• Tidak ada hasil yang ditemukan

Structural Equation Modeling (SEM)

Penelitian ini menggunakan alat analisis SEM dengan pendekatan Partial Least Squares (PLS). SEM lebih powerful, ilustratif dan kokoh dibanding teknik multivariate biasa dalam menguji dan mengukur interaksi, kesalahan pengukuran ataupun non linearitas model (Latan 2013). Analisis SEM terdiri dari dua sub model yaitu model pengukuran (measurement model) atau sering disebut outer model dan model struktural (structural model) atau sering disebut inner model.

SEM-PLS bertujuan untuk menguji hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat apakah ada hubungan atau pengaruh antar konstruk tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Kendal

Kabupaten Kendal merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kendal memiliki letak strategis yang berada pada jalur utama bagian utara Pulau Jawa yang terletak 25km sebelah barat Kota Semarang. Kendal dilalui jalan Pantura yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya yang yang terbagi menjadi 20 kecamatan, 256 desa dan 20 kelurahan. Berdasarkan data Bapedda (2014) Kabupaten Kendal terdapat 1880 industri rumahan yang tersebar yang terdiri tahap pemula, berkembang dan maju. Berdasarkan data yang diperoleh dari survei pada tahun 2014 yang dilakukan oleh tim teknis proyek Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak maka didapatkan data mengenai jumlah pelaku usaha industri rumahan di setiap kecamatan pada Tabel 3.

Tabel 3 Gambaran umum jumlah pelaku usaha Kabupaten Kendal

No Kecamatan Pemula Berkembang Maju Total

1 Kendal 5 2 1 8

12

No Kecamatan Pemula Berkembang Maju Total

3 Gemuh 1 5 - 6 4 Singorojo 1 - - 1 5 Boja 1 3 2 6 6 Patean - 2 - 2 7 Weleri - 1 - 1 8 Cepiring 2 3 - 5 9 Patebon 5 - 2 7 10 Brangsong 1 1 1 3 11 Kaliwungu 8 11 4 23 12 Kaliwungu 2 4 - 6 13 Kaliwungu Selatan 1 2 - 3 14 Kangkung - 3 - 3 15 Limbangan - 1 - 1 16 Pengandon 2 2 - 4 17 Ringinarum 3 2 - 5 18 Sumberejo 1 - - 1 Total 37 44 11 92

Sumber: Survei Tim Teknis Proyek KPPPA, 2014

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa Kecamatan Patebon memiliki jumlah pelaku usaha pada tahap pemula yang cukup banyak dibandingkan dengan kecamatan lain yaitu sebanyak lima usaha industri rumahan sehingga perlu diberikan arahan untuk mengembangkan usahanya.

Usaha industri rumahan di Kecamatan Patebon memiliki jenis usaha beragam, yang terdiri dari kerajinan, pertanian dan makanan. Adapun lima usaha industri rumahan tersebut dijelaskan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pelaku usaha industri rumahan Kecamatan Patebon

No Nama pelaku usaha Alamat Usaha

1 Siti Aisyah Griya Pesona Asri, Kav. 5 Tambak

Rejo (085325520979)

Kerajinan daur ulang.

2 Siti Nurwahidah Lanji 02 / I (087832246237) Jamur tiram

3 IbuUlil (Bp. Muhtadin) Gg. Jagalan 45 I / IV, Penanggulan (085225595443)

Kerupuk kulit

4 Rukimah Kartika Jaya 01 / III (085226152628) Kerupuk tancang dan

mangrove

5 Masiroh Purwosari 13 / III Batik

Produk yang dihasilkan oleh usaha industri rumahan merupakan produk olahan sederhana. Usaha kerajinan berupa usaha daur ulang dari limbah plastik serta kerajinan batik tulis dan cap sedangkan produk makanan terdiri dari kerupuk kulit sapi dan kerbau serta kerupuk tancang dan mangrove, pada produk pertanian yaitu budidaya jamur tiram, yang mana pelaku usaha menggunakan peralatan produksi sederhana dalam pengolahan.

13

Karakteristik Pelaku Usaha Industri Rumahan

Pelaku usaha industri rumahan yang dijadikan responden pada penelitian ini merupakan pelaku usaha yang terdapat di Kecamatan Patebon dengan jumlah 34 responden. Adapun karakteristik pelaku usaha industri rumahan di Kecamatan Patebon dijelaskan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik pelaku usaha industri rumahan

No Karakteristik Pelaku Usaha Industri Rumahan Jumlah (n=34)

n %

1 Umur pelaku usaha 1) <30 tahun 2) 30-40 tahun 3) >40-50 tahun 4) >50 tahun 5 12 12 5 14,6 35,2 35,3 14,7 2 Pendidikan Formal 1) Tidak Bersekolah 2) SD/MI 3) SMP/MTs 4) SMA/SMK/MA 5) Perguruan Tinggi 2 7 11 13 1 5,9 20,6 32,4 38,2 2,9 3 Alasan berusaha

1) Mengikuti jejak orang tua 2) Diajak teman/tetangga 3) Tidak punya pilihan

4) Usaha ini ada harapan (menguntungkan)

4 6 3 21 11,8 17,6 8,8 61,8 4 Pekerjaan sebelumnya 1) Petani 2) Peternak 3) Karyawanswasta 4) Guru/PNS 5) TNI 6) Tidak Ada 7 1 8 0 0 18 20,6 2,9 23,5 0,0 0,0 52,9

5 Apa usaha tersebut masih berlangsung? 1) Ya 2) Tidak 28 5 84,8 15,2 6 Awal mula menjalankan usaha

1) Dari awal sampai sekarang ikut keluarga 2) Awalnya ikut keluarga, setelah usahanya

jalan, lalu mengelola sendiri

3) Ikut keluarga kurang dari enam bulan 4) Tidak mengikuti dari keluarga dalam

mengelola usaha ini

4 4 0 26 11,8 11,8 0,0 76,5

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 5, mayoritas (76.5 persen) pelaku usaha industri rumahan menjalankan jenis usaha baru. Ide usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha didapatkan dari pelatihan yang diadakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Desperindag) Kabupaten Kendal. Hal ini membantu pelaku usaha dalam mengembangkan keterampilan serta membuka peluang usaha baru bagi masyarakat sekitar yang sebelumnya sebesar 52.9 persen tidak memiliki pekerjaan. Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah setempat

14

kepada beberapa pelaku usaha telah memberikan dampak yang positif, terbukti dalam waktu yang singkat jenis usaha yang dijalankan mengalami perkembangan yang cukup signifikan, hal tersebut dikarenakan mayoritas 38.2 persen pelaku usaha lulusan SMA/SMK/MA sehingga mampu menerapkan pelatihan yang didapatkan menjadi suatu usaha industri rumahan.

Sumber daya alam sekitar yang dapat dimanfaatkan menjadi salah satu alasan mengapa usaha industri rumahan ini perlu dikembangkan. Oleh karena itu, sebanyak 61.8 persen pelaku usaha merasa usaha yang dijalankan memiliki harapan atau dapat memberikan keuntungan secara finansial dalam membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, usia pelaku usaha yang mayoritas berada pada usia produktif (>40-50 tahun) sebesar 35.3 persen memungkinkan setiap pelaku usaha untuk mengembangkan lebih luas usaha industri rumahan yang dimiliki. Hal tersebut terbukti dengan sebesar 84.8 persen usaha industri rumahan masih berproduksi hingga saat ini. Pelaku usaha yang sudah memulai usaha nya mensosialisasikan kembali kepada masyarakat lainnya dalam melakukan usaha yang sama, sehingga usaha industri rumahan di Kecamatan Patebon dapat berkembang dengan cepat dalam mendukung Jawa Tengah yang akan dijadikan sebagai Daerah Padat Karya.

Karakteristik Profil Usaha Industri Rumahan

Kewirausahaan merupakan pekerjaan yang cukup menjanjikan karena penghasilan diperoleh secara mandiri dan mampu memberikan motivasi kepada pemilik untuk mencapai target penjualan yang diinginkan (Cahya 2014). Karakteristik profil usaha industri rumahan di Kecamatan Patebon dijelaskan pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik profil usaha industri rumahan

No Karakteristik Usaha Industri Rumahan Saat Ini Kec. Patebon (n=34)

N % 1 Lama Usaha 1) <1 tahun 2) 1-3 tahun 3) 3-6 tahun 4) 6-9 tahun 5) 9-12 tahun 6) >12 tahun 2 22 5 1 3 1 5,9 64,7 14,7 2,9 8,8 2,9 2 Omset rata-rata perbulan (Rp)

1) <2. 000. 000 2) 2. 000. 001-4. 000. 000 3) 4. 000. 001-6. 000. 000 4) 6. 000. 001-8. 000. 000 5) 8. 000. 001-10. 000. 000 6) >10. 000. 000 21 10 2 0 0 1 61,8 29,4 5,9 0 0 2,9 3 Berapa kali Ibu bepergian ke luar desa/daerah untuk

menjalankan usaha ini ? Tidak pernah

1-5 kali/per bulan 6-10 kali/per bulan Diatas 11 kali/per bulan

1 18 4 2 4,0 72,0 16. 0 8,0 4 Apakah usaha ini menjadi sumber pendapatan utama

keluarga ?

15

No Karakteristik Usaha Industri Rumahan Saat Ini Kec. Patebon (n=34)

N %

2) Sebagai tambahan pendapatan keluarga 3) Menjadi sumber utama 4) Sangat menjadi sumber utama

26 3 5 76,5 8,8 14,7 5 Dengan usaha ini kebutuhan keluarga terpenuhi berapa

persen ? 1) 0 -25 % 2) 26 – 50 % 3) 51 – 75 % 4) 76 – 100 % 14 12 7 1 41,2 35,3 20,6 2,9 6 Selain usaha ini apakah Ibu punya usaha lain?

1) Tidak punya 2) Punya satu lagi 3) Punya dua lagi 4) Punya tiga lagi

16 14 3 1 47,1 41,2 8,8 2,9 Mayoritas sebesar 61.8 persen usaha industri rumahan yang berjalan saat ini memiliki omset rata-rata < 2000000 per bulan, mengingat usaha tersebut merupakan usaha yang baru berproduksi selama 1-3 tahun (64.7%), di mana pada jangka waktu tersebut usaha industri rumahan masih dalam tahap pengenalan serta pengembangan sehingga belum dapat mencapai omset yang diinginkan. Oleh sebab itu, sebesar 76.5 persen pelaku usaha menjadikan keuntungan yang didapatkan dari usaha industri rumahan yang dimiliki sebagai tambahan pendapatan keluarga di mana 41.2 persen pelaku usaha merasa pendapatan yang didapatkan dari usaha tersebut hanya dapat memenuhi 25 persen dari total kebutuhan sehari-hari.

Sebagian besar pelaku usaha berharap usaha industri rumahan yang dimiliki menjadi usaha yang besar. Oleh sebab itu, pelaku usaha terus melakukan berbagai langkah dalam mencapai visi yang dimiliki sehingga perlu adanya penunjang serta langkah yang tepat bagi pelaku usaha menjalankan usahanya. Salah satu bentuk penunjang pelaku usaha yaitu dengan melakukan kegiatan diluar desa atau daerah, mayoritas 72 persen pelaku usaha melakukan kegiatan pengembangan usaha sebanyak 1-5 kali per bulan. Kegiatan tersebut berupa mengikuti pameran, pelatihan maupun studi banding. Oleh karena itu, sebesar 47.1 persen pelaku usaha tidak memiliki usaha sampingan lain, hal ini disebabkan karena pelaku usaha yang ingin berfokus dalam menjalankan pengembangan usaha industri rumahan yang sedang dijalani yang memiliki kategori usaha cukup menjanjikan.

Analisis Transformasi Indek

Analisis Transformasi Indek digunakan untuk mengukur kemampuan pencapaian pelaku usaha dalam penerapan entrepreneurial marketing, pengembangan usaha serta keberlanjutan usaha industri rumahan di Kecamatan Patebon. Adapun pencapaian terhadap entrepreneurial marketing sebesar 63 persen, pengembangan usaha sebesar 59 persen dan keberlanjutan usaha sebesar 60 persen.

Kemampuan Entreprenueurial Marketing

Kemampuan entrepreneurial marketing dalam menerapkan konsep, strategi, metode dan intelegensi pasar pada usaha industri rumahan di Kecamatan Lanjutan Tabel 6

16

Patebon, kemampuan EM berdasarkan hasil analisis transformasi indek mencapai 63 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar usaha industri rumahan ini memiliki potensi cukup besar untuk terus dikembangkan, seperti yang dijelaskan pada Gambar 4.

Gambar 4 Indek entrepreneurial marketing

(Sumber: Penelitian KPPPA dengan PKGA LPPM IPB 2014, data sekunder diolah 2015)

Kemampuan dalam penggunaan metode yang mengacu pada pemasaran interaktif dan word-of-mouth menjadi kemampuan entrepreneurial marketing

terbesar yang dimiliki oleh pelaku usaha yaitu 68 persen. Pelaku usaha menggunakan metode pemasaran sederhana dan interaktif seperti penjualan secara langsung (direct selling) dan word-of-mouth marketing karena hal ini mudah dilakukan, tidak membutuhkan biaya yang banyak serta waktu yang relatif cepat seperti yang dilakukan oleh usaha tani jamur, di mana pelaku usaha melakukan sistem penjualan langsung kepada pelanggan, usaha kerupuk kulit yang mengandalkan sistem pemasaran berjalan dengan menjual produk secara berpindah menggunakan mobil sebagai tempat berjualan dan usaha daur ulang yang memanfaatkan komunitas sebagai sarana berjualan dengan tujuan pemasaran

word-of-mouth dapat berjalan. Pelaku usaha memperluas penjualan produk dengan mencari konsumen yang memiliki kesamaan profil melalui direct selling

dengan cara pemasaran word of mouth (Hadiyati 2009). Oleh sebab itu, penggunaan metode yang berorientasi pada pemasaran interaktif dapat membantu pelaku usaha dalam meningkatkan penjualan dengan mencari konsumen yang tepat serta menerapkan entrepreneurial marketing dengan baik.

Selanjutnya, kemampuan pelaku usaha dalam menerapkan strategi sebesar 66 persen. Kemampuan penerapan strategi membahas tentang pendekatan bottom-up. Pelaku usaha melakukan produksi berdasarkan permintaan atau kebutuhan konsumen sehingga membantu dalam mengenal serta memahami preferensi kebutuhan dan keinginan konsumen seperti yang dilakukan pada usaha tas daur ulang, pada awalnya usaha ini berfokus pada pembuatan tas saja akan tetapi setelah pelaku usaha mendapat permintaan produk lain dari konsumen, maka pelaku usaha membuat produk lain seperti tempat tisu, dompet dan tempat aqua. Hal ini dilakukan karena peran pelaku usaha sangat kuat dalam meng-custom-isasi kebutuhan konsumen (Sarma 2013), dan sehingga apabila pelaku usaha menggunakan strategi dengan target bottom-up dengan baik dalam penerapan

entrepreneurial marketing maka akan meningkatkan permintaan sekaligus meningkatkan pendapatan bagi usaha nya.

0 20 40 60 80 62 66 68 60

Konsep Strategi Metode Intelegensi Pasar

17 Menurut Fuad et al (2005), unsur-unsur penting dalam wiraswasta yaitu unsur keterampilan, pengetahuan, sikap mental dan kewaspadaan. Indikator konsep yang berorientasi pada inovasi serta penilaian kebutuhan pasar secara intuitif mencapai tingkat persentase sebesar 62 persen. Pada usaha kerupuk mangrove, pelaku usaha berinovasi dengan tidak hanya menjadikan buah mangrove dan tancang sebagai kerupuk melainkan juga membuat sebagai tepung. Kemampuan dalam melakukan inovasi menjadi penting mengingat kebutuhan pasar yang mengalami perubahan dengan cepat. Oleh karena itu, pelaku usaha perlu menggunakan konsep yang berorinetasi inovasi dalam penerapan

entrepreneurial marketing agar usaha industri rumahan yang termasuk dalam kategori usaha kecil dan rentan ini tetap bertahan dan maju, hal ini didukung dengan pernyataan menurut Sarma (2013) inovasi produk dapat dijadikan sebagai ukuran yang relevan atas pertumbuhan, profitabilitas, dan kelangsungan hidup UKM yang baru berkembang.

Intelegensi pasar atau kemampuan pelaku usaha dalam pengumpulan informasi memiliki persentase sebesar 60 persen. Menurut Sarma (2013) karakteristik jaringan pemasaran dalam konsep entrepreneurial marketing bersifat informal, interaktif, dapat dipertukarkan, terpadu, serta sangat terfokus disekitar pengusaha rumahan dan menengah. Metode informal seperti pengamatan pribadi atau pengumpulan informasi melalui kontak jaringan mereka dapat membuka peluang informasi yang lebih terbuka bagi usaha tersebut, seperti hal nya pada usaha kerupuk kulit yang mendapatkan keuntungan berada dalam jaringan informal berupa informasi mengenai bagaimana menghilangkan bau pada bahan baku kulit sapi dan kerbau. Apabila pelaku usaha memanfaatkan adanya jaringan informal dengan baik dalam penerapan entrepreneurial marketing maka dapat membantu pelaku usaha dalam memperluas koneksi untuk mempermudah penjualan dan penerimaan informasi.

Kemampuan Pengembangan Usaha

Mayoritas usaha industri rumahan ini berada pada tahap pemula, akan tetapi kemampuan pengembangan usaha pada kategori yang baik dengan tingkat pencapaian sebesar 59 persen. Pengembangan usaha dilakukan dengan cara memperkenalkan produk dengan mengikuti pameran serta menjadikan produk sebagai oleh-oleh khas Kendal. Instansi pemerintah setempat (Desperindag) terus memberikan dukungan bagi pelaku usaha dengan mengundang setiap pelaku usaha dalam menghadiri pameran serta terus memberikan pelatihan dalam bidang produksi serta pengorganisasian untuk membantu pelaku usaha dalam mengembangkan usaha mereka. Oleh sebab itu, atas dukungan dari pemerintah setempat maka usaha industri rumahan di Kecamatan Patebon khususnya dapat berkembang dengan signifikan. Adapun kemampuan terhadap pengembangan usaha dijelaskan pada Gambar 5.

18

Gambar 5 Indek pengembangan usaha

(Sumber: Penelitian KPPPA dengan PKGA- LPPM IPB 2014, data sekunder diolah 2015) Tingkat kemampuan pengembangan usaha paling tinggi sebesar 68 persen dengan mendapatkan tambahan modal usaha. Tambahan modal usaha yang didapatkan oleh pelaku usaha tidak hanya berupa bantuan yang bersifat finansial melainkan dapat berupa non finansial seperti alat produksi yang dapat digunakan oleh pelaku usaha sebagai modal dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produk seperti pada usaha kerupuk tancang dan mangrove yang telah mendapatkan bantuan mesin produksi dari pemerintah, sehingga membantu pelaku usaha untuk meningkatkan produksi dalam memenuhi permintaan.

Kemampuan pengembangan usaha industri rumahan termasuk dalam kategori yang baik di mana hal ini dapat tercermin dari kemudahan memperoleh bahan baku serta kemampuan bersaing dengan produk sejenis memiliki kesamaan persentase sebesar 63 persen. Kemudahan dalam memperoleh bahan baku disebabkan karena pelaku usaha dapat memperoleh dari sumber daya alam sekitar, seperti hal nya pada usaha tas daur ulang di mana bahan baku diperoleh dengan membeli secara kiloan di pengumpul barang bekas atau mendapatkan dari kerabat. Selain itu, setiap produk memiliki ciri khas khusus jika dibandingkan dengan produk sejenis. Hal ini terlihat pada usaha batik, di mana usaha ini menggunakan tinta yang berbeda dengan usaha batik sejenis lainnya, yaitu menggunakan tinta ramah lingkungan yang tidak mencemari lingkungan dan warna tinta lebih pekat serta tahan lama dibandingkan dengan tinta yang digunakan pelaku usaha batik lainnya. Oleh sebab itu, dengan kemudahan pelaku usaha dalam memperoleh bahan baku serta kualitas produk yang mampu bersaing maka pelaku usaha dapat memberikan harga produk yang mampu bersaing dengan produk sejenis dengan biaya produksi yang lebih rendah sehingga usaha mampu berkembang. Hal ini juga didukung oleh pernyataan menurut Surya (2014) suatu usaha dapat dikatakan berkembang apabila dapat bertahan dalam persaingan usaha sejenis.

Indikator pengembangan usaha dalam hal kemudahan memperoleh dana dari bank sebesar 46 persen. Menurut Setiawati (2013) modal merupakan faktor penting dalam memulai serta mengembangkan suatu kegiatan usaha terutama bagi golongan ekonomi lemah termasuk industri rumahan. Mayoritas pelaku usaha

0 20 40 60 80 63 68 59 63 46

Memperoleh bahan baku dengan mudah Tambahan modal usaha

Produk dijual diberbagai pasar Mampu bersaing

Kemudahan memperoleh dana dari Bank (%)

19 masih kesulitan dalam mendapatkan pinjaman modal dari bank karena persyaratan rumit yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha serta skala usaha yang kecil apabila ingin mendapatkan pinjaman dengan bunga yang rendah. Kesulitan-kesulitan dalam mencari dana untuk alokasi modal bagi industri rumahan disebabkan keterbatasan dana pribadi dan juga kesulitan dalam melakukan pinjaman di lembaga keuangan atau bank (Indarwati 2006). Oleh sebab itu, mayoritas pelaku usaha lebih memilih menggunakan modal sendiri walaupun tidak terlalu banyak agar usaha nya dapat terus berkembang dengan perlahan.

Kemampuan Keberlanjutan Usaha

Berdasarkan analisis indek, kemampuan keberlanjutan usaha mencapai 60 persen. Mengingat mayoritas lama usaha masih sekitar 1-3 tahun serta usia produktif pelaku usaha maka keberlanjutan terhadap usaha memiliki harapan dan potensi yang baik dimasa depan. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha industri rumahan harus terus menjaga kualitas produk, melakukan inovasi untuk meningkatkan permintaan konsumen agar usaha dapat terus berlanjut sesuai dengan harapan. Kemampuan keberlanjutan usaha dijelaskan pada Gambar 6.

Perluasan wilayah pemasaran produk menjadi indikator utama pada langkah keberlanjutan usaha dengan persentase sebesar 72 persen. Pelaku usaha tidak menetapkan segmentasi pasar terhadap produk mereka melainkan dengan memperluas pemasaran dengan mencari konsumen dengan profil yang sama karena menurut Septiani (2012) pada dasarnya segmen dan target pasar dibentuk oleh proses eliminasi dan seleksi mandiri. Selain itu, pemasaran word-of-mouth

seringkali tidak disengaja, seperti konsumen yang baru datang karena rekomendasi konsumen awal. Seperti hal nya pada usaha daur ulang, di mana pelaku usaha memanfaatkan komunitas ibu-ibu arisan sebagai konsumen, ketika salah satu anggota arisan membeli dan menyukai maka secara tidak langsung konsumen tersebut akan menawarkan tas daur ulang tersebut secara word-of-mouth kepada kerabatnya. Hal ini sangat mendukung usaha industri rumahan dalam keberlanjutan usaha nya, pelaku usaha tidak perlu khawatir produk tidak

0 20 40 60 80 58 56 72 57 59

Jumlah pelanggan (tahun) Pelanggan yang tidak loyal Wilayah pemasaran produk Pendapatan (keuntungan) usaha Tingkat kepuasan karyawan

(%)

Gambar 6 Indek keberlanjutan usaha

(Sumber: Penelitian KPPPA dengan PKGA-LPPM IPB 2014, data sekunder diolah 2015)

20

laku, karena pelaku usaha dapat menjual produk kepada konsumen dengan profil berbeda sehingga keuntungan dapat terus didapatkan.

Tingkat kepuasan karyawan berada pada urutan kedua dengan persentase sebesar 59 persen. Pada beberapa usaha industri rumahan di Kecamatan Patebon hubungan antara karyawan dengan pemilik terjalin dengan baik, hal ini karena adanya rasa saling membutuhkan satu sama lain sehingga tujuan pemilik usaha dapat dicapai secara bersama-sama. Pada usaha kerupuk kulit dan batik, Pelaku usaha tidak sungkan dalam memberikan rahasia usaha nya kepada karyawan, pemilihan bahan baku yang terbaik, proses pengolahan hingga pemasaran produk diajarkan oleh pelaku usaha kepada karyawan. Selain itu, pemilik membagi pekerjaan kepada karyawan sesuai dengan kemampuan. Pelaku usaha berharap agar karyawan dapat mengembangkan potensi diri serta mampu menjaga kualitas produk sehingga dapat terjadi hubungan timbal balik antar pelaku usaha dengan karyawan dalam menjaga keberlanjutan usaha industri rumahan yang dijalankan.

Keberlanjutan suatu usaha dapat diukur dari jumlah pelanggan yang terus meningkat setiap tahunnya yakni peningkatan jumlah pelanggan dengan persentase sebesar 58 persen. Meningkatnya pelanggan tiap tahun disebabkan oleh kemampuan pelaku usaha dalam memenuhi permintaan konsumen serta menjaga kepercayaan konsumen dengan terus meningkatkan pelayanan serta kualitas produk. Menurut Sarma (2013) entrepreneurial marketing merupakan pendekatan oportunistik di mana pelaku usaha lebih proaktif mencari cara baru untuk menciptakan nilai yang diinginkan pelanggan. Seperti pada usaha batik, di mana pelaku usaha menerima pesanan khusus terhadap motif batik yang diinginkan oleh konsumen, maka hal ini memberikan nilai tambah bagi konsumen. Usaha industri rumahan yang tergolong dalam kategori usaha dalam skala kecil, memungkinkan pelaku usaha dalam memenuhi permintaan khusus konsumen, maka hal ini dapat mendukung peningkatan jumlah pelanggan sehingga menjadi salah satu faktor yang mendukung keberlanjutan usaha.

Implementasi keberlanjutan usaha terkait pendapatan usaha (keuntungan) sebesar 57 persen. Entrepreneurial marketing mengukur keberhasilannya melalui besarnya keuntungan yang didapat (Sarma 2013). Penggunaan penerapan

entrepreneurial marketing yang tepat dapat membantu pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan dalam menjaga keberlanjutan usaha. karena

entrepreneurial marketing lebih berfokus pada keuntungan bukan penjualan. Usaha kerupuk kulit, tas daur ulang dan batik sudah mendapatkan keuntungan yang tinggi bila dibandingkan dengan usaha tani jamur dan kerupuk mangrove. Pendapatan dari keuntungan dalam usaha menjadi hal yang penting bagi keberlanjutan usaha, maka pelaku usaha perlu meningkatkan perlu menerapkan konsep, strategi, metode dan intelegensi pasar dengan baik.

Pelanggan yang tidak loyal memiliki persentase sebesar 56 persen. Hal ini berakibat dari kurangnya intensitas berinteraksi antara pelaku usaha dengan konsumen khususnya di luar Patebon sehingga dapat menimbulkan isu-isu negatif yang beredar seperti yang dialami oleh usaha kerupuk mangrove dan tancang yang buah nya (bahan dasar) sebelum diolah mengandung zat beracun akan tetapi tidak berbahaya setalah dilakukan pengolahan namun karena kurangnya interaksi maka mengakibatkan konsumen tidak melakukan pembelian ulang. Selain itu, seringkali konsumen di luar Jawa Tengah yang ingin membeli kembali produk tersebut mengalami kesulitan untuk mendapatkan produk itu kembali maka hal tersebut

21 dapat menjadi penyebab pelanggan menjadi tidak loyal. Kualitas dan kuantitas juga dapat menjadi pengaruh pelanggan tidak loyal karena dapat berakibat pelaku usaha tidak mampu memenuhi keinginan konsumen seperti pada usaha jamur, apabila pelaku usaha tidak mampu memenuhi permintaan jamur dengan kualitas terbaik dan jumlah sesuai permintaan konsumen maka akan mengakibatkan

Dokumen terkait