• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Penampilan Agronomi

Berdasarkan data BMKG (2013), kebun percobaan IPB, Cikarawang berada pada ketinggian sekitar 207 m di atas permukaan laut. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret 2012 dan tertinggi pada bulan Februari 2012 dengan rentang 136 mm per bulan-538 mm per bulan. Suhu rata-rata per bulan antara 25.1 0C-26.1 0C. Suhu maksimum per bulan antara 29.7 0C-31.8 0C. Suhu minimum per bulan antara 22.8 0C-23.1 0C. Kelembaban udara nisbi antara 80%-87%. Curah hujan yang tinggi pada bulan Februari 2012 mengakibatkan kelembaban udara tinggi (87%). Kondisi awal pertanaman baik dan tidak ada serangan OPT yang berarti. Adapun jenis OPT yang menyerang yaitu walang sangit, uret, belalang, penyakit blas daun. Pada akhir bulan Februari 2012 menjelang panen, kondisi curah hujan tinggi yang disertai angin menyebabkan banyak tanaman yang mengalami rebah. Hasil analisis ragam karakter agronomi tanaman ditunjukkan oleh Tabel 4.

Tinggi tanaman tertinggi dimiliki galur III3-4-6-1 (139.45 cm) yang tidak berbeda nyata dengan varietas Way Rarem (135.95 cm) dan galur I5-10-1-1 (132.05 cm) (Tabel 5). Tinggi tanaman tergolong pendek dimiliki galur O18-b-1 (85.65 cm), IW-67 (91.95 cm) dan IW-56 (90.20 cm). Jumlah anakan produktif terbanyak dimiliki galur IW-67 (21.0 batang) dan IW-56 (20.3 batang). Jumlah

anakan paling sedikit dimiliki galur III3-4-6-1 (9.2 batang) yang tidak berbeda nyata dengan varietas Batutegi (9.8 batang) dan Way Rarem (10.7 batang), galur O18-b-1 (11.2 batang), IG-19 (10.7 batang), dan IG-38 (10.9 batang).

Tabel 4 Hasil analisis ragam karakter agronomi galur-galur padi gogo hasil kultur antera

Karakter Rata-rata Kuadrat

tengah

F Hitung Koefisien keragaman Tinggi tanaman 118.92 cm 1 526.94 56.82** 4.36 Jumlah anakan produktif 13.6 batang 66.31 21.04** 13.02 Umur berbunga 73.6 hari 113.79 Infty**

Umur panen 103.0 hari 146.52 688.69** 0.45 Panjang malai 24.69 cm 13.11 17.81** 3.47 Jumlah gabah isi 135.9 butir 7 395.16 19.81** 14.21 Jumlah gabah hampa 22.1 butir 1 033.34 19.52** 32.95 Jumlah gabah total 158.0 butir 13 097.73 34.10** 12.40 Persentase gabah isi 86.8 % 77.03 3.54** 5.37 Persentase gabah hampa 13.2 % 77.03 3.54** 35.29 Kepadatan malai 6.4 butir/cm 17.99 32.71** 11.65 Bobot 1000 butir 29.25 g 133.75 70.76** 4.69 Bobot gabah kering giling 3.6 ton/ha 1.82 1.97^ 14.91§ ǂ* dan ** berpengaruh nyata pada α 5% dan 1%, TN: tidak berpengaruh nyata, ^ berpengaruh nyata pada α 10%, § berdasarkan hasil transformasi dengan akar kuadrat.

Tabel 5 Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif galur-galur padi gogo hasil kultur antera

ǂ Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT/LSD α 5%.

Galur

Tinggi tanaman Jumlah anakan produktif

(cm) (batang) III3-4-6-1 139.45a 9.2d I5-10-1-1 132.05abc 15.9b WI-44 106.85d 15.5b GI-7 130.00bc 12.0c O18-b-1 85.65e 11.2cd

IW-67 91.95e 21.0a

IG-19 129.38bc 10.7cd IG-38 129.35bc 10.9cd

IW-56 90.20e 20.3a

B13-2-e 127.40c 16.4b Batutegi 128.80bc 9.8cd Way Rarem 135.95ab 10.7cd

Galur yang membutuhkan masa vegetatif paling lama yaitu 82 hari ialah varitas Batutegi (Tabel 6). Umur berbunga paling singkat dimiliki oleh galur O18-b-1 (64 hari). Umur berbunga yang panjang menunjukkan fase vegetatif yang panjang.Galur yang memiliki masa vegetatif lebih dari 75 hari, memiliki umur panen lebih dari 105 hari. Galur O18-b-1 (91.5 hari) mempunyai umur panen paling singkat dibanding galur lainnya dan varietas pembandingnya. Varietas Batutegi mempunyai umur panen yang paling lama (112.0 hari).

Tabel 6 Umur berbunga dan umur panen galur-galur padi gogo hasil kultur antera Galur Umur berbunga Umur panen

(hari) (hari) III3-4-6-1 79b 106.3cd I5-10-1-1 76c 106.5bc WI-44 75d 105.5e GI-7 68e 96.5f O18-b-1 64f 91.5g IW-67 76c 105.8de IG-19 68e 96.5f IG-38 68e 97.0f IW-56 76c 107.0b B13-2-e 75d 105.8de

Batutegi 82a 112.0a

Way Rarem 76c 106.0cde

ǂ Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama tidak

berbeda nyata berdasarkan Uji BNT/LSD α 5%.

Tabel 7 Panjang malai, jumlah gabah isi/malai, jumlah gabah hampa/malai, dan jumlah gabah total/malai galur-galur padi gogo hasil kultur antera Galur

Panjang malai Jumlah gabah isi

Jumlah gabah hampa

Jumlah gabah total/malai

(cm) (butir) (butir) (butir)

III3-4-6-1 28.81a 154.5bc 25.8b 180.4bc

I5-10-1-1 27.07b 155.6bc 17.6bc 173.2bcd

WI-44 24.58cd 112.6efg 10.1c 122.7efg

GI-7 24.44cde 111.7efg 19.0bc 130.7ef

O18-b-1 22.53f 140.52cd 22.5b 162.9cd

IW-67 23.88cde 91.1fg 9.0c 100.2g

IG-19 23.39def 110.7efg 23.7b 134.5e

IG-38 24.02cde 118.85def 9.9c 128.8ef

IW-56 23.33ef 87.3g 17.1bc 104.4fg

B13-2-e 24.70c 128.3cde 19.0bc 147.4de

Batutegi 26.16b 242.5a 70.0a 312.6a

Way Rarem 23.32ef 177.6b 21.0b 198.6b

ǂ Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT/LSD

α 5%.

Malai III3-4-6-1 adalah malai terpanjang (28.81 cm) (Tabel 7). Malai galur O18-b-1 (22.53 cm) adalah malai terpendek dan tidak berbeda nyata dengan

panjang malai varietas Way Rarem (23.32 cm). Jumlah gabah isi paling banyak dimiliki varietas Batutegi (242.5 butir) dan paling sedikit dimiliki galur IW-56 (87.3 butir). Jumlah gabah isi galur III3-4-6-1 (154.5 butir) dan I5-10-1-1 (155.6 butir) tidak berbeda nyata dengan varietas Way Rarem (177.6 butir).

Jumlah gabah hampa galur-galur hasil kultur antera III3-4-6-1 (25.8 butir), O18-b-1 (22.5 butir) dan IG-19 (23.7 butir) sama dengan jumlah gabah hampa varietas Way Rarem (Tabel 7). Jumlah gabah hampa varietas Batutegi (70.0 butir) adalah yang terbanyak. Jumlah gabah hampa paling sedikit dimiliki galur WI-44 (10.1 butir), IW-67 (9.0 butir) dan IG-38 (9.9 butir). Jumlah gabah total galur-galur hasil kultur antera berada di bawah varietas pembanding (Batutegi dan Way Rarem). Jumlah gabah total galur III3-4-6-1 (180.4 butir) dan I5-10-1-1 (173.2 butir) tidak berbeda nyata dengan varietas Way Rarem (198.6 butir).Jumlah gabah total per malai terbanyak dimiliki varietas Batutegi (312.6 butir) dan paling sedikit dimiliki galur IW-67 (100.2 butir).

Pada Tabel 8, persentase gabah isi terbanyak dimiliki oleh galur IG-38 (92.3%) yang tidak beerbeda nyata dengan varietas Way Rarem (89.3%), WI-44 (91.8%), IW-67 (91.0), I5-10-1-1 (89.8%), O18-b-1 (86.4%) dan B13-2-e (87.0%). Persentase gabah isi paling rendah dimiliki varietas Batutegi (77.3%). Persentase gabah hampa tertinggi dimiliki varietas Batutegi (22.8%). Persentase gabah hampa galur IG-19 (17.6%) dan IW-56 (16.5%) tidak berbeda nyata dengan varietas Batutegi. Persentase gabah hampa paling rendah dimiliki galur IG-38 (7.8%).

Tabel 8 Persentase gabah isi, persentase gabah hampa dan kepadatan malai galur-galur padi gogo hasil kultur antera

Galur Persentase gabah isi Persentase gabah hampa Kepadatan malai

(%) (%) (butir/cm)

III3-4-6-1 85.5bcd 14.5bcd 6.3cde

I5-10-1-1 89.8abc 10.3cde 6.4cd

WI-44 91.8ab 8.3de 4.9fgh

GI-7 85.5bcd 14.5bcd 5.3efg

O18-b-1 86.4abcd 13.6bcde 7.2c

IW-67 91.0ab 9.0de 4.2h

IG-19 82.4de 17.6ab 5.7def

IG-38 92.3a 7.8e 5.4defg

IW-56 83.5cde 16.5abc 4.5gh

B13-2-e 87.0abcd 13.0bcde 5.9def

Batutegi 77.3e 22.8a 11.9a

Way Rarem 89.3abc 10.8cde 8.5b

ǂ Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT/LSD

α 5%.

Kepadataan malai galur-galur hasil kultur antera berada di bawah varietas Way Rarem (8.5 butir/cm) dan Batutegi (11.9 butir/cm) (Tabel 8). Galur O18-b-1 (7.2 butir/cm) mempunyai kepadatan malai tertinggi setelah varietas Batutegi dan Way Rarem. Kepadatan malai varietas Batutegi (11.9 butir/cm) adalah yang tertinggi tetapi persentase gabah isi yang dimiliki adalah yang terendah. Kepadatan malai terendah dimiliki galur IW-67 (4.2 butir/cm).Varietas Batutegi

termasuk varietas padi gogo unggul nasional dan baru dirilis tahun 2001 yang memiliki keunggulan tanamannyatinggi, jumlah gabah per malainya banyak (malai yang lebat), bentuk gabah bulat sedang dan tahan terhadap penyakit blas dan bercak coklat (BB Padi 2010).

Bobot 1000 butir tertinggi dihasilkan oleh galur IG-38 (38.99 g), IG-19 (38.11 g), dan GI-7 (38.07 g) (Tabel 9). Bobot 1000 butir terendah dihasilkan oleh I5-10-1-1 (23.45 g) yang tidak berbeda nyata dengan varietas Batutegi (23.96 g) dan galur IW-56 (24.30 g). Bobot gabah kering giling (GKG) yang dihasilkan galur-galur hasil kultur antera masih berada di bawah varietas Way Rarem (4.95 ton ha-1). Galur dengan bobot GKG yang tidak berbeda nyata dengan varietas Way Rarem yaitu galur B13-2-e (4.64 ton ha-1) dan galur WI-44 (4.05 ton ha-1). Bobot GKG galur hasil kultur antera terendah dihasilkan oleh galur III3-4-6-1 (2.49 ton ha-1). Dengan demikian, galur B13-2-e dan WI-44 cenderung mempunyai potensi hasil yang tinggi dan tidak berbeda nyata dengan varietas Way Rarem.

Tabel 9 Bobot 1000 butir, bobot gabah per plot dan bobot gabah kering giling galur-galur padi gogo hasil kultur antera

Galur

Bobot 1000 butir (g)

Bobot gabah per plot (kg/petak)

Bobot gabah kering giling§ (ton ha-1) III3-4-6-1 29.68b 2.92 2.49d I5-10-1-1 23.45h 4.32 3.71bc WI-44 27.78bcd 4.67 4.05abc GI-7 38.07a 4.12 3.56bcd O18-b-1 28.22bc 3.29 2.91cd IW-67 27.08cde 4.25 3.66bc IG-19 38.11a 4.03 3.48cd IG-38 38.88a 4.14 3.72bc IW-56 24.30fgh 3.55 3.16cd

B13-2-e 25.46efg 5.27 4.64ab

Batutegi 23.96gh 4.18 3.59bcd

Way Rarem 26.06def 5.65 4.95a

ǂ Angka pada kolom bobot 1 000 butir yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan

Uji BNT/LSD α 5%. Angka pada kolom bobot gabah kering giling yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT/LSD α 10%.

Galur hasil kultur antera B13-2-e dengan bobot GKG 4.64 ton ha-1 mempunyai anakan produktif 16.4 batang, persentase gabah isi sedang 87.0%, bobot 1000 butir 25.46 g dan karakter gabahnya mudah rontok. Galur WI-44 dengan bobot GKG 4.05 ton ha-1 mempunyai jumlah anakan produktif 15.5 batang, persentase gabah isi tinggi (91.8%) dan bobot 1000 butir 27.78 g. Peneliti sebelumnya melaporkan galur WI-44 (4.72 ton ha-1) yang mempunyai rata-rata hasil GKG melebihi varietas Batutegi (4.38 ton ha-1) dan varietas Way Rarem (4.62 ton ha-1) dalam pengujian di delapan lokasi (Sulaeman et al., 2011). Galur III3-4-6-1 dengan bobot GKG terendah (2.49 ton ha-1) mempunyai jumlah anakan produktif paling rendah (9.2 batang), walaupun malainya panjang (28.82 cm) dan bobot 1000 butir 29.68 g. Galur O18-b-1 yang mempunyai umur panen yang

singkat/genjah, mempunyai bobot GKG agak rendah (2.91 ton ha-1) walaupun karakter gabahnya tidak mudah rontok.

2. Toleransi Naungan

Galur GI-7, IG-19, IG-38, varietas Batutegi dan Kalimutu mempunyai persentase tanaman hidup di bawah 40% yang dikategorikan peka (Tabel 10). Persentase tanaman hidup paling tinggi ditunjukkan oleh galur B13-2-e (95%), yang tidak berbeda nyata dengan galur I5-10-1-1 (92.5%) dan WI-44 (92.5%). Persentase tanaman hidup paling rendah dimiliki oleh galur IG-19, IG-38 dan varietas Batutegi (masing-masing 0%).

Tabel 10 Persentase tanaman hidup di ruang gelap selama 7 hari berdasarkan uji cepat fase bibit

Galur Lama hari di ruang gelap

3 hari 5 hari 7 hari

III3-4-6-1 100a 100.0a 50.0c

I5-10-1-1 100a 100.0a 92.5ab

WI-44 100a 100.0a 92.5ab

GI-7 100a 100.0a 2.5d

O18-b-1 100a 100.0a 70.0bc

IW-67 100a 100.0a 55.0c

IG-19 100a 100.0a 0d

IG-38 100a 97.5ab 0d

IW-56 100a 100.0a 67.5c

B13-2-e 100a 100.0a 95.0a

Batutegi 100a 95.0b 0d

Way Rarem 100a 100.0a 50.0c

Kalimutu 100a 100.0a 2.5d

Jatiluhur 100a 100.0a 65.0c

P . * ** Koefisien keragaman 0 2.0 36.2 Rata-rata (%) 100 99.5 45.9 ǂ * dan ** berpengaruh nyata pada α 5% dan 1%. Angka pada kolom yang sama dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT/LSD α 5%.

Kemampuan tanaman bertahan hidup juga dapat dilihat dari skor kerusakan bibit di ruang gelap selama 7 hari (Tabel 11). Pada umur 7 hari gelap, galur GI-7, IG-19, IG-38, varietas Batutegi dan Kalimutu (varietas pembanding peka naungan) mencapai skor 4.9-5.5 dan skor varietas Batutegi adalah yang tertinggi. Galur III3-4-6-1, I5-10-1-1, WI-44, O18-b-1, IW-67, IW-56, B13-2-e, varietas Way Rarem dan Jatiluhur (varietas pembanding toleran naungan) mempunyai skor 2.8-4.2. Skor galur III3-4-6-1 dan IW-67 berada di atas varietas Jatiluhur.

Hasil uji Friedman skor kerusakan bibit mempunyai nilai ragam 45.6, probability 0.00 (sangat nyata α 1%) dan nilai median 4.1 menunjukkan bahwa galur-galur tersebut mempunyai ragam kemampuan toleransi terhadap intensitas cahaya rendah yang sangat tinggi, skor kerusakan bibit tiap galur sangat berbeda nyata dan rata-rata mencapai skor kerusakan bibit 4. Dengan demikian, pada percobaan ini galur B13-2-e adalah galur paling toleran dan lebih toleran dibanding varietas Jatiluhur, sedangkan galur GI-7 adalah galur paling peka dan lebih peka dibanding varietas Kalimutu.

Tabel 11 Skor kerusakan bibit di ruang gelap selama 7 hari berdasarkan uji cepat fase bibit

Galur Lama hari di ruang gelap 3 hari 5 hari 7 hari

III3-4-6-1 1.0 1.5 4.0 I5-10-1-1 1.0 1.2 3.0 WI-44 1.0 1.4 3.2 GI-7 1.0 2.7 5.3 O18-b-1 1.0 1.3 3.6 IW-67 1.0 1.1 3.9 IG-19 1.0 2.9 5.1 IG-38 1.0 3.0 5.2 IW-56 1.0 1.2 3.6 B13-2-e 1.0 1.3 2.8 Batutegi 1.0 2.6 5.5 Way Rarem 1.0 1.5 4.2 Kalimutu 1.0 1.8 4.9 Jatiluhur 1.0 1.1 3.7

Berdasarkan klasifikasi Sasmita (2006), maka galur-galur hasil kultur antera dapat diklasifikasikan menjadi seperti tercantum pada Tabel 12. Lima galur toleran (I5-10-1-1, WI-44, O18-b-1, IW-56 dan B13-2-e). Dua galur moderat yaitu galur III3-4-6-1 dan IW-67. Tiga galur peka yaitu GI-7, 19, IG-38.Kondisi bibit berumur 13 hari gelap dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa bibit galur GI-7, IG-19 dan IG-38 mencapai skor 9 (≥70% daun mengering) dan tidak setegak galur-galur hasil kultur antera yang lain yang mempunyai skor di bawah 9 (<70% daun mengering). Galur B13-2-e terlihat paling hijau dari batang sampai ujung daun dibanding galur dan varietas lain.

Tabel 12 Hasil uji cepat fase bibit galur-galur padi gogo hasil kultur antera terhadap naungan

Galur 7 hari gelap Kategori#

Persentase tanaman hidup Skor kerusakan bibit

III3-4-6-1 50.0c 4.0 Moderat

I5-10-1-1 92.5ab 3.0 Toleran

WI-44 92.5ab 3.2 Toleran

GI-7 2.5d 5.3 Peka O18-b-1 70.0bc 3.6 Toleran IW-67 55.0c 3.9 Moderat IG-19 0 d 5.1 Peka IG-38 0 d 5.2 Peka IW-56 67.5c 3.6 Toleran

B13-2-e 95.0a 2.8 Toleran

Batutegi 0 d 5.5 Peka

Way Rarem 50.0c 4.2 Moderat

Kalimutu 2.5d 4.9 Peka

Jatiluhur 65.0c 3.7 Toleran

ǂ Angka pada kolom yang sama dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT/LSD α 5%. # berdasarkan Tabel 1.

Gambar 3 Kondisi tanaman pada hari ke-13 gelap ǂ kiri ke kanan: 4=GI-7 (peka), 6=IW-67(moderat), 10=B13-2-e, 3=WI-44 (toleran), 1=III3-4-6-1 (moderat), 8=IG-38 (peka), 13=Kalimutu (peka), 7=IG-19 (peka), 11=Batutegi (peka), 2=I5-10- 1-1 (toleran), 12=Way Rarem (moderat), 9=IW-56 (toleran), 14=Jatiluhur (toleran), 5=O18-b-1 (toleran).

Uji cepat ruang gelap memiliki kesesuaian yang tinggi (93.3%) dengan hasil percobaan pada naungan buatan paranet 50% dan memiliki kesesuaian sedang (56%) dengan hasil uji lapangan di bawah tegakan karet (Sopandie et al. 2003b). Naungan akan menurunkan aktivitas fotosintesis yang akan menurunkan hasil

ULANGAN 3 (20 HST)

fotosintat (Sopandie et al. 2003a; Santosa et al. 2000). Hal ini terjadi pada tumpang sari padi-jagung menurunkan bobot gabah per rumpun baik terhadap galur-galur padi yang diuji maupun terhadap varietas Jatiluhur, kecuali pada tumpang sari padi galur GI-8 pada jarak tanam jagung-padi 90 cm x 60 cm (Sasmita et al. 2006), pada kedelai di lingkungan ternaungi, yang mengalami penurunan bobot biji lebih dari 50% (Susanto dan Sundari 2011) dan pada padi gogo yang ditumpangsarikan dengan jagung manis dengan jarak 50 cm x 30 cm menghasilkan bobot 1 000 butir paling rendah dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih lebar (Dewi et al. 2014).

Skor kerusakan bibit pada galur toleran naungan (I5-10-1-1, WI-44, O18-b-1, IW-56, B13-2-e) yang rendah menunjukkan warna daun dengan intensitas kehijauan yang tinggi. Pada kedelai, semakin hijau suatu helaian daun kandungan klorofilnya akan semakin tinggi. Peningkatan intensitas kehijauan dalam cahaya rendah merupakan gambaran adanya akumulasi klorofil pada permukaan daun bagian atas (Muhuria et al. 2006). Pada kondisi ternaungi, genotipe atau tanaman peka dan toleran sama-sama mengalami peningkatan klorofil (klorofil a, klorofil b dan total klorofil) sehingga mengalami penurunan nisbah klorofil a/b pada padi gogo (Sopandie et al. 2003a), talas (Djukri dan Purwoko 2003) dan kedelai (Muhuria et al. 2006; Kisman et al. 2007). Nisbah klorofil a/b menurun oleh perlakuan naungan yang berarti bahwa terjadi peningkatan kandungan klorofil b. Penurunan ini pada genotipe atau tanaman toleran lebih rendah dibandingkan yang peka (Sopandie et al. 2003a; Muhuria et al. 2006; Kisman et al. 2007).

Skor kerusakan bibit pada galur peka naungan yang tinggi menunjukkan warna daun dengan intensitas kehijauan yang rendah dan tajuk tanaman yang tidak kokoh. Hal ini diduga bahwa tajuk tanaman pada galur peka mengalami penurunan fotosintat (karbohidrat). Pada naungan 50% paranet, galur padi gogo toleran memiliki kandungan pati pada daun dan batang yang lebih tinggi dibandingkan galur peka pada fase vegetatif aktif (Lautt et al. 2000). Varietas-varietas kedelai yang cenderung mengandung karbohidrat yang lebih besar diduga mempunyai kemampuan bertahan hidup pada fase bibit di ruang gelap yang dipengaruhi oleh kandungan pati dan karbohidrat pada daun (kandungan karbohidrat yang relatif tinggi memiliki respirasi yang lebih rendah) (Soverda, 2012).

3. Toleransi Cekaman Kekeringan

Skor toleransi kekeringan ditunjukkan oleh Tabel 13. Secara umum, skor galur-galur hasil kultur antera berada di atas skor varietas Salumpikit. Namun ada satu skor galur yang sama dengan varietas Salumpikit (skor 4.8), yaitu galur O18-b-1 (skor 4.8). Galur-galur yang mempunyai skor 5-7 (1/4 - 2/3 ujung daun mengering) dikategorikan agak peka yaitu galur III3-4-6-1, I5-10-1-1, WI-44, GI-7, IW-6GI-7, IG-19, IG-38. Galur- galur yang mempunyai skor di atas 7 (½ - 2/3 ujung daun ada yang kering) dikategorikan peka yaitu IW-56, B13-2-e, varietas Way Rarem dan Batutegi. Hal ini berbeda dengan karakter varietas menurut BB Padi (2010), varietas Way Rarem mempunyai karakter cukup toleran dengan kekeringan. Pada saat yang sama, pengukuran kadar air di lima titik pada masing-masing kedalaman 20 cm dan 40 cm dilakukan (Tabel 14).

Tabel 13 Skor toleransi kekeringan (20 hari setelah tanam) berdasarkan Sistem Evaluasi Standard pada Padi (IRRI 1996)

Galur Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataan Kategori

III3-4-6-1 5.8 7.4 8.4 7.2 Agak peka

I5-10-1-1 4.2 8.2 6.8 6.4 Agak peka

WI-44 6.2 7.0 6.6 6.6 Agak peka

GI-7 5.2 5.6 6.4 5.7 Agak peka

O18-b-1 5.6 6.0 3.0 4.8 Moderat

IW-67 4.4 6.8 4.8 5.3 Moderat

IG-19 5.2 8.2 4.0 5.8 Agak peka

IG-38 4.8 8.0 6.0 6.3 Agak peka

IW-56 6.6 7.4 8.8 7.6 Peka

B13-2-e 9.0 7.6 8.0 8.2 Peka

Batutegi 9.0 9.0 8.4 8.8 Peka

Way Rarem 8.0 7.8 9.0 8.3 Peka

IR20 8.0 6.8 8.8 7.8 Peka

Salumpikit 1.8 6.8 5.8 4.8 Moderat

Hasil Uji Friedman α 5% menunjukkan ragam skor toleransi kekeringan 22.9, probability 0.04 dan nilai median 6.9. Hal ini menunjukkan bahwa skor toleransi kekeringan ini mempunyai ragam yang tinggi, berbeda nyata, mempunyai nilai tengah yang mendekati skor 7 (½ - 2/3 ujung daun mengering). Skor toleransi kekeringan yang semakin tinggi menunjukkan kemampuan tanaman yang semakin tidak efisien menggunakan air dan menjaga tekanan turgor sel.

Tabel 14 Kadar air tanah saat skoring toleransi kekeringan (24 hari setelah tanam) Titik Kedalaman (cm) Waktu (menit) Kadar air (minus kPa) 1 20 30 5.0 40 30 10.0 2 20 30 8.0 40 30 13.0 3 20 30 8.0 40 30 9.5 4 20 30 8.0 40 15 12.0 5 20 30 8.5 40 30 8.5

Pada saat skoring dilakukan, kadar air tanah (Tabel 14) masih dalam kategori medium (minus 3.2 sampai 16.0 kPa). Hal ini menunjukkan bahwa varietas IR20 sebagai kontrol peka, bersifat sangat peka dan diharapkan galur yang diuji tidak mencapai kerusakan permanen pada pertumbuhannya. Kadar air

rata-rata pada kedalaman 40 cm lebih kering dibandingkan pada kedalaman 20 cm, kemungkinan disebabkan oleh infiltrasi air yang tidak mencapai kedalaman 40 cm akibat dari pengolahan tanah yang dilakukan tidak mencapai kedalaman tersebut.

Kemampuan tanaman untuk tumbuh kembali setelah melewati masa kekeringan saat fase bibit juga menjadi bagian dari toleransi kekeringan mengingat dampak perubahan iklim yang tidak bisa diduga. Tabel 15 menunjukkan galur WI-44, GI-7, IW-67, IG-19 dan varietas IR20 mempunyai daya tumbuh kembali agak kuat, padahal saat dalam kondisi tidak disiram 10 hari (cekaman kekeringan) keempat galur dan varietas tersebut bereaksi agak peka dan peka. Galur O18-b-1 yang bereaksi moderat, mempunyai daya tumbuh kembali kuat. Persentase daya tumbuh kembali galur O18-b-1 (90%) bahkan melebihi varietas Salumpikit (86.7%).

Tabel 15 Persentase daya tumbuh kembali (30 hari setelah tanam) berdasarkan Sistem Evaluasi Standard pada Padi (IRRI 1996)

Galur Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataan Kategori

III3-4-6-1 50 80 30 53.3 Sedang

I5-10-1-1 70 90 30 63.3 Sedang

WI-44 60 90 60 70.0 Agak kuat

GI-7 100 60 60 73.3 Agak kuat

O18-b-1 100 90 80 90.0 Kuat

IW-67 90 80 60 76.7 Agak kuat

IG-19 80 50 100 76.7 Agak kuat

IG-38 90 40 70 66.7 Sedang

IW-56 90 90 20 66.7 Sedang

B13-2-e 30 70 40 46.7 Sedang

Batutegi 10 60 10 26.7 Agak lemah

Way Rarem 50 60 80 63.3 Sedang

IR20 80 80 70 76.7 Agak kuat

Salumpikit 80 80 100 86.7 Kuat

Berdasarkan uji Friedman α 5%, persentase tanaman tumbuh kembali mempunyai ragam 14.8, probability 0.32 dan nilai median 68.9. Hal ini menunjukkan bahwa galur-galur yang diuji mempunyai keragaman rendah, tidak berbeda nyata, dan nilai tengah secara keseluruhan dikategorikan sedang (40%-69% tanaman tumbuh kembali). Varietas Batutegi mempunyai kemampuan daya tumbuh kembali paling rendah, kemudian diikuti galur B13-2-e.

Toleransi tanaman terhadap kekeringan dapat dilihat dari responnya terhadap cekaman kekeringan dan kemampuannya untuk pulih dari cekaman kekeringan setelah cekaman berlalu. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria Fukai (1998) bahwa varietas padi yang akan tumbuh baik pada lingkungan dengan curah hujan terbatas dan merupakan tanaman ideal adalah varietas padi yang toleran terhadap kekeringan dan mampu mempertahankan kehijauan tanaman selama kekeringan.

kekeringan dan daya tumbuh kembali

Galur Toleransi kekeringan Daya tumbuh kembali Kategori

III3-4-6-1 Agak peka Sedang Agak peka

I5-10-1-1 Agak peka Sedang Agak peka

WI-44 Agak peka Agak kuat Moderat

GI-7 Agak peka Agak kuat Moderat

O18-b-1 Moderat Kuat Toleran

IW-67 Moderat Agak kuat Moderat

IG-19 Agak peka Agak kuat Moderat

IG-38 Agak peka Sedang Agak peka

IW-56 Peka Sedang Peka

B13-2-E Peka Sedang Peka

Batutegi Peka Agak lemah Peka

Way Rarem Peka Sedang Peka

IR20 Peka Agak kuat Peka

Salumpikit Moderat Kuat Toleran

Menurut Ndjiondjop et al. (2012) daya toleransi kekeringan yang ditunjukkan dengan ujung atau bagian daun yang mengering dan daya tumbuh kembali tanaman merupakan dua dari beberapa karakter yang konsisten baik pada penelitian padi yang ditanam secara irigasi penuh maupun dalam kondisi kekeringan dan karakter-karakter ini dapat digunakan sebagai kriteria seleksi yang dapat dipercaya dalam evaluasi kepekaan terhadap kekeringan. Berdasarkan hasil uji toleransi kekeringan dan daya tumbuh kembali di atas, galur-galur hasil kultur antera dapat dikelompokkan seperti tercantum pada Tabel 16. Galur O18-b-1 termasuk galur toleran. Galur WI-44, GI-7, IW-67 dan IG-19 tergolong moderat. Galur-galur hasil kultur antera lainnya tergolong peka dan agak peka.

Pada taraf sedang, cekaman kekeringan mengakibatkan pelebaran daun, laju fotosintesis dan konduktansi stomata menurun (Taiz dan Zeiger 2002). Menurut Pantuwan et al. (2002), kondisi kehilangan hasil lebih rendah dari 50% lebih disebabkan oleh potensial hasil dan fenotipenya dibandingkan dengan mekanisme adaptasinya terhadap kekeringan. Pada taraf ini, karakter tajuk seperti potensial osmotik, temperatur daun, daun menggulung, kematian daun sedikit berpengaruh terhadap hasil gabah. Pada taraf berat, cekaman kekeringan mengakibatkan fotosintesis terhambat, metabolisme mesofil melemah dan menurunnya efisiensi penggunaan air (Taiz dan Zeiger 2002). Menurut Pantuwan et al. (2002), kemampuan tanaman untuk dapat bertahan dalam kondisi kekeringan sangat ditentukan oleh pemeliharaan potensial air tanaman dalam menentukan hasil gabah akhir. Pada kondisi kekeringan yang agak berat dan berkepanjangan, dibutuhkan genotipe yang mempunyai bahan kering tanaman yang lebih tinggi, karena genotipe ini mempunyai waktu penundaan pembungaan yang singkat, hasil gabah tinggi dan indeks respon kekeringan tinggi yang mengindikasikan pentingnya kemampuan untuk tumbuh selama masa cekaman yang berkepanjangan.

Pada kedelai, adaptasi tanaman toleran erat berhubungan dengan kemampuannya untuk memperbaiki sistem perakaran dan menurunkan permukaan

transpirasi (Hapsoh et al. 2004). Mekanisme menurunkan permukaan transpirasi dilakukan dengan penggulungan atau pelipatan daun. Perubahan pigmen fotosintesis mempunyai peran dalam mekanisme adaptasi yang dilakukan tanaman. Hal ini terjadi ketika warna hijau memudar bahkan sampai menjadi coklat, diduga pigmen karotenoid berperan sebagai pemanen cahaya dan sebagai pelindung dari kerusakan oksidatif akibat kekeringan seperti peran (Jaleel et al. 2009). Pada kacang polong, warna hijau yang pucat kemungkinan mengindikasikan kandungan klorofil yang rendah dan kuantitas kompleks antena yang rendah pada setiap pusat reaksi fotosistem II. Dalam kekeringan, kondisi ini memungkinkan rendahnya absorpsi radiasi yang menyebabkan penurunan stres panas dan risiko eksitasi berlebihan dari pusat reaksi fotosistem II (Sa’nchez et al. 2001).

4. Toleransi Cekaman Aluminium

Pengujian cekaman Al selama 14 hari di media hara (kultur hara) menghasilkan sidik ragam seperti tercantum pada Tabel 17. Pemberian Al berpengaruh sangat nyata terhadap peubah-peubah yang diamati kecuali pada bobot kering akar. Perubahan ini menunjukkan pertumbuhan tanaman nyata terhambat oleh pemberian Al. Pengaruh galur juga sangat nyata terhadap peubah-peubah yang diamati kecuali pada nisbah akar tajuk. Interaksi antara pemberian Al dengan galur berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan panjang akar.

Tabel 17 Hasil sidik ragam peubah-peubah yang diamati dalam uji cekaman aluminium pada bibit umur 14 hari di dalam media hara

Peubah F Hitung Koefisien Keragaman Kandungan aluminium Galur Interaksi kandungan aluminium dengan galur Tinggi tanaman 274.20** 22.43** 2.59** 7.07 Panjang akar 759.33** 65.41** 15.89** 11.04 Bobot kering akar 2.56 7.85** 0.77 16.73 Bobot kering tajuk 54.80** 5.26** 1.17 19.18 Bobot kering

tanaman 45.61** 6.86** 1.08 16.61

Nisbah akar tajuk 57.02** 1.77 1.07 17.33

ǂ* dan ** berpengaruh nyata pada α 5% dan 1%.

Penggunaan konsentrasi 60 ppm Al (2.22 µmol) diharapkan dapat menghasilkan galur-galur hasil kultur antera yang konsisten toleran saat diuji dengan uji cepat fase bibit dan saat ditanam di lapangan dengan kondisi cekaman Al. Pertumbuhan tajuk terhambat kemungkinan disebabkan oleh terhambatnya akar tanaman dalam menyerap unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor dan kalium karena adanya Al di akar. Sistem perakaran tidak berkembang sebagai

Dokumen terkait