• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Muara Angke merupakan wilayah pesisir yang terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Luas wilayah Kelurahan Pluit kurang lebih 771,19 ha, dengan batas wilayah yaitu:

• Sebelah Utara berbatasan dengan pantai Laut Jawa

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Muara Karang dan Pluit Selatan Raya

• Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Cisadane

• Sebelah Timur berbatasan dengan Waduk Pluit Timur

Kawasan perikanan pesisir Muara Angke memanfaatkan lahan seluas kurang lebih 64,97 ha di delta Muara Angke Penjaringan Jakarta Utara, yang diperuntukkan sebagai: perumahan 21,26 ha, bangunan umum/sosial 6,5 ha, jalur hijau 1,9 ha, jalur pantai 10,51 ha, jalur tegangan tinggi 5,4 ha, jalan dan saluran 10,6 ha, galangan kapal 5,4 ha, dan Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) 4,5 ha. Sarana dan prasarana yang ada di pesisir Muara Angke sebagai berikut:

1. Pemukiman nelayan dan fasilitas umum seperti bangunan SD, SMP, puskesmas, masjid, balai rakyat, pasar Inpres, gedung hiburan, Bank DKI, jalan, saluran air PAM dan sambungan listrik.

2. Tempat Pendaratan Ikan dengan sarana penunjang seperti dermaga, tanggul pemecah gelombang, jalan masuk, sarana pelanggan bahan bakar (bunker), tangki a ir dan gedung pelelangan.

3. Tempat Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) dengan fasilitas yang ada adalah unit pengolahan dan bangunan tempat tinggal, gedung penyimpanan, gudang penampungan garam, instalasi air bersih dan cuci,

saluran pembuangan limbah, penampungan sampah, MCK, gedung kantor PHPT dan gedung pertemuan.

4. Tempat Promosi dan Pemasaran Hasil Perikanan, disediakan pada areal seluas 2 ha dan saat ini telah dibangun restoran hasil laut (sea food restaurant) serta pusat pemasaran barang-barang kerajinan laut.

5. Tempat Uji Coba Biota Laut, tempat ini selain bermanfaat bagi masyarakat nelayan Muara Angke, juga sebagai sarana penyuluhan bagi masyarakat DKI Jakarta serta tamu-tamu dari luar DKI Jakarta.

6. Fasilitas Docking (Fasilitas Perbaikan Kapal) meliputi Unit Penyuluhan Modernisasi Bertahap (UPMB), Fan Marine Shipyard, dan PT. Karya Teknik Utama. Fasilitas ini disediakan bagi kapal dengan bobot > 30 GT diarahkan ke Pelabuhan Samudera Muara Baru.

7. Koperasi Perikanan Minajaya, yang didirikan pada tanggal 30 Desember 1974 dengan Badan Hukun No. 471 a/BH/I. Anggotanya adalah nelayan dan pengolah yang berdomisili di daratan/pantai Jakarta dari Kamal sampai Kalibaru.

Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT)

Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke adalah Unit Pelaksana yang didirikan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan berdasarkan SK Gubernur No. 2293 tahun 1984 ditetapkan sebagai tempat atau pusat pengolah ikan tradisional. Pada saat itu PHPT dikelola oleh Badan Pengelola Lingkungan (BPL) dalam rangka pembinaan dan pengembangan usaha khususnya pengolahan perikanan tradisional. Lokasi PHPT dengan luas 4,5 ha berada di RW 001 Kelurahan Pluit.

Pengolah ikan asin yang berada di PHPT Muara Angke setelah ditetapkan sebagai pusat pengolah ikan tradisional adalah pengolah dari Muara Angke dan sebagian pindahan dari Kalibaru, Cilincing, Ancol dan Muara Karang. Daerah Kalibaru dibangun untuk perluasan pelabuhan Pelindo (terminal container), sehingga hanya sebagian kecil pengolah yang masih berdomisili di Kalibaru.

Proyek pembangunan PHPT sebanyak 201 unit dilaksanakan secara bertahap dan dimulai pada bulan Juli 1984 dengan sumber dana berasal dari APBD DKI Jakarta. Pembangunan tahap pertama sebanyak 103 unit dan mulai beroperasi pada tanggal 14 Juli 1984 dengan dasar hukum pengelolaan adalah SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 2263 Tahun 1984. Pembangunan tahap kedua sebanyak 36 unit beroperasi tahun 1988, tahap ketiga sebanyak 38 unit beroperasi tahun 1989, dan tahap keempat sebanyak 24 unit beroperasi tahun 1990.

Pembangunan PHPT sebanyak 201 unit diperuntukkan sebagai: Unit Pengolahan sebanyak 196 unit dan tempat tinggal petugas kebersihan sebanyak 5 unit. Jumlah unit terbanyak adalah unit pengolahan ikan asin dengan 185 unit, sedangkan yang lainnya adalah pengolahan ikan pindang 1 unit, pengolahan terasi 2 unit, pengolahan kulit pari/krupuk kulit 5 unit, dan pengolahan limbah/pakan ternak 3 unit.

Satu unit pengolahan terdiri atas unit kelola berukuran kurang lebih 5 x 4 m2 dan tempat penjemuran 5 x 30 m2. Pemanfaatan tiap unit pengolahan di PHPT Muara Angke dilakukan dengan sistim sewa sebesar Rp. 26.000,- (tahun 1984-1996). Tahun 1996 sampai sekarang biaya sewa sebesar Rp. 50.000,- perbulan dengan rincian sewa tempat Rp. 40.000,- dan biaya pemeliharaan kebersihan Rp. 10.000,-.

Jenis usaha pengolahan yang dilakukan pengolah di PHPT Muara Angke antara lain pengolahan ikan asin, pengolahan terasi, pengolahan kulit pari,

pengolahan ikan asap, pengolahan kerupuk ikan cucut, dan pengolahan pindang tongkol. Bahan baku ikan yang digunakan untuk pengolahan adalah ikan cucut, ikan tenggiri, ikan jambal, ikan pari, ikan tembang, ikan layang, ikan tongkol, ikan Petek, ikan cumi, ikan teri, dan lain-lain. Produksi berbagai jenis ikan asin di PHPT Muara Angke dari tahun 1997 sampai tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Ikan Asin di PHPT Muara Angke Tahun 1997-2004

No. Tahun Volume (Kg) Nilai (Rp)

1. 1997 743.279 19.617.253.100 2. 1998 9.047.474 30.960.712.650 3. 1999 6.050.426 29.949.231.100 4. 2000 5.227.629 46.941.963.000 5. 2001 5.999.699 46.941.963.000 6. 2002 6.415.759 50.400.892.000 7. 2003 7.055.224 59.986.365.000 8. 2004 7.663.785 65.810.592.000

Sumber: Laporan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Tahun 2004

Unit Pelaksana PHPT Muara Angke sejak didirikan tahun 1984 sampai tahun 1990 dikelola oleh Badan Pengelola Lingkungan (BPL), dan beberapa kali mengalami perubahan yang mengelola. Pada tahun 1990 - 1997 PHPT dikelola oleh UPT Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPMHP); tahun 1997 – 2003 dikelola oleh Subdin Bina Mutu Provinsi DKI Jakarta; dan tahun 2003 – Agustus 2005 dikelola oleh Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan (dulu LPMHP). Bulan Agustus 2005 Unit Pelaksana PHPT dikelola oleh Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke.

Karakteristik Internal Wanita Pengolah Ikan Asin

Karakteristik internal wanita pengolah ikan asin yang berada di pesisir Muara Angke Pluit Penjaringan Jakarta Utara meliputi: (1) umur, (2) pendidikan, (3) jumlah tanggungan keluarga, (4) pengalaman usaha dalam pengolahan ikan asin, (5) motivasi, dan (6) kesediaan menerima informasi. Berdasarkan hasil analisis nilai tengah dan standar deviasi terbagi menjadi tiga kategori, seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Karakteristik Internal Wanita Pengolah Ikan Asin di Muara Angke No. Karakteristik Internal Kategori n Persentase (n=50) Rata- rata Interval

1. Umur Muda (<31 tahun)

Sedang (31-48 tahun) Tua (> 48 tahun) 8 34 8 16 68 16 39,64 tahun 25 – 65 tahun 2. Pendidikan Rendah (< 4 tahun)

Sedang (4 – 7) Tinggi (> 7 tahun) 9 38 3 18 76 6 5 tahun 2 – 9 tahun 3. Jumlah Tanggungan Keluarga Sedikit (< 5 orang) Sedang (5 – 9 orang) Banyak (> 9 orang) 12 33 5 24 66 10 6 orang 4 – 11 orang 4. Pengalaman Usaha dalam Pengolahan Ikan Asin Sedikit (< 8 tahun) Sedang (8 – 21 tahun) Banyak (> 21 tahun) 2 43 5 4 86 10 14,64 tahun 5 – 36 tahun 5. Motivasi Rendah (< 2,68) Sedang (2,68 – 3,23) Tinggi (> 3,23) 6 38 6 12 76 12 2,95 2,55 - 3,73 6. Kesediaan Menerima Informasi Rendah (< 1,17) Sedang (1,17 – 2,05) Tinggi (> 2,05) 10 36 4 20 72 8 1,61 1 – 3 Umur

Berdasarkan data yang terkumpul, umur wanita pengolah ikan asin bervariasi dari umur 25 tahun sampai umur 65 tahun dengan umur rata-rata 39,64 tahun. Umur

tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu muda (< 31 tahun), sedang (31- 48 tahun), dan tua (>48 tahun). Hasil penge lompokkan menunjukkan bahwa sebagian besar umur wanita pengolah ikan asin (68%) dalam kategori sedang, yaitu 31 - 48 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa wanita pengolah ikan asin di pesisir Muara Angke tergolong umur yang masih produktif dalam melakukan kegiatan usaha pengolahan ikan asin. Pada kisaran umur tersebut berada pada kondisi yang memungkinkan bekerja lebih lama dibanding pada usia yang lebih tua.

Faktor utama dalam mempengaruhi efisiensi belajar dan minat seseorang terhadap macam pekerjaan tertentu salah satunya adalah umur. Selain itu umur juga mempengaruhi tingkat kematangan seseorang (fisik dan emosional) yang sangat menentukan kesiapannya untuk belajar.

Pendidikan

Pendidikan wanita pengolah ikan asin yang ada di pesisir Muara Angke antara 2 tahun sampai 9 tahun, dengan rata -rata pendidikan adalah 5 tahun. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan wanita pengolah ikan asin kategori sedang adalah 4 – 7 tahun (76%) atau setingkat Sekolah Dasar. Tingkat pendidikan wanita pengolah ikan asin yang menjadi responden sebanyak 50 orang pendidikan yang paling tinggi adalah tamat SMP. Hal ini karena tidak ditemukan adanya responden yang mencapai pendidikan yang lebih tinggi dari SMP. Keadaan ini umumnya karena wanita pengolah ikan asin yang mayoritas berasal dari luar Kota Jakarta, menikah pada usia muda. Di daerah asal wanita pengolah umumnya sikap masyarakat terhadap pentingnya pendidikan masih kurang, sehingga orang tua menikahkan anak perempuannya pada usia muda.

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap besarnya kemampuan belajar. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin terlatih dirinya untuk belajar, semakin banyak “trick-trick” belajar yang dimiliki, sehingga semakin besar

pula kemampuan belajarnya (Soedijanto Padmowihardjo, 1994). C.R. Semiawan (1999:36-37) mengemukakan bahwa secara mental, pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan seseorang menghadapi tantangan hidup yang selalu berubah-ubah. Pendidikan dapat mempertahankan stabilitas dan kontinuitas, mendorong menciptakan seseorang ikut menggalakkan dan memilih masa depan yang baik, serta meredam dan mengurangi kemungkinan yang tidak baik.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga wanita pengolah ikan asin di pesisir Muara Angke berdasarkan data yang terkumpul dari 50 responden, bervariasi antara 4 orang sampai 11 orang dengan rata-rata jumlah tanggungan keluarga adalah 6 orang. Jumlah tanggungan keluarga wanita pengolah ikan asin sebagian besar pada kategori sedang (66%) yaitu 5 -9 orang, sedangkan jumlah tanggungan keluarga wanita pengolah ikan asin pada kategori sedikit (< 5 orang) sebanyak 24% dan kategori banyak (> 9 orang) sebanyak 10%. Hal ini artinya bahwa jumlah tanggungan keluarga yang tinggi adalah jumlah tanggungan keluarga dengan kategori sedikit dan sedang (90%).

Pengalaman Usaha dalam pengolahan ikan asin

Pengalaman usaha wanita pengolah ikan asin di pesisir Muara Angke berdasarkan hasil analisis yaitu antara 5 tahun sampai 36 tahun dengan rata-rata pengalaman usaha 14,64 tahun. Mayoritas pengalaman usaha wanita pengolah ikan asin di pesisir Muara Angke dalam kategori sedang, yaitu 8 –21 tahun, hal ini

menunjukkan bahwa pengalaman usaha wanita pengolah ikan asin dalam pengolahan ikan asin tergolong sudah cukup lama dalam mengelola usaha pengolahan ikan asin.

Menurut Totok Mardikanto dan Sri Sutarni (1981), pengalaman yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi semangatnya untuk belajar. Demikian juga yang disampaikan Soedijanto Padmowihardjo (1994) bahwa semakin banya k pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki semakin mudah untuk belajar. Totok Mardikanto (1993) mengatakan bahwa pengalaman akan dapat menggerakkan perhatian warga belajar kepada minat, kebutuhan, dan masalah-masalah yang dihadapi, sehingga pemahaman terha dap pengalaman masa lampau merupakan awal dari proses belajar.

Motivasi

Sebagian besar (76%) motivasi wanita pengolah ikan asin dalam mengelola usahanya dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun sebagai ibu rumah tangga, wanita pengolah ikan asin dalam melakukan kegiatan usaha pengolahan ikan asin mempunyai motivasi yang cukup tinggi untuk bekerja. Motivasi akan timbul didorong oleh adanya kebutuhan, dan kebutuhan yang ada pada diri seseorang akan mendorong seseorang berperilaku, dan sikap perilaku seseorang selalu berorientasi pada tujuan guna terwujudnya kepuasan. Motivasi ini timbul dapat diakibatkan karena adanya tekanan ekonomi keluarga serta semakin tingginya kebutuhan hidup.

Kesediaan Menerima Informasi

Kesediaan wanita pengolah ikan asin dalam menerima informasi teknologi pengolahan ikan asin mayoritas dalam kategori sedang yaitu sebanyak 72 %, hal ini menunjukkan bahwa wanita pengolah ikan asin masih mempunyai keinginan untuk menambah informasi/wawasan pengetahuan mengenai teknologi pengolahan ikan

asin. Informasi teknologi yang diberikan oleh instansi terkait umumnya lebih ditujukan kepada kaum pria (suami), sehingga wanita menerima informasi tersebut dari suaminya bahkan kadang-kadang informasi teknologi tersebut tidak sampai kepada istrinya.

Faktor Eksternal Wanita Pengolah Ikan Asin

Faktor eksternal wanita pengolah ikan asin yang berada di pesisir Muara Angke Pluit Penjaringan Jakarta Utara dalam penelitian, meliputi: (1) materi penyuluhan, (2) ketersediaan pasar, dan (3) curahan waktu tenaga kerja Berdasarkan hasil analisis nilai tengah dan standar deviasi terbagi menjadi tiga kategori, seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Faktor Eksternal Wanita Pengolah Ikan Asin di Muara Angke

No. Karakteristik Eksternal Kategori n Persentase (n=50) Rata- rata Interval 1. Materi Penyuluhan Rendah (< 1.61) Sedang (1.61 – 3.03) Tinggi (> 3.03) 8 41 1 16 82 2 2.32 1.00 – 3.14 2. Ketersediaan Pasar Rendah (< 2.08) Sedang (2.08 – 2.80) Tinggi (> 2.80) 5 40 5 10 80 10 2.44 1.40 – 3.20 3. Curahan Waktu Tenaga Kerja Rendah (< 1.89) Sedang (1.89 – 2.87) Tinggi (>3.38) 7 33 10 14 66 20 2.38 1.67 – 4.00 Materi Penyuluhan

Materi penyuluhan yang diterima wanita pengolah ikan asin berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar pada kategori rendah dan sedang yaitu sebanyak 98%, sedangkan pada kategori tinggi sebanyak 2%. Materi penyuluhan yang berkaitan dengan teknologi pengolahan ikan asin yang diterima

oleh responden masih sedikit. Materi penyuluhan teknologi pengolahan ikan asin yang diberikan oleh instansi lebih banyak diikuti oleh kaum pria, dan sebagian kecil (sekitar 10 persen) diikuti oleh wanita. Wanita lebih banyak memperoleh informasi tersebut dari suaminya, sehingga informasi tidak diperoleh langsung dari sumbernya. Totok Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa penyuluhan merupakan proses penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya -upaya perbaikan cara- cara berusahatani, demi tercapainya produktivitas hasil, peningkatan pendapatan dan perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian.

Ketersediaan Pasar

Ketersediaan pasar berada pada kategori sedang sebanyak 80%, dan sebanyak 10% pada kategori rendah dan 10% pada kategori tinggi. Hal ini berarti ketersediaan pasar ikan asin cukup tinggi. Wanita pengolah ikan asin tidak mendapat kesulitan dalam memasarkan hasil produknya, bila telah ada kesepakatan harga.

Secara kuantitas pasar relatif cukup, dalam arti produk yang dihasilkan pengolah ikan asin dapat terjual. Namun demikian dari segi harga para pengolah tidak memiliki ‘bargaining position’ yang tinggi. Harga lebih banyak ditentukan

oleh Bandar (konsumen besar/pengepul). Indikator pasar dikatakan cukup, para pengolah ikan asin terus menerus melakukan aktivitas pengolahan ikan asin. Beberapa pengolah dibayar di muka, sehingga tidak dapat melakukan penawaran harga.

Curahan Waktu Tenaga Kerja

Curahan waktu tenaga kerja wanita pengolah ikan asin mayoritas pada kategori sedang sebanyak 66% dan kategori tinggi sebanyak 20%. Keterlibatan

wanita dalam kegiatan usaha pengolahan ikan asin di pesisir Muara Angke cukup tinggi.

Kegiatan mendapatkan bahan baku ikan sebagian besar (76%) dilakukan oleh wanita dengan rata-rata 4 jam dalam sehari dan sebanyak 34 % dilakukan oleh kaum pria (suami) dengan rata-rata 3,8 jam dalam sehari. Kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama (wanita dan pria) yaitu dalam melakukan pengolahan ikan asin dengan rata-rata 2 jam per hari.dan melakukan pengeringan dengan rata-rata 1,5 jam per hari. Melakukan administrasi pembukuan sebagian besar (56%) dilakukan oleh kaum pria dan sebanyak 40% dilakukan oleh wanita dan sisanya (4%) dilakukan oleh anggota keluarga yang lain (anak) dengan rata-rata 1 jam per hari. Dalam mencari informasi pasar sebagian besar (70%) dilakukan oleh wanita dan sebanyak 30% dilakukan oleh kaum pria dengan rata -rata 1 jam per hari.

Mencari bahan baku ikan mayoritas dilakukan oleh wanita pengolah ikan asin, hal ini karena wanita dianggap lebih teliti dalam mencari bahan baku ikan yang segar, selain itu wanita lebih ulet, energik dan pintar dalam hal tawar menawar harga. Demikian juga dalam mencari informasi pasar, wanita pengolah ikan asin lebih gesit dibandingkan pria.

Hubungan Karakteristik Internal dengan Tingkat Keterampilan

Karakteristik internal wanita pengolah ikan asin di pesisir Muara Angke yang diduga berhubungan dengan tingkat keterampilan wanita pengolah ikan asin adalah: (1) umur, (2) pendidikan, (3) jumlah tanggungan keluarga, (4) pengalaman usaha dalam pengolahan ikan asin, (5) motivasi, dan (6) kesediaan menerima informasi. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Koefisien Korelasi Karakteristik Internal dengan Tingkat Keterampilan Wanita Pengolah Ikan Asin di Muara Angke

Tingkat Keterampilan No. Faktor Internal

MBBI MPIA MPng MP MAP MIP

1. Umur 0.030 -0.158 -0.195 -0.121 0.050 0.009 2. Pendidikan 0.137 -0.266 -0.223 -0.201 0.349* 0.207 3. Jumlah tanggungan keluarga 0.056 -0.062 -0.225 0.238 0.246 0.206 4. Pengalaman usaha 0.392** 0.475** 0.396** 0.241 0.045 0.317* 5. Motivasi 0.444** 0.244 0.075 0.115 0.250 0.078 6. Kesediaan menerima informasi 0.265 0.142 -0.138 0.203 0.089 0.008

Ket. * = berhubungan nyata pada á = 0.05 ** = berhubungan sangat nyata pada á = 0.01

MBBI = mendapatkan bahan baku ikan, MPIA = melakukan pengolahan ikan asin, MPng = melakukan pengeringan, MP = melakukan pengemasan, MAP = melakukan administrasi pembukuan, dan MIP = mencari informasi pasar.

Hubungan Karakteristik Internal dengan Tingkat Keterampilan Mendapatkan Bahan Baku

Tabel 5 menunjukkan bahwa pengalaman usaha dan motivasi wanita pengolah ikan asin di pesisir Muara Angke berhubungan nyata dengan tingkat keterampilan mendapatkan bahan baku. Pengalaman usaha pengolah ikan asin berhubungan sangat nyata dengan keterampilan dalam mendapatkan bahan baku ikan (0.392**), hal tersebut berarti semakin lama pengalaman usaha wanita pengolah ikan asin, maka semakin terampil dalam mendapatkan bahan baku ikan.

Keterampilan mendapatkan bahan baku ikan merupakan kemampuan individu dari wanita pengolah ikan asin. Oleh karena itu pengalaman usaha yang tinggi akan mempermudah untuk mendapatkan bahan baku ikan ke tempat-tempat pelelangan ikan maupun pelabuhan. Hal ini karena kegiatan tersebut merupakan

kegiatan rutin yang sudah biasa dilakukan setiap hari oleh sebagian besar wanita pengolah ikan asin. Wanita pengolah ikan asin yang mempunyai pengalaman usaha cukup lama sangat dinamis dan energik dalam mendapatkan bahan baku ikan, baik di lokasi pelelangan ikan maupun di pelabuhan, serta dalam negosiasi maupun tawar menawar dengan pihak produsen.

Motivasi wanita pengolah ikan asin mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan tingkat keterampilan dalam mendapatkan bahan baku (0.444**). Semakin tinggi motivasi semakin tinggi keinginan dalam mendapatkan bahan baku ikan. Keinginan untuk berbuat menghasillkan ikan asin yang memenuhi syarat dan meningkatkan pendapatan keluarga, memacu wanita pengolah ikan asin untuk meningkatkan keterampilan. Sesuai pendapat Totok Mardikanto (1993) bahwa motivasi seseorang untuk belajar merupakan salah satu karakteristik individu yang merupakan peubah terpenting yang menentukan hasil belajar.

Kegiatan mencari bahan baku ikan selalu ada persaingan dan membutuhkan keberanian dalam tawar menawar untuk menentukan harga. Tingginya motivasi wanita pengolah ikan asin dalam meningkatkan kemampuannya terlihat dari motivasi mereka untuk mendapatkan bahan baku yang baik, karena bahan baku merupakan penentu kualitas ikan asin yang dihasilkan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh L. Suhardiyono (1992) bahwa seseorang dapat didorong untuk belajar, apabila seseorang tersebut akan memperoleh keputusan akan kebutuhan dasarnya melalui kegiatan belajar yang dilakukannya. Menurut Siagian (1989:138), motivasi merupakan daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan.

Karakteristik internal wanita pengolah ikan asin yaitu umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan kesediaan menerima informasi tidak berhubungan

nyata dengan tingkat keterampilan mendapatkan bahan baku ikan. Umur muda/tua, pendidikan tinggi/rendah, jumlah tanggungan keluarga banyak/sedikit serta kesediaan menerima informasi tinggi/rendah hubungannya tidak nyata terhadap peningkatan keterampilan dalam mendapatkan bahan baku ikan.

Hubungan Karakteristik Internal dengan

Tingkat Keterampilan Melakukan Pengola han Ikan Asin

Pengalaman menunjukkan kadar interaksi, baik dari segi waktu maupun kualitas kejadian yang dilalui dalam kehidupan seseorang dalam lingkungannya. Melalui pengalaman, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, keterampilan bahkan pemahaman terhadap sesuatu. Kesesuaian antara pengalaman dengan kejadian yang dialami pada masa-masa sebelumnya akan semakin meningkatkan pemahaman tentang sesuatu tersebut (Badrun Susantyo, 2001).

Pengalaman usaha dalam pengolahan ikan asin berhubungan sangat nyata dengan tingkat keterampilan melakukan pengolahan ikan asin (0.475**). Hal ini terjadi karena pada umumnya responden di lokasi penelitian melakukan aktivitas usahanya secara turun temurun. Oleh karena itu tingkat keterampilan yang diperoleh wanita dalam melakukan pengolahan ikan asin tersebut merupakan pengalaman yang diwariskan orang tuanya.

Menurut Soedijanto Padmowihardjo (1994), pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan, akan berpengaruh pada proses belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami hal-hal yang menyenangkan tentang keberhasilan proses belajar di masa lalu, apabila suatu saat diberikan kesempatan untuk mempelajari hal-hal yang sama, maka dia akan memiliki perasaan yang senang dan optimis akan berhasil. Semakin lama pengalaman usaha wanita pengolahan ikan asin, maka semakin terampil dalam melakukan pengolahan ikan asin, walaupun dengan cara dan kebiasaan yang diwariskan oleh orang tuanya.

Karakteristik individu responden yaitu jumlah tanggungan keluarga tidak berhubungan nyata dengan tingkat keterampilan melakukan pengolahan ikan asin. Wanita pengolah ikan asin yang mempunyai jumlah tanggungan keluarga banyak/sedikit hubungannya tidak nyata terhadap peningkatan keterampilan mengolah ikan asin. Kegiatan melakukan pengolahan ikan asin di pesisir Muara Angke dilakukan secara bersama-sama oleh suami, ibu, anak, dan dibantu oleh tenaga harian yang berasal dari luar keluarga.

Hubungan Karakteristik Internal dengan Tingkat Keterampilan Melakukan Pengeringan

Pengalaman usaha dalam pengolahan ikan asin berhubungan sangat nyata dengan Keterampilan melakukan pengeringan (0.396**). Hal ini artinya bahwa semakin lama pengalaman responden dalam usaha pengolahan ikan asin, maka semakin terampil dalam melakukan pengeringan. Wanita pengolah ikan asin yang mempunyai pengalaman usaha yang cukup lama, sangat terampil menentukan tingkat pengeringan ikan asin yang optimal sehingga layak untuk dijual. Responden dengan mudah dapat menentukan berapa hari ikan asin tersebut kering pada saat sinar matahari cukup, hal tersebut merupakan kegiatan rutin yang selalu dilakukan oleh wanita pengolah ikan asin. Tingkat pengeringan yang kurang optimal akan menyebabkan ikan asin tidak tahan lama disimpan, mudah berjamur, mudah rusak, penyok dan berbau sehingga tidak layak dan kurang laku di pasaran, serta merugikan pengolah ikan asin.

Hubungan Karakteristik Internal dengan Tingkat keterampilan Melakukan Pengemasan

Tabel 5 memperlihatkan nilai Rank Spearman karakteristik internal wanita pengolah ikan asin yaitu umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

pengalaman usaha, motivasi dan kesediaan menerima informasi tidak berhubungan nyata dengan keterampilan melakukan pengemasan. Hal ini berarti semakin tinggi umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usaha, motivasi, dan kesediaan menerima informasi tidak diikuti tingkat keterampilan dalam melakukan pengemasan yang semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah karakteristik individu (umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usaha, motivasi, dan

Dokumen terkait