternak unggas terbagi menjadi 5 golongan yaitu bahan baku sumber protein, bahan baku sumber energi, bahan baku sumber vitamin, bahan baku sumber mineral serta feed suplement

yang berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh, aktivitas tubuh dan pertumbuhan tubuh (Murtidjo, 1994).

Tangendjaja et al., (1986), melaporkan bahwa kemampuan itik mencerna pakan lebih baik dari ayam. Dedak padi dapat diberikan kepada itik sampai 75% tanpa mempengaruhi bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan (FCR). Tetapi dedak padi hanya dapat dipakai kurang dari 60% dalam pakan ayam karena pemberian dedak padi lebih dari 60% akan menurunkan pertumbuhan ayam. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kandungan serat kasar didalam pakan yang mengandung dedak padi tinggi. Begitu pula diduga itik lebih mampu mencerna serat kasar dibanding ayam.

Kebutuhan gizi itik pedaging dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kebutuhan gizi itik pedaging

Fase/umur Protein (%) EM (kk/kg)

(21)

dan pengelolaannya. Konsumsi ternak itik pedaging dapat dilihat dari Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Kebutuhan pakan itik pedaging Umur

(Mg)

Berat badan (kg) Konsumsi seminggu (kg) Konsumsi Kumulatif (kg)

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina 0 dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Boniran, 1999).

(22)

Adapun penggunaan tepung ikan ini terdiri dari berbagai jenis yang beredar di pasaran yang disebut sebagai tepung ikan pabrik (komersil) yang telah mengalami pengolahan dan pencampuran dengan bahan lain. Namun ternyata tepung ikan tidak hanya bisa didapat dari pabrik, tepung ikan juga dapat diproduksi sendiri yang murni berasal dari limbah-limbah ikan (sempengan) yang tidak dipergunakan oleh manusia lagi dan bahkan kandungan proteinnya sendiri masih utuh dibanding tepung ikan produksi parbrik (Sunarya, 1998). Kandungan nutirisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung ikan

Uraian Kandungan Nutrisi

Klasifikasi ikan pora-pora secara zoologis adalah: Kingdom : Animalia, Kelas : Actinopterygii, Ordo : Cypriniformes, Famili : Cyprinidae, Sub Famili : Cyprininae, Genus : Mystacoleucus, Species : Mystacoleucus padangensis. Ikan pora-pora atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat dikenal dengan nama ikan bilih (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).

Ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) merupakan ikan endemik di wilayah pesisir Danau Toba. Ikan ini ditabur oleh mantan presiden Republik

(23)

Danau Singkarak, Sumatera Barat. Danau Toba yang mempunyai luas permukaan lebih kurang 1.100 Km2, dengan total volume air sekitar 1.258 Km3 sekaligus sebagai danau paling luas di Indonesia menghasilkan 20-40 ton ikan pora-pora per hari.

Menurut Kartamihardja (2009), ada beberapa alasan mengapa ikan pora-pora hidup, tumbuh dan berkembang pesat di Danau Toba, yaitu karena:1. Di danau toba tersedia makanan ikan bilih yang berupa plankton, detritus dan sisa pakan dari budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) yang cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh ikan lain, 2. Ikan pora-pora termasuk ikan benthopelogis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan (benthic) maupun di lapisan tengah dan permukaan air (pelagic), 3. Ikan pora-pora tidak berkompetisi makanan dan ruang dengan ikan lain didanau Toba seperti ikan mujair, mas, nila dan lainnya, 4. Tempat hidup ikan pora-pora di Danau Toba 10 kali lebih luas dibanding di Danau Singkarak, 5. Tempat pemijahan ikan pora-pora yang berupa sungai yang masuk ke DanauToba (191 sungai) 30 kali lebih banyak dari sungai yang masuk ke Danau Singkarak (6 sungai).

(24)

Tabel 4. Kandungan nutrisi ikan pora-pora Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2013)

Ikan pora-pora telah menjadi ikan dalam populasi yang banyak sekitar danau Toba, ikan ini ditangkap melalui jaring insang tetap, jaring angkat dan jala tebar. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 di wilayah kerja Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 Kabupaten Karo

Jenis Alat Penangkapan Produksi Ikan Pora-pora (ton)

Triwulan I Triwulan II Triwulan III

Jaring insang tetap 4,50 3,60 2,88

Jaring angkat 28,80 25,20 19,20

Jala tebar 0,45 0,50 0,43

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo, 2013

Pembibitan ikan pora-pora terdapat di daerah Kabupaten Samosir dengan program sesuai dengan pembenihan ikan telah menghasilkan produksi ikan pora -pora yang telah didistribusikan ke luar wilayah dan mengalami proses sortiran untuk pengepakan dan seleksi ikan pora-pora. Produksi ikan Pora-pora Kabupaten Samosir dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Data produksi ikan pora-pora Kabupaten Samosir

No Tahun Produksi Jumlah Produksi (ton)

1 2008 6.914,8

2 2009 10.478,5

3 2010 13.510,8

4 2011 11.816,7

5 2012 9.350

(25)

Tepung Jagung

Jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi yang utama dalam penyusunan ransum itik. Ada tiga jenis jagung yaitu jagung kuning, jagung putih dan jagung merah. Di Indonesia tepung jagung yang populer untuk ransum itik adalah jagung kuning. Gunakan konsentrasi 50 sampai dengan 55 persen. Jagung merupakan sumber energi utama bagi ternak bebek. Mudah dicerna dan pengaruhnya besar terhadap warna kuning telur

(http://bebekudotme.wordpress.com, 2014). Kandungan nutrisi tepung jagung tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan nutrisi tepung jagung

Uraian Kandungan Nutrisi

(26)

Tabel 8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras terutama terdiri dari lapisan ari. Kandungan nutrisi dedak tertera pada Tabel 9

c. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, FP USU, (2000)

Bungkil Kelapa

(27)

Tabel 10. Kandungan nutrisi bungkil kelapa

Kandungan Zat Kadar Zat

Bahan kering (%) 84,40a

Protein kasar (%) 21,00a

TDN (%) 81,30b

Serat kasar (%) 15,00a

Lemak kasar (%) 1,80 a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b. NRC (1994)

Pembuatan Tepung Ikan

Menurut Rasidi (1997) tepung ikan dibuat dengan proses langkah sederhana. Pertama, ikan dipilih yang mengandung sedikit lemak atau yang tidak berlemak. Ikan dapat juga diperoleh dari sisa hasil olahan, selanjutnya dibersihkan dari kotoran yang masih ikut tercampur, dicuci kemudian direbus kurang lebih 30 menit. Kedua, dipres ikan yang telah masak pada saat masih panas untuk mengeluarkan lemak dan air. Lemak dan air ditampung kemudian diendapkan. Hasil endapan berupa daging yang hancur dicampurkan kembali dengan ampas daging yang telah dipres. Lemak yang masih tercampur dengan air dapat diolah menjadi minyak ikan. Ketiga, dicincang bahan baku yang berukuran besar sehingga mempercepat proses pengeringan. Giling cincangan ikan yang telah kering kemudian diayak agar diperoleh hasil tepung ikan yang halus.

(28)

Pengukusan

Bahan baku dikukus terlebih dahulu agar protein terkoagulasi sehingga air dan minyak dikeluarkan. Pengukusan merupakan tahap menetukan dalam pengolahan tepung ikan. Tingkat pengukusan harus tepat, sehingga seluruh bahan mentah akan menggumpal (terkoagulasi). Jika tidak terjadi penggumpalan total maka akan dihasilkan press cake dengan kadar air dan lemak yang masih tinggi. Akibatnya pemisahan minyak dari cairan juga sukar. Tujuan pengukusan agar terjadi proses denaturasi protein daging dan pemecahan sel-sel daging ikan sehingga air dan minyak mudah diperas keluar. Selain itu pengukusan dimaksudkan untuk menghambat kegiatan enzim dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan (Departemen Pertanian, 1987).

Pengepresan

Pengepresan dilakukan untuk memisahkan antara padatan dan cairan (air dan minyak). Pada pengepresan diperkirakan akan menurunkan kadar air menjadi 50 % dan kadar minyak 4-5%. Pada industri kecil/rumah tangga pengepresan dilakukan dengan cara dinjak-injak. Hal tersebut dapat mengakibatkan tepung ikan menjadi kotor dan pengeluaran air menjadi tidak sempurna serta mudah diserang serangga, jamur karena kadar air dan lemak masih tinggi. warna dan bau akan cepat berubah sehinggamutu tepung ikan cepat turun (Saleh, 1990).

Pengeringan

(29)

Keuntungan cara ini adalah cepat, namun panas yang berlebihan akan merusak kandungan nutrisi bila tidak dikontrol dengan baik. Cara pengeringan tidak langsung dengan memanaskan bahan yang dipress (pada conveyor) dalam silinder yang diselimuti uap panas, pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 6 -9%. sedangkan pada industri kecil, pengeringan dilakukan dengan sinar matahari (Sunarya, 1998).

Penggilingan

Penggilingan dan penepungan bahan yang telah dikeringkan selanjutnya digiling dan ditepungkan dengan alat penepung dan dilakukan pengepakan ke dalam kantung plastik. Selama penggudangan dan distribusi mungkin terjadi proses oksidasi minyak (lemak) yang dapat berakibat terjadi ketengikan dan perubahan warna. Untuk mencegahnya dapat ditambahkan antioksidan misalnya

ethoxyginin anatar 200-1000 mg/kg tepung ikan (Saleh, 1990).

Parameter Penelitian

Konsumsi pakan

Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting dalam menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan pengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1990).

(30)

Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan meningkatnya konsumsi air minum.Hal ini mengakibatkan otot-otot daging lambat membesar sehingga daya tahannya juga menurun (Tillman et al., 1993). Pertambahan Bobot Badan

Menurut Tillman et al., (1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perperlahan-lahan-perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid.

Tillman et al., (1991) menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan pertumbuhan yang sedang tumbuh. Kualitas ransum erat hubunganya dengan pemilihan bahan-bahan ransum makanan penguat. Laju pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukaan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska et al., 1988).

Konversi Ransum

(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Septrmber 2014 sampai bulan November 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 100 ekor day old duck

(DOD) itik porsea sebagai objek penelitian, ransum komersil, ransum yang disusun terdiri dari tepung jagung, dedak sebagai sumber energi, tepung ikan komersil, tepung ikan pora-pora yang diolah dari sortiran produksi, bungkil kelapa dan bungkil kedelai sebagai sumber protein dan kalsium, topmix sebagai sumber vitamin, obat-obatan, rodalon sebagai desinfektan dan air minum diberikan secara

ad libitum. Alat

(32)

Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) dan dianalsis dengan uji lanjut duncan dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu:

P0 : ransum dengan 10% tepung ikan komersil

P1 : ransum dengan 7,5% tepung ikan komersil + tepung ikan pora-pora 2,5% P2 : ransum dengan 5% tepung ikan komersil + tepung ikan pora-pora 5% P3 : ransum dengan 2,5% tepung ikan komersil + tepung ikan pora-pora 7,5% P4 : ransum dengan tepung ikan pora-pora 10%

Tabel 11. Susunan dan komposisi ransum pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 Untuk umur 0-2 Minggu

No. Bahan Pakan Kandungan dalam Tiap Perlakuan %

P0 P1 P2 P3 P4 2 Energi Metabolisme 2908,50 2912,58 2916,65 2920,72 2924,80

3 Lemak Kasar 3,61 3,82 4,03 4,24 4,45

4 Serat Kasar 3,58 3,53 3,49 3,44 3,40

5 Posfor 0,60 0,57 0,54 0,52 0,50

6 Kalsium 6,74 5,20 3,65 2,11 0,56

(33)

Tabel 12. Susunan dan komposisi ransum pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 Untuk umur Minggu 2-12 minggu

No. Bahan Pakan Kandungan dalam Tiap Perlakuan %

P0 P1 P2 P3 P4 2 Energi Metabolisme 2978,10 2982,17 2986,25 2990,32 2994,40

3 Lemak Kasar 4,43 4,64 4,85 5,06 5,27

4 Serat Kasar 4,66 4,61 4,56 4,52 4,47

5 Posfor 0,77 0,75 0,72 0,70 0,68

6 Kalsium 6,70 5,16 3,61 2,07 0,52

P0: ransum dengan 10% tepung ikan komersial ; P1: Ransum dengan 7,5% tepung ikan komersial + tepung ikan pora 2,5%; P2: Ransum dengan 5% tepung ikan komersial + tepung ikan pora-pora 5%; P3: Ransum dengan 2,5% tepung ikan komersial + tepung ikan pora-pora-pora-pora 7,5%; P4: Ransum dengan tepung ikan pora-pora 10%.

Parameter Yang Diamati

1. Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum dihitung setiap hari berdasarkan selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah sisa ransum. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Konsumsi ransum = ransum awal – ransum sisa 2. Pertambahan Bobot Badan

(34)

Dengan rumus sebagai berikut :

Pertambahan Bobot Badan (PBB) = Bobot badan akhir – bobot badan awal 3. Konversi Ransum

Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah ransum yang dikonsumsi, dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap setiap hari berdasarkan pengukuran dikandang dan nilai yang diperoleh.

Dengan rumus sebagai berikut:

Konversi Ransum = K P k

P B B

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan kandang

Kandang berukuran 1 x 1 x 0,5 meter sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan ditutup rapat dengan terpal, lalu disucihamakan dengan penyemprotan larutan formalin dan dibiarkan selama satu minggu dengan tujuan supaya kandang bebas dari jamur, bakteri dan bibit mikroorganisme lainnya. Kandang dan peralatan kandang didesinfektan dengan rodalon sebelum digunakan untuk penelitian.

Penyusunan Ransum

(35)

Pemilihan DOD itik porsea

Sebelum DOD dimasukkan ke dalam kandang, terlebih dahulu dilakukan pengacakan dan penimbangan bobot awal agar pengacakan tiap perlakuan dan ulangan sesuai dengan rancangan penelitian.

Pengolahan tepung ikan pora-pora

Sebelum dimasukkan ke dalam formula ransum ikan pora pora ditepungkan terlebih dahulu, adapun cara pembuatan tepung ikan pora-pora yaitu :

Ikan pora-pora dibersihkan dari kotoran, plastik dan kayu

Siap digunakan dalam pakan

Ditimbang kemudian digiling sampai menjadi tepung

Dikeringkan menggunakan sinar matahari Dipress untuk mengeluarkan lemak dan air

Didinginkan selama 10 menit kemudian ditimbang

Dimasukkan ke dalam panci presto dan direbus selama 30 menit

(36)

Pemeliharaan

1. Hari pertama DOD diberikan minum vitastress untuk mencegah stress akibat perjalanan dari tempat penetasan.

2. DOD untuk minggu pertama dan minggu kedua dalam pemeliharaannya ditambahkan kertas koran sebagai alas dan diganti apabila sudah kotor atau basah. Pada setiap plot juga dipasang lampu pemanas (broder).

3. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum, dan tempat pakan di isi ½ bagian untuk menghindari banyaknya pakan yang terbuang saat itik makan. 4. Vaksinasi dilakukan empat kali selama penelitian, yaitu vaksin ND I pada

umur 4 hari, Gumboro I pada hari ke 14, ND II pada hari ke 24 dan Gumboro II pada hari ke 35.

5. Selain lampu pemanas, pada malam hari kandang diberi lampu penerang di sekitar kandang.

6. Pemberian obat – obatan dilakukan sesuai dengan kondisi fisik dari itik.

Pengambilan Data

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan agar ternak dapat hidup, meningkatkan pertumbuhan bobot badan ternak dan berproduksi. Pengambilan data konsumsi ransum itik Porsea dilakukan setiap minggunya, data konsumsi ransum diperoleh dengan cara melakukan penimbangan ransum sisa yang dilakukan setelah seminggu. Data hasil pengamatan terhadap rataan konsumsi ransum itik Porsea dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan konsumsi ransum itik Porsea (gram/ekor/minggu).

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 506,98 506,97 502,91 524,55 2041,42 510,35

P1 519,93 521,91 517,20 523,94 2082,99 520,75

ͣ

P2 521,68 519,01 523,71 521,32 2085,73 521,43

ͣ

P3 519,44 520,06 521,56 516,56 2077,62 519,41

ͣ

P4 519,11 521,03 519,11 514,59 2073,84 518,46

ͣ

Total 2587,15 2588,99 2584,50 2600,96 10361,59 518,08 Ket. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum itik Porsea tertinggi

terdapat pada P2 (521,43 gram/ekor/minggu), kemudian diikuti P1 (520,75 gram/ekor/minggu), P3 (519,41 gram/ekor/minggu), P4 (518,46 gram/ekor/minggu) dan terendah terdapat pada P0 sebesar 510,35

(38)

Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum Itik Porsea secara umum sebesar 518,08 gram/ekor/minggu. Angka tersebut lebih tinggi daripada pemeliharaan itik menurut Sinaga (2015) yaitu rata-rata 108,84 gram/ekor/minggu. Hal ini disebabkan karena palatabilitas terhadap ransum tinggi dan lingkungan yang seimbang, sesuai dengan pernyataan Piliang (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada tingkat konsumsi ransum Itik Porsea. Ransum yang paling rendah dikonsumsi adalah perlakuan P0 yaitu ransum + 10% tepung Ikan Pora-pora.

Secara keseluruhan uji duncan menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan pora-pora dalam ransum Itik Porsea dapat mengimbangi pemakaian tepung ikan komersial pabrikan lokal. Bahkan pada perlakuan P2 yaitu ransum dengan 5% tepung ikan komersial + 5% tepung ikan pora-pora lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P0 dalam hal konsumsi ransum Itik Porsea.

(39)

sesuai dengan pernyataan Willamson dan Payne (1993) yang mengatakan bahwa pengukuran konsumsi ransum dipengaruhi oleh perbedaan ternak, palatabilitas ransum dan seleksi terhadap ransum. Konsumsi ransum juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi ransum ternak menjadi berbeda. Pemberian ransum secara ad libitum juga memberikan pengaruh pada konsumsi ransum sehingga ternak tidak mengalami penurunan konsumsi. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting dalam menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan pengaruh terhadap tingkat produksi ternak.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan Itik Porsea dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penimbangan bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal penimbangan. Perhitungan bobot badan dilakukan dengan sekali dalam seminggu. Data hasil pengamatan pertambahan bobot badan Itik Porsea dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan pertambahan bobot badan Itik Porsea (gram/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

(40)

Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan tertinggi yaitu pada perlakuan P2 (136,79 gram/ekor/minggu), kemudian diikuti perlakuan P1 (135,57 gram/ekor/minggu), P3 (132,08 gram/ekor/minggu), P0 (131,34 gram/ekor/minggu) dan terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 116,43 gram/ekor/minggu.

Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan Itik Porsea secara umum sebesar 130,44 gram/ekor/minggu. Angka tersebut lebih tinggi daripada pemiliharaan itik menurut Akiki (2014) yaitu sebesar 105,65 g/ekor/minggu. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya umur, genetik, nutrisi, lingkungan bobot awal dan penyakit. Pemeliharaan dan pengendalian penyakit yang baik terhadap setiap perlakuan menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pertambahan bobot badan. Selain itu, nutrisi yang terkandung dalam setiap perlakuan yang diberikan juga sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan itik selama penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tomaszewska et al., (1988) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukaan berhubungan dengan berat dewasa. Dilanjutkan dengan pernyataan Tillman et al.,(1991) yang menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan menyangkut dengan tinggi rendahnya produksi dan kecepatan pertumbuhan yang sedang tumbuh. Kualitas ransum erat hubunganya dengan pemilihan bahan-bahan ransum makanan penguat.

(41)

memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) pada tingkat pertambahan bobot badan Itik Porsea sampai umur 12 minggu.

Perbedaan rata-rata pertambahan bobot badan dari setiap perlakuan yang diberikan selama penelitian dimana perlakuan P2 lebih tinggi daripada perlakuan P0, P1, P3 dan P4 diasumsikan karena keseimbangan nutrisi perlakuan P2 sangat bagus untuk ternak Itik Porsea terutama dalam kesimbangan pemberian tepung ikan dimana hubungannya terhadap kandungan protein dalam ransum yang sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al., (1991) yang menyatakan bahwa protein yang ada pada kandungan ransum merupakan komponen utama penyusun utama jaringan tubuh yaitu untuk pertumbuhan sel, penyusun struktur sel, memelihara membran sel, mengatur keseimbangan air, buffer asam basa darah, carrier terhadap nutrient, darah dan oksigen serta yang utama adalah penyusun jaringan tubuh. Protein yang disusun oleh beberapa asam amino yang terdapat dalam tepung ikan pora-pora signifikan dalam memberikan pengaruh untuk mendukung pertumbuhan jaringan tubuh yang mengalami perombakan dalam alih konversi ransum menjadi daging yang tampak dalam pertambahan bobot badan setiap minggu dengan kandungan protein dan asam amino.

Konversi Ransum

(42)

konversi ransum berarti semakin efisien. Data hasil pengamatan konversi ransum itik peking dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan konversi ransum Itik Porsea

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 3,79 3,80 3,78 4,27 15,65 3,91

ᵗⁿ

P1 3,95 3,74 4,20 3,94 15,82 3,96

ᵗⁿ

P2 3,64 4,36 4,11 3,43 15,54 3,89

ᵗⁿ

P3 3,94 3,83 4,06 4,45 16,28 4,07

ᵗⁿ

P4 4,70 4,73 4,13 4,40 17,96 4,49

ᵗⁿ

Total 20,02 20,46 20,29 20,49 81,25 20,31 Rataan 4,00 4,09 4,06 4,10 16,25 4,06 tn: tidak nyata (P>0,05)

Berdasarkan Tabel 15 diatas dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum itik peking selama penelitian adalah 4,06.

(43)

Rekapitulasi data penelitian

Rekapitulasi data selama penelitian dapat dilihat pada tabel 18 berikut. Tabel 16. Rekapitulasi data performans Itik Porsea

Perlakuan Konsumsi (g/ekor/mg)

PBB

(g/ekor/mg) Konversi

P0 510,35

131,34

ª

3,91

ᵗⁿ

P1 520,75

ª

135,57

ª

3,96

ᵗⁿ

P2 521,43

ª

136,79

ª

3,89

ᵗⁿ

P3 519,41

ª

132,08

ª

4,07

ᵗⁿ

P4 518,46

ª

116,43

4,49

ᵗⁿ

Rataan 518,08 130,44 4,06

Ket. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama memberikan pengaruh nyata (P<0,05) tn : tidak nyata (P>0,05)

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemanfaatan tepung ikan pora-pora mampu menggantikan tepung ikan komersial sebanyak 75% dalam meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan Itik Porsea umur 0-12 minggu. Penggunaan tepung ikan pora-pora dalam ransum dapat mengimbangi kualitas tepung ikan komersial.

Saran

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Akiki. A. 2014. Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1-8 Minggu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Anggorodi, H. R., 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press, Jakarta.

Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop, American Soybean Asosiation dan Balai Penelitian Ternak.

BPS Kabupaten Toba Samosir. 2013. Toba Samosir dalam Angka 2013.

http://issuu.com/bpstobasa/docs/121_1102001_2013_1206000-dda_toba_s.

DEPTAN (Departemen Pertanian, 1987. Kumpulan Penelitian Hasil Perikanan Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta: Balai Pengembangan Perikanan Laut, Departemen Perikanan.

Hartadi, H, Reksohardiprojo, S dan Tillman, A, D., 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta. http://bebekudotme.wordpress.com/category/pakan-ternak-bebek/.Diakses tanggal

18 April 2014.

Hutagalung, R. I. 1990. Defenisi dan Standar Bahan Baku Pakan. Kumpulan Makalah Feed Management Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Kartamihardja, E.S., 2009. Mengenal Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis

Bleeker) dan Siklus Hidupnya di Danau Toba. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta.

(46)

National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ninth Revised Edition National Academy of Sciences. Washington, D.C.

Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card, 1972. Poultry Production. 12th ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

Oluyemi, J.A. and B.L. Fetuga. 1978. The Protein and Energy requirements of ducklings in the tropic. Br. Poultry Science, 19:261-266.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik.Angkasa, Bandung.

Piliang W.G., 2000. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Institut Pertanian, Bogor. Pisulewski, P. M. 2005. Nutritional Potential For Improving.

Purnomo K. dan Kartamihardja. 2009. Keberhasilan Introduksi Ikan Blih (Mystacoleucus padangensis) ke Habitat yang Baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Jakarta: Pusat riset Perikanan Tangkap.

Rasyaf, M., 1994. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Rasidi. 1997. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Saleh, M. 1990. Pengaruh Pengepresan, Mutu Bahan Mentah dan Penyimpanan terhadap Mutu Tepung Ikan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 65. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian, Jakarta. Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sihaloho, R.H., 2014. Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-pora dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila Dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Kampung Umur 0-12 Minggu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sinaga, R.K.W. 2015. Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 0-8 Minggu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sitompul, S. 2004. Analisis Asam Amino Dalam Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai. Buletin Teknik Pertanian 9:1.

Srigandono, B., 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(47)

Suharno, B. dan Tony S., 2001. Beternak Itik Petelur di Kandang Baterai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tangendjaja, B., R. Matondang, dan J. Diment. 1986. Perbandingan itik dan ayam petelur pada penggunaan dedak dalam ransum selama phase pertumbuhan. Ilmu dan Peternakan 2(4):137-139.

Tarigan, M. 2007. Identifikasi dan Karakterisasi Morfometrik Ukuran Tubuh Itik

(Anas Sp) di Porsea. Prgram Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

_______, 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tomaszewska, M., T. D. Chaniago and I. K Sutama. 1988. Reproduction in Relation to Animal Production in Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Wasitodan Eni S.R., 1994. Beternak Itik Alabio. Kanisius, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan gizi itik pedaging
Tabel 2. Kebutuhan pakan itik pedaging
Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung ikan
Tabel 6. Data produksi ikan pora-pora Kabupaten Samosir
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The results indicate that lumbosacral spinal Fos-labeling was highly increased in vaginocervical stimulated rats relative to control, and labeled neurons were present more

[r]

b.Guru memberi tugas rumah kepada siswa untuk mempelajari materi berikutnya dan mengerjakan kegiatan 3.4.1 tentang Evaluasi dampak dari suatu kasus pembangunan di suatu daerah.(Jika

Dari data hasil perhitungan selisih volume tampungan air waduk, dan jika dibandingkan dengan lamanya waktu antar pengukuran batimetri dilakukan, maka bisa

tetapi dia sendiri adalah kebebasannya akan memaksa peserta didik hanya.. 4) Adanya pengakuan dan penerimaan bahwa manusia itu pada dasarnya baik. Jean Jacques Rosseau (filosof

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “ Dakwah

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi