• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Penelitian

Perendaman benih dalam air panas yang dilanjutkan dengan perendaman dalam air berpengaruh nyata terhadap perkecambahan sedangkan perendaman benih dalam larutan giberelin tidak berpengaruh nyata. Benih kelapa sawit yang hanya direndam dengan air kemudian pada berbagai konsentrasi giberelin merupakan perlakuan yang menghasilkan daya berkecambah terendah. Benih kelapa sawit yang mampu berkecambah dengan baik merupakan benih yang berasal dari persilangan yang baik pula. Perbedaan persilangan sangat mempengaruhi hasil perkecambahan benih kelapa sawit dengan perlakuan yang

11 diberikan. Pengujian daya berkecambah benih kelapa sawit dilakukan pada ruang perkecambahan dengan suhu 29-31 oC dan kelembaban 60-65% selama 42 hari. Benih kelapa sawit mulai berkecambah setelah 14 hari di ruang perkecambahan dan akan berkembang menjadi kecambah normal setelah 5 hari tumbuh. Kriteria kecambah normal kelapa sawit yang digunakan PPKS (Gambar 3) adalah kecambah tumbuh sempurna, plumula dan radikula sudah dapat dibedakan, plumula dan radikula tampak segar, kecambah tidak bercendawan serta panjang plumula dan radikula masing-masing maksimum 2 cm. Kriteria kecambah abnormal adalah tumbuh membengkok, plumula dan radikula tumbuh searah, layu dan berjamur (Kurnila 2009).

Gambar 3 Kriteria kecambah normal dan abnormal: a) kecambah normal, b) kecambah normal, c) kecambah abnormal (radikula dan plumula tumbuh searah), d) kecambah abnormal (radikula tidak ada) dan e) kecambah abnormal (plumula tidak ada)

Waktu berkecambah benih kelapa sawit tidak serentak. Pengamatan daya berkecambah dilakukan lima kali (Tabel 2). Pada pengamatan pertama (14 HSP) dan kedua (21 HSP) persentase perkecambahan masih sangat rendah yaitu 0% dan 3.1%. Pertambahan daya berkecambah kelapa sawit mulai meningkat pada pengamatan ketiga (28 HSP) dan keempat (35 HSP) yaitu 10.7% dan 10% dan mulai menurun pada pengamatan terakhir (42 HSP ) yaitu 4%.

Tabel 2 Pertambahan persentase daya berkecambah benih kelapa sawit

Perlakuan Pengamatan ke- Persentase

perkecambahan 1 2 3 4 5 P0 0.0 1.1 2.0 2.0 1.8 6.6 P1 0.0 2.7 16.8 16.4 5.1 41.0 P2 0.0 0.1 2.7 7.8 4.8 15.3 P3 0.0 3.9 10.9 12.3 6.6 33.7 P4 0.0 7.6 21.1 11.3 1.7 41.6 Rata-rata 0.0 3.1 10.7 10.0 4.0

Keterangan: Pengamatan ke 1, 2, 3, 4 dan 5 masing-masing dilakukan saat 14, 21, 28, 35 dan 42 hari setelah perkecambahan

12

Hasil sidik ragam pematahan dormansi benih kelapa sawit pada Tabel 3 menunjukkan bahwa faktor tunggal perlakuan intensitas perendaman benih dalam air menunjukkan pengaruh yang nyata pada semua parameter pengamatan. Faktor tunggal perlakuan dengan perendaman benih dalam berbagai konsentrasi giberelin hanya berpengaruh nyata pada parameter kadar air benih. Interaksi antara perlakuan intensitas perendaman benih dalam air dan konsentrasi giberelin hanya berpengaruh nyata pada parameter persentase benih terserang cendawan.

Tabel 3 Hasil sidik ragam perlakuan intensitas perendaman dalam air dan perendaman dalam giberelin pada berbagai parameter perkecambahan kelapa sawit Peubah Perlakuan KK (%) Intensitas perendaman dalam air (P) Konsentrasi giberelin (G) P*G Kadar air ** * tn 4.0 Daya berkecambah ** tn tn 11.6

Potensi tumbuh maksimum ** tn tn 10.3

Kecepatan tumbuh ** tn tn 6.6

Persentase benih terserang

cendawan ** tn * 12.9

Intensitas dormansi ** tn tn 7.2

Keterangan: *Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn = tidak berpengaruh nyata; KK = koefisien keragaman

Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan sebelum benih dimasukkan ke ruang perkecambahan. Kadar air merupakan faktor penting dalam perkecambahan benih kelapa sawit. Air berfungsi sebagai reaktivasi enzim, melunakkan kulit benih, transport metabolit dan memungkinkan masuknya oksigen (Widajati et al. 2013). Intensitas perendaman dalam air berpengaruh nyata terhadap kadar air benih (Tabel 4). Semakin lama benih direndam, kadar air benih kelapa sawit juga mengalami peningkatan. Kadar air yang dibutuhkan benih kelapa sawit dalam proses perkecambahan adalah 22-24% (Tim penulis 1992). Perlakuan P3 dan P4 sudah memenuhi standar kadar air benih untuk perkecambahan kelapa sawit yaitu 22.3% dan 22.9%, sedangkan pada perlakuan P1 kadar air benih yang dihasilkan hanya mencapai 17.9%. Hal ini disebabkan oleh benih perlakuan P1 terlalu kering karena tertundanya pengujian kadar air yang dilakukan selama 30 menit. Meskipun kadar air awal perlakuan P1 sebelum masuk perkecambahan sebesar 17.9%, tetapi pada saat di ruang perkecambahan, setiap hari dilakukan penyemprotan dengan larutan Dithane 3 g/l sampai lembab untuk menjaga kadar air tetap optimal untuk perkecambahan dan mencegah terjadinya serangan cendawan. Perlakuan perendaman dalam giberelin memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air benih kelapa sawit. Kadar air benih yang direndam dalam

13 giberelin 0 dan 50 ppm (20.7% dan 20.6%) tidak berbeda nyata, dan lebih rendah dibandingkan dalam 100 ppm (21.6%).

Tabel 4 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kadar air benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air

Konsentrasi giberelin

(ppm)

Rata-rata

0 50 100

---%--- Benih persilangan nomor 1 direndam dalam

air selama 7 hari (P0) 21.5 21.4 21.3 21.4b

Benih persilangan nomor 2 direndam dalam

air panas suhu 80oC selama 3x24 jam (P1) 17.8 17.8 18.0 17.9d Benih persilangan nomor 3 direndam dalam

air panas suhu 80oC selama 3x24 jam kemudian dalam air selama 2 hari (P2)

19.6 20.3 21.2 20.4c Benih persilangan nomor 4 direndam dalam

air panas suhu 80oC selama 3x24 jam kemudian dalam air selama 4 hari (P3)

22.6 20.9 23.4 22.3a Benih persilangan nomor 5 direndam dalam

air panas suhu 80oC selama 3x24 jam kemudian dalam air selama 6 hari (P4)

22.0 22.6 24.0 22.9a

Rata-rata 20.7b 20.6b 21.6a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1% dan angka-angka yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Daya Berkecambah

Daya berkecambah mencerminkan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal. Perkecambahan benih kelapa sawit merupakan salah satu yang sangat penting untuk dilakukan karena benih kelapa sawit yang diedarkan ke pasar dalam bentuk kecambah. Daya berkecambah kelapa sawit menggambarkan jumlah kecambah yang dapat dijual oleh produsen benih kelapa sawit. Sebelum dilakukan perkecambahan benih, terlebih dahulu dilakukan pematahan dormansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas perendaman dalam air memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya berkecambah (Tabel 5). Hal ini karena semakin lama benih direndam, proses imbibisi menjadi lebih cepat ditandai dengan meningkatnya kadar air benih sehingga memudahkan proses perkecambahan. Imbibisi merupakan proses awal perkecambahan dan erat kaitannya dengan ketersedian air. Benih persilangan nomor 5 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam kemudian dalam air selama 6 hari (P4) memberikan hasil daya berkecambah tertinggi yaitu 41.6% dan tidak berbeda nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam (P1) yaitu 41%. Pada perlakuan P1 serangan cendawan pada benih lebih rendah (0-0.7%) dibandingkan dengan

14

perlakuan P4 (2.3-2.7%) dan waktu pematahan dormansinya relatif lebih cepat (4 hari) dibandingkan perlakuan P4 (10 hari), sehingga perlakuan P1 dapat dipilih sebagai perlakuan terbaik. Secara umum benih yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam sudah mampu menghasilkan daya berkecambah yang besar. Hal ini diduga pada perlakuan P1 benih memiliki viabilitas yang baik sehingga dapat menghasilkan daya berkecambah yang baik pula.

Tabel 5 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap daya berkecambah benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air

Konsentrasi giberelin (ppm) Rata-rata 0 50 100 ---%--- P0 5.7 7.0 7.0 6.6d P1 42.0 44.7 36.3 41.0a P2 13.7 15.3 17.0 15.3c P3 31.7 34.3 35.0 33.7b P4 41.3 40.3 43.3 41.6a Rata-rata 26.9 28.3 27.7

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1%, data ditransformasi arc sin

Perlakuan perendaman benih pada berbagai konsentrasi giberelin tidak memberikan pengaruh yang nyata, akan tetapi benih yang direndam dalam konsentrasi giberelin 50 dan 100 ppm menghasilkan daya berkecambah yang lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa giberelin. Pada perkecambahan benih duku pemberian giberelin 100 ppm menghasilkan daya berkecambah tertinggi yaitu 72.7% (Murni et al. 2008). Peningkatan konsentrasi giberelin dapat meningkatkan daya berkecambah benih. Hal ini karena pemberian giberelin eksogen dapat membantu giberelin endogen mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam biji sehingga perkecambahan terjadi lebih cepat (Ali dan Rostiwati 2011). Selama proses perkecambahan benih, embrio yang sedang berkembang melepaskan giberelin ke lapisan aleuron. Giberelin tersebut menyebabkan terjadinya transkripsi beberapa gen penanda enzim-enzim hidrolitik diantaranya α-amilase. Kemudian enzim tersebut masuk ke endosperma dan menghidrolisis pati dan protein sebagai sumber makanan bagi perkembangan embrio (Weiss dan Ori 2007). Berdasarkan beberapa penelitian, peningkatan konsentrasi giberelin dapat meningkatkan perkecambahan diantaranya perendaman benih Mucuna bracteata pada larutan GA3 300 ppm selama 5 jam menghasilkan daya berkecambah 86.7% (Astrari et al. 2014), perendaman benih Calopogonium caeruleum pada larutan GA3 500 ppm selama 24 jam menghasilkan persentase perkecambahan yang tertinggi yaitu sebesar 57.3% (Asra 2014).

Benih kelapa sawit yang direndam dalam air selama 7 hari merupakan perlakuan yang menghasilkan daya berkecambah terendah yaitu sebesar 6.6%. Rendahnya daya berkecambah disebabkan oleh air dengan suhu ruang (26 oC) belum mampu mematahkan dormansi benih kelapa sawit yang memiliki cangkang

15 yang tebal dan keras. Air belum mampu menyerap ke dalam benih dengan baik sehingga proses perkecambahan terhambat. Berbeda halnya dengan benih yang direndam dalam air panas, air panas dapat mematahkan dormansi fisik pada Leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereid atau merusak tutup strophiolar (Schmidt 2002). Perendaman dalam air panas bertujuan untuk memudahkan penyerapan air oleh benih, dan benih menjadi permeable (Sutopo 2004). Menurut Farhana et al. (2013) benih kelapa sawit yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam mampu mempercepat perkecambahan. Perendaman benih aren selama 15 menit dengan suhu awal 75 oC kemudian direndam dalam larutan giberelin 150 ppm selama 24 jam menghasilkan persentase kecambah 65% (Purba et al. 2014). Perendaman benih trembesi dalam air panas (suhu awal 60 °C) kemudian dibiarkan dingin selama 72 jam menghasilkan persentase daya berkecambah tertinggi yaitu 68.7% (Lubis et al. 2014).

Potensi Tumbuh Maksimum

Potensi tumbuh maksimum merupakan tolok ukur untuk melihat viabilitas total benih kelapa sawit. Semua benih yang berkecambah baik kecambah normal maupun abnormal dihitung sebagai potensi tumbuh maksimum. Hasil pengamatan potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air

Konsentrasi giberelin (ppm) Rata-rata 0 50 100 ---%--- P0 8.3 13.3 11.7 11.1d P1 47.7 48.3 40.3 45.4ab P2 20.0 20.7 20.0 20.2c P3 37.3 42.7 40.7 40.2b P4 46.3 50.0 48.7 48.3a Rata-rata 31.9 35.0 32.3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1%, data ditransformasi arc sin

Intensitas perendaman dalam air memberikan pengaruh yang nyata terhadap potensi tumbuh makimum. Potensi tumbuh maksimum tertinggi terdapat pada benih persilangan nomor 5 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam yang dilanjutkan dengan perendaman air suhu 26 oC selama 6 hari (P4) yaitu 48.3% dan tidak berbeda nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam (P1) yaitu 45.4%. Perlakuan perendaman benih dalam berbagai konsentrasi giberelin tidak

16

memberikan pengaruh yang nyata. Benih persilangan nomor 1 yang direndam dalam air suhu 26 oC selama 7 hari (P0) merupakan perlakuan yang menghasilkan potensi tumbuh maksimum terendah yaitu 11.1%.

Kecepatan Tumbuh

Kecepatan tumbuh merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh. Kecepatan tumbuh benih kelapa sawit diamati setiap hari di ruang perkecambahan selama 42 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas perendaman dalam air memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan tumbuh (Tabel 7). Kecepatan tumbuh tertinggi terdapat pada benih persilangan nomor 5 yang direndam dalam air panas 80 oC selama 3x24 jam yang dilanjutkan dengan perendaman air selama 6 hari (P4) yaitu 1.63 %/etmal dan tidak berbeda nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80

o

C selama 3x24 jam (P1) yaitu 1.46 %/etmal. Perlakuan perendaman benih dalam berbagai konsentrasi giberelin tidak memberikan pengaruh yang nyata. Benih persilangan nomor 1 yang direndam dalam air suhu 26 oC selama 7 hari (P0) merupakan perlakuan yang menghasilkan kecepatan tumbuh terendah yaitu 0.23 %/etmal.

Tabel 7 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kecepatan tumbuh benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air Konsentrasi giberelin

(ppm) Rata-rata 0 50 100 ---%/etmal--- P0 0.20 0.21 0.28 0.23d P1 1.49 1.61 1.29 1.46a P2 0.40 0.46 0.54 0.47c P3 1.09 1.17 1.28 1.18b P4 1.57 1.56 1.74 1.63a Rata-rata 0.96 1.00 1.03

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1%, data ditransformasi  x + 0.5

Persentase Benih Terserang Cendawan

Persentase benih terserang cendawan diamati selama proses perkecambahan berlangsung. Benih yang terserang cendawan selama di ruang perkecambahan dipisahkan dari tray perkecambahan agar cendawan tidak menyebar ke benih lainnya. Hasil pengamatan persentase benih terserang cendawan pada Tabel 8 menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan intensitas perendaman benih dalam air dan konsentrasi giberelin. Pada konsentrasi giberelin 0 dan 50 ppm

17 persentase benih terserang cendawan tertinggi terdapat pada persilangan nomor 3 (P2) yaitu 5.3% dan 6.0%. Pada konsentrasi giberelin 100 ppm benih terserang cendawan tertinggi terdapat pada persilangan nomor 4 (P3) yaitu 5.0%. Pada perlakuan lainnya persentase benih terserang cendawan cenderung rendah yaitu 0.0-2.7%. Perlakuan P1 dan P4 menghasilkan daya berkecambah tertinggi. Akan tetapi, persentase benih terserang cendawan pada perlakuan P1 lebih rendah (0.0-0.7%) dibandingkan dengan perlakuan P4 (2.3-2.7%).

Tabel 8 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap persentase benih terserang cendawan

Intensitas perendaman dalam air Konsentrasi giberelin (ppm)

0 50 100 ---%--- P0 0.0 Ab 0.3 Ab 0.3 Ab P1 0.7 Ab 0.3 Ab 0.0 Ab P2 5.3 Aa 6.0 Aa 0.3 Bb P3 1.3 Bb 4.3 Aa 5.0 Aa

P4 2.7 Aab 2.3 Aab 2.3 Aab

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kapital pada baris atau huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%, data ditransformasi  x + 5

Cendawan pada benih kelapa sawit biasanya muncul pada saat benih dikecambahkan. Benih yang terserang cendawan dapat diakibatkan oleh pencucian benih yang kurang bersih, permukaan cangkang benih yang berserabut dan benih yang pecah sehingga memacu tumbuhnya cendawan. Pada saat pengamatan ditemukan benih yang pecah sehingga memacu munculnya perkembangan cendawan. Menurut Farhana et al. 2013, persentase benih kelapa sawit yang terserang cendawan erat kaitannya dengan kadar air benih. Kadar air benih yang tinggi cenderung meningkatkan persentase benih terserang cendawan. Tabel 4 menunjukkan, rata-rata kadar air benih perlakuan P1 (17.9%) nyata lebih rendah dibanding P4 (22.9%).

Intensitas Dormansi

Intensitas dormansi menggambarkan tingkat dormansi benih setelah dilakukan perlakuan pematahan dormansi. Persentase intensitas dormansi yang tinggi menunjukkan tingginya persentase benih yang tidak tumbuh setelah dilakukan pematahan dormansi. Perlakuan intensitas perendaman dalam air berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi (Tabel 9). Persentase intensitas dormansi yang tinggi terdapat pada benih persilangan nomor 1 yang direndam dalam air suhu 26 oC selama 7 hari (P0) yaitu 88.9%. Tingginya intensitas dormansi tersebut disebabkan oleh perlakuan pematahan dormansi hanya dengan perendaman air biasa selama 7 hari. Perendaman dalam air biasa tidak dapat

18

meningkatkan perkecambahan kelapa sawit karena air tidak mampu menyerap dengan baik ke dalam benih kelapa sawit yang memiliki kulit tebal dan keras.

Tabel 9 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air

Konsentrasi giberelin (ppm) Rata-rata 0 50 100 ---%--- P0 91.7 86.7 88.3 88.9a P1 52.3 51.7 59.7 54.6cd P2 80.0 79.3 80.0 79.8b P3 61.7 57.3 59.3 59.4c P4 53.7 50.0 51.3 51.7d Rata-rata 67.9 65.7 67.7

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Perendaman dengan air panas suhu 80 oC dapat menurunkan tingkat intensitas dormasi benih. Intensitas dormansi pada benih persilangan nomor 5 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam yang dilanjutkan dengan perendaman dalam air suhu 26 oC selama 6 hari (P4) mampu menurunkan intensitas dormansi hingga 51.7% dan tidak berbeda nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam (P1) yaitu 54.6%. Intensitas dormansi dapat diturunkan dengan pemberian air panas. Hal ini karena air panas dapat digunakan sebagai salah satu metode pematahan dormansi. Pemberian air panas (100 oC) selama 5-20 detik menyebabkan terbukanya pleugram pada Leucaena dan hasil perkecambahannya mencapai 95-100% tergantung pada varietasnya (Gardner et al. 1991).

Perbandingan Perkecambahan Benih secara Konvensional dengan Perlakuan Terbaik

Perkecambahan benih kelapa sawit secara konvensional dilakukan dengan perlakuan awal pemanasan benih pada suhu 39-40 oC selama 60 hari. Metode pemanasan 40 oC selama 60 hari dapat meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit (Martine et al. 2009). Pematahan dormansi benih kelapa sawit dengan pemanasan merupakan metode yang umum digunakan oleh produsen benih kelapa sawit. Hal ini karena metode tersebut dapat meningkatkan daya berkecambah kelapa sawit hingga 80% lebih. Akan tetapi waktu yang dibutuhkan hingga mendapatkan kecambah cukup lama yaitu sekitar 3-4 bulan. Hasil pengamatan perkecambahan benih kelapa sawit secara konvensional pada Tabel 10 menunjukkan bahwa daya berkecambah yang dihasilkan adalah 74.7% dan potensi tumbuh maksimum 79.0%. Kelebihan pematahan dormansi dengan metode konvensional adalah pertumbuhan kecambah kelapa sawit seragam dan serangan cendawan pada benih saat di perkecambahan lebih sedikit. Akan tetapi,

19 waktu pematahan dormansi cukup lama yaitu 71 hari, sehingga waktu yang diperlukan hingga mendapatkan kecambah adalah 113 hari. Persentase perkecambahan benih kelapa sawit pada hari ke-21 di ruang perkecambahan mencapai 30% dan berkecambah secara serentak (Gambar 4).

Tabel 10 Perbandingan perkecambahan benih secara konvensional dengan perlakuan terbaik

Perlakuan KA (%) (%) DB PTM (%) (%/etmal) KCT (%) TC (%) ID (hari) LP (hari) TP Konvensional 20.5 74.7 79.0 3.5 0.0 21.0 71 113 P1 + 0 ppm GA3 17.8 42.0 47.7 1.5 0.7 52.3 4 46 P1 + 50 ppm GA3 17.8 44.7 48.3 1.6 0.3 51.7 4 46 P4 + 100 ppm GA3 24.0 43.3 48.7 1.7 2.3 51.3 10 52

Keterangan: KA = kadar air; DB = daya berkecambah; PTM = potensi tumbuh maksimum; KCT = kecepatan tumbuh; TC = benih terserang cendawan; ID = intensitas dormansi; LP = lama proses pematahan dormansi; TP = total lama pematahan dormansi dan perkecambahan; P1 = benih direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam; dan P4 = benih direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam kemudian dalam air suhu 26 oC selama 6 hari

Perlakuan dengan perendaman dalam air panas 80 o

C mampu mengurangi waktu pematahan dormansi benih kelapa sawit sehingga ketersediaan kecambah bisa diperoleh dalam waktu yang relatif cepat (total 46 hari), akan tetapi daya berkecambahnya (42%) masih belum mencapai seperti daya berkecambah pada perlakuan konvensional (74.7%) meskipun memerlukan total waktu pematahan dormansi dan perkecambahan yang cukup lama (113 hari).

20

Dokumen terkait