Hasil
Pengambilan sampel larva ikan lele dilakukan setiap 7 hari sekali selama 28 hari masa pemeliharaan yang menghasilkan panjang rata-rata, berat rata-rata, jumlah pemberian pakan, kelangsungan hidup dan kualitas air. Dari pengolahan data diperoleh data pertambahan panjang, peningkatan berat, tingkat kelangsungan hidup serta data parameter kualitas air antar perlakuan P1 (Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari), P2 (Frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari) dan P3 (Frekuensi pemberian pakan 5 kali sehari).
Pertambahan Panjang Larva Ikan Lele
Pertambahan panjang larva ikan lele selama 28 hari pemeliharaan bertambah seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan yang diberikan pada ikan. Pertambahan panjang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 dari 0.8 menjadi 4.4 cm, kemudian diikuti perlakuan P2 dari 0.8 menjadi 4.0 cm dan panjang terendah pada perlakuan P1 dari 0.8 menjadi 3.6 cm. Hasil dari laju pertambahan panjang larva ikan lele pada perlakuan P1, P2 dan P3 dari hari ke 1, 7, 14, 21 dan 28 dapat dilihat pada Gambar 4.
Pertambahan panjang rata-rata larva pada masing-masing perlakuan setiap pengukuran berkisar antara 0.8 sampai pada ukuran 4.4 cm. Panjang rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 3.6 cm kemudian diikuti perlakuan P2 sebesar 3.2 dan terendah pada perlakuan 2.8 cm. Hasil pertambahan panjang rata-rata larva ikan lele selama 28 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Hasil Laju Pertambahan Panjang Larva Ikan Lele Hari ke-1 sampai Hari ke-28
Gambar 5. Hasil Pertambahan Panjang Rata-rata Larva Ikan Lele dengan Perlakuan P1, P2 dan P3 Selama 28 Hari Pemeliharaan
Analisis variansi (ANOVA) panjang larva ikan lele dilakukan menggunakan Uji Duncan pada program Statistical Pakage of Social Science (SPSS). Berdasarkan data pada Tabel 2 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap pertambahan panjang larva ikan lele pada setiap perlakuan selama 28 hari masa pemeliharaan.
Tabel 2. Analisis Variansi (ANOVA) terhadap Panjang Larva Ikan Lele dengan
Tabel 3. Hasil Rata-rata Panjang Larva Ikan Lele dengan Perlakuan P1, P2 dan P3 pada Hari ke 7, 14, 21 dan 28
Perbedaan notasi huruf menyatakan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara perlakuan
Peningkatan Berat Larva Ikan Lele
Peningkatan berat larva ikan lele selama 28 hari pemeliharaan bertambah seiring bertambahnya frekuensi pemberian pakan yang diberikan pada ikan.
Peningkatan berat tertinggi terdapat pada perlakuan P3 dari 8 menjadi 936 mg, kemudian diikuti perlakuan P2 dari 8 menjadi 815 mg dan berat terendah pada perlakuan P1 dari 8 menjadi 710 mg. Hasil dari laju peningkatan berat larva ikan lele pada perlakuan P1, P2 dan P3 dari hari ke 1, 7, 14, 21 dan 28 dapat dilihat pada Gambar 6.
Peningkatan berat rata-rata larva pada masing-masing perlakuan setiap pengukuran berkisar antara 8 sampai pada ukuran 936 mg. Berat rata-rata tertinggi 22
terdapat pada perlakuan P3 sebesar 928 mg kemudian diikuti perlakuan P2 sebesar 807 mg dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 702 mg. Hasil peningkatan berat rata-rata larva ikan lele selama 28 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 6. Hasil Laju Peningkatan Berat Larva Ikan Lele Hari ke-1 sampai Hari ke-28
Gambar 7. Hasil Peningkatan Berat Rata-rata Larva Ikan Lele dengan Perlakuan P1, P2 dan P3 Selama 28 Hari Pemeliharaan
Analisis variansi (ANOVA) panjang larva ikan lele dilakukan menggunakan Uji Duncan pada program Statistical Pakage of Social Science
(SPSS). Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 4 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap peningkatan berat larva ikan lele pada setiap pengukuran selama 28 hari masa pemeliharaan.
Tabel 4. Analisis Variansi (ANOVA) terhadap Berat Larva Ikan Lele dengan
Perbedaan notasi huruf menyatakan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara perlakuan
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele selama 28 hari masa pemeliharaan menunjukkan nilai yang tertinggi pada perlakuan P2 dan P3 yaitu sebesar 87.50% dan terendah terdapat pada perlakuan P1. Data kelangsungan hidup diperoleh dengan menghitung jumlah ikan pada awal penelitian dan jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele dapat dilihat pada Gambar 8.
24
Tabel 6. Hasil Rata-rata Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Ikan Lele Selama 28 Hari Pemeliharaan
Perlakuan Rata-rata Kelangsungan Hidup Hari Ke-
SR (%)
0 7 14 21 28
P1 100 95.83 91.66 88.88 86.11 86.11
P2 100 97.22 94.44 90.27 87.50 87.50
P3 100 95.83 93.05 90.27 87.50 87.50
Gambar 8. Hasil Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Ikan Lele dengan Perlakuan P1, P2 dan P3 Selama 28 Hari Pemeliharaan
Dari hasil penelitian diperoleh tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele selama pemeliharaan (Lampiran 6) yang kemudian data tersebut dianalisis menggunakan analisis variansi (ANOVA) yang dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele (Fhitung<Ftabel).
Tabel 7. Hasil Analisis Variansi (ANOVA) Tingkat Kelangsungan Hidup Sumber
Kualitas Air
Hasil pengamatan kualitas air dalam 28 hari masa pemeliharaan relatif stabil. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan dilakukan dengan cara intensif, dimana tempat penelitian dilakukan di dalam ruangan sehingga kondisi lingkungan relatif homogen dan lebih mudah di kontrol. Data pengamatan kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Minimum dan Maksimum Kualitas Air Selama 28 Hari
Pertumbuhan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan suatu kegiatan usaha budidaya perikanan khususnya dalam pencapaian target produksi. Menurut Effendie (1997), pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, bobot maupun volume dalam kurun waktu tertentu, atau dapat juga diartikan sebagai pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis, yang terjadi apabila ada kelebihan pasokan energi dan protein. Dalam hal ini frekuensi pemberian pakan pada ikan pakan adalah faktor yang sangat perlu diperhatikan. Pertumbuhan yang terjadi pada larva ikan 26
lele dalam penelitian ini meningkat seiring bertambahnya waktu pemeliharaan dan frekuensi pemberian pakan yang diberikan.
Larva ikan lele mengalami pertambahan panjang rata-rata yang berbeda pada masing-masing perlakuan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pakan yang berbeda juga berpengaruh terhadap pertambahan panjang larva ikan lele. Panjang rata-rata larva ikan lele pada awal penelitian yaitu 0.8 cm. Pada akhir penelitian terjadi perbedaan pertumbuhan yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 2., dimana pertambahan panjang yang diperoleh pada perlakuan P3 yaitu sebesar 3.6 cm yang diikuti pada perlakuan P2 sebesar 3.2 cm dan pada P1 sebesar 2.8 cm. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pakan yang berbeda pada setiap perlakuan berpengaruh terhadap pertambahan panjang larva ikan lele.
Tingginya pertambahan panjang pada perlakuan P3 diduga karena tersedianya pakan yang cukup setiap hari bagi larva ikan lele dan pakan dapat dimanfaatkan dengan optimal. Menurut Mudjiman, 1984 dalam Deftari et al, 2015 menyatakan bahwa pertumbuhan pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pakan, tetapi juga dipengaruhi oleh frekuensi dan kemampuan ikan dalam memanfaatkan pakan untuk kelangsungan hidup, metabolisme, pergerakan dan pertumbuhan.
Berdasarkan hasil analisis ANOVA panjang larva ikan lele menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pakan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (Fhitung>Ftabel)terhadap pertambahan panjang larva ikan lele. Pada Lampiran 3 hasil uji lanjut BNT memperlihatkan perbedaan notasi dimana menunjukkan perbedaan yang signifikan pada semua perlakuan. Perlakuan P1 berbeda sangat
nyata terhadap perlakuan P2 dan P3. Perlakuan P2 juga berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P3.
Perbedaan frekuensi pemberian pakan cacing sutra memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan panjang larva ikan lele. Pada perlakuan P3 dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali sehari memberikan pertambahan panjang yang lebih tinggi terhadap larva ikan lele dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan Setiawati et al, 2014 peneliti terdahulu yang dilakukan pada ikan toman dengan perlakuan pemberian pakan yang sama yang menyatakan bahwa frekuensi pemberian pakan yang lebih tinggi memberikan pertambahan panjang dan peningakatan berat yang lebih tinggi juga dimana larva ikan dapat memanfaatkan pakan yang lebih baik dengan optimal sehingga diperoleh pertumbuhan lebih baik.
Pada perlakuan P1 yaitu frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari dengan interval 6 jam akan menyebabkan pakan tidak seluruhnya dapat dikomsumsi ikan karena pada saat lambung penuh, ikan akan segera berhenti mengambil makanan dan pemanfaatan pakan menjadi tidak efisien. Pada perlakuan P2 yaitu frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari dengan interval 4 jam, juga kurang mencapai pertambahan panjang tertinggi. Sedangkan pada perlakuan yaitu frekuensi pemberian pakan dengan 5 kali sehari dengan interval 3 jam menghasilkan pertambahan panjang tertinggi, karena sesuai dengan volume dan kapasitas lambung dimana hampir keseluruhan pakan yang diberikan dimanfaatkan dengan baik dan interval waktu pemberian pakan yang tepat pada saat ikan lapar kembali.
Pengaturan frekuensi pemberian pakan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa tiap jenis dan ukuran ikan mempunyai interval waktu untuk makan yang 28
berbeda, bergantung pada kapasitas dan laju pengosongan lambungnya (Gwither dan Grove, 1981 dalam Tahapari dan Suhenda, 2009).
Peningkatan Berat Larva Ikan Lele
Kebutuhan protein pada pakan sangat dibutuhkan oleh larva ikan khususnya pada stadia awal pertumbuhan, hal ini karena protein sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan mempertahankan jaringan sel-selnya (Herawati dan Agus, 2014). Pakan yang diberikan pada larva ikan yaitu pakan alami yaitu cacing sutra (Tubifex sp.). Berdasarkan nilai komposisi nutrisi cacing sutra yaitu kandungan protein hampir 57% dapat meningkatkan pertambahan panjang dan peningkatan berat dari larva ikan lele. Nilai kandungan gizi yang cukup tinggi dan baik dalam pakan alami sangat diperlukan oleh larva ikan pada masa kritis untuk hidup dan tumbuh dari fase larva ke fase selanjutnya (Djarijah, 1995).
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa ada perbedaan berat rata-rata larva ikan lele pada masing-masing perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan larva ikan lele. Peningkatan berat tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 sebesar 928 mg, kemudian diikuti oleh perlakuan P2 sebesar 807 mg dan yang terendah pada perlakuan P1 sebesar 702 mg. Frekuensi pemberian pakan untuk larva berbeda (lebih sering) dengan ikan yang sudah dewasa. Hal ini disebabkan larva atau benih lebih banyak membutuhkan energi untuk pemeliharaan, perkembangan serta penyempurnaan organ-organ di dalam tubuhnya (Affandi et al, 2005). Frekuensi pemberian pakan larva ikan lele lebih sering karena ukuran lambungnya relatif lebih kecil seperti
tabung lurus. Menurut Menurut Gwither dan Grove (1981), makin kecil kapasitas lambung maka makin cepat waktu pengosongan lambung sehingga frekuensi pemberian pakan yang dibutuhkan lebih sering.
Perlakuan dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali sehari dengan interval waktu 3 jam (P3) memiliki berat rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi pemberian pakan 4 kali dengan interval waktu 4 jam dan perlakuan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari dengan interval waktu 6 jam.
Hal ini disebabkan karena pada perlakuan P3 ikan dapat memanfaatkan pakan yang lebih baik sehingga diperoleh pertumbuhan lebih baik dibandingkan perlakuan P2 dan perlakuan P1. Frekuensi pemberian yang meningkat akan mengikuti peningkatan pertumbuhan ikan dimana berhubungan dengan kapasitas tampung dari lambung ikan. Fujaya (2008) menyatakan bahwa semakin kecil ukuran ikan maka frekuensi pemberian pakannya semakin sering. Hal ini berhubungan dengan kapasitas dan laju pengosongan lambung, sehingga frekuensi pemberian pakan yang dibutuhkan lebih sering. Setelah terjadi pengurangan isi lambung, nafsu makan beberapa jenis ikan akan meningkat kembali jika makanan tersedia.
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA), menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi pemberian pakan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (Fhitung>Ftabel) terhadap peningkatan berat larva ikan lele. Pada Lampiran 6 hasil uji lanjut BNT memperlihatkan perbedaan notasi dimana menunjukkan perbedaan yang signifikan pada semua perlakuan. Perlakuan P1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P2 dan P3. Perlakuan P2 juga berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P3.
30
Tingkat Kelangsungan Hidup
Pengamatan terhadap tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele dilakukan dengan cara mengamati dan menghitung jumlah larva ikan pada awal dan akhir penelitian. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele selama penelitian berkisar antara 86.11-87.50%. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) Tabel 7 menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang ada dalam media pemeliharaan yaitu perlakuan P1, P2 dan P3 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele sehingga uji ANOVA tidak dapat dilanjutkan untuk melihat perbedaan antar perlakuan .
Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele selama pemeliharaan tergolong baik. Dari Tabel 8 menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yaitu pada P1 dengan 86.11 %, P2 dengan 87.50% dan P3 dengan 87.50%. Menurut Mulyani et al, (2014) menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup (SR) ≥50% tergolong
baik, kelangsungan hidup 30-50% sedang dan kurang dari 30% tidak baik.
Kematian larva hanya terjadi pada awal pemeliharaan, hal ini disebabkan karna larva baru beardaptasi terhadap kondisi lingkungan media pemeliharaanya serta pengaruh respon dari luar misalnya pada saat penyiponan dan penanganan pada saat menimbang ikan.
Kualitas air selama penelitian masih dalam keadaan yang layak untuk menunjang tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele. Selain itu pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh ikan, dimana pakan yang tersisa atau tidak dimakan yang berada dibawah oleh ikan selalu diangkat agar kualitar air pada media pemeliharan tetap terjaga. Menurut Effendie (1997) menyatakan bahwa survival rate atau derajat kelangsungan hidup dipengaruhi oleh faktor
biotic yaitu persaingan, parasit, umur, predator kepadatan dan penanganan manusia, sedangkan faktor abiotik adalah sifat fisika dan kimia dalam perairan.
Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya ikan karena diperlukan sebagai media hidup. Air yang digunakan dalam media pemeliharaan larva ikan lele perlu dijaga kualitasnya. Pengukuran kualitas air yang dilakukan selama penelitian yaitu suhu, pH, dan kandungan oksigen menunjukkan hasil yang masih berada pada batas yang baik bagi pertumbuhan larva ikan lele. Sumber air yang digunakan yaitu air sumur sebelumnya telah dilakukan pengendapan selama 24 jam dan selanjutnya air diaerasi selama 4 hari guna meningkatkan kualitas air yang baik untuk pertumbuhan ikan. Penyiponan juga dilakukan setelah proses pengukuran panjang dan berat dengan membuang 10% dari total air yang ada.
Pengukuran kualitas air yaitu suhu, kandungan oksigen dan pH dilakukan 3 kali pengkuran dalam sehasri yaitu pada pagi, siang dan malam hari.
Kisaran suhu selama penelitian pada setiap perlakuan adalah 26.8-29.3°C, dimana suhu tersebut masih dalam kisaran normal. Pada Tabel 8 menunjukkan kisaran suhu pada P1 dengan 26.8–28.9°C, P2 dengan 27.1–29.3°C dan pada P3 dengan 26.9–29.3°C. Hasil ini telah sesuai dengan suhu yang optimal bagi pertumbuhan larva ikan lele, dimana penelitian dilakukan pada ruangan tertutup dan dalam lingkungan yang relatif homogen. Menurut Afifi (2014) menyatakan bahwa ikan lele memiliki toleransi terhadap suhu 22-34°C. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan, sehingga pertumbuhan larva ikan lele akan semakin baik. Perbedaan perlakuan frekuensi pemberian pakan selama penelitian tidak menyebabkan perubahan suhu air yang besar.
32
Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hydrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Derajat keasaman (pH) pada setiap perlakuan selama penelitian berkisar antara 7.6-8.0, hasil ini masih dalam keadaan normal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan lele. Menurut Afifi (2014) menyatakan bahwa ikan lele memiliki toleransi terhadap derajat keasaman (pH) dengan kisaran 6-9. Keadaan pH yang dapat mengganggu kehidupan ikan adalah pH yang teralu rendah (sangat asam) dan pH yang terlalu tinggi (sangat basa).
Oksigen merupakan satu parameter yang sangat penting bagi seluruh organisme dalam kehidupannya. Kandungan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ikan dapat menyebabkan penurunan daya hidup ikan yang mencakup seluruh aktifitas ikan, seperti berenang, pertumbuhan dan reproduksi. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) pada setiap perlakuan selama penelitian yaitu berkisar antara 7.0-8.0 mg/l. Kisaran nilai oksigen yang tinggi selama masa pemeliharaan ini disebabkan karna kontrol kualitas air yang baik seperti aerasi terhadap air dan pengangkatan sisa pakan di dasar akuarium yang tidak dimakan oleh larva ikan dari media pemeliharan serta melakukan penyiponan setiap minggunya. Nilai oksigen terlarut yang ideal untuk budidaya ikan lele adalah >3 mg/l (Mahyuddin, 2008).