• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Penelitian ini dilakukan di daerah dengan ketinggian lebih dari 490 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis yang dijadikan tempat penelitian ini sebagian besar berupa terasering karena daerahnya berbentuk lereng-lereng. Tanaman manggis ditanam dengan jarak tanam sekitar 3x3 m. Tanaman manggis tersebut tumbuh dengan baik karena tanaman ternaungi oleh tanaman durian dan melinjo yang tumbuh di sekitarnya.

Gambar 1. Tanaman manggis yang digunakan sebagai bahan percobaan Selama penelitian berlangsung, data iklim yang tercatat oleh Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor, menunjukkan bahwa suhu rata-rata bulanan di sekitar tempat penelitian adalah 25.10C dan kelembaban udara rata-rata 86.2%. Adapun curah hujannya adalah 210 mm/bulan dengan hari hujan mencapai 74 hari. Menurut Sidik (2004), tanaman manggis dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kelembaban udara sekitar 80% dan kondisi curah hujan tahunan 1 500 – 2 500 mm/tahun (www.ristek.go.id). Adapun suhu yang dibutuhkan oleh tanaman manggis berkisar antara 250C – 350C (Ashari, 2006).

Struktur tanah yang menjadi tempat tumbuhnya tanaman manggis ini lebih didominasi oleh struktur liat. Derajat keasaman tanah di area penanaman juga sangat tinggi (asam). Selain itu, tanah menjadi sangat lengket dan licin dalam kondisi basah terutama setelah terguyur air hujan.

Hama yang banyak ditemukan pada tanaman manggis selama penelitian berlangsung adalah semut (Formica sp.). Semut-semut tersebut tidak terlalu mempengaruhi produktivitas tanaman manggis, namun keberadaanya cukup mengganggu selama proses pemanenan, distribusi buah bahkan saat akan dikonsumsi. Adapun penyakit yang paling sering muncul adalah bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sp. dan Pestalotia flagisettula. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh Helminthosporium sp. yaitu munculnya bercak berwarna cokelat pada daun sedangkan P. flagisettula bercak berwarna kelabu pada bagian tengah daun.

Gambar 2. Daun manggis yang terserang penyakit bercak cokelat oleh cendawan Helminthosporium sp. (A) dan bunga manggis yang telah mekar (B)

Derajat Keasaman Tanah dan Kandungan Kalsium Tanah

Pemberian kalsium secara nyata dapat meningkatkan pH tanah dibandingkan kontrol. Tanaman manggis yang diberi penambahan unsur kalsium dengan dosis 3.5 ton Ca2+/ha mengalami peningkatan pH tanah tertinggi meskipun hasilnya tidak signifikan dengan perlakuan pemberian dosis kalsium 2.5 dan 3.0 ton Ca2+/ha. Derajat keasaman tanah yang menurun ini diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah serta memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Selain itu, menurut Hardjowigeno (2003), peningkatan pH tanah juga dapat meningkatkan kadar bahan organik dalam tanah. Menurut Hakim dalam Nyakpa (1988), perbaikan sifat-sifat tanah dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar menjadi lebih baik. Dengan demikian, penyerapan air dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya akan semakin baik pula.

A

Tabel 1. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Kalsium terhadap pH Tanah dan Kandungan Kalsium Tanah

pH tanah (H2O)

Perlakuan Dosis Kalsium Sebelum

dikapur Sesudah dikapur Ca tanah (mek/100g) 0 ton Ca2+/ha 4.43 4.77b 2.5c

2.5 ton Ca2+/ha 4.73 5.87a 13.1b

3.0 ton Ca2+/ha 4.57 6.20a 29.2a

3.5 ton Ca2+/ha 4.47 6.53a 32.4a

Uji F tn * **

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% (*) dan 1% (**)

tn : tidak berbeda nyata

Hasil analisis kalsium tanah pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa kandungan unsur hara tersebut berbeda sangat nyata antara perlakuan kontrol dengan perlakuan pemberian kalsium pada berbagai dosis. Antara perlakuan pemberian dosis kalsium juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Peningkatan kalsium tanah tertinggi terdapat pada perlakuan dosis kalsium 3.5 ton Ca2+/ha meskipun tidak signifikan dengan dosis 3.0 ton Ca2+/ha, sedangkan kandungan kalsium tanah terendah terdapat pada perlakuan kontrol. Menurut Hardjowigeno (2003), ketersediaan unsur kalsium dalam tanah dapat ditingkatkan dengan memberikan kapur atau pupuk kalsium. Unsur kalsium yang terdapat pada tanah ini nantinya akan diserap oleh tanaman kemudian digunakan dalam pembentukan struktur dan permeabilitas membran serta aktivator beberapa enzim, salah satunya adalah enzim -amilase.

Skoring Getah Kuning

Skoring getah kuning pada kulit buah (Tabel 3) menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan kontrol (0 ton Ca2+/ha) dengan pemberian kalsium dengan dosis 3.5 ton Ca2+/ha. Tanaman manggis yang tidak diberi penambahan kalsium akan menghasilkan buah dengan tingkat keparahan getah kuning yang tinggi meskipun hasilnya tidak signifikan dengan pemberian kalsium dosis 2.5 dan 3.0 ton Ca2+/ha. Getah kuning yang terdapat pada kulit buah dapat saja

berasal dari tetesan getah pada bagian tanaman manggis lainnya yang terluka dan letaknya berada di atas buah manggis tersebut.

Tabel 2. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Kalsium terhadap Skor Getah Kuning Buah Manggis

Getah Kuning Perlakuan Dosis Kalsium

Kulit Buah Aril Buah

0 ton Ca2+/ha 3.72a 1.54

2.5 ton Ca2+/ha 2.83ab 1.43

3.0 ton Ca2+/ha 2.81ab 1.42

3.5 ton Ca2+/ha 1.87b 1.30

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Berdasaran Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa pengaruh pemberian kalsium melalui pengapuran tidak berbeda nyata terhadap getah kuning untuk setiap perlakuan. Hal ini dikarenakan getah kuning pada kontrol sudah tergolong rendah. Selain itu, getah kuning pada aril buah memang jarang ditemukan karena getah kuning yang terdapat pada saluran kanal bercabang akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya umur buah manggis. Getah kuning pada aril lebih banyak terjadi akibat rusaknya saluran getah kuning ketika buah masih muda.

Gambar 3. Persentase Layak Tidaknya Buah Manggis untuk Tujuan Ekspor Berdasarkan Skor Getah Kuning pada Kulit Buah

Diagram di atas merupakan gambaran mengenai buah layak ekspor dan tidak layak ekspor yang dikelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada kulit buah manggis. Skor 1 hingga skor 3 masih digolongkan sebagai buah yang layak ekspor sedangkan skor 4 dan 5 sudah tidak layak ekspor. Berdasarkan

gambar tersebut, dapat diketahui bahwa pada perlakuan kontrol, jumlah buah yang layak untuk diekspor berjumlah 33.33%. Hal ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah buah yang tidak layak ekspor, yaitu sebesar 66.67%. Namun pada perlakuan aplikasi kalsium dengan dosis 2.5 – 3.5 ton Ca2+/ha, jumlah buah layak ekspor lebih banyak dibandingkan dengan buah tidak layak ekspor. Pada perlakuan 3.5 ton Ca2+/ha, persentase jumlah buah layak ekspor (93.33%) jauh lebih banyak dibandingkan dengan buah tidak layak ekspor (6.67%).

Gambar 4. Persentase Layak Tidaknya Buah Manggis untuk Tujuan Ekspor Berdasarkan Skor Getah Kuning pada Aril Buah

Pengelompokkan layak tidaknya buah manggis untuk tujuan ekspor juga dapat dilihat dari skoring getah kuning pada bagian aril buahnya. Buah layak ekspor memiliki skor getah kuning 1 – 2, sedangkan buah yang tidak ekspor memiliki skor 3 – 5. Pada Gambar 4, dapat diketahui bahwa masing-masing perlakuan memiliki jumlah buah layak ekspor yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor. Buah layak ekspor pada masing-masing perlakuan umumnya memiliki persentase jumlah buah yang hampir sama, yaitu antara 80% – 93%, sedangkan buah yang tidak layak ekspor berkisar antara 6% – 19%.

Menurut Ashari (2006), getah kuning yang keluar dan mengotori bagian kulit buah terjadi akibat pecahnya dinding saluran getah kuning. Saluran getah kuning tersebut pecah karena struktur dinding selnya lemah. Pemberian unsur kalsium melalui pengapuran ini akan meningkatkan sintesis kalsium pektat yang berperan dalam pembentukan lamela tengah dinding sel (Nyakpa, 1988). Dengan demikian, struktur dinding sel akan menjadi lebih kokoh sehingga sel tidak mudah pecah apabila terjadi pemuaian akibat imbibisi atau stres air. Jika keadaan ini

dapat tercapai, maka getah kuning tidak mudah mengotori buah, baik di kulit maupun aril buah manggis.

Gambar 5. Getah kuning membentuk jalur (A) dan gumpalan (B) pada bagian kulit buah manggis

Menurut Syah (2007), munculnya getah kuning tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu kandungan kalsium dalam buah, tetapi juga kondisi lingkungan tumbuh tanaman. Selain dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam tanaman, keberadaan getah kuning pada buah manggis juga dipengaruhi oleh serangan hama dan benturan ketika proses pemanenan (Ashari, 2006). Berdasarkan data cuaca yang terdapat pada Tabel Lampiran 17, curah hujan di tempat penelitian terjadi secara merata setiap bulannya dengan intensitas hari hujan yang hampir sama. Hal ini berarti bahwa semakin stabil ketersediaan air di dalam tanaman maka tingkat cemaran getah kuning pada buah manggis akan semakin berkurang.

Gambar 6. Aril buah bersih dari getah kuning (A) dan aril buah terkena getah kuning (B)

B A

Kandungan Kalsium Kulit Buah dan Daun Manggis

Kandungan kalsium pada kulit buah manggis tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Hal ini dimungkinkan karena kebutuhan unsur tersebut telah terpenuhi sehingga pemberian kalsium dengan jumlah berapapun tidak berpengaruh terhadap kandungan kalsium pada kulit buah. Hasil analisis kandungan kalsium pada kulit buah juga dipengaruhi oleh cara analisisnya dimana analisis kandungan kalsium pada kulit buah tidak dibedakan berdasarkan masing- masing bagian kulit buahnya (eksokarp, mesokarp dan endokarp). Hal ini diduga turut mempengaruhi hasil analisis kandungan kalsium pada kulit buah secara keseluruhan.

Analisis kandungan kalsium pada bagian daun manggis menunjukkan hasil yang berbeda dengan kulit buah. Pemberian dolomit sebagai salah satu sumber unsur kalsium cenderung dapat meningkatkan kandungan kalsium daun manggis secara nyata dibandingkan perlakuan kontrol. Aplikasi pemberian kalsium dengan dosis 3.0 ton Ca2+/ha dan 3.5 ton Ca2+/ha mempunyai kandungan kalsium tertinggi pada daun, yaitu 1.80%. Adapun kandungan kalsium terendah terdapat pada perlakuan kontrol, yaitu 1.23%.

Kalsium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Ca2+. Kandungan kalsium pada daun lebih banyak dibandingkan dengan kulit buah. Hal ini dikarenakan ion kalsium yang diserap oleh tanaman terlebih dahulu ditranslokasikan ke daun kemudian baru dilanjutkan ke buah. Menurut Nyakpa (1988), banyaknya kalsium pada daun juga dipengaruhi oleh proses transpirasi dimana pergerakan ion kalsium terjadi bersamaan dengan gerakan air (aliran massa). Semakin tinggi laju transpirasi daun pada suatu tanaman maka kandungan klasium pada daunnya juga akan tinggi pula. Selain itu, letak buah manggis terhadap daun yang berupa tipe terminal juga turut mempengaruhi banyaknya unsur kalsium yang dapat diserap oleh buah itu sendiri.

Tabel 3. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Kalisum terhadap Kandungan Kalsium pada Kulit Buah dan Daun Manggis

Kandungan Kalsium (%) Perlakuan Dosis Kalsium

Kulit Buah Daun

0 ton Ca2+/ha 0.18 1.23b

2.5 ton Ca2+/ha 0.13 1.58ab

3.0 ton Ca2+/ha 0.15 1.79a

3.5 ton Ca2+/ha 0.17 1.80a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 10%

Komponen Kualitas Buah Manggis

Kekerasan, Diameter dan Bobot Buah Manggis

Hasil pengukuran yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa setiap perlakuan aplikasi kalsium tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah. Menurut Qanytah (2004), kulit buah manggis dapat mengeras karena hilangnya cairan akibat proses penguapan. Hal ini menyebabkan sel menciut sehingga ruang antar sel semakin meyempit dan pektin akan berikatan satu sama lain.

Pengukuran diameter buah juga menunjukkan hasil yang tidak nyata untuk setiap perlakuannya. Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin besar diameter buah maka bobot totalnya akan semakin besar pula. Hal ini terjadi karena adanya penambahan luas dan volume buah dimana diameter buah yang semakin besar diharapkan akan menghasilkan edibel portion (bagian dapat dimakan) yang semakin banyak pula.

Tabel 4. Nilai Rataan Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Kalsium terhadap Kekerasan, Diamater dan Bobot Buah Manggis

Bobot Buah (gram) Perlakuan Dosis

Kalsium

Kekerasan Kulit (kg)

Diameter

(cm) Total Kulit Aril dan Biji

0 ton Ca2+/ha 0.84 5.61 84.87 58.23 26.64

2.5 ton Ca2+/ha 0.85 5.79 94.85 65.52 29.30

3.0 ton Ca2+/ha 0.86 5.90 98.66 70.13 28.52

3.5 ton Ca2+/ha 0.82 5.46 83.44 57.66 26.20

Hasil pengukuran bobot buah yang meliputi bobot total, kulit serta aril dan biji juga menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan ketersediaan unsur kalsium dalam tanah tidak memberikan pengaruh terhadap pembentukan dinding sel. Keadaan tersebut dapat saja dikarenakan setiap buah pada masing-masing perlakuan memiliki kemampuan yang sama dalam penggunaaan ion Ca2+ sebagai komponen penyusun lamela tengah pada dinding sel. Menurut Nyakpa (1988), meskipun kalsium merupakan bahan penyusun lamela tengah, namun tidak berarti bahwa lamela tengah mempunyai komposisi kalsium pektat.

Cita Rasa Buah Manggis

Pengaruh pemberian kalsium pada berbagai dosis tidak berbeda nyata terhadap padatan terlarut total, asam tertitrasi total maupun nisbah antara keduanya. Hal ini berarti bahwa penambahan unsur kalsium pada buah yang diberikan melalui aplikasi dolomit tidak berpengaruh terhadap kandungan padatan terlarut total, asam tertitrasi total dan nisbah PTT/ATT buah tersebut. Padatan terlarut total yang terdapat pada buah manggis berkisar antara 20.30 – 20.46 brix, sedangkan asam terlarut totalnya sebanyak 0.33 – 0.37 %. Nisbah PTT/ATT yang terukur pada penelitian ini adalah 54 – 63.

Tabel 5. Nilai Rataan Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Kalsium terhadap Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi Total (ATT) dan Nisbah PTT/ATT

Perlakuan Dosis Kalsium PTT (brix) ATT (%) PTT/ATT

0 ton Ca2+/ha 20.46 0.542 38.62

2.5 ton Ca2+/ha 20.43 0.584 36.27

3.0 ton Ca2+/ha 20.33 0.595 34.41

3.5 ton Ca2+/ha 20.30 0.597 33.88

Uji F tn tn tn

Menurut Santoso dan Purwoko (1995), padatan terlarut total dapat digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan pada buah. Hal ini dikarenakan gula merupakan komponen utama bahan padat yang terlarut. Pengukuran asam

tertitrasi total bertujuan untuk mengetahui kandungan asam organik pada buah. Menurut Lodh dan Pantastico (1986), keasaman tertitrasi meningkat sampai batas maksimum ketika mencapai puncak perkembangan. Kemudian, asam organik menurun selama proses pemasakan karena telah direspirasikan atau diubah menjadi gula (Santoso dan Purwoko, 1995). Nisbah PTT/ATT menggambarkan cita rasa yang dimiliki oleh suatu buah. Semakin tinggi perbandingan PTT/ATT maka mutu buah untuk dikonsumsi akan semakin baik pula (Singleton dan Gortner, 1965 dalam Lodh dan Pantastico, 1986).

Korelasi

Hasil uji korelasi pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa sebagian besar peubah yang diamati dalam penelitian ini tidak berkorelasi satu sama lain. Peubah pH tanah sesudah dikapur berkorelasi positif dengan kandungan kalsium dalam daun (r = 0.984). Kandungan kalsium tanah juga berkorelasi positif terhadap kandungan kalsium daun (r = 0.966). Peubah lain yang juga menunjukkan korelasi positif adalah diameter buah terhadap bobot total dan bobot kulit buah serta bobot total buah terhadap bobot kulit buahnya. Adapun kandungan kalsium tanah berkorelasi negatif terhadap padatan terlarut total dan nisbah PTT/ATTnya. Asam total tertitrasi buah manggis juga menunjukkan korelasi yang negatif terhadap nisbah PTT/ATTnya.

Peubah yang berkorelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi kenaikan nilai suatu peubah, maka nilai peubah lainnya akan semakin tinggi pula. Jika hasil uji korelasi suatu peubah bernilai negatif, maka hal itu berarrti bahwa penaikan nilai suatu peubah akan diikuti dengan penurunan nilai peubah lain yang dipengaruhinya.

Dokumen terkait