• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terung Belanda Terhadap Parameter Yang Diamati

Hasil penelitian pengaruh tingkat kematangan buah terung belanda terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total asam, kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik aroma, dan uji organoleptik tekstur dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap parameter yang diamati

Parameter Tingkat kematangan (M) M (70%-80%) 1 M (80%-90%) 2 Konsentrasi karbondioksida (%) 13,58 12,05 Kadar air (%) 87,27 87,13 Susut bobot (%) 1,02 1,09

Total padatan terlarut (oBrix) 3,77 4,33

Total asam (%) 1,40 1,70

Kadar vitamin C (mg/100 g bahan) 41,87 40,45

Indeks kematangan 2,67 2,56

Kekerasan (kgf) 3,54 2,62

Indeks warna 2,17 3,25

Nilai organoleptik warna (Numerik) 2,50 2,97 Nilai organoleptik aroma (Numerik) 2,74 2,88 Nilai organoleptik tekstur (Numerik) 2,50 2,99

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat kematangan buah terung belanda berpengaruh terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total asam, kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik aroma, dan uji organoleptik tekstur.

Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Buah Terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian pengaruh jenis perangsang pematangan buah terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total asam, kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik aroma, dan uji organoleptik tekstur dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap parameter yang diamati

Parameter

Jenis perangsang pematangan buah (P)

P1 P (Ethepon) 2 P (Etilen 3 P (Asetilen) 4 (Karbit) Konsentrasi karbondioksida (%) 14,99 14,39 10,95 10,92 Kadar air (%) 88,03 87,35 86,32 87,10 Susut bobot (%) 0,98 1,11 0,98 1,15 Total padata terlarut (oBrix) 3,93 3,93 3,93 4,4

Total asam (%) 1,51 1,60 1,55 1,53

Kadar vitamin C (mg/100g bahan) 42,39 37,51 41,36 43,38 Indeks kematangan 2,49 2,44 2,61 2,92 Kekerasan (kgf) 3,13 3,08 2,95 3,17 Nilai skor warna 3,00 2,67 2,50 2,67 Nilai organoleptik warna (numerik) 2,99 2,93 2,28 2,76 Nilai organoleptik aroma (numerik) 3,02 3,11 2,31 2,89 Nilai organoleptik tekstur (numerik) 2,95 3,03 2,44 2,56

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jenis perangsang pematangan buah berpengaruh terhadap konsentrasi karbondioksida, kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, total asam, kadar vitamin C, indeks kematangan, kekerasan, uji skor warna, uji organoleptik warna, uji organoleptik aroma, dan uji organoleptik tekstur.

Konsentrasi Karbondioksida

Pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1), diketahui bahwa tingkat kematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi karbondioksida. Hasil uji LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida Jarak LSR Tingkat kematangan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - M1 = 70% - 80% 13,58 a A 2 0,91 1,25 M2 = 80% - 90% 12,05 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda sangat nyata dengan M2. Konsentrasi karbondioksida tertinggi terdapat pada M1 sebesar 13,58% dan yang terendah terdapat pada M2

Hubungan pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida dapat dilihat pada Gambar 5. Konsentrasi karbondioksida M

sebesar 12,05%.

1

lebih tinggi dibandingkan dengan M2, disebabkan karena tingkat kematangan M1 (70% - 80%) memiliki jaringan yang lebih muda sehingga kegiatan respirasinya lebih aktif (konsentrasi karbondioksida yang dihasilkan lebih besar) dibandingkan dengan tingkat kematangan M2 (80% - 90%). Hal ini sesuai dengan Pantastico (1993) yang menyatakan bahwa proses metabolisme pada jaringan muda akan lebih aktif dari pada jaringan lebih tua.

Gambar 5. Pengaruh tingkat kematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda.

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) diketahui bahwa jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda

Jarak LSR Zat perangsang

Pematangan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - P1 = Ethepon 14,99 a A 2 1,28 1,77 P2 = Etilen 14,39 a A 3 1,35 1,86 P3 = Asetilen 10,95 b B 4 1,38 1,90 P4 = Kalsium karbida 10,92 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P3 dan P4, berbeda tidak nyata dengan P2. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda tidak nyata dengan P4. Konsentrasi karbondioksida tertinggi terdapat pada P1 (ethepon) sebesar

13.58 12.046 11.00 11.50 12.00 12.50 13.00 13.50 14.00 M1 M2 Ko n se n tr asi k ar b o n di o ks ida (%) Tingkat kematanganbuah M1= 70% - 80% M2= 80% - 90%

14,99%, sedangkan yang terendah terdapat pada P4

Hubungan jenis perangsang pematangan terhadap uji konsentrasi karbondioksida terung belanda dapat dilihat pada Gambar 6. Konsentrasi karbondioksida setelah proses pematangan dengan menggunakan bahan perangsang pematangan adalah 10,92% - 14,99%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian zat perangsang pematangan dapat meningkatkan laju respirasi buah terung belanda.

(kalsium karbida) sebesar 10,92%. Selama pematangan konsentrasi karbondioksida meningkat, karena terjadinya peningkatan aktivitas respirasi. Hadiwiyoto dan Soehardi (1981) menyatakan bahwa pada buah non klimakterik, pemberian etilen akan meningkatkan aktivitas respirasinya.

Penelitian Julianti (2011) menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2

pada hari ke-8 penyimpanan buah terung belanda pada tingkat kematangan 70% adalah 3,4% dan pada tingkat kematangan 90% adalah 6,5%. Perlakuan dengan etilen baik dalam bentuk ethepon maupun gas etilen memberikan laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian zat perangsang pematangan dalam bentuk gas asetilen maupun kalsium karbida.

Gambar 6. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda.

(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida) Pengaruh interaksi tingkat kematangan terung belanda dan jenis perangsang pematangan terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi tingkat kematangan buah dengan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi karbondioksida terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Air

Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap kadar air terung belanda Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa tingkat kematangan terung belanda memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap kadar air terung belanda Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

14.99 14.39 10.95 10.92 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 P1 P2 P3 P4 Ko n se n tr asi k ar b o n di o ks ida (%)

Jenis perangsang kematangan

kadar air terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda

Jarak LSR Zat perangsang

pematangan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - P1 = Ethepon 88,03 a A 2 0,63 0,87 P2 = Etilen 87,35 a A 3 0,67 0,92 P3 = Asetilen 86,32 c B 4 0,68 0,94 P4 = Kalsium karbida 87,10 b A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda tidak nyata dengan P2, berbeda sangat nyata dengan P3, berbeda nyata dengan P4. Perlakuan P2

berbeda sangat nyata dengan P3 dan berbeda nyata dengan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan P4. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P1

sebesar 88,03%, sedangkan yang terendah pada perlakuan P3

Hubungan jenis perangsang pematangan dengan kadar air terung belanda dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P

sebesar 86,32%.

1. Hal ini disebabkan karena laju respirasi pada P1 lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain seperti terlihat pada Tabel 7, sehingga kadar airnya meningkat sebagai hasil respirasi. Kadar air buah terung belanda yang diberi perlakuan bahan perangsang pematangan dalam bentuk gas asetilen lebih rendah dari pada yang diberi bahan perangsang pematangan dalam bentuk gas etilen ataupun ethepon. Hal ini disebabkan karena laju respirasi yang rendah sehinggga air yang dihasilkan dari proses respirasi tidak begitu banyak. Pada saat respirasi terjadi perombakan substrat menjadi CO2 dan air. Menurut Syarief dan Irawati (1988)

respirasi merupakan pembakaran senyawa makromolekul (seperti karbohidrat, protein, dan lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan lainnya.

Gambar 7. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda.

(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida) Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar air terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi antar tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Susut Bobot

Pengaruh tingkat kematangan terhadap susut bobot terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa tingkat kematangan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap susut bobot terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

88.03 87.35 86.32 87.10 85.00 85.50 86.00 86.50 87.00 87.50 88.00 88.50 P1 P2 P3 P4 K ada r ai r (%)

Jenis perangsang pematangan

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut bobot terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap susut bobot terung belanda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang kematangan terhadap susut bobot terung belanda

Jarak LSR Zat perangsang

pematangan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - P1 = Ethepon 0,98 b A 2 0,12 0,17 P2 = Etilen 1,11 a A 3 0,13 0,18 P3 = Asetilen 0,98 b A 4 0,13 0,18 P4 = Kalsium Karbida 1,15 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan P2 dan P4, berbeda tidak nyata dengan P3. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P3, berbeda tidak nyata dengan P4, berbeda nyata dengan P3. Perlakuan P3 berbeda nyata dengan P4. Susut bobot tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (kalsium karbida) sebesar 1,15%, sedangkan susut bobot terendah pada perlakuan P1 dan P3

sebesar 0,98%. Pada buah Susut bobot tertinggi diperoleh buah yang diberi perlakuan P4

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa buah terung belanda yang diberi bahan perangsang pematangan dalam bentuk gas etilen dan kalsium karbida lebih tinggi susut bobotnya dari pada yang diberi bahan perangsang pematangan asetilen dan ethepon. Hal ini dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi. Buah yang diberi (kalsium karbida). Hubungan jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda dapat dilihat pada Gambar 8.

bahan perangsang pematangan ethepon dan kalsium karbida menghasilkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan yang diberi bahan perangsang pematangan etilen dan kaslium karbida sehingga susut bobotnya lebih rendah. Susut bobot disebabkan karena proses respirasi yang menggunakan substrat-substrat yang ada pada buah selama respirasi. Menurut Phan, dkk. (1993) penyusutan bobot dalam buah dipengaruhi oleh hilangnya cadangan makanan karena proses respirasi.

Gambar 8. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap susut bobot terung belanda.

(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida) Pengaruh interaksi antara tingkat pematangan jenis perangsang kematangan terhadap susut bobot terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap susut bobot terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan. 0.98 1.11 0.98 1.15 0.85 0.90 0.95 1.00 1.05 1.10 1.15 1.20 P1 P2 P3 P4 Sus ut b obot ( % )

Jenis perangsang pematangan

Total Padatan Terlarut

Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap total padatan terlarut terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa tingkat kematangan buah memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total padatan terlarut terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut terung belanda dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut Jarak LSR Tingkat kematangan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - M1 = 70% - 80% 3,77 b B 2 0,28 0,39 M2 = 80% - 90% 4,33 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan M2. Total Padatan terlarut tertinggi diperoleh pada M2 sebesar 4,33 oBrix sedangkan total padatan terlarut terendah diperoleh pada perlakuan M1 sebesar 3,77 o

Pada Gambar 9 terlihat bahwa M

Brix. Hubungan tingkat kematangan buah terhadap total padatan terlarut terung belanda dapat dilihat pada Gambar 9.

2 memiliki total padatan terlarut tertinggi. Hal ini disebabkan tingkat kematangan M2 (80% - 90%) lebih tinggi dibandingkan dengan M1 (70% - 80%). Hal ini sesuai dengan Julianti (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan buah maka total padatan terlarut buah akan semakin meningkat. Selama proses pematangan terjadi respirasi pada buah terung belanda yang menyebabkan proses perombakan bahan-bahan organik.

Gambar 9. Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap total padatan terlarut terung belanda.

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap total padatan terlarut terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa tingkat pematangan buah berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut buah terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi tingkat kematangan buah dan jenis perangsang pematangan terhadap total padatan terlarut terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa interaksi tingkat kematangan buah dan jenis perangsang pematanganmemberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Total Asam

Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap total asam terung belanda Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa tingkat kematangan buah memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total

3.77 4.33 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 M1 M2 To tal pa da ta n te rlar ut ( oBr ix)

Tingkat kematangan buah (%)

padatan terlarut terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh tingkat kematangan terhadap total padatan terlarut terung belanda dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh tingkat kematangan terhadap total asam

Jarak LSR Tingkat kematangan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - M1 = 70% - 80% 1,40 b B 2 0,11 0,15 M2 = 80% - 90% 1,70 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan M2. Total asam tertinggi diperoleh pada M2 sebesar 1,70% sedangkan total asam terendah diperoleh pada perlakuan M1

Pada Gambar 10 terlihat bahwa total asam M

sebesar 1,40%. Hubungan tingkat kematangan buah terhadap total asam terung belanda dapat dilihat pada Gambar 10.

2 lebih tinggi dibandingkan dengan M1. Berdasarkan Heatherbell, dkk. (1982) kandungan asam dominan pada terung belanda adalah asam sitrat dan asam malat. Konsentrasi asam malat lebih kecil dari pada asam sitrat dan konsentrasinya menurun setelah buah mencapai tingkat kematangan yang maksimum. Konsentrasi asam sitrat meningkat secara cepat pada awal proses pematangan tetapi setelah buah mencapai tingkat kematangan penuh maka konsentrasi asam sitrat mengalami penurunan. Perubahan konsentrasi asam dalam buah terung belanda mengikuti perubahan asam sitrat karena konsentrasi asam sitrat hampir 80% dari total asam. Nilai total asam pada M2 (tingkat kematangan 80% - 90%) yang lebih tinggi daripada M1 (70% - 80%) menunjukkan bahwa sampai hari ke-6 proses pematangan buah dengan tingkat kematangan M1 (70% - 80%) belum mencapai matang penuh sedangkan buah dengan tingkat kematangan M2 (80% - 90%) sudah mencapai

matang penuh. Hal ini juga karena buah terung belanda tergolong buah non klimakterik sehingga peranan etilen untuk kematangan buah sangat kecil.

Gambar 10. Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap total asam terung belanda.

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap total asam terung belanda Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa jenis perangsang pematangan buah memberi pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap total asam terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi tingkat kematangan buah dengan jenis perangsang pematangan terhadap total asam terung belanda

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa interaksi tingkat kematangan buah dengan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap total asam terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

1.40 1.70 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 M1 M2 To tal as am (%)

Tingkat kematangan buah (%) M1(70% - 80%) M2(80% - 90%)

Kadar Vitamin C

Pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa tingkat kematangan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa jenis perangsang kematangan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar vitamin C terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda

Jarak LSR Zat perangsang

pematangan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - P1 = Ethepon 42,39 a A 2 3,36 4,62 P2 = Etilen 37,51 b A 3 3,52 4,86 P3 = Asetilen 41,36 a A 4 3,61 4,98 P4 = Kalsium karbida 43,38 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa P1 berbeda nyata dengan P2, berbeda tidak nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P3 dan P4. P3 berbeda tidak nyata dengan P4. Kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (kalsium karbida) sebesar 43,38 mg/100 g bahan, sedangkan yang terendah pada perlakuan P2 (etilen) sebesar 37,51 mg/100 g bahan. Hubungan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 11. Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda.

(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida) Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C terung belanda, dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01 - - - M1P1 40,52 bc AB 2 5,81 8,00 M1P2 47,08 a A 3 6,10 8,41 M1P3 38,51 c B 4 6,26 8,62 M1P4 41,35 abc AB 5 6,39 8,80 M2P1 44,26 abc AB 6 6,47 8,91 M2P2 27,94 d C 7 6,53 9,05 M2P3 44,21 abc AB 8 6,57 9,15 M2P4 45,40 ab AB

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

42.39 37.51 41.36 43.38 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 P1 P2 P3 P4 K ada r v itamin C (m g/ 100g b ah an )

Jenis perangsang pematangan

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan M1P2 yaitu sebesar 47,08, sedangkan nilai kadar vitamin C terendah terdapat pada perlakuan M2P2 sebesar 27,94. Hubungan interaksi tingkat kematangan buah dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 12. Nilai kadar vitamin C pada M2 lebih tinggi dibandingkan dengan M1 pada perlakuan P1, P3 dan P4, tetapi pada perlakuan P2 kadar vitamin C untuk tingkat kematangan M1 (70% - 80%) lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kematangan M2

Kandungan vitamin C akan mengalami peningkatan dari buah yang mentah hingga tercapai kondisi matang fisiologis, tetapi setelah matang fisiologis maka kandungan vitamin C akan mengalami penurunan karena digunakannya asam-asam organik termasuk asam askorbat (vitamin C) sebagai substrat untuk respirasi. Wills (1981) mengemukakan bahwa kecenderungan menurunnya vitamin C diakibatkan karena asam-asam organik termasuk asam askorbat mengalami pemecahan menjadi senyawa yang lebih sederhana akibat proses respirasi. Jika dibandingkan dengan nilai vitamin C buah pada 0 hari (Lampiran 13), maka terjadi penurunan kandungan vitamin C pada kedua tingkat kematangan buah.

(80% - 90%).

Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa kadar vitamin C terendah diperoleh pada perlakuan P2 (etilen) pada tingkat kematangan M2 (80% - 90%). Etilen adalah hormon yang langsung berperan dalam proses pematangan, sedangkan ethepon, asetilen, dan kalsium karbida terlebih dahulu akan membentuk etilen sebelum berperan dalam pematangan, sehingga pematangan pada buah yang diberi gas etilen akan lebih cepat. Pada penyimpanan buah terung belanda dengan

2 tingkat kematangan pada suhu ruang juga terjadi penurunan vitamin C (Lampiran 13) dan penurunan vitamin C lebih besar dari pada buah yang diberi perlakuan etilen. Selama proses pematangan buah akan terjadi penurunan nilai kadar vitamin C, yang digunakan sebagai substrat untuk respirasi. Menurut Wills, dkk. (1981), Pantastico, dkk. (1993) bahwa respirasi akan merombak senyawa kompleks pada selnya seperti pati, gula dan asam-asam organik, menjadi molekul yang lebih sederhana seperti karbondioksida, air dan energi.

Gambar 12. Pengaruh interaksi antara tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap kadar vitamin C terung belanda.

Indeks Kematangan

Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap indeks kematangan terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa tingkat kematangan buah memberi pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap indeks kematangan terung belanda, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

40.52 47.08 38.51 41.35 44.26 27.94 44.21 45.40 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 P1 P2 P3 P4 K ada r v itamin C (m g / 100 g b ah an )

Jenis perangsang pematangan

M1 = 70%- 80% M2 = 80% - 90%

M1 M2

Pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan buah terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa jenis perangsang pematangan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap indeks kematangan terung belanda. Hasil uji LSR pengaruh perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda

Jarak LSR Zat perangsang

pematangan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - P1 = Ethepon 2,49 b B 2 0,26 0,35 P2 = Etilen 2,44 b B 3 0,27 0,37 P3 = Asetilen 2,61 b A 4 0,28 0,38 P4 = Kalsium karbida 2,92 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda tidak nyata dengan P2, berbeda nyata dengan P3 dan berbeda sangat nyata dengan P4. P2

berbeda tidak nyata dengan P3 dan berbeda sangat nyata dengan P4. P3 berbeda nyata dengan P4. Indeks kematangan tertinggi diperoleh pada perlakuan P4

(kalsium karbida) yaitu 2,92, sedangkan yang terendah pada perlakuan P2 (etilen) yaitu 2,44. Hubungan jenis perangsang pematangan dengan indeks kematangan terung belanda dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengaruh jenis perangsang pematangan dengan indeks kematangan terung belanda.

(P1 = Ethepon, P2 = Etilen, P3 = Asetilen, P4 = Kalsium karbida) Pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap indeks kematangan terung belanda, dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - M1P1 2,58 abc ABC 2 0,445 0,613 M1P2 2,21 c C 3 0,467 0,644 M1P3 2,88 a AB 4 0,479 0,660 M1P4 3,01 a A 5 0,489 0,673 M2P1 2,40 bc ABC 6 0,495 0,682 M2P2 2,67 abc ABC 7 0,500 0,693 M2P3 2,34 c BC 8 0,503 0,700 M2P4 2,82 ab ABC

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

2.49 2.44 2.61 2.92 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 P1 P2 P3 P4 In de ks k em at an ga n

Jenis perangsang pematangan

Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa indeks kematangan tertinggi terdapat pada perlakuan M1P4 yaitu 3,01, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M1P2

Pemberian bahan perangsang pematangan menyebabkan terjadi perubahan indeks kematangan pada kedua tingkat kematangan buah terung belanda. Pemberian bahan perangsang pematangan pada buah dengan tingkat kematangan M

sebesar 2,21. Hubungan tingkat kematangan dan jenis perangsang pematangan terhadap indeks kematangan terung belanda dapat dilihat pada Gambar 14.

1 (70% - 80%) menghasilkan buah dengan indeks kematangan yang lebih tinggi dibandingkan pemberian pada buah dengan tingkat kematangan M2 (80% - 90%). Hal ini terjadi pada buah yang diberi bahan perangsang pematangan ethepon, asetilen, dan kalsium karbida, kecuali pada buah yang diberi bahan perangsang pematangan etilen dimana indeks kematangan M2 (80% - 90%) lebih tinggi dari pada buah dengan tingkat kematangan M1 (70% - 80%). Indeks kematangan buah terung belanda yang lebih tinggi pada buah dengan tingkat kematangan M1

Dokumen terkait