• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelepah kelapa sawit umumnya memiliki warna hijau dan tidak terdapat patahan atau kerusakan pada setiap bagian pelepah. Namun pelepah sengkleh memiliki perbedaan yaitu terdapat patah pada bagian pelepah sehingga terbentuk lekukan yang menyebabkan pelepah tersebut menggantung pada pohon. Awalnya daun yang semula hijau selanjutnya mengering dan berwarna coklat kehitaman pada daerah lekukan yang patah. Pelepah sengkleh dapat mengalami pembusukan dan terkadang terdapat jamur atau mikroorganisme di sekitar lekukan patah pelepah.

Fenomena pelepah sengkleh pada kelapa sawit banyak ditemukan pada nomor pelepah terbesar atau berada di lingkaran/rotasi terbawah tumbuhnya pelepah pada setiap pohon kelapa sawit. Menurut Agiariza (2009) nomor pelepah yang lebih besar mengindikasikan umur pelepah yang lebih tua, hal ini menunjukkan bahwa semakin tua umur pelepah maka tingkat kerusakan menjadi semakin besar. Pada Gambar 5 dapat dilihat pelepah sengkleh pada tanaman kelapa sawit.

Gambar 5. Pelepah Sengkleh pada Tanaman Kelapa Sawit.

Pengamatan sifat fisik pelepah kelapa sawit ini dilakukan pada elevasi tanam <200 m dpl di kebun percobaan pusat penelitian kelapa sawit Bukit

Sentang, kecamatan Babalan dan pada elevasi lahan tanam 200-400 m dpl di kebun PTPN IV Balimbingan Pematang Siantar. Dua bulan sebelum dilakukan pengambilan pelepah telah lebih dulu dilakukan pemangkasan pelepah (pruning). Menurut Tim Penulis PS (2000), biasanya rotasi pruning dilakukan waktu 6-8 bulan. Untuk tanaman muda yang belum menghasilkan buah, pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali. Sedangkan pada tanaman menghasilkan buah, 8 bulan sekali yaitu pada dua lingkaran daun tua.

Setiap lebar lekukan patahan yang terjadi bervariasi pada setiap pelepah kelapa sawit yang ditanam pada elevasi <200 m dpl dan 200-400 m dpl lahan tanam kelapa sawit. Umumnya memiliki lebar lekukan patahan yang ringan, sedang, dan berat.

Anatomi Pelepah Kelapa Sawit

Pengamatan bagian anatomi dari pelepah kelapa sawit berdasarkan pemotongan penampang melintang pelepah dapat dilihat pada Gambar 6. Secara makroskopis, pengamatan pelepah kelapa sawit memiliki bentuk atau struktur mirip seperti batangnya. Sedangkan dari irisan membujur, pelepah kelapa sawit memiliki vascular bundle yang jelas terlihat seperti silinder di antara parenkim (Gambar 6a). Seperti yang disebutkan oleh Erwinsyah (2008), kayu kelapa sawit mempunyai jaringan meristematik, korteks, xilem, floem dan jaringan parenkim. Korteks kayu kelapa sawit sangat tipis, mengandung fibrous strand yang lebar, dengan sedikit vascular bundle terpisah dari horizontal leaf-traces yang miring.

Gambar 6. (a) Bentuk vascular bundle dan (b) Penampang Potongan Melintang pelepah.

Pengamatan sifat anatomis pada pelepah kelapa sawit dilakukan secara mikroskopis. Pengamatan ini dilakukan dengan mikroskop Unico dengan perbesaran 10 x. Pengamatan dilakukan arah melintang pelepah yang dibagi menjadi 5 bagian, yaitu bagian kiri dan kanan melintang pelepah, bagian adaksial, tengah, dan abaksial (Gambar 6b). Pengamatan ini dilakukan terhadap pelepah pada elevasi tanam <200 m dpl dan 200-400 m dpl setiap posisi pelepah 17, 25 dan 33. Sifat anatomis yang diamati berupa sel-sel yang membentuk jaringan pada pelepah seperti vascular bundle dan sel-sel parenkim pada bagian adaksial, tengah, abaksial dan kedua ujung pelepah. Sistem pembuluh yang tampak pada pelepah terdiri atas berkas yang tersebar diseluruh jaringan dasar.

Pada sayatan melintang, struktur antomi kelapa sawit terdiri atas epidermis, parenkim dan vascular bundle yang tersebar dan diselubungi oleh jaringan penyokong seperti sklerenkim dan kolenkim. Gambaran histology pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 7.

b a Tengah Abaksial Adaksial Ujung Vascular bundle

Gambar 7. Histologi Pelepah Kelapa Sawit.

Histologi pelepah maupun batang kayu kelapa sawit berbeda dengan tumbuhan berkayu, struktur kayu hutan berlapis. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) dimana segera setelah pembentukan sel, sel-sel yang dibentuk ini membedakan diri dengan perubahan dalam ukuran, bentuk dan fungsinya kebagian tengah pohon, sel-sel mengalami proses evolusi, berubah ukuran dan bentuknya untuk akhirnya membentuk suatu cincin yang tidak terputus disekitar pusat pohon dan membentuk empelur, prokambium dan epidermis. Proses perubahan berlangsung terus. Sel-sel prokambium sebelah dalam terus mengalami perubahan untuk menjadi serupa xilem dan sel bagian luar prokambium mendekati ciri floem. Kedua lapisan ini disebut xilem primer dan floem primer. Cincin prokambium yang tinggal menjadi aktif dan jaringan ini disebut kambium vaskuler.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), kambium vaskuler dipandang mempunyai asal sekunder karena terbentuk sesudah meristem ujung. Karenanya sel-sel xilem dan floem yang dibentuk oleh meristem baru ini dapat disebut xilem sekunder dan floem sekunder. Pada palma semua sel prokambium secara khas

Vascular bundle Epidermis Parenkim Xilem Floem

membedakan diri menjadi xilem atau floem primer tanpa terbentuknya kambium vaskuler. Oleh karena itu, tumbuhan ini tidak membentuk xilem dan floem sekunder.

Epidermis

Epidermis merupakan jaringan yang terdapat paling luar pada setiap organ tumbuhan. Menurut Syarif (2009) dinding sel jaringan epidermis bagian luar berbatasan dengan lapisan udara mengalami penebalan, namun dinding sel jaringan epidermis bagian dalam yang berbatasan dengan jaringan lain tetap tipis.

Epidermis pelepah kelapa sawit (Gambar 7) terlihat keras karena mengandung lilin. Menurut Stern (1997), sel epidermis mengandung lemak yang disebut cutin yang terdapat dibagian luar permukaan kulit. Ketebalan ini berbeda pada setiap tumbuhan karena dipengaruhi oleh kandungan lilin. Struktur epidermis, khususnya ketebalan lilin di permukaannya, menentukan tingkat potensi pertukaran air antara tanaman dan lingkungan melalui proses evaporasi. Ketahanan dari epidemis kehilangan air pada umumnya lebih tinggi di tanaman itu sendiri dan lingkungan.

Parenkim

Berdasarkan pembagian melintang pelepah kelapa sawit yaitu adaksial, tengah, abaksial dan ujung pelepah, parenkim (Gambar 7) pada bagian abaksial parenkim lebih sedikit dibanding adaksial dan ujung kemudian diikuti ke bagian tengah pelepah. Hal ini disebabkan pada bagian abaksial, vascular bundle lebih rapat dibandingkan pada bagian adaksial dan ujung serta tengah pelepah. Parenkim pada tanaman kelapa sawit berbentuk seperti pita, bersegi dan bulat.

Pada tanaman monokotil lainnya seperti kelapa (Cocos nucifera L.) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Krisdianto (2006), parenkim pada tanaman kelapa berbentuk bundar sampai lonjong dan dinding sel serat lebih tebal dari dinding sel parenkim. Dengan demikian, parenkim pada kelapa sawit lebih mirip dengan parenkim yang terdapat pada kelapa.

Berbeda dengan parenkim pada beberapa jenis kayu hutan. Menurut Mandang dan Pandit (2007), parenkim kayu daun jarum mempunyai bentuk dan fungsi yang sama dengan kayu daun lebar. Parenkim tersebut ada yang berbentuk datar dan ada yang menyerupai buku (nodular).

Menurut Hidayat (2009), struktur sel parenkim beragam menurut fungsinya. Sel parenkim berfungsi dalam fotosintesis berisi klorofil, jaringannya disebut klorenkim. Dalam cairan sel ditemukan karbohidrat terlarut dan senyawa nitrogen. Sehingga parenkim berfungsi sebagai jaringan dasar yang berfungsi sebagai penyimpan makanan. Sedangkan jaringan penyokong hanya sedikit dibandingkan jaringan parenkim sehingga biasanya parenkim lebih banyak terdapat pada bagian pelepah yang masih tumbuh seperti ujung pelepah dibandingkan jaringan penyokong

Vascular bundle

Menurut Stern (1997), tanaman palma merupakan tanaman monokotil yang membesar karena sel parenkimnya yang membelah secara terus menerus. Pada tanaman monokotil lainnya pengembangan meristem sekunder memproduksi sel parenkim dan vascular bundle sekunder yang berkembang merupakan sebuah silinder yang memanjang sepanjang batang.

Gambar 8. Susunan Vascular Bundle (a) Adaksial, (b) Tengah, (c) Abaksial, (d) Ujung Kiri, dan (e) Ujung Kanan.

Secara umum pada setiap pelepah pada elevasi dan nomor pelepah yang berbeda, Vascular bundle lebih banyak dan lebih tersusun rapat pada sisi adaksial dan abaksial dibandingkan dengan bagian tengah pelepah sedangkan bagian ujung pelepah lebih menyerupai ke bagian adaksial, seperti terlihat pada Gambar 8. Hal ini disebabkan karena lapisan epidermis lebih tebal pada bagian abaksial dan bagian ujung dan memiliki kandungan lilin yang tebal sehingga parenkim kurang berkembang dibagian tersebut.

(c) (b)

(a)

Menurut Purseglove (1990), batang kayu kelapa sawit ada yang memiliki jaringan penyalur berbentuk silinder lebar dimana vascular bundle akan lebih banyak di bagian tepi batang. Vascular bundle secara kontinyu mulai dasar sampai bagian atas batang, membengkok pada bagian tepi dan kembali menuju bagian tengah. Selanjutnya diketahui bahwa vascular bundle dibentuk secara spiral atau heliconal.

Tipe vascular bundle pada pelepah kelapa sawit adalah tipe kolateral tertutup dimana diantara xylem dan floem tidak terdapat kambium tetapi banyak terdapat parenkim penghubung seperti terdapat pada Gambar 9. Tipe ini dapat ditemukan pada setiap bagian (adaksial, tengah, abaksial dan kedua ujung pelepah) daerah pengamatan melintang pelepah seperti pada Gambar 8. Menurut literatur yang dikemukakan oleh Eames dan Laurence (2001) vascularbundle tipe kolateral terkadang dikelilingi oleh jaringan xylem dan floem. Floem terdapat disebelah luar xylem, yaitu pada bagian tepi cincin. Menurut Nugroho et al (2006) tipe kolateral dimana kondisi xilem dan floem terletak berdampingan dan tidak dijumpai adanya kambium dan adanya dijumpai parenkim sebagai penghubung. Xilem berfungsi sebagai pengangkut air, penyimpan makanan serta penyokong dan floem berfungsi mengangkut hasil fotosintesis, menyimpan cadangan makanan dan sebagai pendukung (Hidayat, 2009).

Vascular bundle merupakan salah satu komponen dalam penyusun struktur pada pelepah kelapa sawit, sama halnya dengan batang kelapa sawit. Vascular bundle terlibat langsung dalam proses pertumbuhan tanaman karena terdapat xilem dan floem yang terlibat langsung dalam proses fotosintesis.

Gambar 9. Vascular bundle pada Pelepah bagian (a) abaksial, dan (b) tengah Pada kelapa sawit memiliki 1 sampai 3 buah pembuluh besar (vessel) pada tiap-tiap vascular bundle. Pembuluh ini terdapat ditengah maupun diujung sklerenkim seperti terlihat pada Gambar 9.

Secara umum tidak terdapat perbedaan antara vascular bundle pelepah sengkleh dan normal pada elevasi dan nomor pelepah yang berbeda. Perbedaan terdapat pada parenkim pada pelepah. Pada pelepah yang sengkleh parenkim mengalami perubahan warna menjadi coklat kehitaman (Lampiran 6). Sedangkan pada pelepah yang normal, parenkim tersusun teratur dan tidak terdapat perbedaan warna. Dapat dilihat pada Lampiran 7. Namun warna ini tidak secara keseluruhan terdapat di sepanjang badan pelepah. Perubahan warna ini hanya terdapat pada bagian pelepah di sekitar garis patah pelepah terutama yang mengalami pembusukan dan penyebarannya semakin lebar.

Menurut Eames dan Laurence (2001), vascular bundle berfungsi sebagai penyokong sebagian sel, sebagai pelindung dan mendukung atau penyokong beberapa jaringan lunak atau lemah. Kurang lebih vascular bundle memiliki

b a

fungsi yang hampir sama dengan serat yaitu sebagai konduksi dan jaringan mekanik atau penguat. Menurut Fried (2010) pada tumbuhan berkayu terdapat jaringan meristematik yang disebut kambium vaskular diantara xilem dan floem. Berkas vascular dalam bentuk cincin, pusat batang terisi empulur.

Menurut Darmosarkoro et al (2001), kekeringan berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Pada kondisi kering, penyerapan air dari tanah sangat terhambat sehingga tanaman kekurangan air. Kekurangan air yang berkelanjutan mengakibatkan tekanan turgor sel menurun sehingga tekanan ke arah luar pada dinding sel menurun. Kondisi tersebut menyebabkan proses pembesaran sel terganggu dan akhirnya menurunkan aktivitas pembelahan sel. Hal ini mengakibatkan proses pertumbuhan jaringan tanaman terhambat. Kekurangan air pada sel yang sangat parah mengakibatkan sel dan jaringan tanaman rusak dan kemudian mati.

Pengaruh Elevasi Lahan dan Posisi Pelepah Kelapa Sawit terhadap Distribusi Kadar Air Pelepah Sengkleh dan Normal

Distribusi kadar air pelepah kelapa sawit berdasarkan perbedaan elevasi lahan dan posisi pelepah. Kadar air pelepah kelapa sawit yang diukur memiliki nilai yang bervariasi. Pengukuran kadar air pada setiap pelepah dibagi menjadi 5 bagian. Bagian A dan B pada bagian pangkal pelepah, bagian C pada bagian tengah pelepah dan bagian D dan E pada bagian ujung pelepah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 10, 11 dan 12.

Gambar 10. Hubungan kadar air terhadap bagian pelepah kelapa sawit. Berdasarkan Gambar 10 distribusi kadar air ini berkisar antara 160-438%. Distribusi kadar air pelepah kelapa sawit normal pada masing-masing elevasi semakin menurun mulai dari pangkal (bagian A) hingga ujung (bagian E) pelepah. Sedangkan distribusi kadar air pelepah sengkleh kelapa sawit bagian tengah (C) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air bagian pangkal (A dan B).

Menurut Supriadi et al (1999) menyatakan kadar air kayu sawit pada arah ketinggian batang, dari lima segmen batang, bagian pangkal batang mengandung kadar air yang tinggi, menurun pada dua bagian diatasnya, kemudian naik dan menurun lagi pada bagian ujung batang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Erwinsyah (2009), terjadinya fluktuasi sepanjang batang kelapa sawit dipengaruhi oleh kondisi batang, dimana kandungan atau proporsi komponen penyusun batang sangat menentukan kandungan air dalam kayu, khususnya jaringan parenkim.

Kadar air rata-rata pelepah kelapa sawit normal pada elevasi <200 m dpl lebih tinggi 6,36% dari pelepah kelapa sawit sengkleh. Kadar air pelepah normal yang diperoleh yaitu 322% dan pelepah sengkleh yaitu 302%. Sedangkan distribusi kadar air rata-rata pelepah kelapa sawit normal di elevasi 200-400 m dpl lebih tinggi 9,66%. Kadar air pelepah normal yang diperoleh yaitu 377% dan kadar air pelepah sengkleh yaitu 343%.

Gambar 11. Hubungan kadar air terhadap bagian pelepah kelapa sawit. Gambar 11 distribusi kadar air pelepah normal elevasi <200 m dpl menurun dari bagian pangkal A hingga bagian ujung E sedangkan pelepah sengkleh dielevasi yang sama, kadar air pelepah naik pada bagian B dan turun pada bagian C (tengah) dan kembali naik pada bagian D kemudian turun pada bagian E. Adanya kenaikan kadar air di bagian B ini mungkin dapat berpengaruh terhadap terjadinya sengkleh pada kelapa sawit.

Bagian pelepah KA (%)

Menurut Dwianto W dan Sri N. M (2008) menyatakan bahwa berat kayu dipengaruhi oleh kadar air dalam rongga sel. Susut dan penurunan berat kayu mempunyai hubungan linier sehingga dapat dinyatakan dengan model matematika. Pelepah kelapa sawit normal dan sengkleh di elevasi 200–400 m dpl mulai dari pangkal menurun hingga bagian C, naik di bagian D dan kembali turun pada bagian E (ujung pelepah) dapat dilihat pada Gambar 11.

Distribusi perbedaan kadar air terbesar terlihat pada pelepah posisi 25 di elevasi 200–400 m dpl. Kadar air rata-rata pelepah kelapa sawit normal di elevasi <200 m dpl yaitu 461% dan pelepah sengkleh 394%. Kadar air ini menunjukkan pelepah normal lebih rendah 16,83% dibandingkan pelepah sengkleh. Kadar air pelepah sengkleh (33%) elevasi 200–400 m dpl berbeda dengan kadar air pelepah normal (436%) di elevasi yang sama.

Diduga pelepah yang sengkleh pada posisi 25 di elevasi 200-400 m dpl terserang penyakit yang menyebabkan hampir keseluruhan pelepah pada pohon kelapa sawit tersebut mengalami sengkleh. Gejala penyakit ini dapat dilihat dari kondisi pelepah kelapa sawit ketika diperoleh sudah kering, ringan dan berwarna coklat.

Menurut Erwinsyah (2009) menyatakan jaringan atau sel-sel parenkim merupakan komponen yang sangat higroskopis, dengan rongga sel yang besar (dinding sel yang tipis) dan memiliki banyak noktah pada bagian dinding sel yang berfungsi untuk transportasi dn penyimpan air atau nutrisi. Oleh sebab itu, kayu kelapa sawit memiliki kadar air sangat tinggi, namun dalam keadaan kering sangat ringan. Hal ini juga ditemukan pada pelepah kelapa sawit.

Gambar 12. Hubungan kadar air terhadap bagian pelepah kelapa sawit nomor 33. Distribusi kadar air pelepah normal kelapa sawit posisi 33 di elevasi tanam <200 m dpl pada pangkal pelepah (bagian A) menurun ke bagian B hingga ke ujung pelepah sedangkan kadar air pelepah sengkleh bagian A menurun hingga bagian tengah pelepah (C), kemudian meningkat ke bagian D namun kembali turun pada bagian E (ujung pelepah).

Distribusi kadar air di elevasi lahan 200-400 m dpl, pelepah normal menurun dari pangkal hingga bagian C tetapi naik pada bagian D dan kembali turun pada bagian E. Sedangkan kadar air pelepah sengkleh naik dari pangkal ke bagian B dan turun ke bagian C hingga bagian D dan E. Adanya kenaikkan kadar air di bagian B ini mungkin dapat berpengaruh terhadap sengkleh pada kelapa sawit.

Distribusi kadar air rata-rata pelepah normal 394% lebih rendah 6,92% dari pelepah sengkleh yaitu 422%. Distribusi kadar air rata-rata pelepah normal 427% lebih rendah 8,26% dari pelepah sengkleh yaitu 463%. Sedangkan kadar air

rata-rata pelepah sengkleh dielevasi <200 m dpl lebih tinggi 7,08% di elevasi 200-400 m dpl.

Kadar air berdasarkan posisi pelepah kelapa sawit normal (17, 25 dan 33) yang terdapat pada kedua elevasi (<200 m dpl dan 200-400 m dpl) menurut data statistik pada lampiran 4 berpengaruh nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan posisi 17 berbeda nyata dengan posisi pelepah 25 dan 33 sedangkan posisi pelepah 25 tidak berbeda nyata dengan posisi 33. Terjadinya sengkleh pada posisi 17 ini dapat disebabkan ketika proses pemanenan di lapangan, ketidakmampuan pelepah kelapa sawit menahan bobot tandan buah kelapa sawit sehingga menyebabkan patah pada pelepah.

Distribusi kadar air yang diperoleh dari pelepah kelapa sawit normal yaitu 160-469% sedangkan kadar air pelepah yang mengalami sengkleh yaitu 167-497% (Lampiran 3). Distribusi ini diperoleh mulai dari pangkal hingga ujung pelepah berkisar 303-460% pada elevasi tanam kelapa sawit <200 m dpl. Perbedaan kadar air pelepah kelapa sawit antara bagian pangkal hingga ujung pada pelepah normal lebih rendah sekitar 43%.

Menurut Sucipto (2009) secara umum, air dalam kayu mengisi sel-sel penyusun kayu pada bagian dinding sel dan lumen (rongga sel). Air yang terdapat pada dinding sel disebut air terikat (bound water) yang mempengaruhi berat dan dimensi kayu, sedangkan air yang terdapat pada rongga sel disebut air bebas (free water) yang mempengaruhi berat kayu.

Sedangkan perbedaan kadar air pelepah antara bagian pangkal dengan ujung pelepah sengkleh lebih rendah sekitar 28%. Kadar air pelepah sengkleh memiliki jumlah yang berbeda setiap posisi.

Kadar air berdasarkan posisi pelepah kelapa sawit sengkleh (17, 25 dan 33) yang terdapat pada kedua elevasi (<200 m dpl dan 200-400 m dpl) menurut data statistik pada lampiran 5 berpengaruh nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan posisi 17 berbeda satu sama lain.

Menurut Dwianto W dan Sri N. M (2008), penelitian sifat fisik dan mekanik yang telah dilakukan sehubungan dengan prospek pemanfaatan jenis-jenis kayu dipengaruhi pada faktor-faktor alam. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi (1) jenis kayu; (2) umur dan tempat tumbuh; (3) letak dalam batang; (4) diameter; (5) kelembaban dan suhu; (6) cuaca dan jamur serta (7) kebakaran hutan.

Posisi pelepah pada kelapa sawit menandakan umur dari pelepah kelapa sawit tersebut. Posisi setiap pelepah kelapa sawit pada setiap rotasi tanam yaitu delapan pelepah pertahun. Pelepah dengan posisi 1-8 adalah rotasi pada tahun pertama. Sehingga pelepah pada posisi 17 adalah rotasi pada tahun ke-3, posisi pelepah 25 adalah rotasi pada tahun ke-4 dan posisi pelepah 33 adalah rotasi pada tahun ke-5. Jadi terjadinya sengkleh pada kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh umur dari pelepah tersebut. Dan umumnya sengkleh lebih banyak ditemukan pada umur pelepah yang lebih tua.

Pada elevasi tanam kelapa sawit 200-400 m dpl, rata-rata kadar air pelepah yaitu 38-462%. Antara bagian pangkal dan ujung pelepah kelapa sawit yang diukur, perbedaan kadar air pelepah yang normal lebih rendah 17% sedangkan pelepah yang mengalami sengkleh adalah 5%. Umumnya kadar air pelepah sawit normal lebih tinggi 15% dibanding pelepah sawit sengkleh. Dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 13. Kadar Air Pada Elevasi <200 m dpl dan 200-400 m dpl. Distribusi kadar air rata-rata pelepah kelapa sawit normal dielevasi <200 m dpl lebih tinggi 6,7% dari pelepah sengkleh. Kadar air rata-rata pelepah kelapa sawit normal yaitu 395% sedangkan pelepah sengkleh 370% (Gambar 10). Pada elevasi 200–400 m dpl distribusi kadar air pelepah normal yaitu 413% lebih tinggi 47,7% dari pelepah sengkleh yaitu 279,8%.

Berdasarkan data statistik pada lampiran 4 dan 5 diketahui bahwa kadar air berdasarkan elevasi lahan pelepah kelapa sawit (<200 m dpl dan 200-400 m dpl) yang terdapat pada posisi pelepah (17, 25 dan 33) berpengaruh nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan belum diketaui elevasi yang berbeda nyata karena faktor elevasi yang dibandingkan ada dua elevasi. Untuk mendapatkan perbedaan tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan faktor lebih dari dua elevasi.

Nomor pelepah Nomor Pelepah

KA (%) KA (%)

Menurut Muhdi (2004), faktor iklim dan keadaan tanah merupakan faktor dominan dalam pertumbuhan tanaman. Iklim terdiri atas unsur-unsur temperatur, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin, sedangkan keadaan tanah meliputi sifat-sifat fisik tanah, biologi dan kelembaban tanah. Respon tanaman sebagai akibat faktor lingkungan terlihat pada penampilan fisiologi dan morfologi tanaman. Sehingga perlu dilakukan pengukuran terhadap lingkungan yaitu pengaruh iklim dan keadaan tanah pada kedua elevasi secara langsung. Berdasarkan literatur yang dikemukakan oleh Saragih (2006), tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24-280 C.

Kadar air berdasarkan interaksi posisi pelepah kelapa sawit normal (17, 25 dan 33) yang terdapat pada kedua elevasi (<200 m dpl dan 200-400 m dpl) menurut data statistik pada lampiran 4 berpengaruh nyata. Terjadinya sengkleh pada pelepah kelapa sawit dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor tersebut dapat berupa penyakit yang berada di lingkungan lahan tanam dan menyerang sebagian pelepah. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Darmosarkoro et al (2001), kekeringan secara tidak langsung mengakibatkan meningkatnya serangan penyakit di kelapa sawit, tetapi lebih diakibatkan oleh kondisi tanaman yang lemah. Seperti kelapa sawit yang terserang penyakit Ganoderma boninense

cendrung dipercepat karena tanaman sakit saat kekurangan air.

Distribusi kadar air pelepah kelapa sawit normal yang diperoleh 160– 481%. Distribusi kadar air pelepah kelapa sawit bervariasi dari pangkal hingga ujung pelepah berdasarkan perbedaan elevasi tanam. Distribusi kadar air pelepah kelapa sawit normal pada kedua elevasi diperoleh 404% lebih tinggi 24,3% dari pelepah sengkleh yaitu 325% (Gambar 10).

Hasil yang diperoleh ini menyerupai dengan kadar air batang kelapa sawit

Dokumen terkait