• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

Kecamatan Medan Maimun terletak di wilayah Selatan Kota Medan. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat. Kecamatan Medan Maimun dengan luas wilayah 3,342 km² memiliki penduduk berjumlah 39.581 jiwa

Kecamatan Medan Tuntungan terletak disebelah selatan Kota Medan. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Johor. Kecamatan Medan Tuntungan dengan luas wilayah 21.58 km² Di memiliki penduduk berjumlah 81.798 Jiwa

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 94 orang, terdiri atas 47 orang masyarakat Keurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun sebagai kelompok intervensi dan 47 orang masyarakat Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan sebagai kelompok kontrol.

46

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Intervensi Kontrol Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Laki-laki 10 10,6 15 16,0 25 26,6

Perempuan 37 39,4 32 34,0 69 73,4

Total 47 50,0 47 50,0 94 100

Tabel 5.1 diatas menunjukkan responden laki-laki yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 25 orang (26,6%) yang terdiri atas 10 orang (10,6%) dari kelompok intervensi dan 15 orang (16%) dari kelompok kontrol, dan responden perempuan yang berpartisipasi sebanyak 69 orang (73,4%) yang terdiri dari 37 orang (39,4%) dari kelompok intervensi dan 32 orang (34%) dari kelompok kontrol.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Usia

Kategori Usia Intervensi Kontrol Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Dewasa Awal 23 24,5 30 31,9 53 56,4

Dewasa Madya 19 20,2 16 17,0 35 37,2

Dewasa Akhir 5 5,3 1 1,1 6 6,4

Total 47 50,0 47 50,0 94 100

Kategori usia responden dalam penelitian ini menganut pembagian usia menurut Hurlock, terdiri atas :

- Dewasa Awal : 18-40 tahun - Dewasa Madya : 41-60 tahun - Dewasa Akhir : >60 tahun

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden terbanyak baik untuk kelompok intervensi maupun kelompok kontrol berasal dari kategori usia dewasa awal yaitu 23 orang (24,5%) dari kelompok intervensi dan

47

30 orang (31,9%) dari kelompok kontrol, diikuti dengan kategori dewasa madya yaitu 19 orang (20,2%) dari kelompok intervensi dan 16 orang (17%) dari kelompok kontrol, dan responden yang paling sedikit dari kategori usia dewasa akhir yaitu 5 orang (5,3%) dari kelompok intervensi dan 1 orang (1,1%) dari kelompok kontrol.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Intervensi Kontrol Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

SD 3 3,2 5 5,3 8 8,5 SMP 8 8,5 5 5,3 13 13,8 SMA 34 36,2 33 35,1 67 71,3 Diploma 0 0 1 1,1 1 1,1 Sarjana 2 2,1 3 3,2 5 5,3 Total 47 50,0 47 50,0 94 100

Seluruh responden dalam penelitian ini menempuh pendidikan. Dari tabel 5.3 di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan sebagian besar responden adalah SMA yaitu 67 orang (71,3%) yang terdiri atas 34 orang (36,2%) dari kelompok intervensi dan 33 orang (35,1%) dari kelompok kontrol.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Intervensi Kontrol Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

IRT 26 27,7 16 17,0 42 44,7

Wiraswasta 20 21,3 30 31,9 50 53,2

Lain-lain 1 1,1 1 1,1 2 2,1

48

Tabel 5.4 diatas menunjukkan pekerjaan responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini meliputi Ibu Rumah Tangga sebanyak 42 orang (44,7%) yang terdiri dari 26 orang (27,7%) dari kelompok inervensi dan 16 orang (17%) dari kelompok kontrol, wiraswasta sebanyak 50 orang (53,2%) yang terdiri dari 20 orang (21,3%) dari kelompok inervensi dan 30 orang (31,9%) dari kelompok kontrol, dan lain-lain sebanyak 2 orang (2,1%) yang masing-masing 1 orang (1,1%) dari kelompok intervensi dan kontrol.

5.1.3. Deskripsi Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Kelompok Intervensi

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Kelompok Intervensi Pengetahuan Jumlah % Baik 18 38,3 Cukup 19 40,4 Kurang 10 21,3 Total 47 100

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa mayoritas responden dari kelompok intervensi memiliki tingkat pengetahuan cukup dan baik. Dari 47 responden, 18 orang (38,3%) diantaranya memiliki pengetahuan baik, 19 orang (40,4%) memiliki pengetahuan cukup dan 10 orang (21,3%) responden memiliki pengetahuan kurang.

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Kelompok Intervensi

Sikap Jumlah %

Positif 46 97,9

Negatif 1 2,1

49

Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa hampir semua responden dari kelompok intevensi yaitu sebanyak 46 orang (97,9%) memiliki sikap positif dan hanya 1 orang (2,1%) yang memiliki sikap negatif.

5.1.4. Deskripsi Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Kelompok Kontrol

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Kelompok Kontrol Pengetahuan Jumlah % Baik 7 14,9 Cukup 21 44,7 Kurang 19 40,4 Total 47 100

Tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa dari 47 responden kelompok kontrol hanya 7 orang (14,9%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 21 orang (44,7%) memiliki pengetahuan cukup dan 19 orang memiliki pengetahuan kurang (40,4%).

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Kelompok Kontrol

Sikap Jumlah %

Positif 44 93,6

Negatif 3 6,4

Total 47 100

Tabel 5.8 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden dari kelompok intevensi yaitu sebanyak 44 orang (93,6%) memiliki sikap positif dan hanya 3 orang (6,4%) yang memiliki sikap negatif.

50

5.1.5. Pengaruh Intervensi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Tabel 5.9. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Kelompok

Kelompok Pengetahuan Total p

value

Baik Cukup Kurang

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %

Intervensi 18 19,1 19 20,2 10 10,6 47 50,0

0,021*

Kontrol 7 7,4 21 22,3 19 20,2 47 50,0

Total 25 26,6 40 42,6 29 30,9 94 100

*Hasil uji Chi-square

Dari tabel 5.9 di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan baik paling banyak dimiliki responden dari kelompok intervensi yaitu 18 orang (19,1%) dan pengetahuan kurang paling banyak dimiliki responden dari kelompok kontrol yaitu 19 orang (20,2%). Berdasarkan hasil uji statistik terdapat pengaruh intervensi terhadap pengetahuan (p=0,021)

Tabel 5.10. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Kelompok

Kelompok Sikap Total p

value Positif Negatif Jlh % Jlh % Jlh % Intervensi 46 48,9 1 1.1 47 50,0 0,307* Kontrol 44 46,8 3 3,2 47 50,0 Total 90 95,7 4 4,3 94 100

*Hasil uji Chi-square

Dari tabel 5.9 di atas dapat dilihat bahwa sikap positif paling banyak dimiliki responden dari kelompok intervensi yaitu 46 orang (48,9%) dan pengetahuan kurang paling banyak dimiliki responden dari kelompok kontrol yaitu 3 orang (3,2%). Berdasarkan hasil uji statistik

51

diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh bermakna intervensi terhadap sikap (p=0,307).

5.1.6. Pengaruh Karakteristik Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Tabel 5.11. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Pengetahuan Total p

value

Baik Cukup Kurang

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %

Laki-laki 5 5,3 11 11,7 9 9,6 25 26,6

0,648*

Perempuan 20 21,3 29 30,9 20 21,3 69 73,4

Total 25 26,6 40 42,6 29 30,9 94 100

*Hasil uji Chi-square

Dari tabel 5.11 di atas dapat dilihat bahwa baik responden laki- laki maupun perempuan paling banyak memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu 11 orang (11,7%) pada laki-laki dan 29 orang (30,9%) pada perempuan. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap pengetahuan (p=0,648)

Tabel 5.12. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Sikap Total p value Positif Negatif Jlh % Jlh % Jlh % Laki-laki 25 26,6 0 0 25 26,6 0,570* Perempuan 65 69,1 4 4,3 69 73,4 Total 90 95,7 4 4,3 94 100

*Hasil uji Fisher’s exact test

52

(26,6%) pada laki-laki dan 65 orang (69,1%) pada perempuan. Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh bahwa tidak tedapat pengaruh jenis kelamin terhadap sikap (p=0,570).

Tabel 5.13. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Kategori Usia

Kategori Usia Pengetahuan Total p

value

Baik Cukup Kurang

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Dewasa Awal 8 8,5 27 28,7 18 19,1 53 56,4 0,059* Dewasa Madya 14 14,9 12 12,8 9 9,6 35 37,2 Dewasa Akhir 3 3,2 1 1,1 2 2,1 6 6,4 Total 25 26,6 40 42,6 29 30,9 94 100

*Hasil uji Chi-square

Dari tabel 5.13 di atas dapat dilihat bahwa responden kategori usia dewasa awal paling banyak memiliki pengetahuan cukup yaitu 27 orang (28,7%), sementara responden kategori usia dewasa madya dan dewasa akhir paling banyak memiliki pengetahuan baik yaitu 14 orang (14,9%) pada dewasa madya dan 3 orang (3,2%) pada dewasa akhir. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan kategori usia terhadap pengetahuan (p=0,059).

Tabel 5.14. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Kategori Usia

Kategori Usia Sikap Total p value

Positif Negatif Jlh % Jlh % Jlh % Dewasa Awal 49 52,1 4 4,3 53 56,4 0,202* Dewasa Madya 35 37,2 0 0 35 37,2 Dewasa Akhir 6 6,4 0 0 6 6,4 Total 90 95,7 4 4,3 94 100

53

Dari tabel 5.14 di atas dapat dilihat bahwa responden dari setiap kategori usia mayoritas memiliki sikap positif yaitu 49 orang (52,1%) dari kategori dewasa awal, 35 orang (37,2%) dari kategori usia dewasa madya dan 6 orang (6,4%) dari kategori usia dewasa akhir. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh kategori usia terhadap sikap (p=0,202).

Tabel 5.15. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Pengetahuan Total p

value

Baik Cukup Kurang

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % SD 2 2,1 2 2,1 4 4,3 8 8,5 0,504* SMP 6 6,4 4 4,3 3 3,2 13 13,8 SMA 17 18,1 30 31,9 20 21,3 67 71,3 Diploma 0 0 1 1,1 0 0 1 1,1 Sarjana 0 0 3 3,2 2 2,1 5 5,3 Total 25 26,6 40 42,6 29 30,9 94 100

*Hasil uji Kruskal Wallis

Dari tabel 5.15 diatas dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pendidikan SD paling banyak memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 4 orang (4,3%), responden dengan tingkat pendidikan SMP paling banyak memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 6 orang (6,4%), sementara responden dengan tingkat pendidikan SMA, Diploma, dan Sarjana paling banyak memiliki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 30 orang (31,9%) untuk SD, 1 orang (1,1%) untuk Diploma, dan 3 orang (3,2%) untuk Sarjana. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap pengetahuan (p=0,504).

54

Tabel 5.16. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Sikap Total p value Positif Negatif Jlh % Jlh % Jlh % SD 8 8,5 0 0 8 8,5 0,910* SMP 12 12,8 1 1,1 13 13,8 SMA 64 68,1 3 3,2 67 71,3 Diploma 1 1,1 0 0 1 1,1 Sarjana 5 5,3 0 0 5 5,3 Total 90 95,7 4 4,3 94 100

*Hasil uji Kruskal Wallis

Dari tabel 5.16 di atas dapat dilihat bahwa responden dari setiap tingkat pendidikan mayoritas memiliki sikap positif yaitu 8 orang (8,5%) untuk SD, 12 orang (12,8%) untuk SMP, 64 orang (68,1%) untuk SMA, 1 orang (1,1%) untuk Diploma, dan 5 orang (5,3%) untuk Sarjana. Berdasarkan hasil uji statistic diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap sikap (p=0,910)

Tabel 5.17. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Pengetahuan Total p

value

Baik Cukup Kurang

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % IRT 16 17 17 18,1 9 9,6 42 44,7 0,050* Wiraswasta 9 9,6 22 23,4 19 20,2 50 53,2 Lain-lain 0 0 1 1,1 1 1,1 2 2,1 Total 25 26,6 40 42,6 29 30,9 94 100

55

Dari tabel 5.17 diatas dapat dilihat bahwa responden dengan pekerjaan Ibu Rumah Tangga dan wiraswasta paling banyak memiliki pengetahuan cukup yaitu 17 orang (18,1%) untuk Ibu Rumah Tangga dan 22 orang (23,4%) untuk wiraswasta. Responden dengan pekerjaan lain-lain 1 orang (1,1%) memiliki pengetahuan cukup dan 1 orang memiliki pengetahuan kurang (1,1%). Berdasarkan hasil uji statistik tidak terdapat pengaruh yang bermakna pekerjaan terhadap pengetahuan (p=0,050)

Tabel 5.18. Distribusi Sikap Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Sikap Total p

value Positif Negatif Jlh % Jlh % Jlh % IRT 40 42,6 2 2,1 42 44,7 0,941* Wiraswasta 48 51,1 2 2,1 50 53,2 Lain-lain 2 2,1 0 0 2 2,1 Total 90 95,7 4 4,3 94 100

*Hasil uji Kruskal Wallis

Dari tabel 5.18 diatas dapat dilihat bahwa responden dengan semua jenis pekerjaan mayoritas memiliki sikap positif yaitu 40 orang (42,6%) untuk Ibu Rumah Tangga, 48 orang (51,1%) untuk wiraswasta, dan 2 orang (2,1%) untuk pekerjaan lain-lain. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh pekerjaan terhadap sikap (p=0,941).

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh intervensi program tuberkulosis (TB) paru terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat.

Pengetahuan memiliki enam tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo, 2007). Pada penelitian ini peneliti

56

tingkatan yang paling rendah diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Hasil penelitian pada masyarakat yang mendapat intervensi program TB menunjukkan bahwa cukup banyak responden penelitian yang memiliki tingkat pengetahuan baik tentang TB paru. Dari total 47 orang responden penelitian yang mendapat intervensi program TB, 38,3% telah memiliki tingkat pengetahuan tentang TB paru yang baik dan 40,4% memiliki tingkat pengetahuan tentang TB paru yang cukup. Hanya 10 orang (21,3%) responden yang masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang TB paru.

Sementara, hasil penelitian pada masyarakat yang tidak mendapat intervensi program TB menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang TB paru yaitu sebesar 40,4%. Dari total 47 orang responden penelitian hanya 14,9% yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik, dan sisanya, sebanyak 44,7% responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang TB paru.

Jumlah responden penelitian yang memiliki tingkat pengetahuan baik lebih besar pada masyarakat yang mendapatkan intervensi program TB, sementara jumlah responden penelitian yang memiliki tingkat pengetahuan kurang lebih besar pada masyarakat yang tidak mendapat intervensi program TB paru. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh intervensi program TB terhadap pengetahuan masyarakat. Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa ada pengaruh intervensi program TB terhadap pengetahuan masyarakat tentang TB paru, dimana diperoleh nilai p sebesar 0,021 (<0,05).

Dalam rangka mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat tentang TB paru, JKM melalui program TB CEPAT mengadakan pelatihan kepada kader dan pemuka agama, yang selanjutnya informasi yang diperoleh dari pelatihan tersebut akan disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai macam pertemuan masyarakat seperti wirit, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pendidikan yang merupakan usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, dapat mempengaruhi tingkat

57

pengetahuan seseorang (Budiman, 2013). Namun demikian, berdasarkan penelitian ini tidak terdapat pengaruh yang bermakna dari tingkat pendidikan responden terhadap pengetahuan tentang TB. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan responden belum tentu berkorelasi positif dengan informasi, pengajaran dan pelatihan tentang TB yang diperolehnya.

Selain itu Program TB CEPAT juga memberikan informasi tentang TB lewat buku, modul, brosur, pamflet, radio dan media massa lainnya serta melalui penampilan atau panggung musik tradisional dan talk show tentang TB. Hal ini pun sesuai dengan teori bahwa pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh informasi / media massa, sosial, budaya, dan lingkungan (Budiman, 2013).

Usia juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang karena usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin berkembang usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik (Budiman, 2013). Namun demikian pada penelitian ini diperoleh bahwa kategori usia responden tidak cukup signifikan mempengaruhi tingkat pengetahuan.

Menurut Media (2011), penyebab penyakit TB menurut persepsi sebagian masyarakat adalah karena faktor keturunan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana sebagian masyarakat pada kedua kelompok menganggap bahwa penyakit TB merupakan penyakit keturunan, tetapi dengan persentase yang lebih besar pada masyarakat yang tidak mendapatkan intervensi program TB. Dari 47 orang responden yang tidak mendapat intervensi program TB, 68,1% menganggap bahwa penyakit TB dapat menular kepada anggota keluarga lain karena faktor keturunan, sementara 57,4% dari 47 orang responden yang mendapat intervensi program TB juga masih menganggap bahwa penyebab penyakit TB adalah karena faktor keturunan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Tasnim, et al. (2012) yang mengatakan bahwa kesalahpahaman tentang penyebab dan transmisi penyakit TB umum terjadi, dimana di beberapa tempat TB dipercaya sebagai penyakit yang diturunkan.

58

Berdasarkan penelitian Melaku (2014), sebagian besar responden penelitiannya telah memiliki kewaspadaan yang cukup dalam mencegah transmisi penyakit TB dimana sebagian besar menyatakan bahwa TB dapat ditransmisikan dari pasien ke orang lain melalui pernafasan dan berbagi minum dengan pasien TB serta bahwa menutup mulut ketika batuk merupakan metode pencegahan TB yang paling penting. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini dimana mayoritas masyarakat pada kedua kelompok telah mengetahui bagaimana transmisi, faktor resiko dan pencegahan penyakit TB, dengan persentase yang jauh lebih besar pada masyarakat yang mendapat intervensi program TB.

Dari 47 orang responden yang mendapat intervensi program TB, 91,5% responden telah tahu bahwa TB dapat menular ketika penderita TB batuk, bersin dan berbicara. 95,7% responden telah tahu bahwa dengan tidak meludah di sembarang tempat dapat mencegah penularan TB kepada orang lain, 78,7% responden telah menyadari bahwa lingkungan yang lembab juga meningkatkan resiko menderita TB, 95,7% responden telah tahu bahwa cahaya yang terang dan sinar matahari yang masuk ke rumah dapat membunuh kuman TB serta 87,2% responden membenarkan bahwa menjemur tempat tidur pasien TB dapat membunuh kuman TB. Sementara, dari 47 orang responden dari kelompok kontrol, 85,1% responden telah mengetahui bahwa TB dapat menular ketika penderita TB batuk, bersin dan berbicara, 76,6% responden mengetahui bahwa dengan tidak meludah di sembarang tempat dapat mencegah penularan TB kepada orang lain, 57,4% responden mengetahui bahwa lingkungan yang lembab juga meningkatkan resiko menderita TB, dan 74,5% responden telah tahu bahwa cahaya yang terang dan sinar matahari dapat membunuh kuman TB serta 68,1% responden telah mengetahui bahwa menjemur tempat tidur pasien TB dapat membunuh kuman TB

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Azwar (1995) dalam Budiman (2013), sikap dikategorikan menjadi tiga orientasi pemikiran yaitu berorientasi pada respon, berorientasi pada kesiapan respon, dan berorientasi pada skema

59

triadik. Penelitian ini menggunakan kategori sikap berorientasi pada respon yang dapat berupa perasaan mendukung atau memihak (favourable) atau tidak memihak (unfavourable) pada suatu objek.

Berbeda dengan gambaran tingkat pengetahuan yang terlihat bervariasi, gambaran sikap masyarakat berdasarkan hasil penelitian ini lebih merata. Mayoritas masyarakat baik yang mendapat intervensi program TB maupun tidak sama-sama memiliki sikap yang positif terhadap TB. Hasil penelitian pada masyarakat yang mendapatkan intervensi program TB menunjukkan bahwa 97,9% responden penelitian memiliki sikap positif terhadap TB dan 2,1% memiliki sikap negatif. Hasil penelitian pada masyarakat yang tidak mendapatkan intervensi program TB menunjukkan bahwa 93,6% responden penelitian memiliki sikap positif terhadap TB dan 6,4% memiliki sikap negatif

Jumlah dan persentase responden penelitian yang memiliki sikap positif memang lebih besar pada responden penelitian yang mendapat intervensi program TB daripada yang tidak mendapatkan intervensi program TB. Namun, beda proporsi tersebut tidak cukup signifikan menurut uji statistik, dimana nilai p yang diperoleh sebesar 0,307 (>0,05). Sehingga hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil uji statistik adalah tidak ada pengaruh intervensi program TB terhadap sikap masyarakat.

Pengaruh yang tidak signifikan dari intervensi program TB terhadap sikap masyarakat disebabkan karena sikap seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Azwar (2013) dalam Astuti (2013) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap diantaranya adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, serta faktor emosional.

Sikap positif masyarakat dalam rangka upaya pencegahan TB mungkin dipengaruhi oleh kebudayaan dan kebiasaan. Tanpa adanya pengaruh intervensi program TB, sebagian masyarakat mungkin memang telah terbiasa dengan pola hidup yang bersih dan sehat, memperhatikan kebersihan tempat tinggal, menutup mulut ketika bersin dan tidak membuang dahak sembarangan.

60

Hal lain yang mungkin dapat mempengaruhi adalah agama, dimana dalam ajaran agama telah diajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.

Sikap masyarakat dalam rangka pencarian pengobatan apabila mengalami gejala-gejala TB seperti batuk dan demam dapat dipengaruhi oleh pengalaman pribadi ataupun anjuran orang lain. Sementara stigma terhadap TB dapat dipengaruhi oleh faktor emosional. Besarnya rasa empati dan kasihan terhadap pasien TB ataupun keluarga pasien TB dapat mengurangi stigma terhadap TB itu sendiri.

Mayoritas masyarakat yang mendapat intervensi maupun yang tidak mendapat intervensi program TB menyadari perlunya pengetahuan tentang masalah TB serta pemahanman yang baik tentang penyebaran penyakit TB. Lebih dari 85% responden penelitian untuk masing-masing kelompok setuju dan mendukung hal tersebut.

Upaya pencegahan TB yang dilakukan oleh masyarakat diantaranya dengan membiasakan pola hidup bersih dan sehat, jika batuk harus menutup mulut, dan tidak meludah di sembarang tempat (Media, 2011). Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana mayoritas masyarakat, baik yang mendapat intervensi maupun yang tidak mendapat intervensi program TB, tidak mendukung sikap tidak memperhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal, batuk dan bersin tidak menutup mulut dan membuang dahak di sembarang tempat. Mayoritas masyarakat pada kedua kelompok mendukung upaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh seperti berolahraga dan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang dalam rangka pencegahan TB.

Sebagian besar responden penelitian ini, yaitu sebesar 82,9% responden yang mendapat intervensi dan 78,8% responden yang tidak mendapat intervensi program TB, mendukung sikap untuk melakukan pemeriksaan ke puskesmas apabila merasakan demam dan batuk lebih dari dua minggu. Meskipun demikian, masih ada sebagian masyarakat, yaitu 23,4% responden yang mendapat intervensi dan 36,2% responden yang tidak mendapat intervensi, yang lebih memilih membeli obat di warung daripada ke puskesmas jika mengalami batuk-batuk. Sementara menurut Media (2011) sebagian

61

masyarakat yang mengalami gejala TB paru seperti batuk, cenderung kurang peduli dan membiarkan batuk yang dideritanya lebih dari tiga minggu. Sebagian masyarakat ini biasanya hanya minum obat yang dibeli di warung, jika tidak sembuh dan cukup parah baru mereka mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan.

Sebagian besar masyarakat yang mendapat intervensi maupun yang tidak mendapat intervensi program TB memiliki stigma rendah terhadap penyakit tuberkulosis (TB). Hal ini sesuai dengan penelitian Hidayati (2014) dimana mayoritas responden penelitiannya memiliki stigma rendah terhadap TB dan hanya sebagian kecil yaitu 18,25% responden yang memiliki stigma tinggi. Stigma rendah mengindikasikan bahwa penyingkapan akan suatu penyakit bukanlah perkara yang besar bagi responden.

Namun, masih ada sebagian masyarakat dari kedua kelompok penelitian ini yang memiliki stigma tinggi. Dari 47 responden penelitian yang mendapat intervensi program TB, 27,6% responden menganggap TB merupakan penyakit yang memalukan, 19,2% responden mendukung bahwa penderita TB sebaiknya diasingkan dari keluarga dan masyarakat, 17,0% responden mendukung bahwa penderita TB sebaiknya diberhentikan/dipecat dari pekerjaannya, bahkan 8,6% responden mendukung bahwa keluarga penderita TB yang tinggal serumah sebaiknya dihindari/dikucilkan dari masyarakat. Sementara dari 47 responden penelitian yang tidak mendapat intervensi program TB, 38,3% responden menganggap TB merupakan penyakit yang memalukan, 21,3% responden mendukung bahwa penderita TB sebaiknya diasingkan dari keluarga dan masyarakat, 6,4% responden mendukung bahwa penderita TB sebaiknya diberhentikan/dipecat dari pekerjaannya, dan 14,9% responden mendukung bahwa keluarga penderita TB yang tinggal serumah sebaiknya dihindari/dikucilkan dari masyarakat.

62

Dokumen terkait